06 | Lost Arm
Calypso sampai di kapal pukul setengah 3 sore. Kondisi kapal masih kosong, tidak ada siapa-siapa. Dan yang terpenting aksi nekatnya tidak diketahui oleh ayahnya atau kru kapal lainnya. Shanks datang bersama Paman Benn dan Paman Roo 30 menit lebih cepat dari yang dia janjikan. Ayahnya itu membawa banyak makanan dan pakaian, serta majalah anak-anak pengeluaran terbaru. Beberapa kru kapal memilih untuk bermalam di bar yang mereka sewa selama semalam. Besok mereka akan kembali berlayar.
“Kau tahu, Calypso. Banyak sekali kejadian yang terjadi di desa.”
Calypso menatap Ayahnya yang sedang duduk menemaninya makan di lantai kabin. Dalam hati Calypso berkata; ‘Aku juga’.
“Ada apa, Ayah?” tanyanya antusias.
Shanks menarik napas sejenak. “Luffy tadi melukai pipi kirinya dengan belati, agar bisa membuktikan dirinya kuat dan bisa bergabung dengan kruku. Lalu dia menangis dan mendapatkan dua jahitan di bawah matanya. Ekspresinya sangat konyol, kau pasti akan tertawa sekaligus merasa kasihan.”
“Luffy tidak berubah, ya? Dia masih saja konyol!”
“Dahahaha! Lalu, kejadian selanjutnya dia tidak sengaja memakan buah iblis Gomu-Gomu yang aku sudah simpan sangat lama. Sengaja Ayah bawa untuk diteliti oleh salah satu kenalan Yasoop di sana. Tapi yeah ... Sepertinya rencananya gagal karena buah itu sudah ada di perut Luffy.”
Calypso yang mendengarnya nyaris menjatuhkan rahangnya. “Artinya Luffy tidak bisa berenang? Tubuhnya menjadi karet?!” tanyanya histeris. Dia tahu sedikit banyak tentang buah iblis. Terutama yang ayahnya simpan selama bertahun-tahun sebelum dia lahir. Apakah itu tidak apa-apa?
“Ayah ... Apakah tidak apa-apa jika buahnya dimakan Luffy?” tanyaku. Sebab dia saja yang putrinya dilarang untuk menyentuhnya. Apalagi Luffy yang sampai memakannya?
“Tenanglah. Ayah yakin Luffy pasti bisa menguasai kekuatannya.”
“Itu artinya ...”
“Benar. Kau tenang saja.”
Dia hanya mengangguk. Jika ayahnya sudah mengatakan itu dengan tatapan yang pasti, maka semua akan baik-baik saja. Alhasil dia kembali menyantap makanannya. “Lalu ada kejadian apa lagi, Ayah?” tanyanya, masih penasaran.
“Tadi ada bandit gunung. Mereka mengamuk karena kehabisan sake. Ayah berbaik hati dengan memberikannya satu botol sisa sake yang belum dibuka. Tapi mereka bersikap konyol dengan menolak dan menumpahkan sake tersebut ke bajuku.”
Ternyata yang dikatakan Ace benar, bandit gunung ternyata memang seburuk itu.
“Oh, pantas Ayah bau sake.”
“Dahahaha! Maaf, maaf. Ayah akan mandi kalau begitu. Habiskan makanannya. setelah itu kau juga mandi. Kau harus istirahat. Besok pagi kita akan kembali berlayar.”
Ayah mengecup keningnya dan pergi ke kabinnya. Calypso hanya mengangguk. Seperti yang dia tebak, pasti meraka akan cepat-cepat kembali berlayar. Ada kemungkinan mereka tidak akan kembali hingga waktu yang tidak bisa ditentukan. Tapi dia akan bertemu dengan Ace suatu saat nanti. Calypso yakin anak laki-laki itu akan menjadi bajak laut dan berhasil berlayar di Grandline bahkan hingga ke Dunia Baru.
