07 | Vegetarian
Sulit bagi Calypso untuk memahami apa yang terjadi dengannya. Dia muntah, mungkin karena masuk angin atau sejenisnya, tapi ayahnya benar-benar khawatir seperti dia tengah sakit keras. Setelah menghabiskan 4 buah pisang, dia langsung dibawa menuju ruang kumpul. Hanya Calypso dan Shanks. Pintu ruangan langsung ditutup rapat-rapat. Sengaja Shanks membawanya ke mari kerena hanya ruangan ini yang kedap suara. Calypso diajak duduk di sofa, dan Shanks di sampingnya. Dia memiringkan tubuhnya hingga kini mereka saling berhadap-hadapan. Rasa khawatir masih belum hilang dari wajah ayahnya. Hal itu membuat Calypso semakin takut.
Pelan-pelan dia bertanya. “Ayah, aku kenapa?”
Shanks sebelumnya sudah memberitahu jika Calypso akan diburu oleh pemerintah dan angkatan laut karena dirinya sedikit spesial. Contohnya indra pendengarannya yang sangat tajam jika berada di sekitar alam seperti hutan dan laut, lalu dia bisa mengendalikan berbagai macam elemen. Di usianya yang ketiga, dia berhasil mengendalikan elemen kayu. Lalu tak lama angin dan listrik. Shanks pelan-pelan menjelaskan jika itu semua dia dapat dari ibunya. Karina mewariskannya pada dirinya. Tapi Shanks tidak pernah kepikiran jika tubuh dan reaksi Calypso akan sama persis dengan Karina. Dia menolak makanan hewani. Dan apabila dipaksakan, tubuhnya akan lemas, kekuatan magisnya akan terserap dan kemungkinan buruknya akan mati.
Sedari tadi Shanks berusaha untuk menahan kekhawatirannya. Tapi sepertinya dia tidak sanggup. Dia tidak mengatakan apa-apa dan memilih untuk memeluk Calypso erat-erat. Kini, perjuangan Shanks untuk melindungi eksistensi putrinya akan terasa semakin berat. Dia berharap semoga ini yang terakhir. Dia tidak ingin begitu banyak perubahan fisik Nymph yang begitu mencolok dan akhirnya menarik perhatian banyak orang hingga pemerintah.
Meskipun Shanks bisa saja berlindung di balik nama Figarland, tetap saja dia tidak sudi untuk melakukannya. Itu sama saja berkerja sama dengan musuh.
“Kau tidak apa-apa, Calypso.” Shanks mengecup pucuk kepala putrinya. Berkali-kali, guna memenangkan perasaannya yang diselimuti ketakutan. “Hanya saja ... Ada sedikit perubahan dalam tubuhmu. Tapi kau akan baik-baik saja. Ayah yakin itu.”
“Perubahan apa? Aku hanya masuk angin, Ayah. Besok pasti rasa mualnya akan hilang dan aku tidak akan memuntahkan semua makanan yang aku makan.” Calypso mencoba mengelus punggung ayahnya. Melakukan hal serupa yang sering ayahnya lakukan untuk menenangkan dirinya. “Ayah tidak perlu menangis.”
Benar. Shanks menangis. Dia tidak tahu harus apa dan mengadu pada siapa. Calypso hanya satu di dunia ini. Shanks dan Karina adalah pembentuk sejarah kelahiran seorang anak campuran manusia dan Nymph. Pria itu tidak tahu harus mencari di mana jawaban dari segala pertanyaannya. Pengetahuannya tentang Nymph sangat terbatas.
“Calypso.”
Shanks melepas pelukannya. Memegang wajahnya dan mengelusnya pelan. “Maaf. Tapi mulai sekarang, nanti dan seterusnya, kau tidak bisa mengkonsumsi makanan hewani. Makanan yang berasal dari hewan.”
Seperti yang sudah Shanks duga, Calypso terdiam. Mata cokelat terangnya itu menatap Shanks lekat-lekat, mencari penjelasan lebih tentang ucapannya barusan. “Maksud Ayah?”
