08 | Red Hair
Mereka bilang, wajahnya cantik, kulitnya indah dan rambutnya juga berkilau. Jika dijual akan mendapatkan uang yang banyak. Apalagi beberapa minggu lagi para Celestial Dragon akan datang ke toko manusia yang terletak di Sabaody. Dibandingkan rasa takut, Calypso justru sakit di sekujur tubuhnya. Kaki dan tangannya terikat dan dia terkurung di sel penjara yang terletak di lambung kapal, sekiranya begitu yang dia tebak. Sudah semingu dia tidak makan apapun. Orang-orang yang menculiknya tidak memberikannya makan. Tubuhnya benar-benar kaku karena berada di posisi yang sama selama hampir 2 minggu. Yang bisa dia lakukan hanya memejamkan mata, dan memikirkan bagaimana keadaan ayahnya. Dia menghilang dari Red Force meninggalkan Siloh yang terluka parah. Kapten bajak laut Akagami jelas tidak akan tinggal diam. Tapi Calypso tidak tahu bagaimana ayahnya bisa mengetahui lokasinya.
Calypso mencuri dengar jika mereka akan segera sampai di Sabaody. Salah satu pulau yang juga menjadi destinasi mereka untuk beberapa bulan ke depan. Dia kenal seseorang kenalan Shanks yang tinggal di pulau mangrove tersebut. Tapi dengan kondisinya seperti ini, jelas tidak menguntungkan dirinya.
Decitan pintu terdengar. Seseorang datang dengan sebuah nampan berisi roti kering dan segelas air. Pria yang menculiknya itu memberikan nampan tersebut padanya, mengubah posisi lengannya menjadi ke depan, lalu mengunci sel tahanan kembali.
“Makan! Kau tidak boleh mati sebelum menghasilkan kami uang!”
Calypso menatap roti kering tersebut. Percuma. Dia tidak bisa makan makanan yang terbuat dari campuran telur tersebut. Pria itu pun pergi, meninggalkan dirinya sendiri di lambung kapal. Gadis kecil itu menatap pergelangan tangannya yang terasa kebas, menyeret tubuhnya untuk mengambil gelas di atas nampan. Dia tidak bisa makan roti, jadi hanya air yang bisa masuk ke dalam tubuhnya. Lalu setelahnya dia berbaring, meringkuk merasakan perutnya yang terus berbunyi. Dia rindu Ayah. Sumpah demi apapun dia merindukan pria itu dan seluruh kru kapal. Lalu dia juga memikirkan Siloh. Semoga dia baik-baik saja.
Hari terus berlalu. Hingga tepat di dua minggu sejak dia diculik, mereka sampai di pulau Sabaody. Calypso tidak terlalu memperhatikan, yang dia perhatikan adalah sebuah celah baginya untuk melepaskan diri. Tepat saat borgol di kaki dan tangannya dilepas, gadis kecil itu mengeluarkan energi magisnya berupa udara kencang hingga membuat mereka terhempas beberapa meter menjauhinya. Sekarang tubuhnya bebas, tanpa berpikir panjang dia berlari naik ke atas geladak. Matanya terasa perih saat melihat matahari yang berada tegak di atas sana. Tapi tak berselang lama, dia kembali memacu kakinya dengan melompat dari pagar pembatas.
“TANGKAP GADIS ITU!!”
Kaki Calypso terasa mau patah. Selama dua minggu selalu berada di posisi duduk dan sekalinya berdiri langsung berlari dengan cepat, tentu ototnya terasa terkejut. Tapi sekarang tidak ada alasan baginya untuk mengeluh. Dia harus kabur dan mencari tempat Kakek Rayleigh berada. Dia tidak ingat bar Shakky itu berada di grove nomor berapa. Tapi lebih baik dia terus berlari dan menjauh dari kejaran mereka. Kondisi di sekitar cukup kacau, beberapa orang menatap dirinya dan para perompak tersebut. Calypso menangis di tengah larinya, dia harus pergi kemana? Larinya semakin melambat, dan perompak itu semakin mendekat.