* * *
Pagi itu begitu sibuk. Calypso bangun pagi-pagi ketika pintu kabinnya digedor oleh Siloh dan George. Mereka menyuruhnya untuk segera bangun dan bersiap-siap. Gadis kecil itu langsung mandi dan berpakaian santai, tak lupa memakai topi untuk menghindari matahari yang menyilaukan, lalu pergi ke dek untuk membantu kru lain membawa kotak-kotak persediaan makanan ke ruang penyimpanan. Dia juga membantu mendorong barel anggur ke gudang. Semua yang bisa dia lakukan, dia lakukan. Intinya dia tidak diberi kesempatan sedikit pun untuk berleha-leha.
“Kapten dan yang lain ke mana?” tanya Calypso saat sedari tadi tidak melihat ayahnya di mana-mana. Biasanya saat menjelang berlayar, ayahnya yang paling berisik memberikan perintah ini dan itu kepada krunya. Tapi kali ini dia tidak melihat batang hidungnya di manapun. Bahkan Benn dan yang lain juga tidak terlihat.
“Kapten dan para petinggi ingin berpamitan dengan Makino dan walikota. Mereka sudah baik menerima bajak laut seperti kita di desanya.”
“Oh.” Padahal, kalau boleh diberi kesempatan, dia juga ingin sekali bertemu Makino dan berpamitan kepada Luffy.
Suara semburan air terdengar dari kejauhan. Semua kepala langsung menoleh ke sumber suara yang berasal dari lautan dekat dermaga, termasuk Calypso. Dia cepat-cepat menaruh kotak yang tengah dia pegang dan mendekat ke arah pagar pembatas. Menajamkan indranya dan mendapati sosok ayahnya yang sedang berhadapan dengan sosok monster laut. Jantung Calypso berdegup kencang saat merasakan sesuatu yang aneh. Gadis kecil itu melangkah mundur, dan tanpa berpikir lama-lama dia berlari menuruni kapal. Semua orang juga makin terkejut saat gadis berusia nyaris 5 tahun itu melompat dan meninggalkan kapal tanpa aba-aba. Sedangkan perintah kapten sudah jelas bahwa bocah kabin itu dilarang untuk keluar kapal. George segera berlari mengejar Calypso. Gadis kecil itu berlari sangat cepat sampai pria itu kewalahan menyusul.
Sedangkan Calypso sudah setengah menangis membayangkan kondisi sang ayah. Dia menghentikan langkahnya saat melihat Shanks dibopong oleh Benn menuju sisi dermaga. Tubuhnya basah kuyup, dan terlebih tangan kirinya hilang mengeluarkan banyak darah. Bahu Calypso ditepuk, George datang dan mencoba untuk menariknya kembali ke kapal. Tapi entah bagaimana, Calypso mengirimkan getaran listrik kepada tubuh George dan gadis itu berlari memanggil ayahnya.
“AYAH!!”
Shanks yang masih setengah sadar, menoleh, membelalakkan mata saat melihat kedatangan Calypso. Gadis kecil itu berlari dan berhenti dua langkah di hadapannya. Matanya berlinang air mata, tubuhnya bergetar saat melihat kondisi pria itu yang nyaris sekarat.
“Calypso ... Apa yang kau—”
“Tangan Ayah ... Hiks ... Tangan Ayah kenapa?”
Shanks merasa deja vu. Tatapan itu pernah diberikan olehnya dari seseorang yang sangat dia rindukan. Karina pernah menangis saat melihat luka di matanya. Kini Calypso menangis melihat tangannya yang hilang. Shanks tidak bisa memikirkan apa-apa. Yang dia pikirkan adalah memeluk putrinya sama seperti dia memeluk Karina saat dia menangis karenanya.
“Calypso ... Ini hanya sebuah tangan. Ayah tidak apa-apa.”
