18 | Meet Again

Terbang selama dua jam tanpa non-stop membuat punggungnya terasa pegal. Kulitnya terasa dingin, membuat bubur yang dia makan di kastel Pangaea sebelumnya tercerna dengan waktu yang singkat. Dia harus istirahat, memulihkan  energinya sebelum kembali terbang menuju lokasi Red Force yang masih sangat jauh untuk ditempuh. Pulau yang dia singgahi sejenak adalah pulau Raijin. Dia segera mengenakan jaket dan topinya, agar tidak terlalu mencuri perhatian. Sebab semakin dia dewasa, dia sadar meskipun penampilannya mirip dengan manusia, tapi paras Nymph yang dia warisi dari ibunya tidak bisa dia sanggah. Ayahnya sejak kecil selalu mewanti-wanti untuk menutup penampilannya, apalagi saat tidak sedang bersamanya.

“Kelapa segarnya, tolong.”

Calypso tanpa berpikir panjang langsung mengunjungi kedai pinggir pelabuhan yang menjual kelapa muda, dan memesan menu utamanya. Tak lupa dia juga membeli 3 nasi kepal untuk mengisi perutnya. Salah satu hal yang dia suka setiap mengunjungi kakeknya, dia selalu diberi hadiah dan tentunya uang saku yang sangat banyak. Berbanding terbalik dengan Shanks, Garling rupanya lebih royal soal uang. Meskipun semua kebutuhannya dipenuhi tanpa ada kekurangan, bahkan setiap dia ingin sesuatu untuk memenuhi hobinya, kaisar laut Akagami itu akan memberikannya tanpa bertele-tele. Tapi kalau soal uang, ayahnya itu adalah orang paling pelit nomor satu. Sepertinya dia perlu mempertimbangkan kembali mengenai ide untuk tinggal bersama Kakek.

“Kau!”

Calypso yang sedang asik memakan nasi kepalnya, langsung menoleh saat mendengar beberapa orang memanggil ke arahnya. Awalnya dia kira panggilan itu bukan untuknya, namun saat dua orang datang menghampiri mejanya membuat Calypso tersedak dan langsung meneguk air kelapanya banyak-banyak.

“Benar! Kau anak Akaga—”

“Sshhh!” Calypso cepat-cepat berdiri dan menutup mulut salah satu dari mereka dengan nasi kepal miliknya. “Berbicara sekali lagi yang masuk ke mulutmu adalah batu!” katanya mengancam.

Kedua pria itu langsung patuh. Mereka adalah salah kru bajak laut Spade. Teman-temannya Ace. Tapi, kemana kapten mereka?

“Skull, Dauce! Kau sudah mendapatkan meja?”

Tiba-tiba orang yang dia cari muncul dari belakang dua pria itu. Ace datang membawa tiga kelapa muda di tangannya. Dia terkejut saat mendapati dirinya di dekat kedua temannya. “Ca—Calypso?!”

Oke. Ini pertama kalinya Calypso bertemu seorang teman tanpa didampingi oleh Ayah atau para pamannya. Mereka berempat akhirnya duduk di meja yang sama. Calypso sedikit canggung, dia tidak tahu harus bersikap seperti apa mengingat hidupnya hanya dihabiskan bersama Ayah dan krunya di kapal. Mungkin beberapa kali dia pernah mengunjungi kota dan pasar, namun pasti selalu didampingi oleh mereka. Dia datang ke pulau ini pun karena kebetulan dia lelah dan juga lokasinya terdekat dari posisinya.

Ace sedari tadi menatap Calypso dengan penuh antusias. Topi baseball yang dia kenakan membuat wajahnya semakin imut, terlebih saat gadis itu tengah mengunyah nasi kepalnya. Ace sebisa mungkin menyadarkan dirinya jika aksinya barusan bisa membuat gadis itu merasa tidak nyaman. Alhasil, pria itu mencoba untuk membuka topik pembicaraan. “Jadi Calypso, bagaimana kabarmu?” tanyanya.

