28 | Obligation
Persis seperti Calypso, kedatangan Shanks di tengah peperangan membuat orang-orang terkejut. Dia tidak langsung menghancurkan markas Angkatan Laut, dia hanya tiba-tiba muncul menahan serangan Akainu yang hendak melukai seorang marinir muda (yang sepertinya setahun lebih tua dari Calypso) menggunakan pedangnya. Seperti yang sudah dia tebak, laksamana itu terkejut akan kedatangannya. Keterkejutannya itu disusul oleh orang-orang baik dari para Angkatan Laut maupun bajak laut Shirohige.
“A—Akagami?!” panik beberapa marinir.
“Bagaimana Kaisar Laut di Dunia Baru bisa berada di sini?!” lanjut para bajak laut.
Shanks menatap Akainu begitu tajam. Dia ingin sekali lanjut menebas kepalanya, namun itu hanya akan memperpanjang masalah. Pria itu meraih topi jerami yang tergeletak di bawah kakinya, dan secara bersamaan pula dia bertemu dengan teman lamanya, Buggy. Dia meminta tolong pria berpenampilan seperti badut itu untuk mengembalikan topi tersebut pada Luffy yang telah dibawa kabur menyelamatkan diri. Setelahnya, sang kaisar laut itu berjalan dan berdiri di tengah-tengah untuk menatap Sengoku dengan tatapan penuh tuntutan.
Ini adalah rahasia antara Fleet Admiral, petinggi Pemerintah Dunia, Figarland dan Gorosei. Apapun yang dilakukan oleh Calypso, mereka tidak berhak untuk menangkapnya, melukainya, dan mengeksekusinya. Mereka sudah melanggar salah satu di antaranya. Calypso terluka, nyaris sekarat. Seharusnya Sengoku tahu apa yang harus dia lakukan sebagai pihak yang terlibat. Sekarang, sudah jelas terlihat di wajah pria tua itu yang sedikit panik, rasa bersalah terlihat saat matanya bersitatap dengan miliknya.
“Aku datang untuk menghentikan perang!” ucap Shanks dengan lantang. “Jika ada dari kalian yang masih ingin bertarung. Kemari, akan kami ladeni!” lanjutnya seraya menarik pedangnya. 10 orang eksekutif Akagami sudah berdiri berjejer di belakang sang kapten, bersiap dengan senjata masing-masing.
“Bagaimana, Teach?” tanya Shanks. Pria itu sudah menebak, dalang di balik peperangan ini akan hadir di sini. Melihat Shirohige yang tewas, dan Teach yang berhasil mengambil alih kekuatan buah iblisnya, itu sudah cukup membuktikan seberapa licik bajak laut tersebut.
“Zehahaha! Kau semakin tampan dengan luka cakar itu, Akagami!” ucapnya.
Para eksekutif Akagami dengan cekatan mengambil ancang-ancang untuk menyerang bajak laut Kurohige, begitupun sebaliknya. Shanks hanya diam, menatap tajam pria itu, menebak-nebak apa langkah yang akan diambil olehnya.
“Hentikan teman-teman, ini bukan saatnya untuk melawan mereka. Lagi pula aku sudah mendapatkan apa yang aku inginkan!” ucap Teach. “Zehahaha! Aku tidak menyangka kau memiliki seorang anak perempuan yang sangat cantik, Akagami.”
Shanks memicingkan matanya. Tapi dia tidak melawan. Sepertinya setelah kekacauan ini selesai, identitas Calypso akan terungkap. Dia sudah menyiapkan diri untuk kejadian ini sejak beberapa tahun yang lalu. Sebab sepandai-pandainya tupai melompat, dia akan terjatuh juga. Sebaik apapun Shanks menyembunyikan putrinya, mereka lambat laun akan mengetahuinya. Entah sebagai cucu dari keluarga Figarland atau putri dari kaisar bajak laut Akagami. Tak butuh waktu lama, Teach dan bajak laut Kurohige pergi meninggalkan lokasi.
Pria berambut merah itu memasukkan kembali pedangnya. Dia berjalan menghampiri Sengoku, dan berbicara dengan amat pelan. “Bagaimana kau bisa membiarkannya terluka parah, Sengoku?”
“...”