Calypso semakin menangis. Dia berjalan mendekat dan memeluk tubuh basahnya. Gadis kecil ini benar-benar merasa takut, terbukti saat dia kembali menangis kejer dan mengeratkan lingkaran tangannya di leher sang ayah dengan punggung yang bergetar. Shanks tidak tahu harus apa saat kepalanya terasa berat. Lalu terakhir yang dia ingat, adalah Benn yang melepas pelukan Calypso disusul oleh teriakan putrinya yang terus memanggilnya.
“Ayah jangan tinggalkan aku!!”
* * *
Hari itu benar-benar kacau. Calypso melupakan peraturan ayahnya yang menyuruhnya untuk tetap berada di kapal dan memanggilnya dengan sebutan ‘Kapten’. Gadis itu terduduk di samping ayahnya yang tertidur di ruang klinik bersama Luffy dan Hongou. Luffy terlihat murung. Dia bingung harus sedih karena Shanks kehilangan tangannya karena menyelamatkannya atau senang saat tahu Calypso hadir di sampingnya? Sebab Shanks bilang kalau putrinya sedang bersama Pamannya di Grandline. Dia juga merasa kesal karena sudah dibohongi.
Para kru petinggi memaklumi sikap Calypso yang bertindak secara impulsif. Dia masih terlalu kecil untuk paham rumitnya masalah yang tengah dihadapinya, apalagi saat dia mengira akan kehilangan ayahnya. Orang tua satu-satunya dan satu-satunya orang berharga yang dia miliki di dunia ini. Bahkan gadis kecil itu nyaris terkena serangan panik karena melihat ayahnya kritis kekurangan darah, ditambah Luffy yang terus menangis takut Shanks meninggal membuatnya semakin kalut.
Tapi beruntung Shanks berhasil melewati masa kritisnya. Hongou bilang, sang kapten akan siuman besok atau lusa. Selama itu pula, Calypso tidak pernah absen menjaga ayahnya. Hongou suka menangkap basah gadis kecil itu tengah berbicara dengan ayahnya seraya menangis. Jelas sekali, sesayang apa Calypso pada Shanks.
“Callio.”
Calypso menoleh mendapati Luffy yang menatapnya malu-malu dengan wajah yang sembab.
“Ada apa, Luffy?”
“Aku minta maaf ... Karena aku, ayahmu harus kehilangan tangannya.”
Calypso terdiam. Dia tidak tahu apa yang terjadi. Tapi selama ayahnya baik-baik saja dan masih bernapas, itu sudah lebih dari cukup. “Tidak apa-apa, Luffy. Paman Hongou bilang kalau Ayah akan segera bangun hari ini atau besok.”
“...”
“Ini bukan salahmu. Aku dengar semuanya dari Paman Benn. Terima kasih telah membela Ayahku dari hinaan para bandit gunung. Kau pria yang sangat berani.”
“Hiks ... Hiks ... Aku minta maaf Callio! Aku janji aku akan bertambah kuat dan membentuk kelompok bajak lautku sendiri seperti Shanks!”
Calypso tersenyum. Dia mendekati Luffy dan memeluknya. Bocah itu kembali menangis di pelukannya. Lalu tak lama kemudian, terdengar suara Makino dari arah dermaga. Memanggilnya untuk pulang sebab malam semakin larut. Akhirnya Luffy kembali pulang, meninggalkan dirinya bersama Shanks di ruang klinik. Sekarang hanya tersisa mereka berdua. Calypso duduk di kursi dekat ranjang, menggenggam tangan ayahnya dan merapal banyak doa agar pria itu cepat bangun. Gadis kecil itu merindukannya.
“Calypso ...”
Samar-samar terdengar suara ayahnya memanggilnya. Calypso sontak menoleh dan mendapati Shanks tengah menatapnya dengan tatapan sayu. “Ayah!”
“Calypso ... Kau baik-baik saja?” Shanks mengeratkan genggaman tangannya. Menatap putrinya lekat-lekat. Lagi-lagi dia membuat mata indah itu sembab. Dia yakin gadis kecilnya ini seharian menangisinya.