DOR!
Suara tembakan terdengar. Tubuh Calypso terhuyung ke tanah saat peluru perak itu mengenai betisnya. Rasa panas, terbakar dan sakit bercampur aduk. Kemudian disusul oleh teriakan histeris dari bibirnya. Perompak itu berhasil menarik tubuhnya, menjambak rambutnya dan memasang kembali borgol di kedua tangannya. Air mata Calypso semakin deras, sekarang dia mulai merasa takut, mulutnya tak berhenti berteriak minta dilepaskan. Hingga kemudian dia memanggil ayahnya berkali-kali.
“Ayah! Ayah! Ayah!”
Salah satu perampok mengernyit. Kepalanya mulai berpikir. Mereka mengambil anak ini dari salah satu kapal kaisar laut Akagami. Lalu anak ini memanggil ayahnya. Apakah dia anak dari salah satu bajak laut di kapal tersebut? Sepertinya mereka harus segera cepat menjualnya di rumah pelelangan.
“BERISIK!”
Pipinya ditampar. Calypso tetap menangis namun tidak lagi berteriak. Dia hanya terus memanggil lirih ayahnya. Energi magisnya tidak bisa dia keluarkan, tidak tahu kenapa. Tapi rasa sakit di kakinya amat terasa, tubuhnya seketika lemas. Dia diangkat oleh salah satu perompak menuju suatu bangunan yang terdapat plang bertuliskan ‘HUMAN’ di atasnya.
Dan lagi, Calypso tidak ingat apa yang terjadi berikutnya. Dia dibawa ke dalam bangunan itu dan ditaruh di sel tahanan dan perompak itu pun pergi dengan membawa banyak uang.
Sekitar 15 menit kemudian, peluru di betisnya telah dicabut. Darahnya sudah mengering. Namun rasa terbakar di balik perban itu masih terasa menusuk tulang. Tubuhnya juga semakin lemas, dan yang anehnya. Dia mendapati rambutnya yang berubah warna. Bukan lagi hitam tapi merah gelap, seperti warna rambut ayahnya. Calypso tidak tahu apa yang terjadi padanya. Hingga akhirnya dia dibawa keluar dari sel dan ditarik menuju suatu panggung tempat acara pelelangan dimulai.
Semua orang menatap dirinya seperti barang yang memiliki harga mahal. Seorang gadis berusia 5 tahun, dengan kulit putih bak porselen, rambut merah gelap yang bersinar oleh lampu sorot serta wajah yang begitu unik, sudah tentu banyak pihak yang memasang harga yang begitu mahal. Lalu pada akhirnya, seorang wanita berpakaian aneh dengan gelembung besar di kepalanya memasang harga yang sangat tinggi, hingga tidak ada satupun orang yang mampu menawarkan harga lagi.
“Baik 300.000.000 berry untuk Saint Rossaria!”
Lalu kemudian dia dibawa turun dari panggung, kembali masuk ke dalam sel tahanan tanpa tahu jika dia telah resmi menjadi budak seorang Celestial Dragon dan akan segera dibawa ke daratan suci Marijoise.
Tapi nampaknya, saat setelah gadis itu mendarat di Marijoise, ada sesuatu di dalam dirinya yang justru menarik perhatian salah satu Gorosei yang mengawasi para Celestial Dragon. Rambut merahnya benar-benar mengingatkannya dengan seorang bajak laut yang dia kenal.
* * *
Kabin itu terasa dingin, sunyi dan hampa.
Shanks tidak tidur dengan benar selama 2 minggu terakhir. Dia marah pada rekan-rekannya dan juga pada dirinya sendiri. Siloh tidak bisa diselamatkan, dia tewas karena telat diberi pertolongan pertama, dan lebih buruknya lagi Calypso menghilang. Dugaan terbesarnya adalah dia diculik oleh perompak karena melihat banyak bekas pertarungan antara Siloh dan perompak tersebut di dapur dan lorong geladak. Lalu terdapat sepatu Calypso yang tertinggal di dekat tangga. Itu semakin memperjelas semuanya.
