31 | Visitor
Sejak usia 12 tahun, Calypso ingin sekali memelihara kucing. Ketimbang anjing yang katanya hewan pintar, gadis itu lebih tertarik dengan hewan bodoh yang pemalas dan bertingkah lucu. Tapi ayahnya selalu menolak dan melarangnya. Pria itu bilang tidak cocok memelihara kucing di kapal. Belum lagi dengan tabiat Calypso yang malas dan lebih senang menghabiskan waktu di kamar atau bersantai di dek belakang kapal seraya menikmati jus lemon, jelas tidak mungkin baginya sanggup mengurus dan membersihkan kotoran kucing peliharaannya.
Jangankan sanggup mengurus kucing, Calypso saja masih malas sekedar merapihkan kabinnya. Kalau bukan Shanks, mungkin kabinnya itu sudah persis seperti kandang ayam. Sudah cukup Shanks dipusingkan oleh urusan bajak lautnya dan urusan putrinya. Dia tidak mau dibebani oleh makhluk bodoh berbulu tersebut.
“Orang jahat mana yang tega memotong ekornya?!” Calypso protes kala menemani Hongou mengobati luka pada ekor kucing yang mereka temui di tong sampah. Kucing itu sudah dibersihkan dan tengah diberi perawatan oleh dokter kapal. Terdapat tali tambang yang mengikat erat di ujung ekornya yang diyakini telah dipotong oleh orang tidak bertanggung jawab.
“Entahlah. Manusia juga bisa kejam terhadap hewan, Calypso.”
Gadis itu mendengkus. Sedikit banyak dia bersyukur karena dia bukan sepenuhnya manusia. Dia cukup sensitif dengan alam di sekitarnya. Jika dia menemukan sebuah tempat yang rusak dan tercemar karena ulah manusia, dia akan kesal dan nyaris menangis.
“Itu hanya oknum, Calypso.” Seperti paham dengan apa yang dipikirkannya, Shanks datang dan mengusap kepalanya yang basah karena terkena air hujan. “Lebih baik kau mandi dan ganti baju. Biar Hongou yang merawat luka-lukanya.”
Calypso menghela napas. Dia mengangguk sebab gadis itu juga tidak terlalu banyak membantu si dokter kapal. Lebih baik dia mandi dan melanjutkan pekerjaannya untuk menyelesaikan lukisannya dalam akhir bulan ini. Sebelum dia keluar dari pintu ruang kumpul (tempat kucing itu dieksekusi), Shank buru-buru menahannya. “Jangan lupa bersihkan kabinmu! rapihkan semua baju-baju yang berceceran. Ayah tidak tahu mana yang kotor dan yang bersih. Coba kau cek lemarimu, semua pakaian tidak ada bentuknya!” ucapnya. Hongou yang mendengarnya terkekeh.
“Iya, iya! Nanti aku bersihkan!”
Tapi Shanks belum puas. “Alat-alat lukismu juga banyak yang bergeletakan di lantai! Kalau terinjak dan rusak bagaimana? Kau itu kan, orangnya ceroboh!”
Calypso tidak menanggapi. Dia sudah keburu meninggalkan ruangan. Gadis itu langsung mandi, merapihkan pakaiannya seperti yang ayahnya minta. Tapi untuk alat-alat melukis, dia biarkan tetap di lantai. Jika dia rapihkan, mood untuk melukisnya akan hilang. Sedangkan di sore ini dia ingin mulai menimpa kain kanvas dengan cat. Gadis itu duduk di kursi menghadap kanvas berukuran besar tersebut. Tak lupa dia nyalakan piringan hitam yang melantunkan musik jazz untuk mendorong suasana hati dan pikirannya. Biasanya kalau orang-orang kapal sudah mendengar suara musik jazz diputar keras-keras dari kabin Calypso, artinya gadis itu tidak boleh diganggu.
“Calypso, waktunya makan malam!” Terdengar teriakan Benn dari balik pintu. Suaranya terdengar samar-samar karena tertimpa oleh musik jazz yang masih berputar sejak 5 jam yang lalu. Pakaian khusus melukisnya (berupa celana overall bewarna cokelat dengan bahan linen) telah kotor oleh bercak cat. Bahkan sampai menyebar ke tangan, wajah dan leher.
“Baik Paman, nanti aku akan ke dapur.”
Benn tahu, arti nanti adalah tidak sama sekali. Alhasil dia kembali membujuknya. “Kucing yang kau temukan sudah membaik, dia sudah bersih total dan sedang makan. Kau tidak ingin melihatnya?”