“A—Ayah!” Calypso memeluk ayahnya hati-hati. Menumpahkan segala kerisauannya selama seharian menunggu dirinya untuk sadar. “Paman Hongo! Aku harus memanggilnya!”
“Shhh. Sudahlah, Ayah masih ingin memelukmu.”
Calypso akhirnya terdiam. Dia merengsek naik ke atas ranjang dan berbaring di samping ayahnya. Memeluknya dan meyakini dirinya ini bukanlah mimpi. Ayahnya baik-baik saja. Dia masih hidup dia tidak akan ditinggal olehnya.
“Maaf, Ayah. Aku melanggar peraturanmu. Aku pergi dari kapal, bahkan aku memanggilmu Ayah di hadapan George dan banyak orang di desa. Aku minta maaf.”
Shanks hanya tersenyum simpul. Dia tidak peduli. Dia hanya mau memastikan jika Calypso tidak kenapa-kenapa. “Tidak apa-apa, sayang. Ayah mengerti kenapa kau melakukan ini. Tidak apa-apa.” Shanks mengecup pucuk kepala putrinya. Membiarkan gadis kecil itu tertidur di dekapannya. Karena ini membuatnya merasa tenang dan lebih baik.
Maaf Karina. Aku juga melanggar janji yang aku buat. Aku kembali melukai tubuhku.
* * *
Keesokan paginya mereka siap berlayar. Shanks memberikan topi jeraminya kepada Luffy tepat saat anak laki-laki itu menyebutkan mimpi barunya. Bukan sekedar menjadi bajak laut, tapi juga sebagai raja bajak laut. Calypso tahu itu pasti membuat ayahnya berdebar sekaligus takjub, makanya dia merelakan topinya dan juga mungkin itulah alasan kenapa pria itu mengorbankan tangannya untuk anak konyol macam Luffy. Tapi Calypso tahu, Luffy suatu saat nanti akan mewujudkan mimpinya.
Red Force pun kembali berlayar. Calypso kembali pada rutinitasnya. Sedangkan Shanks memanggil semua para petinggi dan George ke ruang kumpul tak lupa memanggil Calypso juga.
George sudah ketakutan saat hanya dia seorang anak baru yang dipanggil, Calypso tidak dihitung sebab bisa dikatakan jika dia lebih senior dibandingkan dirinya yang baru beberapa bulan berlayar.
“Kau tahu apa maksudku memanggilmu?” tanya Shanks. Aura kapten sekaligus kaisar laut langsung terasa, padahal baru beberapa jam yang lalu dia terlihat seperti pria jenaka pada umumnya.
“Ti—Tidak, Kapten!” jawab George.
“Kudengar hanya kau seorang yang tahu rahasiaku dan Calypso.”
Ah, benar. George sekarang tahu kenapa Calypso dilarang keluar kapal dan mengapa dia begitu diperhatikan oleh para petinggi. Selain karena dia sudah dianggap anak oleh mereka, tapi ternyata gadis kecil itu memang putri sang kapten.
“Aku sudah mempercayaimu, setidaknya. Aku mohon untuk tidak mengatakannya kepada yang lain atau kepada siapapun kalau Calypso adalah putriku. Anak biologisku.”
George menatap Calypso yang kini berdiri di samping sang kapten, memeluk kaki sang ayah seraya menatapnya lamat-lamat. “Ba—Baik, Kapten! Saya akan merahasiakannya sampai akhir hayatku!” ucapnya mantap. Dia merasa tidak percaya jika anak kecil yang sering dia suruh-suruh adalah anak dari orang yang dia idolakan. Mulai saat ini dia akan memperlakukan Calypso seperti seorang putri.
“Tapi aku akan berterima kasih jika kau terus bersikap seperti biasanya. Aku senang kau membuat Calypso aktif di kapal dengan menyuruhnya membantumu.”
“Aku ... Aku tidak bermaksud—” George jadi salah tingkah.