“Kau sudah tidak bisa lagi makan ayam, daging, ikan dan segala jenis olahannya.”
“Itu ... Itu tidak benar, kan?” Calypso menatap ayahnya tidak percaya. “Ayah pasti bercanda agar aku lebih suka makan sayur! Ayah candaanmu itu tidak lucu!”
Sayangnya, Shanks menggeleng. Itu membuat sesuatu di dadanya pecah. Ayolah, Calypso baru saja berusia 5 tahun. Beberapa jam yang lalu dia merayakan hari ulang tahunnya bersama keluarganya. Tapi kenapa lagi-lagi cobaan selalu dia dapatkan? Pertama kemampuan anehnya. Kedua fakta jika dia ada peluang diburu dan akan ditangkap oleh pemerintah serta angkatan laut. Ketiga adalah peraturan ketat yang diberi ayahnya untuk meminimalisir hal nomor dua tersebut. Lalu apa tadi yang Ayah bilang? Dia tidak bisa makan makanan favoritnya? Ayam, daging, ikan, susu, keju dan masih banyak lagi, dan dia tidak mengkonsumsinya?
Shanks tersenyum pahit. Menggeleng pelan. Menandakan jika ini bukanlah bercandaan. Dia mengatakan yang sebenarnya. “Maafkan Ayah. Seharusnya aku sudah mewanti-wanti hal ini bisa terjadi.”
Calypso menundukkan kepalanya. Kedua tangannya memegang lengan ayahnya. Mencengkramnya kuat-kuat untuk menahan gejolak emosi yang tiba-tiba mencuat. “Kenapa? Kenapa aku berbeda, Ayah? Hiks—Ayah ... Aku ini ... sebenarnya apa?”
* * *
Percuma.
Calypso sudah mencoba untuk menelan berbagai macam makanan hewani. Entah daging, ayam, ikan, susu, kornet, telur dan masih banyak lagi. Tidak sampai 5 detik, dia akan memuntahkannya kembali. Dia sempat mogok makan, bahkan membuat Siloh kesal karena melihat sikap Calypso yang manja dan tidak terima jika tubuhnya alergi terhadap makanan hewani. Begitu yang mereka tahu dan yang boleh tahu. Alergi.
Tapi bagi Shanks dan Benn, jelas mereka tahu alasan yang sebenarnya
Calypso sejak kecil tidak suka sayuran. Yang dia suka hanya tomat. Kalau buah-buahan dia masih bisa memakannya. Tapi dia yakin itu tidak akan mengenyangkan perutnya. Calypso selalu memikirkan hal tersebut. Shanks sudah mencoba membujuknya, baik sebagai kapten maupun sebagai Ayah. Hingga di satu titik Calypso tidak punya pilihan lain. Dia tidak mau membuat ayahnya bersedih, dia juga tidak mau membuat para pamannya khawatir karena kondisi tubuhnya yang semakin lemas tiap harinya. Gadis kecil itu pun akhirnya mengalah (lagi) dengan keadaan. Memaksanya makan satu kentang (yang sama sekali tidak dia sukai) hingga habis dan berhasil membuat tubuhnya sedikit pulih.
Hari berikutnya dia mulai mencoba makan nasi dan sayur. Dia benci rasanya, namun karena hanya itu yang bisa dia telan, membuatnya mau tidak mau mengalah lagi pada keadaan. Dan seterusnya dia mulai terbiasa makan makanan nabati. Kini favoritnya adalah ubi ungu. Rasanya manis, dan warnanya bagus. Menarik untuk dia makan. Dia tidak punya masalah pada buah-buahan. Namun sejauh ini buah-buahan hanya dia konsumsi untuk camilan saja. Sebisa mungkin saat acara makan bersama, George (atas perintah Shanks) mengajak Calypso untuk makan di tempat lain agar tidak melihat orang-orang makan daging. Pasti berat bagi Calypso untuk menerima kenyataan kalau dia tidak lagi bisa merasakan enaknya makanan favorit sejuta umat.
Lalu 6 bulan pun berlalu.