Pria berambut kelabu itu tersenyum kala musik jazz tersebut berhenti. Disusul oleh langkah kaki dan pintu kabin yang terbuka. Benn menghela napas kala melihat penampilan Calypso yang begitu berantakan. “Ayo makan,” ujar Benn.
“Di mana kucingnya?” tanyanya, terdengar tidak begitu tertarik dengan makanan.
“Di dapur.”
Sesampainya di dapur, yang pertama kali Calypso hampiri bukan meja pantry yang telah tersedia sepiring nasi sayur khusus untuknya. Melainkan menghampiri Snake yang tengah duduk di lantai menemani seekor kucing yang sedang makan potongan daging ikan di piring. Gadis itu ikut berjongkok dan mengelus hewan berbulu putih tersebut. “Lucu sekali!”
Shanks yang duduk tak jauh darinya, menatapnya penuh curiga. Apa lagi saat putrinya menatapnya dengan tatapan penuh harap yang selalu menjadi andalannya ketika menginginkan sesuatu. “Tidak Calypso. Besok kucing itu akan dibawa ke penangkaran!” Shanks mengultimatum.
Gadis itu berdecak. “Lihat, kucingnya lucu, Ayah! Bagaimana jika nanti ada orang jahat yang melukainya lagi? Lebih baik kita pelihara, bukan?” ujar Calypso tanpa berhenti mengelus leher si kucing yang malah keenakan.
“Bagaimana jika dia buang kotoran sembarangan? Sudah cukup kita melihara Monster, monyet itu hewan yang pandai dan Punch bisa mengurusnya.”
“Aku juga bisa mengurusnya nanti!” kilah Calypso tidak mau kalah.
“Kau mengurus diri saja belum bisa!” kesal Shanks.
Calypso berdiri dan menghampiri pria itu. Shanks kira gadis itu akan lanjut berdebat dengannya, tapi justru hal yang tak terduga pun terjadi. Calypso memeluk Shanks, melingkarkan tangannya di leher pria itu. “Ayah biarkan aku pelihara kucing itu, Kumohon!” ucapnya.
Shanks terdiam, melirik semua anak buahnya yang sedang menahan tawa. Pria berambut merah itu mendengkus. Dia paling tidak bisa berhadapan dengan sisi manja Calypso. “Jika kau ingin memeliharanya, kau harus janji untuk mengurusnya! Kau juga harus rutin membersihkan kabinmu!” putusnya.
“Tentu saja!”
Ayahnya kembali melanjutkan. “Baiklah. Kau boleh memeliharanya.”
YES! Calypso berseru senang. Dia mengeratkan pelukan pada ayahnya dan mengecup singkat pipi pria itu. Shanks mesem-mesem kesenangan. Jarang sekali dia bisa mendapatkan kecupan dari gadis kecilnya itu. “Aku sayang Ayah!”
Shanks berdeham. “Satu lagi Calypso. Uang bulananmu akan Ayah potong untuk membeli makanan kucing.”
Di kepala Calypso tiba-tiba terdengar suara petir menyambar. “APA?!”
Rupanya menjadi anak dari kaisar laut sekaligus cucu dari keluarga Figarland tidak bisa berfoya-foya dan bergelimang harta. Dia benar-benar miskin!
* * *
Jika ada orang yang bertanya siapa idolanya, maka Calypso akan menjawab; ayahnya.
Meskipun pria itu bodoh dan konyol, tapi dia kapten yang luar biasa. Orang-orang akan menilai pria itu adalah seorang teman yang setia kawan, rival yang imbang, musuh yang dihormati, serta seorang ayah yang luar biasa. Calypso tidak terlalu mengenal banyak orang di luar sana, tapi dia yakin tidak ada orang yang sehebat ayahnya. Gadis itu tahu, ada banyak luka dan kesedihan yang disimpan oleh pria itu, namun dia sangat pandai menyembunyikannya. Bahkan dengan putrinya sekalipun.
Sejak Benn menceritakan apa yang sebenarnya terjadi sejak sebulan yang lalu, Calypso memutuskan untuk melakukan sesuatu untuk ayahnya. Dia memang tidak pernah bertemu dengan Ibu. Dia hanya melihatnya melalui mimpi yang bahkan muncul sangat jarang. Gadis itu tidak tahu separah apa kenangannya direnggut hingga mampu membuat kaisar laut itu selalu menangis di setiap malam seraya memeluk sebuah lukisan atau guci yang berisi abu ibunya. Melihat ayahnya yang menangis, membuat hati Calypso ikut terasa sakit. Dia sudah cukup sakit ditinggal oleh sahabatnya. Tapi dia tidak ingin ayahnya menderita karena telah berjuang untuknya.