Calypso menoleh. Kini menatapnya. Benar-benar menatap matanya yang membuat Ace kembali gugup tanpa alasan.

“Aku baik. Bagaimana dengan kalian?” tanya Calypso, menatap Skull dan Dauce secara bergantian.

“Kami baik-baik saja, Calypso. Kami baru saja berlayar dari Negeri Wano.”

“Negeri Wano?” Kening gadis itu mengkerut. Setahunya daerah itu adalah markas besar Kaisar Laut Kaido. Ayahnya pernah sekali bentrok dan hampir melakukan gencatan senjata karena salah satu armada bajak laut mereka menyerang armada sekutu Akagami. Ditambah Negeri Wano adalah daerah terpencil, tidak tergabung dalam pemerintahan dunia. Dia dengar, rute untuk sampai ke sana pun juga sangat sulit, dan tidak bisa sembarang orang dapat masuk. “Kalian memaksa kapal kalian naik ke atas air terjun?”

Ace terkekeh. “Itu rute yang menyenangkan.”

Calypso tertawa hambar. Kalau dia ke Negeri Wano, dia akan mengendalikan elemen air untuk mengangkat kapal ke puncak gunung. Rute dan teknik tersebut terlalu beresiko. Apalagi biaya pembetulan kapal tidaklah murah (otak Calypso benar-benar encer soal pemasukan dan pengeluaran uang karena ayahnya benar-benar pelit soal jatah uang bulanan).

“Begitu rupanya. Sepertinya kalian bersenang-senang. Seperti apa Negeri Wano itu?”

“Mereka masih sangat primitif. Juga begitu menyedihkan karena dibawah bayang-bayang kendali Kaido. Salah satu kaisar laut yang berkuasa di sana,” jawab Ace.

Calypso hanya mengangguk-angguk. “Lalu apa tujuan kalian datang ke sana? Mencari poneglyph? Aku rasa Kaido pasti menyimpannya.”

“Tidak.” Ace menggeleng seraya menyeruput air kelapanya. “Aku berniat mengalah Kaido.”

Tiga detik berlalu, Calypso terdiam. Lebih tepatnya mencerna kalimatnya barusan. Mengalahkan Kaido? Dia tidak bercanda bukan?. “Mengalahkan Kaido?! Apa kau berhasil?!” tanyanya tidak percaya.

“Sayang sekali, saat kapten datang ke sana, Kaido sedang tidak ada,” jawab Dauce.

“Tapi tenang saja, setelah aku mengalahkan Shirohige, aku akan kembali dan mengalahkannya!” ucap Ace.

Calypso tiba-tiba tergelak. Dia tertawa cukup kencang hingga memegang perutnya. Beberapa pengunjung dan orang-orang yang berlalu-lalang di jalan juga sekilas melihat ke arah mereka.

“Oy, apa yang lucu?!” tanya Dauce sedikit kesal. Sedangkan Ace hanya terdiam karena ini pertama kalinya dia melihat gadis itu tertawa terbahak-bahak.

“Kau? Melawan Kaido? Yang benar saja! Hanya sekelas Yonko yang bisa melawannya. Itu pun dengan hasil yang setara!”

“Aku pasti bisa mengalahkannya!” balas Ace optimis.

“Dahahahaha!” Calypso lagi-lagi tertawa. Membuat dua kru bajak laut Spade itu menggeram tidak suka.

Skull menggebrak meja. “Kau meremehkan kapten kami?!”

Melihat ekspresi dan aura dua orang itu yang terlihat kesal, membuat gadis itu berhenti tertawa. Dia membetulkan posisi duduknya dan berdeham. “Maaf. Aku bukan bermaksud seperti itu.”

“Dengar, anak kecil! Meski kau adalah anak salah satu orang paling berbahaya di Dunia Baru, bukan berarti kau seenaknya meremehkan kapten kami!” ucap Dauce.

Calypso langsung cemberut. Dia tidak pernah merasa dipojokkan seperti ini selain oleh ayahnya. “Aku minta maaf.”