Sengoku mengeraskan rahangnya. Dia mengepalkan tangannya kuat-kuat. Shanks tersenyum miring. “Kau tahu, akan merepotkan berhadapan dengan ksatria suci ketimbang bajak laut sepertiku. Tapi kau beruntung, aku menghormatimu.”
“...”
Shanks menghela napasnya sejenak, lalu berbicara dengan lantang. “Sekarang, dengarkan aku! Serahkan penguburan jenazah Shirohige dan Ace pada kami! Hentikan penyiaran langsungnya, aku tidak terima mereka dipertontonkan lebih dari ini!”
Sengoku meneguk ludah. Beberapa bawahannya mulai protes tidak terima. Mereka mengatakan jika ini tidak adil bagi Angkatan Laut yang ingin memperlihatkan kemenangan mereka kepada masyarakat di luar sana, ditambah mereka tidak terima diperintah oleh bajak laut sepertinya. Namun balasan tak terduga pun muncul dari sang Fleet Admiral. “Aku setuju! Karena kau yang meminta, aku akan menyetujuinya, Akagami!”
“Ta—Tapi Tuan Sengoku!”
“Aku yang akan bertanggung jawab atas semuanya!” lanjut Sengoku.
Shanks masih menatapnya datar. “Terima kasih.”
Fleet Admiral kembali melanjutkan, “Rawat semua yang terluka! PERANG INI TELAH BERAKHIR!!”
* * *
George tidak akan pernah memaafkan Angkatan Laut yang telah melakukan hal ini pada Calypso. Gadis itu benar-benar terluka dan sekarat. Tubuhnya penuh luka-luka. Ada luka tembak yang pelurunya (George sangat yakin itu terbuat dari perak) masih bersarang di dalam tubuhnya. Pasti karena hal tersebutlah yang membuat rambut hitamnya berubah menjadi merah seperti warna rambut sang kapten. George merasa seperti deja vu. Kejadian belasan tahun yang lalu cukup menjadi trauma begitu kelam bagi semua orang di bajak laut Akagami. Namun beruntung asisten dokter bisa langsung sigap mengeluarkan peluru perak tersebut.
Sedangkan para penyihir sibuk berkutik dengan cawan ajaibnya. George tidak begitu paham bagaimana cara mereka bekerja. Mereka terlihat begitu misterius. Dan lagi, bagaimana pula kaptennya bisa memiliki kenalan para penyihir?
“Permisi, bisakah kalian keluar sebentar? Kami butuh konsentrasi.”
George mengerutkan keningnya. “Asisten dokter akan pergi setelah mengurus luka tembaknya. Dan Aku akan tetap di sini untuk menemani Calypso. Kapten memintaku untuk melakukannya!”
“Tapi kaptenmu meminta kami untuk menyembuhkannya, dan kau ingin menghalanginya?” tanya Elise menatap tajam pria itu dan kemudian beralih ke asisten dokter. “Hentikan. Aksimu itu percuma. Kami bisa mengobatinya.”
George dan asisten dokter langsung kikuk. Pria itu menatap penyihir satunya lagi yang berusia sudah tua, lalu beralih menatap Calypso yang terlihat begitu mengenaskan. “Baiklah. Sembuhkan putri Bos dengan benar!”
Elise tersenyum miring. “Aku tidak perlu mendengar perintahmu, Bocah!”
George bersama asisten dokter pun keluar dari ruangan, meninggalkan Calypso dan mempercayai dua penyihir tersebut meskipun dengan berat hati. Pria itu mengambil kursi dan duduk tepat di depan pintu. Selang beberapa menit, dia menoleh dan mendapati Mihawk yang berjalan mendekatinya.
“Hawkeye?!”
Hawkeye tidak bereaksi apa-apa. “Di mana Calypso?” tanyanya.
“Di—dia sedang diobati oleh penyihir.”
Mata emas itu memicing. Entah kenapa merasakan ada keganjalan yang terjadi. “Kau tidak menemaninya? Shanks tidak mungkin membiarkan Calypso bersama orang asing!”
“Mereka menyuruhku untuk keluar. Mereka bilang butuh konsentrasi.”