Sekarang Calypso tersadar, dia benar-benar anak yang tidak tahu diri dan diuntung. Dia terlalu lemah untuk menyelamatkan sahabatnya, kini dia juga bahkan tidak bisa menyembuhkan sakit di hati ayahnya.
“Jangan dulu ditiup lilinnya, Calypso!” Suara Lime tiba-tiba membuyarkan lamunannya, menghentikan aksinya untuk meniup lilin dengan bentuk angka 15. Pria itu mengeluarkan sebuah kamera yang baru dia beli saat terakhir kali mereka berlabuh di pulau Dressrosa. “Biar aku foto dulu! Boss, ayo berdiri di samping putrimu!” pintanya.
Shanks tersenyum sumringah. Pria itu langsung berdiri di sampingnya dan merangkul pundaknya. Mereka tersenyum menatap kamera. Sekejap pria berambut pirang panjang itu menjadi tukang foto dadakan.
Ini adalah tepat di hari ulang tahunnya yang ke-15. Kali ini terasa begitu berbeda, Mihawk tidak datang. Rupanya Ayahnya melarang keras Warlord tersebut untuk menemui putrinya. Calypso tahu, ayahnya sedang perang dingin dengan paman jauhnya itu. Sepertinya setelah ini dia sendiri yang harus meminta maaf kepada Mihawk. Mau bagaimana pun, dia sudah bersikap membangkang saat kejadian di Marineford kemarin.
Calypso mengapitkan kedua tangannya. Berdoa sejenak sebelum meniup lilin. Semua orang bersorak gembira, menyanyikan lagu selamat ulang tahun dan kue pun dipotong. Ah, sebenarnya itu bukan kue. Hanya tumpukan potongan-potongan buah mulai dari melon, semangka, mangga, pepaya, nanas dan masih banyak lagi. Ini menyesuaikan dengan tubuhnya yang tidak bisa mengkonsumsi makanan hewani. Bahkan sekarang Calypso tidak tahu bagaimana rasanya daging dan segala olahannya itu.
“Ayah!” Calypso memanggil ayahnya.
Shanks menoleh, batal menenggak habis sake di cawannya. “Ada apa, sayangku?”
Gadis itu menarik tangan Shanks. Memintanya untuk mengikutinya. Mereka menuju kabin pria itu yang kini terdapat sebuah lukisan besar yang ditutupi oleh kain hitam. Pria itu mengernyit, menoleh sejenak ke arah putrinya. Gadis itu membuka kain hitam tersebut dan kini terlihat sebuah lukisan indah yang menggambarkan banyak objek di setiap sisinya. Perpaduan warnanya begitu beragam namun entah kenapa tidak saling tabrak dan terkesan begitu selaras dari satu warna dengan warna yang lain. Beberapa detik Shanks memandangi lukisan tersebut, hingga dia tersadar jika objek yang berada di kanvas tersebut adalah wanita yang selama ini dia rindukan. Wanita yang nyaris dia lupakan.
Shanks menatap Calypso. Gadis itu tersenyum lembut dan memeluknya. Pria itu tidak bisa mengatakan apa-apa. Memori tentang Karina sekarang begitu pudar. Yang dia ingat dengan jelas adalah saat wanita itu memintanya untuk menyelamatkan Calypso, lalu tewas di depan matanya dan berubah menjadi abu.
“Aku sudah tahu semuanya. Paman Benn menceritakannya padaku.” Calypso mengusap punggung pria itu. Sama seperti saat Shanks mengusap punggungnya ketika dia sedang menangis atau ketakutan. “Ayah telah banyak menderita selama ini. Aku minta maaf telah menjadi anak yang begitu merepotkan.”
Lidah Shanks terasa kelu. Dia terisak perlahan seraya membalas pelukan gadis itu. Di lukisan tersebut terdapat wajah Karina yang begitu jelas dan detail. Banyak sekali ekspresi wanita itu yang terlukis di sana. Membuat sesuatu yang kopong di hati Shanks perlahan kembali terisi.
“Aku tidak begitu sering memimpikan Ibu. Setiap aku memimpikannya, aku selalu dipeluk olehnya. Maaf, Ayah. Hanya itu yang bisa aku lakukan untukmu.”
Tidak. Ini lebih dari cukup. Ini sudah cukup membuat Shanks senang dan melupakan kesedihannya yang telah melupakan sebagian besar kenangannya bersama Karina. Shanks mengecup kening Calypso, menyalurkan rasa sayangnya yang tidak akan pernah habis sekalipun dunia berhenti berputar. “Kau tidak perlu meminta maaf, Calypso. Ayah akan selalu memaafkanmu. Ayah selalu menyayangimu.”