Haki pengamatnya tidak pernah bisa berfungsi pada Calypso, itu masih menjadi misteri. Namum Shanks bisa merasakan jika Calypso sudah tidak ada di pulau tersebut. Orang-orang yang menculiknya langsung membawanya pergi. Tapi pria itu yakin kalau putrinya itu masih hidup. Benn dan Snake langsung berpendapat jika Calypso akan dibawa ke pulau Sabaody. Besar kemungkinan perompak itu akan menjualnya mengingat paras cantik yang dimiliki gadis kecil itu. Tanpa berpikir panjang lagi, mereka langsung bergegas menuju pulau tersebut, bahkan Shanks sempat menelepon Rayleigh soal ini untuk membantunya mencari putrinya di sana.
Butuh waktu 2 minggu untuk bisa sampai di Sabaody. Selama itu pula Shanks tidak bisa tenang di setiap malamnya. Dia selalu memandangi pohon bringin kecil yang berada di kabinnya. Pohon itu masih hidup, namun sedikit layu. Membuatnya semakin khawatir akan kondisi Calypso. Pasti dia ketakutan, dan Shanks yakin tubuhnya sedang tidak baik-baik saja. Demi apapun dia tidak bisa tenang sedetik pun. Mihawk pun mengetahui hal ini, dia segera menyusul ke lokasi untuk membantu mencari.
Yang pertama sampai pun sang pendekar pedang. Dia mendatangi rumah pelelangan manusia dan mengecek isi gudang tempat mereka menampung para calon budak. Pria bermata emas itu sedikit mengacau dan mengintrogasi pengelola pelelangan tersebut mengenai gadis berusia 5 tahun berambut hitam dengan kulit putih serta mata cokelat terang. Namun, sang pengelola dengan badan gemetar menggeleng tidak tahu.
“A—Aku bersumpah! Ti—tidak ada orang yang kau maksud!” ucapnya ketakutan saat pedang Yoru milik Mihawk berada di lehernya.
Merasa pedang tersebut tidak bergerak ataupun menjauh, membuat si pengelola tersebut meneguk ludahnya susah payah. Dia tidak pernah menyangka jika seorang pendekar pedang terkuat di dunia sekaligus seorang Warlord akan melakukan hal ini padanya. Terlebih saat melihat tatapan tajam yang membuatnya takut setengah mati. “Da—dalam beberapa minggu ke belakang, kami belum menerima calon budak anak kecil, Tuan!” ucapnya, mencoba untuk memperjelas.
Hingga kemudian dia teringat jika beberapa jam yang lalu terdapat seorang gadis kecil berambut merah gelap yang berhasil terjual cepat dengan harga 500 juta berry. “Oh! Beberapa jam yang lalu! Kami baru saja menjual gadis berusia sekitar 5-7 tahun. Tapi aku bersumpah dia bukan berambut hitam ataupun bermata cokelat terang seperti yang kau maksud!”
Mihawk terdiam.
“Ga—gadis itu berambut merah! Dia berkulit putih pucat, wajahnya memang menarik, dan matanya bewarna cokelat gelap! Kami tidak menampung orang yang kau maksud! A—aku bersumpah!”
Si pendekar pedang mendengkus. Menarik pedangnya dan melepaskan pria di hadapannya ini. Dia tidak menemukan keberadaan Calypso. Ini akan sangat merepotkan, dan tentunya akan menjadi berita yang menyakitkan bagi Akagami. Mihawk mengurut keningnya, lalu beberapa detik kemudian dia pun pergi meninggalkan tempat tersebut, menuju pinggiran pulau untuk menunggu kedatangan bajak laut Akagami.