Tanpa menunggu aba-aba, Mihawk langsung membuka pintu ruangan, namun terkunci. Dia mencoba mendobraknya dengan sekuat tenaga, namun ada sesuatu yang menahannya. Kecurigaannya semakin menjadi. George panik, tidak seharusnya dia meninggalkan Calypso dan mempercayakan dua penyihir itu begitu saja.
“Sial! Buka pintunya!” teriak Mihawk.
“Ada pintu lain di samping dek!” kata George, dia segera menuntun pendekar pedang tersebut ke pintu yang dimaksud, dan mendobraknya dengan sekuat tenaga. Tapi lagi-lagi ada sesuatu yang mengganjal.
“Panggil Akagami. Cepat!” titah Mihawk.
George langsung berlari keluar mencari sang kapten. Mihawk kembali ke depan pintu utama. Menarik pedangnya dan menebas pintu tersebut. Tapi anehnya, pintu itu tidak mengalami kerusakan apapun. Sial! Apa yang dilakukan oleh dua penyihir tersebut?!
Sekitar 5 menit kemudian, George berhasil memanggil Shanks. Pria itu masih kesal dengan Mihawk, tapi rasa kesalnya teralihkan saat dia merasakan aura negatif dari dalam ruangan pertemuan tersebut. Beberapa eksekutifnya juga ikut datang menyusul.
“Apa yang terjadi?” tanya Benn.
Shanks mencoba untuk mendobrak pintunya. “Eliza! Elise! Apa yang terjadi?! Buka pintunya!!”
Tidak ada sahutan apapun dari dalam.
Shanks kembali mendobrak seraya menggedor-gedor daun pintu dengan keras. “Elise!! Buka pintunya!! Apa yang kalian lakukan pada putriku!”
Situasi semakin mencekam. Benn mengarahkan senapannya dan menembak dua engsel pintu, lalu Shanks kembali mendobraknya. Hasilnya tetap nihil. Pria berambut merah itu mematung, punggungnya bergetar, dan rasa khawatirnya kembali meningkat. “Calypso ... SIALAN BUKA PINTUNYA!!”
Shanks mengeraskan rahangnya. Dia keluarkan pedangnya dan mengaktifkan Haki senjatanya bercampur Haki rajanya. Semua orang yang paham rencana Shanks langsung melipir, kaisar laut itu menebas pedangnya dengan kekuatan penuh. Jurus Kamusari-nya cukup efektif saat Shanks merasa ada sesuatu penghalang yang pecah bersamaan dengan dirinya yang tersedot dalam sebuah ruangan serba hitam.
“BOS!!” Yasoop dan yang lain berteriak saat tubuh sang kapten ditarik oleh entitas aneh dengan aura hitam yang bergerumul di dalam kabin tersebut. Benn menahan para kru untuk mendekat.
“Jangan mendekat! Jika kita salah pergerakan, itu bisa saja membahayakan mereka berdua!” ucap Benn melarang. Langsung sigap mengambil peran sebagai wakil kapten.
“Sial! Aku tidak bisa mendeteksinya dengan Haki!” umpat Yasoop. “Sebenarnya apa yang terjadi?! Apa yang dilakukan oleh penyihir itu?!”
Benn mengepalkan tangannya. “Kemungkinan buruknya, kita telah dijebak oleh mereka selama ini.”
Semua terdiam. Berbagai macam pikiran negatif langsung memenuhi kepala mereka masing-masing. Ini benar-benar keterlaluan, jika selama ini mereka telah ditipu oleh dua penyihir tersebut. Apa yang terjadi pada Calypso dan Shanks? Apa yang mereka telah lakukan pada Calypso? Apa yang diinginkan oleh penyihir tersebut? Benn benar-benar tidak bisa memprediksinya.
Tapi jika dia kembali mengingat perjanjian antara Shanks dan Elise mengenai hutangnya, mungkin itu sedikit masuk akal. Tapi apa yang diinginkan oleh penyihir itu?
* * *
Kepala Shanks terasa terbentur oleh benda berat. Kepalanya pening, pandangannya terasa kabur dan berputar-putar. Namun perlahan penglihatannya kembali normal saat melihat pemandangan yang ada di hadapannya. Matanya terbelalak, tubuhnya bergetar saat melihat apa yang tengah dua penyihir itu lakukan pada putrinya.
Sialan, apa yang sebenarnya terjadi?!