“Tidak apa-apa, George. Aku minta kau terus bersikap seperti biasa. Benar begitu Calypso?” tanya Shanks.
Calypso mengangguk antusias. Walau dia kesal disuruh-suruh, tapi dia tahu George baik.
“Baik, Kapten! Saya mengerti!”
* * *
Dua bulan telah berlalu.
Kini mereka telah berlayar di wilayah Grandline. Tepat hari ini adalah ulang tahun Calypso. Semua merayakannya dengan meriah. Bahkan Mihawk pun datang membawa hadiah berupa kalung salib seperti miliknya, namun memiliki ukuran yang lebih kecil dan pas di lehernya. Ayahnya memberikan buku-buku tentang sejarah dan ilmu pengetahuan. Benn memberikannya gaun tidur. Semua memberikannya hadiah. Malam itu adalah puncak perayaan, Roo membuat kue tart dengan lapis krim bewarna merah muda (warna favoritnya) dan dengan hiasan bunga-bunga di pinggirnya. Terdapat lilin dengan angka 05 yang menunjukkan usianya. Shanks diam-diam menangis, dia tidak menyangka putrinya tumbuh begitu cepat. Dia merasa baru saja kemarin dia mengganti popok di malam hari untuknya. Larut dengan momen harunya, dia justru jadi teringat dengan Karina. Semoga dia juga melihat perkembangan putri mereka di atas sana dan tentunya dengan keadaan yang baik-baik saja.
“Buat harapan dulu, Calypso! Baru kau tiup lilinnya!” seru Lime.
Calypso langsung mengapitkan kedua tangannya dan memejamkan mata. Dia merapal harapan dan juga doa. Salah satu diantaranya adalah kebahagiaan untuk semua orang di kapal dan pamannya. Serta kesehatan dan umur panjang bagi ayahnya. Itu saja sudah cukup. Lalu dia meniup lilin dengan semangat dan menimbulkan sorak sorai dari bajak laut di sekelilingnya.
Shanks sebagai kapten (sekaligus Ayah) memotong kue dengan dibantu oleh Roo dan memberikannya kepada Calypso. Lalu dilanjut potongan lainnya diberikan secara merata kepada kru kapal di sana, dan juga Mihawk. Lalu acara pesta pun dimulai. Orang-orang dewasa sibuk menikmati sake dan makanan yang tersedia. Mulai dari ayam panggang, daging panggang, kepiting, dan masih banyak lagi. Calypso sendiri makan di temani George. Akhir-akhir George sudah dianggap sebagai kakaknya. Dia yang memperhatikan gadis kecil itu, dan memastikan dia baik-baik saja. Meskipun sang Kapten memintanya untuk bersikap seperti biasanya.
Tapi George merasa hari ini Calypso sedikit berbeda. Kulitnya semakin cerah dan mulus ketimbang beberapa hari yang lalu, meskipun dia sering berpanas-panasan di kapal, tidak ada tanda jika kulitnya terbakar atau terlihat kusam seperti orang pada umumnya. Rambutnya juga semakin berkilau lagi-lagi tidak memperlihatkan efek dari panas-panasan. Lupakan warna pendar merah saat rambutnya terkena matahari (dia sekarang tahu warna merah itu didapat dari siapa). Dan terakhir, jujur George merasa aura Calypso semakin cantik. Walau dia masih kecil, dan George juga tidak mau menganggap dirinya pedofil, tapi entah kenapa perasaanya mengatakan ada sesuatu yang aneh dengan gadis kecil itu. Sesuatu yang aneh yang tidak bisa dia jelaskan dengan akal sehat.
“Ada apa? Tidak biasanya kau kurang nafsu dengan ayam.”