Calypso tersenyum. “Aku juga sayang Ayah.”
Mereka masih saling berpelukan hingga beberapa menit kemudian. Jika saja suara George tidak menginterupsi, bersamaan dengan Haki observasi Shanks yang menangkap kedatangan sebuah kapal mendekati Red Force. Pelukannya terlepas, pria itu segera berbalik badan, memasang badan untuk melindungi Calypso di balik punggungnya. Tak lama pintu kabin terbuka dengan lebar. “BOS!! SESEORANG DATANG KE KAPAL—” Belum sempat pria itu menyelesaikan kalimatnya, dia sudah terjatuh akibat serangan Haki raja dari seseorang yang tidak dia kenal.
Shanks menarik pedangnya dan detik berikutnya, mereka disambut oleh seorang pria tua yang berjalan dengan santai memasuki kabin.
“Kakek?!”
Sialan! Apa pria tua itu sudah gila?!
* * *
Ini pertama kalinya Garling menginjakkan kaki di kapal bajak laut. Meskipun kapal jelek ini adalah rumah dari anak dan cucunya, sulit baginya untuk beradaptasi. Terlebih saat melihat kondisi gadis itu yang terlihat sangat berbeda. Tubuhnya sedikit lebih tinggi beberapa centimeter, entah ini perasaan Garling saja atau bukan, dia merasa cucunya seperti kehilangan sedikit berat badan. Ditambah penampilan rambutnya yang berubah menjadi merah seperti warna rambutnya saat masih muda dulu. Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah ini dampak akibat perang antara Angkatan Laut dan Bajak Laut Shirohige?
“Kau melanggar peraturan yang telah disetujui selama bertahun-tahun lamanya!” Shanks menatap kesal kepada pria tua itu yang duduk di hadapannya. Mereka bertiga—Shanks, Garling dan Calypso—duduk di salah satu meja bundar yang ada di dek belakang kapal. Calypso sedari tadi diam, lantaran dua orang dewasa di dekatnya ini sama-sama mengeluarkan aura yang begitu menyesakkan. Gadis itu jadi bingung harus apa?
“Persetan dengan peraturannya! Kau pikir aku hanya akan diam saja saat mengetahui cucuku terluka setelah terlibat perang dengan Angkatan Laut?!” balas Garling.
Shanks mengeraskan rahangnya. “Tapi tetap saja kau dilarang mendatangi kapal kami! Cepat atau lambat, aku akan mengantar Calypso menemuimu ke Marijoise!”
“Kapan?! Aku sudah menunggu kedatangannya, dan yang kudapat adalah kabar tidak mengenakkan tentangnya! Sekarang dunia tahu dia adalah putrimu! Itu artinya sudah waktunya dia untuk tinggal bersamaku!”
BRAK!
Kaisar laut itu menggebrak meja. Tatapannya begitu tajam menatap pemimpin kesatria suci tersebut. “Dia tidak akan tinggal bersamamu! Aku ayahnya!!”
Garling tidak kalah menatapnya dengan tajam. “Kau memang ayahnya, tapi keselamatannya tidak akan terjamin jika dia hidup bersamamu!”
“Jika kau ingin mengambilnya, maka ambil dulu nyawaku!”
“Cukup mudah bagiku untuk membunuhmu, Akagami!” balas Garling.
Kalau saja Calypso tidak segera bertindak, pasti akan terjadi bentrokan aura Haki penakluk yang begitu besar. Gadis itu berdiri dan berteriak. “CUKUUPP!! HENTIKAN!!”
Aksinya barusan cukup berhasil, sebab kini ayah dan kakeknya kembali tenang. Namun mereka masih saling melayangkan tatapan sarat akan membunuh. Siapapun tolong Calypso. Dia ingin pingsan sekarang juga agar perang dingin ini berakhir.
“Maaf, Calypso. Kakek hanya khawatir denganmu.”
Calypso menghembuskan napas kasar. “Aku paham bagaimana perasaanmu, Kakek. Aku minta maaf telah membuatmu khawatir,” ucap Calypso. Gadis itu meraih lengan Garling dan juga lengan Shanks. “Tapi aku baik-baik saja sekarang. Aku sudah kembali pulih.”
Garling masih tetap pada pendiriannya. “Tapi kau harus tinggal bersamaku! Tidak aman jika kau terus tinggal bersama ayahmu. Aku mungkin bisa saja meminta Angkatan Laut atau pemerintah untuk tidak memburumu. Tapi bagaimana dengan para bajak laut dan pemburu bayaran? Kakek tidak bisa mengontrol mereka—”
“Aku bisa!” potong Shanks. “Orang-orang pasti akan berpikir dua kali untuk mencari gara-gara denganku!” potong Shanks.
