14 | Life Stone

Calypso terbangun di pagi-pagi buta. Tubuhnya terasa kaku dan sedikit sakit untuk digerakkan. Gadis kecil itu menatap ke sekeliling, dia ada di sebuah kamar, namun bukan kamar terakhir kali dia ingat. Beberapa detik kemudian terlintas di kepalanya mengenai kejadian semalam, di mana dia tidak bisa mengontrol kekuatan magisnya hingga membuat kekacauan di hutan. Lalu tak lama dia juga teringat dirinya yang mengeluarkan sayap kaca yang rasanya sangat sakit seperti ada beberapa tulang di punggungnya retak. Dia ingat sekali rasa sakit serta rasa terbakar menyiksanya selama beberapa menit dan kemudian kekuatan magisnya pun benar-benar meledak mengacaukan sekitarnya. Jika ayahnya tidak datang, mungkin dia akan tewas saat itu juga.

Ayah?!

Gadis itu tersentak, memaksakan tubuhnya untuk bangun hanya untuk disusul oleh rasa pusing minta ampun dan rasa sakit di punggungnya. Dia merintih kesakitan, membuat seseorang yang tertidur di lantai terbangun. Calypso menoleh ke bawah, mendapati ayahnya yang berbaring dengan hanya beralaskan selimut dan bantal.

“Calypso? Ada apa? Kau merasa ada yang sakit?” tanya Shanks khawatir, meskipun matanya masih sedikit terpejam.

Bukannya menjawab, Calypso justru turun dan memeluk ayahnya dengan berbaring di sampingnya. Shanks menghela napasnya, mengusap punggung gadis kecil itu, dan membiarkannya tertidur di dadanya. “Di lantai sangat dingin, Calypso. Tidurlah kembali di ranjangmu.” Shanks kini mengelus kepalanya lembut.

Karena tidak ada jawaban, pria itu akhirnya memutuskan untuk bangkit, mengangkat tubuh kecilnya agar kembali tertidur di ranjang berukuran single.

“Aku mau bersama Ayah!” Calypso sedikit protes saat pelukannya terlepas. Shanks tersenyum kecil. Mengalah dan memilih untuk ikut tidur dengan posisi miring, meringkuk seraya memeluk putrinya. Menenangkannya seraya mengelus punggungnya dan mengucapkan beberapa patah kata penenang yang selalu menjadi andalannya ketika Calypso sedang merasa takut dan cemas.

“Sshh! Tenang, sayangku. Kau bersama Ayah.”

Calypso mengeratkan pelukannya. Dengan suara yang pelan dia berkata, “Aku minta maaf, Ayah.”

“Tidak ada yang perlu dimaafkan, Calypso. Kau tidak melakukan kesalahan apapun,” ucap Shanks sekali lagi dengan sedikit bergumam.

Namun, sepertinya itu belum cukup membuat Calypso tenang. Dia ingat betul kejadian kemarin malam. Dia membuat penduduk pulau raksasa ini terbangun dan menonton aksinya dengan tatapan waspada dan sedikit ketakutan. Calypso takut dicap sebagai monster. “Aku ... Aku membuat para raksasa ketakutan. Bahkan—hiks ... Aku hampir melukaimu di hutan, Ayah!”

Shanks mengecup keningnya. Menyesap aroma rambutnya selama beberapa detik. “Mereka terkejut karena tidak pernah melihat makhluk indah sepertimu. Kau tahu? Sayapmu sangat cantik hingga siapapun yang melihat tidak bisa berkutik, termasuk para raksasa.”

Calypso mengusap matanya, menyingkirkan air mata yang keluar dan membenamkan wajahnya di dada sang ayah.

“Aku pasti terlihat aneh, benar kan Ayah?”

“Putri Ayah itu tidak aneh. Calypso itu unik. Spesial. Hanya ada satu di dunia!” ucap Shanks.

Gadis kecil itu berhenti terisak, perlahan dia tersenyum, namun masih menyembunyikan wajahnya di dada Shanks. “Mereka tidak akan takut padaku, kan?” tanya Calypso

Shanks menggeleng. “Tentu saja tidak, putriku. Jika mereka takut, pasti itu karena Ayah!”

“Kenapa?”

“Kau tahu kan, ayahmu ini memiliki wajah yang menyeramkan! Tiga cakar di mata kiri! Kulit yang gelap! Ditambah tangan kiri Ayah yang hilang! Siapa yang tidak takut dengan penampilan seperti itu?”

Calypso mendongak. Mengernyit bingung. “Ayah tidak seram sama sekali. Menurutku kau tampan.” Gadis kecil itu menyentuh pipi Shanks.