Calypso menatap George dengan wajah yang khawatir. Perutnya merasa tidak enak sejak tadi pagi. Dia merasa sesuatu memaksa keluar dari perutnya, tapi dia tahan. Mungkin dia pusing dan tidak enak badan sehingga memicu rasa mual. Tapi rasa mual dan sakit di perutnya semakin terasa saat baru saja menghabiskan dua potong kue tart dan sepotong paha bawah ayam bakar yang memang itu adalah kesukaannya. Alhasil dia jadi murung dan duduk dekat pagar pembatas. Ayahnya yang duduk di seberang sana menatapnya was-was. Wajah Calypso terlihat jelas dia sedang tidak baik-baik saja. Lalu dilanjut dengan Benn dan Mihawk yang juga sama-sama menatapnya was-was.
Tapi yang pertama kali datang mengeceknya adalah Hongou. Dia menyentuh keningnya takut-takut dia masuk angin atau demam. Hal itu refleks membuat Shanks dan Mihawk menyusul.
“Ada apa?” tanya Shanks.
George dengan gugup menjawab. “Se—sebenarnya, gejalanya terjadi sejak tadi pagi, Kapten. Dia terlihat lemas, makanya aku hanya menyuruhnya duduk sepanjang hari dan istirahat. Aku sudah menawarkan untuk mengeceknya, tapi dia menolak.”
Shanks jelas terlihat yang paling khawatir. Dia menyentuh kening Calypso dan kulit lehernya. Kulitnya semakin halus dari yang biasanya, bahkan terlihat pucat. Namun bukan pucat seperti orang sakit, sebab ada rona cahaya yang terpantulkan dari kulitnya. Satu hal yang pikirkan. Fisiknya semakin mirip dengan Nymph. Mirip dengan Karina, ibunya.
“Calypso, kau merasa mual?” tanya Shanks.
Calypso hanya mengangguk lemah.
“Apa saat kau sarapan dan makan siang memakan daging atau ikan?”
Kali ini yang jawab George. “Saat sarapan dia makan nasi goreng kornet. Lalu tadi siang dia makan sup daging. Lalu barusan dia hanya makan kue dan sepotong ayam.”
Shanks seketika lemas di tempat. Ini tidak salah lagi. Tubuhnya mulai menolak makanan hewani. Shanks segera berdiri mengambil ember dan menyerahkannya pada Calypso. “Muntahkan semuanya. Jangan ditahan.”
Dan saat itu juga, Calypso memuntahkan seluruh isi perutnya. Muntahnya sangat banyak, hingga membuat semua orang tiba-tiba terdiam menatap khawatir si bocah kabin yang tengah muntah dengan begitu tragis. Muntahnya tidak berhenti-henti. Mihawk bahkan langsung mengusap punggung dan lehernya agar memudahkan gadis kecil itu mengeluarkan isi perutnya.
“George bawakan aku pisang!” perintah Shanks. Anak buahnya itu langsung mengangguk, bangkit dari duduknya dan mengambil apa yang disuruh oleh kaptennya.
Benn memberikan segelas air, yang langsung dihabiskan saat itu juga. Sekarang, Calypso merasa perutnya sudah lega. Namun dia merasa lemas sebab muntahannya sangat banyak. Dia benar-benar mengeluarkan seluruh isi perutnya sejak tadi pagi.
“Tidak apa-apa, Calypso. Sekarang coba makan pisangnya.” Shanks memberikan pisang yang telah dikupas. Calypso terlihat ragu, tapi saat melihat wajah ayahnya yang meyakinkan dirinya. Akhirnya dia memakan pisang itu pelan-pelan. Takut perutnya akan sakit dan berakhir memuntahkannya lagi.
Tapi, hal sebaliknya justru terjadi. Calypso tidak merasakan apa-apa, justru perutnya membaik. Mualnya hilang, dan bahkan dia nyaris menghabiskan 4 buah pisang dalam 3 menit saking laparnya. Shanks menghela napas. Dia mengajak Calypso untuk beristirahat di kabinnya. Tentunya setelah ini dia perlu berbicara 4 mata tentang kondisinya ini dengan putrinya.
* * *
A/N:
Terima kasih sudah mau membaca. Jangan lupa tinggalkan jejak.
Sincerely, Nanda.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top