Ace yang sedari tadi tidak berkomentar tersenyum lembut. “Tidak apa-apa, Calypso. Sebelum aku sampai di Grandline, aku sudah sering diremehkan. Kau mengatakan hal barusan pasti karena kau sudah memiliki banyak pengalaman lebih lama dibandingkan kami. Benar, kan?” tanyanya dengan nada tenang.

Calypso jadi tidak enak. “I—iya. Eh? Bukan begitu! Maksudku ... Kaido adalah kapten bajak laut Beast yang sudah berdiri lebih lama dibandingkan milik Ayah. Dia bersama Shirohige dan Big Mom adalah legenda. Melawannya adalah langkah bunuh diri. Aku tidak meragukanmu saat kau bilang ingin mengalahkan Shirohige, sebab yang aku tahu, pria tua itu sudah sakit-sakitan. Stamina tubuhnya sudah sangat menurun.”

Pria bersurai hitam itu menyeringai. “Sepertinya kau tahu banyak.”

Calypso memutar bola mata jengah. “Yeah. Anggap saja aku ini prodigy.”

Mereka pun terkekeh. Sebenarnya Ace dan teman-temannya tidak perlu kaget akan pengetahuannya. Dia hidup lebih lama di lautan. Dia sudah menguasai segala pengetahuan kemaritiman dan beberapa informasi umum maupun rahasia mengenai bajak laut, angkatan laut dan pemerintah dunia. Dia haus akan pengetahuan, membuatnya menyerap semua apa yang Ayah dan pamannya ajarkan padanya.

“Oh iya, kau ke sini sendirian? Aku tidak melihat ada keberadaan bajak laut Akagami di pulau ini.”

“Ya? Umm ... Aku datang se—” Di saat Calypso ragu untuk mengatakan yang sebenarnya atau tidak, tiba-tiba saja matanya menangkap sosok pria bertopi lebar dengan jubah panjang berjalan seraya membawa pedang hitam besar di punggungnya. “—Paman Mihawk?”

Merasa ada seseorang yang menyebut namanya, pria bermata emas itu menoleh, sedetik kemudian dibuat terkejut oleh kehadiran seorang gadis yang sangat dia kenal berada di kedai pinggir jalan. “Calypso?” gumamnya. Matanya kemudian bergerak pada tiga pemuda yang duduk satu meja bersamanya.

Insting Mihawk langsung bangkit. Pria itu tanpa berpikir panjang menghampiri mereka. Ace, Skull dan Dauce mengernyit saat Calypso menyebut nama seseorang. “Paman Mihawk? Maksudmu Hawkeye? Pendekar pedang—”

“Apa yang kau lakukan di sini, Calypso?” tanya Mihawk yang sudah berdiri di belakang tiga pria bajak laut Spade. Mereka tersentak, dan menoleh untuk dibuat terkejut oleh tatapan tajam miliki pendekar pedang tersebut. “Kalian bajak laut pemula yang terkenal itu? Haruskah aku menghabiskan ketiga pria lancang ini sekarang?” tanya Mihawk dengan nada yang sangat dingin melebihi musim dingin.

“HAHH?!!”

* * *

“Mereka itu temanku, Paman! Ayolah, bukankah kau harusnya senang aku akhirnya bisa memiliki teman?”

Mihawk mendengkus sesaat setelah menarik Calypso pergi dari kedai tersebut. Meninggalkan Ace dan teman-temannya dengan lambaian tangan singkat.

“Aku lebih setuju kau berteman dengan para Humandrills ketimbang dengan bocah ingusan tersebut!”

Calypso mencurutkan bibirnya. Kenapa semua orang selalu merespon dengan aneh setiap kali dirinya membahas temannya itu. Pertama Ayah dan beberapa krunya, kemudian kakeknya, lalu Mihawk yang sepertinya tidak akan segan-segan menarik pedang Yoru miliknya ke leher Ace beserta teman-temannya. Padahal mereka tidak salah apa-apa!