“Benarkah?”

“Iya. Tapi tetap yang paling tampan itu Paman Mihawk!”

Senyum lebar di wajah Shanks langsung luntur. Digantikan oleh wajah masam. Beruntung dia sangat menyayangi Calypso, kalau tidak sudah dia lempar ke lantai.

* * *

Pagi itu, seperti yang Shanks minta. Calypso diajak ke perpustakaan bersama Rhodey dan juga Saul, si pustakawan yang menjadi tokoh penting dalam penyelamatan buku-buku peninggalan Ohara belasan tahun yang lalu. Saul sudah diberi tahu mengenai Calypso dan tentu reaksinya tak jauh beda dengan Rhodey. Kehadiran Calypso sangat menggemparkan seluruh pulau. Namun Shanks sebisa mungkin untuk menahan penduduk yang ingin bertemu putrinya, sebab gadis kecil itu masih sedikit syok dengan kejadian kemarin malam.

Saul senang dengan anak kecil, melihat Calypso yang berada di gendongan Shanks, mengingatkannya dengan arkeolog cilik yang berhasil kabur dari tragedi Ohara beberapa tahun yang lalu.

Calypso sendiri sedari tadi memeluk leher Shanks. Dia tidak mau berjalan sendiri, karena langkah kakinya yang kecil takut tertinggal, ditambah perpustakaan yang dikatakan ayahnya tidak seperti yang dia bayangkan. Di sini gelap dan pengap. Maka dari itu dia tidak mau jauh-jauh dari ayahnya.

“Ayah, aku tidak suka berada di sini.” Dengan pelan Calypso berbisik, memasang wajah cemberut.

Shanks jadi bingung. Padahal di sini banyak buku, Calypso suka dengan semua hal yang berbau literasi. “Yasudah. Kita hanya sebentar saja. Setelah itu kita bermain di pantai. Bagaimana?” tawarnya.

Calypso hanya mengangguk. Menaruh dagunya di pundak pria itu seraya melihat sekeliling perpustakaan. Mereka pun akhirnya masuk ke dalam lorong rahasia tersebut. Bulu kuduk gadis itu seketika berdiri saat pintu lorong tertutup, membuat kegelapan pun melingkupi mereka. “Kenapa di sini gelap?” Calypso bertanya, menatap ke sekeliling dengan waspada, sebab penerangan yang dimiliki mereka hanya dari lampu minyak yang dipegang oleh Saul.

“Tenang saja, anak kecil. Tidak ada yang menyeramkan di dalam sini.” Saul mencoba untuk menenangkan dirinya.

Tapi Calypso tidak peduli. Dia menggembungkan pipinya dan kembali meletakkan dagunya di pundak Shanks. Gadis kecil itu membuka telapak tangannya dan setitik cahaya terang muncul di sela-sela jarinya. Shanks meliriknya dan tersenyum. “Kalau kau mau. Gunakan saja kemampuanmu.”

Calypso langsung menutup tangannya, cepat-cepat menggeleng. “Tidak mau. Aku takut—”

“Selama ada Ayah, tidak akan terjadi apa-apa.” Shanks mengambil kecupan singkat di pipi gadis kecil itu. Membuatnya menemukan kepercayaan diri dan tak lama cahaya kuning hangat menyebar bagai kunang-kunang, menerangi seluruh lorong hingga kegelapan lenyap seketika.

Shanks tersenyum bangga, sedangkan dua raksasa tersebut menatap takjub akan kemunculan cahaya yang ternyata berasal dari sang putri kaisar laut. Pria berambut merah itu akhirnya menurunkan Calypso, menggenggam tangannya dan berjalan hingga ujung lorong.

“Sebenarnya kita mau ke mana sih, Ayah?” tanya Calypso. Pasalnya, ayahnya bilang mereka ingin mengajaknya ke perpustakaan besar, tapi alih-alih mereka justru membawanya ke lorong aneh yang gelap. Kalau bukan karena cahaya buatannya, mungkin Shanks tidak bisa melihat relief-relief ukiran unik di setiap dinding lorong dengan jelas.

“Ayah dan dua paman raksasa ini ingin menunjukkan sesuatu padamu.”

“Sesuatu? Sesuatu apa?”

“Sesuatu seperti informasi penting akan sejarah.”

Calypso mendengkus. “Sejarah itu membuat kepala pusing, Ayah!”