Tidak perlu waktu lama, Shanks berserta kru-nya pun tiba. Mihawk menjelaskan apa yang terjadi di rumah pelelangan manusia barusan. Tidak ada jejak keberadaan Calypso. Dia juga menjelaskan jika hanya ada gadis kecil berambut merah dan mata cokelat gelap. Bukan berambut hitam dengan mata cokelat terang. Namun, hal tersebut justru membuat Shanks terdiam.
Mungkin ... Mungkin saja si gadis rambut merah itu Calypso.
Terakhir dia lihat, pohon beringinnya sedang tidak baik-baik saja yang mempresentasikan kondisi Calypso di luar sana. Ada banyak kemungkinan tidak masuk akal yang belum putrinya tunjukkan ke padanya. Mungkin saja salah satunya adalah perubahan rambut dan fisiknya. Shanks tahu itu hanya kemungkinan. Tidak mungkin tiba-tiba rambut dan matanya berubah warna. Tapi bisa saja para perompak mengecat rambutnya mengingat dia mendapatkan gadis kecil itu dari kapal Kisar laut Akagami.
“Kau sudah lihat wajah gadis berambut merah itu?” Dengan lemas Shanks bertanya.
Mihawk menggeleng. “Dia telah terjual beberapa jam yang lalu.”
Entah kenapa ada sesuatu yang hilang di hati Shanks. Dia tidak bisa menyimpulkan begitu saja kalau gadis yang dimaksud adalah Calypso, tapi itu tetap saja membuatnya semakin khawatir. Benn yang melihat ekspresi Shanks, menepuk pundaknya.
“Aku akan menyuruh semua orang menyusuri pulau untuk mencarinya.”
Shanks tidak merespon. Dia mengepalkan tangannya, mencoba merasakan keberadaan putrinya. Bukan menggunakan Haki, namun sesuatu yang saling terikat antara dirinya dan putrinya.
‘Ayah ...’
Shanks mengeraskan rahangnya. Dia mendengar suara kecil putrinya itu, deru napasnya yang berat, dan detak jantungnya terasa lemah. Shanks bisa mendengarnya samar-samar di kepalanya. Pria berambut merah itu berbalik badan, berlari menuju kabinnya untuk melihat kondisi pohon beringin di sana. Beberapa daunnya menguning, dan ada yang berguguran mengotori pot dan lantai. Shanks mendekat, menyentuh batang pohon tersebut.
“Oh ... Calypso.”
Shanks jatuh berlutut, entah sejak kapan matanya memanas. Dia benar-benar ketakutan sekarang. Apa yang sedang terjadi pada putrinya? Dia ada di mana? Dia sangat berharap semoga gadis kecil itu baik-baik saja, walaupun dia tahu itu sangat mustahil. Jantung Shanks berdegup kencang, pikirannya kalang kabut, namun selang beberapa detik tiba-tiba dia diberi visualisasi yang terlihat asing di kepalanya. Namun lambat laun, yang pertama kali dia kenali adalah seorang gadis kecil berambut merah dengan berpakaian lusuh yang terlihat sangat familiar baginya.
Itu Calypso! Demi apapun itu putrinya!
Gadis kecil itu tengah meringkuk di sel tahanan dengan borgol besar yang melingkar di lehernya. Shanks mencoba untuk tenang. Dia harus tahu dibawa kemana putrinya itu. Tak lama, sebuah visualisasi orang berpakaian ala Celestial Dragon pun muncul. Tubuh Shanks menegang, dia tidak menyangka jika Calypso dibeli oleh mereka, lalu tanpa menunggu lama lagi Shanks langsung menyimpulkan keputusan. Pria itu kembali keluar dari kabin, menghampiri para krunya di dek kapal bersama Mihawk dan Rayleigh yang sepertinya baru datang. Shanks mengerutkan keningnya saat melihat semua orang menatapnya dengan tatapan khawatir.
“Shanks.” Rayleigh mendekat, menyentuh pundaknya. “Maaf aku terlambat untuk menyadarinya. Putrimu telah diambil oleh Celestial Dragon.”