Bajak laut Akagami sudah berlayar mengelilingi Grandline Paradise. Seperti biasa Calypso akan selalu berada di kabin kala mereka berlabuh di suatu pulau. Biasanya Calypso tidak akan banyak menuntut seperti anak-anak pada umumnya. Dia hanya mengangguk mengerti dan masuk ke dalam kabin. Membaca buku, melukis, tidur siang atau hanya berbaring tidak melakukan apa-apa sembari menatap langit-langit kabin. Lalu terkadang, jika suasana hatinya sedang buruk, dia akan menangis hingga tertidur. Menangis akan nasibnya yang begitu malang. Dia ingin sekali merasakan kehidupan seperti yang lainnya. Keluar, melihat orang-orang asing. Bukannya kabin, kapal dan lautan.
Tapi siang itu sedikit berbeda. Calypso tantrum, dia berteriak dan merengek minta sesuatu pada sang kapten. Sesuatu yang berbeda karena sebelumnya Calypso tidak pernah berprilaku seperti itu. Apalagi saat mereka hampir sampai di pulau Water Seven. Shanks tahu pulau itu sangat unik, tapi bukan berarti menjadi alasan baginya untuk ikut turun bersama mereka. Apalagi mereka tahu betul di sana sangat dekat dengan wilayah Enies Lobby. Tempat CP-9 berada.
“Aku mohon, Kapten! Aku tidak pernah meminta apapun padamu! Hanya kali ini saja! Izinkan aku ikut!”
Mereka berada di dapur, Calypso di sana bertekuk lutut, menatap pria berambut merah itu dengan wajah yang berlinang air mata. Semua orang terdiam, terkejut karena mereka tidak pernah melihat bocah kabin itu merengek dan merajuk. Walau sebenarnya itu adalah hal wajar bagi anak seusianya.
“Jawabannya tetap tidak Calypso! Berapa kali harus kukatakan! Apa kau tidak mengerti perkataanku?!” Shanks sudah muak. Dia nyaris ingin memukul Calypso karena sikapnya yang tiba-tiba seperti ini.
“Aku ... AKU TIDAK PERNAH MEMINTA APAPUN!! KENAPA AKU TIDAK BOLEH SEKALI SAJA IKUT KALIAN?!!”
“CALYPSO!!”
Dapur menjadi hening. Cukup dengan suara keras dan tinggi dari sang kapten berhasil membuat Calypso bungkam. Gadis kecil itu menunduk lemas, tak kuasa menatap pria dewasa itu yang terpaksa dia panggil ‘Kapten’. Dalam hati dia mengutuk ayahnya, mengutuk pria itu yang membuatnya harus menderita seperti ini. Kenapa dia harus hidup terkekang? Kenapa dia tidak boleh turun dari kapal? Memangnya kenapa jika angkatan laut menangkapnya? Bukankah kapten dan krunya terkenal kuat hingga berhasil menyandang gelar kaisar laut?
Shanks menghembuskan napas kasar. Membungkuk dan menarik tangan gadis kecil itu menuju kabin. Calypso tidak lagi merengek. Dia hanya diam menatap tangan kecilnya yang ditarik oleh tangan besar pria itu. Lalu detik berikutnya, seperti yang sudah dia tebak, dia berakhir di kabinnya.
“Ada apa denganmu, Calypso?!” tanyanya tanpa basa-basi. Emosinya sudah cukup stabil.
“Aku muak.”
Shanks terbelalak. Gadis kecil itu mendongak menatapnya dengan tatapan yang tidak Shanks kenal. Bukan tatapan berseri yang menyejukkan hati seperti milik Karina. Tapi tatapan mematikan yang entah kenapa Shanks merasa sedang berhadapan dengan dirinya versi kecil.
“Calypso, seharusnya kau paham kenapa aku melakukan ini!”
“Kau tidak mengerti, Kapten.” Calypso memanggilnya demikian, padahal mereka berada di tempat yang sangat privasi. Seharusnya dia bisa memanggilnya dengan sebutan ‘Ayah’. “Kau tidak tahu rasanya betapa muaknya aku tinggal bersamamu! Aku tidak mau berada di kabin! Aku ingin hidup!”