Shanks terkekeh. Rhodey dan Saul pun juga tersenyum memperhatikan tingkah lucu ayah-anak tersebut. Hingga kemudian mereka pun sampai di ruangan luas yang dimaksud. Cahaya yang diciptakan Calypso perlahan masuk, menyinari seluruh ruangan dalam kurun waktu tiga detik. Sekarang, gulungan yang terpajang mengelilingi ruangan terlihat dengan jelas. Calypso terdiam, matanya bergerak menatap gulungan tersebut serta relief-relief abstrak yang menyerupai sulur akar. Di tengah-tengah lantai ruangan terdapat ukiran tanah liat berbentuk matahari.

Calypso berdiri tepat di tengah ruangan tersebut. Kepalanya mendongak, menatap ujung langit-langit ruangan bersamaan dengan pendar cahaya yang tiba-tiba muncul di keningnya. Shanks berdiri satu meter di sampingnya. Memasang sikap siaga, takut-takut jika sesuatu terjadi pada gadis itu.

Krak!

Lantai yang dipajaki oleh mereka bergetar. Calypso terkejut, Shanks cepat-cepat menarik tangannya untuk menepi. Selang beberapa detik, tepat di lantai yang barusan dipijak oleh Calypso terbuka, sesuatu keluar dari bawah tanah. Sebuah meja altar. Shanks mengeratkan genggamannya pada tangan Calypso. Memasang badan tetap waspada, takut akan ada sesuatu yang muncul dan membahayakan mereka.

“Itu ... Ada sesuatu di atasnya!” Rhodey berseru. Dengan perlahan, pria raksasa itu mendekat untuk mengecek keadaan. Tapi saat tangannya mencoba untuk menyentuh sesuatu yang ada di atas altar, cahaya hijau muncul dan menyerangnya hingga tersungkur ke belakang.

Semua orang tersentak. Calypso refleks mundur dan memeluk kaki Shanks. Gadis kecil itu menatap meja altar tersebut lekat-lekat. Perlahan pelukannya pada kaki Shanks terlepas. Pria berambut merah itu menatap putrinya, mengartikan sejenak ekspresi gadis kecil itu yang sekarang sangat penasaran dengan sesuatu yang berpendar hijau terang di depan sana.

“Kau ingin mengeceknya?” tawarnya. Calypso mendongak, menatap ayahnya yang juga menatapnya dengan tatapan meyakinkan. Perlahan gadis kecil itu mengangguk, membiarkan ayahnya menggendong tubuhnya dan berjalan ke meja altar dengan langkah hati-hati.

“Shanks, hati-hati!”

Baik Rhodey maupun Saul memberi peringatan. Tapi tidak ditanggapi oleh Shanks, sebab tanpa diberitahu pun, dia sudah waspada lebih dulu.

Ternyata di meja altar itu terdapat sebuah batu hijau zamrud yang melayang memantulkan cahaya. Calypso menjulurkan tangannya. Seakan-akan merespon, cahaya itu makin bersinar namun tidak menyerang mereka sedikitpun. Gadis kecil itu menyentuh batu tersebut, menggenggam dan menariknya dari tempatnya.

Sedetik setelahnya, sesuatu yang dikhawatirkan pun terjadi. Cahaya di batu itu meredup, dan disusul oleh Calypso yang tak sadarkan diri.

* * *

Gelap. Yang Calypso lihat saat ini hanya gelap. Tubuhnya tidak bisa digerakkan. Jadi selama berapa menit, dia hanya bisa terdiam menatap kehampaan di depan matanya. Mulutnya juga terasa terkunci, sekedar merintih pun dia tidak bisa.

Hai anak muda.

Eh? Suara siapa itu?”

Aku tahu kau tidak bisa melihatku. Tapi aku yakin kau bisa mendengarkanku dengan jelas. Jadi, dengarkan baik-baik!

Apa? Sebenarnya apa yang terjadi? Dia sedang bermimpi?

Ini bukan mimpi. Kau berada di titik paling bawah alam sadarmu. Kehadiranmu adalah sebuah keajaiban, tapi hal itu bisa berarti musibah bagi kami, para bangsa Veela. Ayahmu membuat sedikit kekacauan yang tidak dia sadari. Tapi kami tidak menyalahkannya. Sebab kejadian ini memang sudah sejak lama diramalkan oleh para leluhur kami ribuan tahun yang lalu. Jadi, dapat disimpulkan kau bisa dikatakan adalah anugrah.

Seorang darah campuran. Nymph dan manusia.

Hah?? Orang ini berbicara apa, sih? Ayah, kau di mana? Tolong selamatkan aku!

Tapi itu bukanlah hal yang ingin kusampaikan padamu. Sebelum itu, kau bisa menyebutku Oread. Ayahmu pernah bertemu denganku beberapa kali. Dia manusia yang unik. Aku membencinya, namun karena ibumu mencintainya, aku tidak bisa berbuat semauku seperti membunuhnya. Aku tahu, setelah kau terbangun nanti kau akan menceritakan hal ini pada si rambut merah. Aku tidak keberatan, dia pasti akan membantumu.