“Mereka baik, kok! Lagi pula Para baboon di pulaumu itu tidak bisa berbicara. Tidak asik!”

Mihawk menghela napas kasar. Dia memelankan langkahnya, dan melepas cekalan tangannya dari pergelangan tangan Calypso. “Sedang apa kau kemari? Di mana ayahmu? Jangan bilang kau kesini sendirian?” tanyanya. Sikap dinginnya tiba-tiba berubah. Meski samar-samar, wajahnya terlihat khawatir. “Kau tahu, di pulau ini tidak ada aturan yang berlaku. Banyak penjahat dan perampok berkeliaran. Bagaimana jika kau diculik dan dijual?” lanjutnya.

Kali ini gantian, Calypso yang menghela napas. “Aku baru pulang dari Marijoise. Lokasi Red Force masih sangat jauh. Aku tidak mau lama-lama menunggu mereka menjemputku.”

Mihawk memicingkan matanya. “Itu tidak menjawab pertanyaanku. Kenapa kau ada di sini?”

“Aku lapar, Paman. Aku hanya datang untuk membeli makan. Tidak lebih!”

Pendekar pedang itu masih merasa belum puas dengan jawaban keponakannya itu. Tapi melihat ekspresinya yang sungguh-sungguh, membuat pria itu akhirnya mengalah. “Lain kali, jangan berpergian seorang diri! Kau masih di bawah umur. Jika ayahmu tahu, dia akan menghukummu, kau tahu itu!”

Calypso menggembungkan pipinya. Tiba-tiba tersadar jika aksinya ini benar-benar nekat. Dia juga telah berbohong pada kakeknya dan mengatakan jika lokasi ayahnya sudah tidak jauh dari tebing Red Line. Makanya dia bisa bebas terbang tanpa ditahan oleh pria tua itu. “Maaf, Paman. Tapi ... Tolong jangan bilang ini pada Ayah.”

Tch. Mihawk berdecak. Dia tidak menjawab apa-apa, dan memilih untuk membetulkan topi gadis itu dan mengambil alih tas duffelnya ke bahu lebarnya. “Soal itu akan aku kupikirkan nanti. Sekarang lebih baik aku mengantarmu pulang,” ucapnya yang kemudian berjalan lebih dulu menuju dermaga.

Calypso tersenyum lebar. Dia berlari-lari kecil menyamai langkah pria itu dan mengajaknya berbicara dengan topik ringan, sesekali menawarkan jajanan unik yang mereka lihat di pinggir jalan.

Di sisi lain, Ace masih mematung menatap kepergian Calypso bersama seorang Warlord terkemuka. Dia kaget dan tidak menyangka gadis itu kenal dan bahkan terlihat akrab dengan pendekar pedang tersebut. Skull dan Dauce sedari tadi meneguk ludahnya susah payah. Mereka pernah sekali berhadapan dengan salah satu Warlord, bahkan Ace sampai mengalahkannya. Namun orang yang dijuluki Hawkeye itu benar-benar memiliki aura yang kuat. Dia sampai tidak bisa berkutik saat mata elangnya itu menatapnya, seakan-akan hendak menusuknya untuk tidak macam-macam dengan Calypso.

“Ka—kalian dengar a—apa yang Calypso katakan saat memanggil pria itu?!” tanya Skull sedikit terbata-bata.

“Dia memanggilnya Paman! Apakah mereka memiliki hubungan spesial?” lanjut Dauce ikut bertanya.

Ace mengepalkan tangannya. “Hubungan spesial? Apa maksudmu?” tanyanya.

Dauce mengangkat bahunya tak acuh. “Entahlah. Seperti Paman dan keponakan. Menurut apa lagi?” jawab pria itu yang justru malah balik bertanya.

Pria yang memiliki freckles di pipinya itu hanya menggeleng pelan. “Tidak apa-apa.”

* * *

Botol itu tidak sampai sedetik pecah berkeping-keping sesaat setelah Shanks mendengar penuturan dari rivalnya itu.