“Aku melakukan ini untuk menjagamu!”
“Menjaga dari apa?! Kau bahkan bisa menjaga suatu pulau dan menyerang angkatan laut dan kapal pemerintah begitu mudah! Lalu kenapa kau terus menahanku saat kau cukup kuat untuk menjagaku di luar sana!”
Shanks tidak tahu dari mana gadis ini belajar kalimat barusan. Sepertinya dia harus menyita seluruh novelnya. “Calypso hentikan! Di sini kau yang tidak mengerti!”
“Kapten yang tidak mengerti!”
“Berhenti memanggilku Kapten!”
Calypso tersenyum sinis. Lagi-lagi dia seperti melihat dirinya di dalam mata tersebut. Sosok Shanks yang mematikan. “Kau bahkan tidak mau orang-orang tahu aku adalah anakmu! Apakah kehadiranku sangat memalukan bagimu?!
“CALYPSO!”
Shanks nyaris naik pitam. Menghentakkan bahu putrinya dengan kasar hingga gadis itu terkejut dan menatapnya sedikit ketakutan. Calypso sering melihat ayahnya marah-marah. Tapi bukan kepadanya. Dan kali ini dia benar-benar bisa merasakan gejolak kemarahan yang dialami oleh pria di hadapannya ini. Dia bisa merasakan detak jantungnya dan detak jantung ayahnya saling bersahutan.
“Kenapa aku harus dilahirkan jika begini, Ayah? Jika aku bisa memilih, aku tidak mau menjadi anakmu dan harus hidup seperti ini!” Calypso melepas tangan ayahnya dan naik ke ranjangnya.
Shanks terdiam. Barusan adalah kalimat yang begitu menyakitkan. Shanks mendekati Calypso, jatuh berlutut di samping ranjang. Tidak. Itu tidak benar. Calypso layak lahir di dunia ini. Hanya saja manusia terlalu berbahaya baginya. Maka dari itu dia benar-benar menjaganya.
“Nymph ... Kau setengah Nymph.” Akhirnya kalimat itu dapat dia lontarkan setelah bertahun-tahun dia pendam. “Ibumu adalah seorang Nymph, bukan manusia. Dia tinggal di suatu pulau bernama Veela. Ayah jatuh cinta dan memutuskan untuk menjadikan Karina sebagai tempat hati ayah berlabuh, sebagai rumah Ayah untuk berpulang. Tapi musuhku mengetahui pulau misterius tersebut dan menghancurkan seluruh pulau beserta isinya. Karina dan yang lain menjadi korban. Hanya kau satu-satunya yang selamat. Saat itu kau baru berusia dua minggu. Karina baru sebentar merasakan menjadi seorang ibu. Tapi nyawanya direnggut paksa oleh pemerintah dunia yang menganggap kalau Nymph dan pulau Veela adalah ancaman.”
Calypso terkejut. Dia memeluk bantalnya dengan erat. Menajamkan telinganya namun air mata tiba-tiba mengalir. Ayah barusan menceritakan tentang sosok ibu.
“Aku berhasil mengelabuhi musuh jika kau telah tewas terbakar. Tapi nyatanya kau selamat. Aku mengambil pohon inangmu yang sekarang berada di kabinku sehingga kau bisa terus hidup bersama Ayah. Aku merawatmu, membesarkanmu dan menjagamu agar manusia-manusia hina itu tidak mengetahui keberadaanmu. Jika mereka tahu, kau akan ditangkap dan entah apa yang akan mereka lakukan padamu.”
Tangis Calypso semakin deras. Terdengar suara rengekan dan napas yang tersendat-sendat diiringi oleh suara rintihan. Shanks bangkit dan duduk di pinggir ranjang. Mengangkat tubuh kecil putrinya untuk duduk menghadap dirinya. Pria itu menghapus air mata dan ingus di hidungnya.