Tunggu! Dia sedang berbicara tentang ibu dan ayah? Dia kenal dengan orang tuanya?

Dengar, katakan padanya, bahwa kami tidak benar-benar mati. Alam tidak akan pernah mati. Selalu akan ada siklus baginya untuk meregenerasi. Tapi aku yakin kau ataupun ayahmu ingin sekali bertemu dengannya. Karina. Dia memang tewas. Tapi dia masih bisa diselamatkan. Kuncinya hanya ada satu.

Batu kehidupan.

Kalau saja kondisi sekarang tidak gelap gulita, pasti sudah terlihat wajah Calypso yang terkejut dan membelalakkan matanya. Orang ini barusan mengatakan jika ibunya bisa diselamatkan? Tapi ... Ayah bilang kalau Ibu sudah berada di sisi Tuhan dan tidak akan bisa kembali lagi! Apakah orang ini membual?

Aku tidak membual, dasar makhluk campuran! Rupanya sifat menyebalkan manusia itu menurun padamu!

Calypso terdiam. Lebih tepatnya dia tidak berbicara apa-apa lagi di pikirannya. Sebab setiap kali dia bermonolog, orang itu seakan-akan mendengarnya.

Sekali lagi dengarkan aku baik-baik! Aku tidak akan mengulanginya lagi!

Batu kehidupan. Batu itu adalah representasi dari elemen dasar yang dimiliki oleh Nymph, ras terkuat dari bangsa Veela. Batu itu menyebar di seluruh perairan tengah. Grandline.

Grandline? Maksudnya wilayah Paradise hingga New World?

Benar. Batu itu terpisah, dan hanya bisa ditemukan dengan kemampuan spiritual tingkat tinggi. Berbicara dengan alam. Kau memiliki kemampuan tersebut, meskipun setiap Nymph pada umumnya mampu melakukan hal tersebut. Tapi kau sedikit berbeda. Darah manusia juga mendominasi dirimu. Kau harus melatih kemampuan tersebut.

Sebentar! Ini terlalu rumit untuk diriku yang masih kecil! Kau tahu, aku saja baru bisa perkalian 3! Ayahku frustasi membantuku belajar, apalagi membantuku untuk bisa menguasai kemampuan tersebut! Ayahku itu ... Ayahku itu manusia!

Tch! Aku tidak peduli bagaimana caramu menguasainya! Aku hanya memiliki kewajiban untuk menyampaikan pesan ini padamu! Sekarang, berhenti memotong pembicaraanku!

Batu kehidupan terdiri dari 5 jenis. Air,  tumbuhan, api, angin dan Bebatuan. Kau telah menemukan dua di antaranya. Air dan tanaman.

Sungguh?

Pulau Elbaf adalah pulau yang sama kunonya dengan pulau Veela. Terdapat kuil yang dibangun ribuan tahun lalu untuk menyimpan batu tersebut dari tangan orang yang tidak berwenang. Kau sekarang memegangnya. Ada tanggung jawab yang sekarang kau pikul. Artinya, tinggal tersisa 3 batu kehidupan yang tersebar di luar sana.

Kepala Calypso terasa pusing. Ini terlalu mendadak untuk gadis berusia 5 tahun sepertinya. Sekarang dia semakin takut. Dia tidak yakin bisa mengendalikan kekuatan besar ini yang kapan saja bisa menakutkan.

Kau harus menemukannya, Calypso. Aku tahu ini terlalu mendadak bagimu, tapi kami khususnya ibumu menunggu kehadiramu. Yang bisa melakukan ini hanya kau, kau adalah anak yang disebut dalam ramalan tersebut. Ramalan yang juga dipercaya oleh kaum Elbaf; mengenai kehancuran bangsa Veela oleh kaum manusia terkutuk, Kelahiran seorang anak setengah manusia yang menginjakkan kaki di pulau Elbaf untuk mengambil batu kehidupan, serta kebangkitan bangsa Veela bersama reinkarnasi kesatria kebebasan yang baru.

Sekarang, pikirkan ini baik-baik. Kau masih kecil, dan masih memiliki banyak waktu untuk menemukan 3 batu kehidupan yang tersisa. Api, angin dan bebatuan. Aku benci mengatakannya, tapi aku yakin kau bisa menemukannya.

Tapi ... Tapi aku ...

Ada seseorang yang menitipkan salam. Ibumu bilang, dia menyayangimu juga ayahmu.