Shanks tahu. Tapi dia hanya diam. Ternyata mendengarnya langsung dari orang lain jauh lebih menyakitkan hatinya. Ketakutan yang telah menghantuinya ternyata menjadi nyata. Dia kecolongan lagi, dan kali ini dia berjanji untuk mengambil kembali apa yang telah mereka ambil darinya.
“Aku melihatnya dibawa oleh agen pemerintah ke kapal Celestial Dragon. Aku awalnya ragu, sebab rambutnya bewarna merah, seperti warna rambutmu. Aku tidak menyangka mereka sampai mengecat rambutnya.”
Shanks menelan ludahnya. Mengatur napasnya sejenak, kemudian menatap Benn. “Benn, tolong temui wanita penyihir yang pernah aku ceritakan itu di pulau Blossom, lalu bawa salah satu dari mereka kepadaku.”
“Penyihir?” Mihawk mengangkat suara. Dia tidak terlalu paham situasi ini, begitupun Rayleigh maupun kru kapal lainnya. Mereka merasa Shanks seperti sudah tahu jika Calypso berada di mana dan bagaimana kondisinya.
“Aku tidak bisa menjelaskannya sekarang,” jawab Shanks. “Snake, kita ke Red Line sekarang juga.”
Semua terdiam. Benn membuang puntung rokoknya. Dia paham sekarang, dan dia lebih memilih untuk diam dan melaksanakan apa yang kaptennya perintahkan. Sedangkan Mihawk merengut kesal, dia juga khawatir dengan kondisi keponakannya. Namun Shanks sama sekali tidak mau menjelaskan. Dan apa tadi dia bilang? Red Line?
“Tu—tunggu! Red Line?! Kau ingin ke Marijoise? Apa kau gila?!”
Shanks menatap tajam pendekar pedang tersebut. “Jika itu untuk Calypso, menentang dewa pun aku sanggup!”
Mihawk mendecih. Dia juga ingin ikut membantu, tapi jelas ke Marijoise adalah sebuah langkah bunuh diri. Namun melihat ekspresi Shanks yang sama sekali tidak ada tanda-tanda gentar sedikitpun, menampar Mihawk bahwa rivalnya itu adalah seorang ayah yang sangat mengkhawatirkan putrinya. Tidak ada kasus budak yang akan diperlakukan baik ketika mereka dibawa ke Marijoise. Celestial Dragon terkenal dengan sifatnya yang brengsek melebihi bajak laut kejam di dunia. Mihawk menghela napas. Dia paham, Calypso butuh bantuan ayahnya. Entah bagaimana caranya Shanks datang ke tempat itu dan menjemput putrinya kembali. Mungkin saja dia akan mengacau, meluluh lantakkan daratan suci itu dan berhadapan langsung dengan ksatria suci atau lebih parahnya lagi oleh kelima Gorosei di sana.
“Jangan mati, Akagami!” Mihawk mengatakannya dengan menelan semua rasa gengsinya. “Jangan mati sebelum kau membawa Calypso kembali.”
Shanks menyeringai. “Serahkan saja padaku.”
Mihawk membetulkan topinya. Dia menoleh ke arah Benn dan memanggilnya, menawarkan bantuan. “Gunakan rakitku. Kita akan sampai ke pulau besok pagi dengan memutar lewat Calm Belt. Terlalu lama jika harus melewati pulau manusia ikan.”
* * *
Sepertinya, wanita yang membelinya ini terlihat tertarik pada keanehan yang terjadi pada tubuhnya. Benar. Selain Calypso yang tidak bisa menelan makanan hewani, (lalu rambut dan matanya yang tiba-tiba berubah warna), kulitnya akan bereaksi aneh ketika benda perak mengenainya. Dia masih belum tahu apa yang terjadi padanya, tapi yang jelas dia langsung teringat dengan penjelasan ayahnya mengenai ibunya yang merupakan seorang Nymph. Bahkan dia saja tidak tahu seperti apa mahkluk itu. Karena reaksi aneh pada kulitnya, membuat wanita itu mendadak gila dan menyiksanya dengan memukul lengan dan kakinya dengan tongkat yang terbuat dari perak.