Hal tersebut membuat Garling kembali menatap tajam putranya. “Kehidupan Calypso akan lebih terjamin jika dia tinggal bersamaku!”
“Bersama para orang-orang sampah yang hampir membunuhnya 10 tahun yang lalu? Kau tahu betul Celestial Dragon sama berbahayanya dengan bajak laut!”
Kali ini Shanks berhasil membuat Garling bungkam. Mereka benar-benar tidak ada yang mau menurunkan egonya. “Ayah, Kakek tolong hentikan!” ucap Calypso. Kali ini gadis itu menatap Garling lekat-lekat. Mata cokelat terangnya berhasil membuat pria itu sedikit tenang, emosinya yang meluap-luap sedikit mereda. “Aku sayang Kakek. Tapi aku tidak bisa tinggal bersamamu.”
“...”
“Aku tidak betah berada di Marijoise. Satu-satunya hal yang aku suka di sana hanya kau, Kakek!”
Shanks menghela napas lega. Tapi dia tidak mengatakan apa-apa, membiarkan gadis itu melanjutkan percakapannya dengan kakeknya. Garling melemaskan punggungnya, dia sedikit kecewa karena cucunya barusan menolak untuk tinggal bersamanya.
“Kau tahu, Kakek? Aku masih memiliki tujuan yang belum tercapai. Tujuan itu hanya bisa terwujud jika aku bersama Ayah.” Calypso kembali berkata. Dia membuka telapak tangannya, mengeluarkan titik-titik cahaya yang berterbangan mengelilingi mereka. Cahayanya begitu indah, dan entah kenapa ini terasa familiar bagi Shanks.
Garling menghembuskan napas kasar, dia tidak punya pilihan selain menghormati “Baiklah kalau begitu. Aku senang kau masih menyayangiku.”
“Tentu saja dia lebih menyayangiku,” gumam Shanks meledek.
Beruntung Garling hanya menatapnya tajam. Pria itu akhirnya memanggil salah satu asistennya untuk membawakan sesuatu. Itu adalah sebuah pedang yang memiliki ukuran yang pas di tubuh Calypso. Bentuk pedangnya hampir serupa dengan pedang yang dimiliki Garling. “Hadiah ulang tahunmu.”
“Se—sebuah pedang?” Calypso terkejut. Terlebih kakeknya menyodorkan padanya. “Ta—tapi, Ayah belum mengizinkan aku menggunakan pedang!”
Shanks menyentuh bahu putrinya. Meyakinkan dirinya untuk menerimanya. Alhasil, gadis itu menerimanya. Pedangnya sengat berat dan kokoh. Berbeda sekali dengan pedang kayu yang selalu dia gunakan saat berlatih.
“Kakek melihatmu bertarung di Marineford. Kemampuan berpedangmu sangat baik mengingat usiamu yang masih sangat belia.”
“Kau melihatku?!” kaget Calypso.
“Semuanya. Aku bahkan melihat bagaimana Laksamana sialan itu merobek sayap indahmu.” Garling membetulkan sejenak kaca mata hitamnya. “Apa sayapmu akan tumbuh kembali?”
Calypso tersentak. Perlahan dia tersenyum getir. Selama ini dia selalu menghindari topik pembicaraan mengenai sayapnya yang pasti tidak akan baik-baik saja. Dia sudah kehilangannya dengan menerima rasa sakit yang luar biasa. Dia tidak tahu apakah sayap kacanya akan kembali tumbuh atau tidak.
Shanks mengambil alih pembicaraan. “Kami belum tahu. Tapi Calypso akan baik-baik saja.”
Garling tahu tatapan keduanya begitu kurang yakin. Tapi selama cucunya baik-baik saja, itu sudah cukup melunasi rasa khawatirnya selama berbulan-bulan. Pria tua itu merentangkan tangannya, menawarkan gadis itu sebuah pelukan hangat yang langsung diterima. Calypso memeluk kakeknya dengan erat, merasakan tangannya yang mengelus kepala dan punggungnya dengan lembut. “Jaga dirimu baik-baik, dan jangan buat pria tua ini menjadi khawatir.” Garling memberikan kecupan singkat di pucuk kepalanya.
“Baiklah, Kakek. Terima kasih atas hadiahnya.”
* * *
A/N:
Calypso be like: “Finally bisa join rambut merah. Biasanya dikira anak orang.”
Terima kasih sudah mau membaca. Jangan lupa tinggalkan jejak.
Sincerely, Nanda.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top