“Sebenarnya aku tidak mau kau diperlakukan seperti ini, Calypso. Aku tidak tega melakukan ini. Tapi jika kau terlihat oleh banyak orang, ditambah perkembangan tubuhmu yang semakin mirip dengan Nymph membuat Ayah sangat takut. Aku tidak mau kehilangan orang yang aku sayangi. Kehilangan Karina sangat membuat Ayah terpukul. Lalu bagaimana jika aku harus kehilangan dirimu juga?”
Calypso mendekat dan memeluk pria itu. Suasana hatinya benar-benar naik turun. Barusan kesabarannya meledak saat mengetahui akan ada festival pasar loak yang menjual cat air kualitas tinggi dengan potongan harga berkali-kali lipat. Di sana juga terdapat penjual buku-buku lawas yang sangat dia incar. Makanya dia ingin ikut turun kapal saat mengetahui mereka akan berlabuh di pulau Water Seven. Ayolah dia hanya gadis berusia 5 tahun yang ingin melihat pasar loak! Menyedihkan sekali bukan hidupnya? Tapi saat mendengar penjelasan ayahnya barusan tentang ibu dan bejatnya pemerintah dunia, membuat Calypso merutuki sikapnya barusan.
Ternyata selama ini yang menderita bukan hanya Calypso saja. Ayahnya jauh lebih menderita. Hidup di bawah ketakutan akan kehilangannya.
“Sekali lagi, Ayah minta maaf, Calypso. Ayah minta maaf ...”
Perlahan Calypso mengangguk mengusap punggung ayahnya agar pria itu bisa menenangkan dirinya. “Aku juga ... Hiks ... Aku juga minta maaf, Ayah.”
* * *
Calypso mengambil buah apel yang tersimpan di meja pantry. Ayah dan kru lainnya sudah pergi ke pusat kota meninggalkannya bersama Siloh di kapal. Siloh sendiri tengah asik mendengarkan musik di haluan sembari mengawasi kapal. Gadis kecil itu duduk di salah satu kursi di dapur dan memakan apelnya perlahan. Menikmati setiap gigitan yang terasa renyah dan manis di mulutnya. 15 menit berlalu, apel itu pun kandas. Calypso akhirnya keluar dari dapur dan berjalan-jalan tanpa arah untuk mengusir rasa bosannya.
Tapi hal yang tak diduga terjadi secara tiba-tiba. Calypso membeku saat melihat Siloh terkapar dengan bersimbah darah di lorong tepat di hadapannya. Mata gadis itu terbelalak, dengan kaku mencoba untuk mendekat, namun Siloh berteriak.
“Pergi! Pergi dari kapal ... Perompak!”
Calypso terkejut bukan main saat muncul tiga orang keluar dari lambung kapal. Membawa kantung besar yang terdengar gemericik koin-koin emas. Mereka pencuri. Red Force baru saja disusupi orang asing!
“Wah, rupanya kita menemukan sesuatu yang dapat dijual.”
Siloh menggeram di tengah kondisinya yang sekarat. “Calypso—cepat lari! Temui yang lain!” teriaknya.
Yang dikatakan Siloh benar, gadis kecil itu langsung berbalik, berlari untuk mencari tangga menuju dek kapal. Tapi bersamaan dengan hal itu pun, dia mendengar langkah para perampok yang juga mengejarnya di belakang. Detak jantung Calypso berdegup kencang, napasnya terasa berat, dan entah kenapa rasanya sangat jauh untuk bisa sampai di dek. Hingga kemudian rambutnya ditarik membuat tubuhnya terhuyung ke belakang. Calypso menjerit dan belum sempat dia memberontak dengan mengeluarkan kekuatannya, sebuah lap menutup hidung dan mulutnya dengan erat.
Tubuhnya perlahan kehilangan tenaga. Matanya terasa berat, dan terakhir yang dia ingat adalah salah satu perompak mengangkat tubuhnya, lalu dia pun tertidur.
* * *
A/N:
Terima kasih sudah mau membaca. Jangan lupa tinggalkan jejak.
Sincerely, Nanda.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top