Demi apapun rasanya sangat sakit, kulitnya terasa terbakar saat benda itu menyentuh tubuhnya. Apalagi saat wanita itu dengan gilanya menyayat tangan dan kakinya dengan pisau perak.
Siang itu Calypso jatuh terbanting di tengah lorong kastel, seraya menarik tangannya dari genggaman wanita sialan itu yang menekan pisau perak di lengan kanannya. Gadis kecil itu berteriak, teriakannya amat memekakkan hingga menarik perhatian seorang pria tua bertubuh tinggi dengan pakaian serba hitam serta pedang besar yang terselip di ikat pinggangnya. Dia menatap mereka berdua dengan tatapan datar, tidak peduli seakan-akan kejadian ini benar-benar sering terjadi di sana setiap harinya.
Calypso masih berteriak, menarik tangannya yang justru malah memperparah lukanya. Akibatnya, dia kehilangan tenaganya dan perlahan berhenti memberontak. Matanya terasa berat, namun sebelum dia benar-benar kehilangan kesadarannya, gadis kecil itu melihat kaki seseorang yang melangkah mendekatinya. Hatinya terasa sedikit senang saat merasakan aura seorang yang sangat familiar di hidupnya. Langkah kaki itu semakin mendekat dan berhenti tepat di hadapannya. Calypso nyaris tersenyum dan memanggilnya dengan suara yang begitu kecil dan lemah.
“Ayah ...”
Lalu, gadis berusia 5 tahun itu jatuh pingsan. Wanita bernama Saint Rossaria itu mengerutkan keningnya saat seseorang datang dan menarik tangannya yang sedang memegang pisau berlumuran darah. Dia hendak membentak orang itu yang telah berani-beraninya mengganggu urusannya dengan budak barunya itu. Tapi niatnya gagal saat yang dia hadapi adalah seorang pria berusia setengah abad yang menatapnya dengan tajam.
“Pergi.”
Pria itu pun menghentakkan tangannya, membuat pisau perak itu jatuh di lantai. Saint Rossaria bergidik ngeri, memilih untuk berlari kabur meninggalkan pria itu bersama budaknya yang tak sadarkan diri.
“Ayah ...”
Seharusnya, pria itu segera pergi dan tidak memperdulikan urusan orang bodoh itu. Seharusnya dia tidak membantu budak kecil ini dari perlakukan kasar tuannya. Namun, entah hasrat dari mana, tubuhnya bergerak sendiri untuk membantunya. Tubuhnya begitu kecil, kulitnya pucat, membuat luka-luka di kulitnya terlihat kontras di sana. Lalu, rambutnya memiliki warna yang sama dengan miliknya. Dia jadi teringat dengan anaknya yang hilang bertahun-tahun yang lalu.
“Ayah ...”
Gadis itu lagi-lagi bergumam. Kondisi dan penampilannya terlihat begitu mengenaskan. Lagi-lagi sebuah dorongan aneh memaksa tubuhnya untuk mengangkat gadis kecil itu dan membawanya ke gedung menara kastel sebelah timur, ke tempat yang lebih aman dari para anak-anak Celestial Dragon yang memiliki otak kopong. Pria itu membawa Calypso ke suatu kamar besar dan menidurkannya di ranjang besar. Menatap wajah kecil itu lekat-lekat. Memikirkan jawaban apa kira-kira yang membuatnya bisa sampai melakukan ini. Seharusnya dia tidak menaruh rasa simpati dan empati pada seseorang. Apalagi pada seorang budak. Siapa gadis kecil ini? Bagaimana dia bisa sampai ke tempat ini? Di mana orang tuanya?
* * *
A/N:
Terima kasih sudah mau membaca. Jangan lupa tinggalkan jejak.
Sincerely, Nanda.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top