Calypso sudah tertidur, dia terlalu lelah setelah seharian perjalanan menuju Red Force berada. Yang kemudian di malamnya dia merayakan hari ulang tahunnya bersama para kru kapal. Acaranya ramai seperti ulang tahun sebelumnya, terlebih dihadiri oleh orang-orang yang dia sayang. Tepat di pukul 9 malam dia mengantuk, dan memilih untuk tidur. Setelah si gadis kecil itu tidur, biasanya acara dilanjut dengan minum-minum alkohol. Lalu Mihawk pun menjelaskan kejadian yang dialami oleh putrinya itu di pulau Raijin.

Seperti apa reaksi Ayah bodoh tersebut? Tentu saja mengamuk dan marah-marah. Dia hampir mau naik kapal kincir untuk menyusul Ace dan bajak lautnya, lalu memberikannya pelajaran hingga minimal leher, kaki dan tangannya patah. Jiwa protektifnya benar-benar bangkit, dia tidak terima putrinya berbagi meja yang sama dengan seorang pria. Terutama si bintik-bintik ingusan itu!

“Shanks, tenanglah!” protes Benn. Pria itu dengan tenang menarik pria berambut merah itu agar kembali duduk dan meminta beberapa kru kapal untuk membersihkan pecahan kaca dari botol bir miliknya.

“Bagaimana aku bisa tenang?! Seseorang sedang jatuh cinta dengan putriku! Dia bisa mencuri hati gadis kecilku!”

“Calypso masih kecil, dia belum paham apa itu cinta!”

“Justru karena dia masih kecil! Aku tidak bisa membiarkan gadis kecilku ternodai oleh pria brengsek!”

Benn mendengkus. Dia menoleh ke arah Mihawk yang terus memasang wajah datarnya. Merasa ditatap, pendekar pedang itu berdeham. “Aku juga berpikiran yang sama,” ucap Mihawk tanpa emosi.

Benn terbelalak.

“Kalau kau mau, lebih baik menggunakan rakitku saja, Akagami. Aku bisa meminta angkatan laut melacak bajak laut Spade,” lanjut Mihawk yang justru membuat semua kru Akagami kebingungan.

Shanks tersenyum iblis. “Yosh! Untuk pertama kalinya aku setuju denganmu, Hawkeye! Kita berangkat sekarang—OY OY OY!! APA-APAAN INI?! LEPASKAN AKU! AKU HARUS MEMBERIKAN ACE PELAJARAN AGAR TIDAK MACAM-MACAM DENGAN PUTRIKU!! AKU HARUS MELAKUKANNYA AGAR PUTRIKU BAIK-BAIK SAJA!!”

Roo, Punch, dan Gab datang dan meringkus tubuh Shanks dengan mengikatnya di tiang layar. Bisa berbahaya jika Shanks yang sedang mabuk itu tiba-tiba berlayar bersama Mihawk hanya untuk memukul kapten bajak laut Spade.

“PUTRI KECILKU BISA DALAM BAHAYA!!”

“Sudahlah, Bos! Cepat atau lambat akan ada pria yang dipilih Calypso sebagai pujaan hatinya nanti!” ujar Lime iseng menggoda sang kapten.

Bagai pecutan listrik, Shanks menggeliatkan tubuhnya dengan brutal, berusaha agar tali tambang ini lepas dari tubuhnya. “TIDAK! ITU TIDAK AKAN TERJADI! CALYPSO TETAP AKAN MENJADI GADIS KECILKU!!”

“...”

“LEPASKAN AKU!!”

“Hentikan, Bos! Kau hanya akan membangunkan Calypso!” Yasoop berkomentar. Sedikit risih juga dengan sifat protektif berlebihan milik kaptennya itu yang muncul beberapa bulan yang lalu sejak kedatangan Ace.

“Aku benci kalian!”

* * *

A/N:

Terima kasih sudah mau membaca. Jangan lupa tinggalkan jejak.

Sincerely, Nanda.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top