Sekarang bangun, dan sampaikan pesan ini pada si rambut merah. Kami menantikan kehadiramu di pulau Veela.

Tunggu! Tapi aku tidak yakin aku bisa melakukannya!

* * *

Selepas kejadian di ruangan rahasia dalam perpustakaan, Shanks tanpa berpikir banyak membawa Calypso keluar menuju penginapan. Meminta Hongou melakukan sesuatu seperti memboreh minyak hangat di sekujur tubuhnya. Tangan kanan gadis kecil itu terkepal, sejak kejadian barusan dia masih memegang batu itu erat-erat, bahkan sulit untuk dilepas. Berkali-kali Shanks memanggilnya, sembari membuatnya menghirup aroma minyak hangat tersebut agar bisa merangsangnya untuk terbangun.

“Bos, mungkinkah ini bukan gejala medis? Kau tahu, kan Calypso bukan—” Yasoop berkomentar, namun terpotong kala melihat Benn menatapnya tidak suka.

“Hentikan Yasoop.” Benn mematikan rokoknya, dan mendekat ke pinggir ranjang tempat Calypso dibaringkan. “Shanks. Kita bisa mencoba menggunakan simbol seal penyembuh padanya.”

Shanks mengangguk kecil, tanpa berkomentar apapun, dia membuka kancing baju Calypso. Hongou dan yang lain pun cepat-cepat melipir, menyisakan sang kapten dan wakilnya di pinggir ranjang. Pria berambut merah itu mengigit jempolnya kuat-kuat, membiarkannya terluka dan mengeluarkan darah. Diusapnya darah tersebut di dada putrinya, membentuk simbol rumit yang telah dia pelajari dari penyihir beberapa bulan yang lalu. Sedetik setelah simbol itu tergambar dengan sempurna, darah tersebut meresap. Tergantikan oleh pendar cahaya keemasan di kulitnya. Shanks mengusap kepala Calypso, memanjatkan doa agar putrinya bisa kembali tersadar.

“Nghh ...”

Erangan Calypso terdengar, disusul oleh gadis itu yang perlahan membuka matanya. Shanks maupun yang lain menghela napas lega.

“Ayah ... Paman ...” Kepalanya terasa sangat pusing, membuatnya refleksi memegang kepalanya dan tersadar jika dia tengah memegang sesuatu di tangannya. Batu hijau itu masih dia pegang, seketika kepalanya semakin pusing saat kembali teringat dengan suara aneh yang dia mimpikan.

“Ayah, Paman tolong catat apa yang aku katakan. Aku takut lupa.”

Shanks mengernyit. Tapi dia tidak banyak bicara, memerintahkan krunya terutama pada Snake yang sigap mengeluarkan catatan dari saku celananya.

“Aku bertemu dengan Oread.”

Tubuh Shanks menegang. Dia membelalakkan matanya tidak percaya. Calypso meneguk ludahnya dan menatap ayahnya lekat-lekat.

“Dia mengatakan sesuatu ...”

Calypso dengan perlahan dan sedikit tersendat menceritakan mimpinya, menyampaikan apa yang orang di mimpinya itu katakan. Dia tidak peduli apakah mereka percaya atau tidak, tapi gadis itu yakin ayahnya tidak akan pernah meragukannya. Buktinya, di saat orang lain mengerutkan keningnya merasa skeptis, terlebih yang berbicara barusan adalah anak yang usia 5 tahun, tentu saja mereka sulit untuk percaya. Tapi berbeda dengan Shanks. Pria itu mendekat, duduk di pinggir ranjang dan memeluk Calypso dengan erat. Terdengar suara lirih isakan tangis dari bibirnya. Ayahnya menangis, apakah dia percaya apa yang dia katakan barusan atau dia menangis karena Calypso sudah pintar membual?

“Ayah ... Ayah kenapa?”

Shanks perlahan melepas pelukannya. Menatap putrinya lekat-lekat, dan berakhir mengusap kepalanya dengan lembut.

“Ayah tidak percaya denganku?” tanyanya.

Pria berambut merah itu langsung menggeleng cepat. “Aku percaya. Ayah sangat percaya padamu.”

“...”

“Ayah—Ayah akan membantumu dan membimbingmu untuk melakukannya. menemukan batu tersebut.”

“Ayah ...” Calypso tidak bisa menahan tangisannya. Shanks lagi-lagi menariknya dalam pelukannya.

“Kita akan bertemu dengan ibumu. Kita akan mengembalikan pulau Veela dan kehidupannya.”

* * *

A/N:

Terima kasih sudah mau membaca. Jangan lupa tinggalkan jejak.

Sincerely, Nanda.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top