“APA YANG KALIAN LAKUKAN?!!” marah Shanks. Baik Eliza maupun Elise tersenyum iblis. Tangan mereka berlumuran darah, tengah berusaha mencongkel jantung Calypso langsung dengan tangan kosong mereka yang memiliki kuku begitu panjang.
Kaki Shanks bergetar, dia tidak sanggup melihat apa yang mereka lakukan pada putrinya. Biar dia ulangi, mereka mencoba mencelakai Calypso!
“Oh, Tuan Kaisar. Aku tidak heran kenapa kau memiliki takdir unik yang berkaitan dengan bangsa Veela,” ucapnya Eliza. Dia menjilat tangannya yang berlumuran darah dengan lidah panjangnya. Detik itu juga penampilan mereka berubah, bukan lagi manusia normal pada umumnya. Tubuh tinggi kurus dengan hidung mancung amat tidak normal, wajah serta kulit yang begitu pucat, kering dan retak-retak. Mata mereka hitam gelap. Shanks tidak mengenal mereka, atau memang sejak awal dia sudah ditipu?
“Kau manusia yang kuat, Akagami. Fisik, hati, pikiran dan jiwamu begitu kuat dan stabil. Tidak heran kau bisa selamat dan berhasil menyelamatkan putrimu.”
“Siapa kalian?! APA YANG KALIAN INGINKAN DARI PUTRIKU?!” Shanks melotot. Rasa amarah begitu mendidih di dalam dirinya.
“Tenanglah, Tuan Kaisar. Ini semua sudah bagian dari rencana kami. Pertemuan kita pertama kali di Pulau Blossom adalah sebuah rencana. Pertemuanmu dengan cucuku adalah sebuah skenario matang yang telah kita rencanakan selama puluhan tahun lamanya.”
Apa? Apa yang mereka katakan??
“Kau pikir kami mengetahui rahasia pulau Veela dan penghuninya hanya karena kami adalah penyihir? Bodoh sekali, kau hanya batu lompatan bagi kami untuk mendapatkan jantung dari manusia campuran Nymph. Kami tidak bisa mendapatkan yang asli, namun saat kami mengetahui putrimu mewariskan kemampuan dan fisik ibunya, maka jantungnya bisa kami gunakan untuk ritual keabadian.”
Jantung? Apa itu alasan mereka hendak mencongkel dada putrinya begitu saja? “Brengsek!! Beraninya kalian melakukan itu pada putriku!”
Eliza dan Elise tertawa melengking. “Owh, seorang kaisar laut yang jatuh cinta dengan makhluk indah penghuni pulau misterius. Secara tidak sengaja menghancurkan pulau indah tersebut dan menewaskan pujaan hatinya. Tapi siapa peduli? Selama kau berhasil membawa anak itu, rencana kami berjalan dengan mulus.”
Shanks tidak bisa menahan amarahnya lagi. Sebelumnya dia sudah menahannya sejak selesai berurusan dengan Kaido, ditambah dia semakin marah saat melihat kondisi Calypso yang begitu tragis dan pihak yang seharusnya melindunginya justru melakukan hal yang sebaliknya.
Dan lagi, orang tua mana yang tidak marah saat melihat anaknya yang sudah sekarat justru jantungnya ingin dicabut? Siapapun dua monster ini, mereka harus membayarnya!
Pria itu menerjang mereka dengan pedangnya. Namun mereka tak kalah cepat, mereka lebih dulu menyerang Shanks dengan sebuah kilat merah yang membuatnya terlempar beberapa meter. Pria itu sempat memejamkan mata, sepersekian detik saat matanya terbuka, kini mereka bukan lagi berada di ruangan hampa serba hitam. Melainkan berada di tengah-tengah hutan pinus. Dua penyihir itu berdiri berjejer membawa tongkat sihir mereka yang terbuat dari kumpulan ranting mati yang dililit oleh oleh besi hitam. Shanks sedikit merutuki nasibnya yang harus berhadapan lagi dengan sesuatu yang bukan manusia.
Calypso berada di ujung sana. Dia masih tidak sadarkan diri, tubuhnya terikat oleh sulur akar, di mana darah merembes dari dadanya yang terkoyak. Shank meneguk ludahnya, dia tidak takut dengan dua penyihir ini. Tapi dia takut Calypso tidak bisa diselamatkan. Satu-satunya harapan yang dia miliki adalah dua penyihir yang dia kira adalah orang baik yang mau menolong sesama. Tapi faktanya, dia telah dibodohi. Anak perempuannya menjadi korban rencana bejat mereka yang katanya ingin melakukan ritual keabadian.
“Lawan aku, jalang!” ucap Shanks, seraya mengaktifkan Haki senjatanya pada pedangnya.
Mereka berteriak, suaranya seperti binatang dengan gigi-gigi hitam yang membusuk. Shanks menggunakan Haki observasinya dengan baik, sehingga bisa membaca gerakan serta serangan mereka yang mengandalkan kemampuan kinetik dan kilatan laser yang bisa membakar objek melalui tongkat ajaibnya. Shanks tidak mau meremehkan, tapi dia harus cepat, atau putrinya akan dalam bahaya jika dibiarkan dengan kondisi yang mengenaskan seperti itu. Pria itu melompat, melesat dan berhasil menghindar dari dua serangan sekaligus. Dia bersiap dengan pedangnya. Pertama yang dia serang adalah yang paling lemah—si paling tua—yang terkejut saat pedang Gryphon menembus lehernya dan melayangkan nyawanya semudah dan secepat itu.
Tak perlu ditebak, reaksi si muda begitu histeris. Dia menyerang Shanks dengan membabi buta. Kuku tajamnya mengenai leher dan dadanya. Pria itu dibuat sedikit kewalahan karena gerakan penyihir itu yang begitu brutal, terkesan sangat impulsif sehingga sulit bagi Shanks untuk membaca polanya dengan Haki observasi. Tapi itu bukanlah penghalang bagi Shanks. Pria itu melawan beberapa serangan, ditambah sekali serangan pedangnya itu cukup berdampak buruk bagi penyihir tersebut.
Hingga akhirnya Shanks lengah saat penyihir itu mengeluarkan kabut putih yang membutakan pandangan.
Shanks mengibaskan pedangnya, mencoba untuk menyapu kabut tersebut dari hadapannya. Lalu kejadian yang tidak pernah dia bayangkan pun terjadi. Tubuhnya bergetar. Matanya terbelalak saat melihat sosok yang amat sangat dia rindukan berdiri dengan wajah yang berlinang air mata. Shanks refleks mundur, mengerjapkan matanya berkali-kali. Apakah ini sungguhan?
Tidak, Shanks! Ini pasti ilusi!
Shanks mencoba untuk menyadarkan dirinya jika yang ada di hadapannya ini tidaklah nyata.
“Shanks.”
Deg.
Shanks kini tidak bisa berkutik. Suara itu. Suara yang begitu indah kala memanggil namanya. Suara milik seseorang yang sudah bertahun-tahun dia rindukan setiap harinya. “Karina?”
“Ini aku, Shanks.” Karina tersenyum getir. Shanks menyarungkan kembali pedangnya dan perlahan berjalan menghampirinya. Dia menyentuh tangan halus tersebut, gejolak di dadanya terasa berdesir. Air mata Karina semakin deras. Dia menangis, dan Shanks benci itu. Iris indahnya terlalu berharga untuk berlinangan air mata. Pria itu beralih mengusap pipinya.
“Kenapa kau menangis?” tanya Shanks.
Wanita itu menatapnya. Tatapan sejuk yang selalu Shanks rindukan dan berharap akan melihatnya lagi, kini menatapnya. “Karena kau meninggalkanku dan menghancurkan pulauku.”
Senyum di bibir Shanks memudar. Perasaan itu kembali muncul. Rasa bersalah mendadak menggerogotinya. “Karina ...”
“Kau menghancurkan semuanya. Kau mengingkari janjimu. Kau bahkan tidak bisa menjaga Calypso!” Karina menepis tangannya dan mendorong tubuh Shanks terus menerus hingga punggungnya membentur salah satu pohon di sana. Wanita itu memegang kedua bahu pria itu dan kembali menatap mata cokelat gelap miliknya dengan tatapan yang penuh penderitaan. “Shanks, katakan padaku, apa kau mencintaiku?”
Shanks menatap pasrah padanya. “Aku ... Aku selalu mencintaimu.”
Butuh beberapa detik bagi wanita itu untuk bereaksi. Dia tersenyum, senyuman yang begitu indah di mata Shanks. Tangannya yang berada di bahunya kini berpindah memegang tengkuknya. Shanks mengernyit saat cengkraman tangannya mendadak terasa asing, senyum Karina semakin melebar. Detik berikutnya Shanks tersadar jika Karina yang ada di hadapannya bukanlah wanita yang dia kenal. “Ka—Kau!”
Wajah Karina berubah, cengkraman di tengkuknya kini beralih ke lehernya. Mencekiknya dengan begitu kuat hingga Shanks kesulitan untuk bernapas. “Menyedihkan. Meskipun kau kuat, rupanya kau hanya seorang pria yang merindukan kekasihmu.”
Shanks mencengkram erat tangan penyihir tersebut yang telah berani-beraninya menjebaknya dan menyamar menjadi Karina. “Bre—Brengsek!”
Si penyihir tertawa. “Mari kita lihat, semanis apa kenanganmu tentangnya.”
Tangan satunya lagi terlepas. Namun itu tidak melonggarkan cengkramannya di leher pria itu. Wanita itu menyentuh kepala Shanks, mencari kenangan-kenangan miliknya bersama Karina yang dia simpan baik-baik di dalam memorinya. “Owh~ manisnya. Aku tidak menyangka seorang bajak laut liar sepertimu memiliki kesetiaan yang kuat untuk Nymph sepertinya.”
Shanks kesulitan bernapas. Dia tidak bisa melepas cengkraman di lehernya, alhasil dia mencoba untuk mencekik leher wanita itu. Merasa paham apa yang akan dilakukan oleh pria itu, si penyihir langsung mengikat kaki dan tubuhnya dengan sulur-sulur hitam yang entah datang dari mana. Tangannya berhasil ditepis dan terikat di pohon.
Brengsek!
“Nah, Tuan Kaisar. Bagaimana jika sekarang kuhapus kenangan itu satu persatu. Anggap saja sebagai pembayaran hutang yang aku maksud bertahun-tahun yang lalu. Kuharap kau tidak lupa.”
Shanks tidak menjawab, dia nyaris sekarat kehabisan napas.
“Setelah kau lupa siapa Karina-mu, kau juga otomatis akan lupa jika Calypso adalah satu-satunya harta berharga yang kau miliki. Setelahnya akan mudah bagiku untuk mendapatkan jantungnya.”
Sial! Apa yang harus aku lakukan?!
* * *
Trivia:
Di cerita Under The Banyan Tree, Shanks pertama kali bertemu Eliza (si penyihir tua) di Pulau Blossom. Wanita tua itu berbicara sembarangan seakan-akan menerawang dirinya yang menaruh perasaan dengan Karina. Kalau tidak dibujuk, Shanks mungkin gak akan mendengar kata hati terdalamnya yang merindukan Nymph tersebut. Beberapa bulan kemudian setelah ketemu Karina kedua kalinya, Akagami berlayar ke perairan East Blue. Bertemu dengan Elise (pemilik toko barang-barang antik). Di sana, dia unjuk bakat kemampuan magisnya sebagai penyihir dan melakukan perjanjian dengan Shanks. Pria itu akan membayar mahal (berapapun itu) asal Elise bersedia untuk menjelaskan tentang pulau Veela dan penghuninya secara rinci. Tapi di akhir sesi, Elise bilang untuk pembayarannya dilakukan nanti saja. Sebab mereka pasti akan bertemu lagi.
Dan ternyata semua itu adalah rencana dari penyihir.
Bayaran yang dimaksud adalah jantung Calypso (anak dari Nymph), sebab mereka tidak bisa datang ke pulau Veela. Yang bisa keluar masuk hanya Shanks, dan sepertinya Elise berbohong yang bilang kalau manusia tidak bisa membuahi Nymph. Jantung Nymph dipercaya dapat dijadikan persembahan ritual keabadian karena makhluk suci itu memiliki umur yang sangat panjang hingga nyaris jutaan tahun.
*
A/N:
Terima kasih sudah mau membaca. Jangan lupa tinggalkan jejak.
Sincerely, Nanda.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top