03 | Uncle

Kedatangan salah satu anggota Gorosei yang tidak terduga serta informasi yang diberikan kepadanya, cukup sukses membuatnya pusing, khawatir dan juga takut. Selama 25 tahun dia hidup, dia hanya percaya kalau orang tuanya telah membuangnya dan dia ditemukan oleh sekelompok bajak laut. Tapi saat mendengar penjelasan singkat dari pria yang bernama Saint Saturn itu, semuanya mulai terasa jelas. Namun hal itu juga membuatnya langsung kepikiran soal Calypso. Pasti Gorosei melalui Cypher Pol percaya kalau pulau Veela telah musnah bersama isi-isinya, termasuk Karina dan putrinya. Yang mereka tahu, Calypso sudah mati. Apa yang harus Shanks lakukan agar mereka tetap percaya hal itu?

Shanks tahu apa misi Cypher Pol selain meng-genoside Veela. Mereka hendak merebut Calypso, dan menjadikannya bahan penelitian. Rupanya mereka cepat mempelajari tentang Nymph yang seluruh informasinya berasal dari legenda. Beruntung, saat itu Shanks berhasil membunuh seluruh agen Cypher Pol tersebut dan memaksa salah satu dari mereka untuk mengirim laporan palsu pada atasannya, sebelum akhirnya dia mati di tangan Shanks.

Intinya, kejadian itu begitu tragis. Dia berhasil memusnahkan semua agen pemerintah yang mau menghancurkan Veela. Namun dia tidak berhasil menahan serangan mereka dan membiarkan pulau itu hangus terbakar dan memicu aktivitas vulkanik dari gunung kuno di sana. Selebihnya yang dia ingat, dan mau dia ingat, Calypso selamat. Dibawa olehnya dan dibesarkan oleh sekumpulan bajak laut di bawah bendera Akagami. Persetan apa yang akan terjadi jika angkatan laut atau pemerintah tahu ada anak kecil hidup bersama mereka, Calypso tidak punya siapa-siapa selain ayahnya. Mustahil Shanks menitipkannya kepada orang asing yang tidak tahu asal-usul putrinya. Tapi pria itu sangat bersyukur, Calypso tidak mewarisi penampilannya. Dia sangat mirip dengan Karina, hanya ada sedikit pendar merah di rambutnya kala terkena sinar matahari. Justru mungkin orang-orang awam percaya jika gadis kecil itu adalah anak sang wakil kapten.

Shanks sedikit tidak suka dengan persepsi orang. Tapi jika dengan hal tersebut menyelamatkan keberadaan Calypso, dia tidak keberatan dengan itu. Lagipula Benn juga sudah dianggap sebagai orang tua bagi gadis itu. Kalau bukan karena Benn, mungkin Calypso akan celaka karena efek baby blues yang kerap dialami Shanks saat putrinya itu masih bayi.

“Kenapa aku tidak boleh ikut?”

Calypso menatap ayahnya lekat-lekat. Mata besar dengan bola mata cokelat terang itu seperti menelanjanginya di tempat. Rambutnya sedikit kusut karena terlalu sering berada di dek kapal. Gadis itu dibuat bingung saat ayahnya memintanya untuk menunggu mereka membeli persediaan makanan di kabin. Tidak ikut bersama mereka seperti biasanya. Itu cukup membuat Calypso bertanya-tanya.

“Kami hanya sebentar. Hanya membeli persediaan makanan. Kau bisa menunggu kami di kabin.”

“Sendirian?” tanya Calypso. Membayangkan seorang diri di kapal, membuatnya takut.

“Iya. Kau akan menunggu di kabin.”

Calypso terbelalak. Dia berjalan mendekat dan memeluk kaki ayahnya. “Aku takut sendirian! Memang kenapa kalau aku ikut?”

“Berbahaya.” Shanks melepas pelukan gadis kecil itu dan menarik tangannya menuju kabin miliknya.

Gadis kecil itu meronta-ronta. Menolak untuk masuk kabin. Dia bingung dengan kondisi ini. Ayahnya bersikap aneh, dan tidak ada satupun yang mau membelanya, bahkan Benn sekalipun hanya diam di dek kapal membiarkan dirinya ditarik oleh ayahnya.

“Aku mau ikut Ayah!”

“Tidak Calypso. Kau harus mulai belajar untuk menunggu di kabin mulai sekarang!”

Shanks mendudukkan Calypso di ranjang. Menaruh beberapa cemilan serta botol air di meja. Dia sudah memutuskan, mulai sekarang Calypso tidak akan pernah meninggalkan kapal. Orang-orang (siapapun itu) tidak boleh tahu dia datang bersama mereka. Gadis itu terdiam, menatap punggung ayahnya yang menjauh dan mengunci pintu kabin dari luar. Mata Calypso memanas, dia turun dari ranjang dan menggerakkan kenop pintu seraya memanggil ayahnya.

“Ayah! Aku tidak mau ditinggal!”

Tidak ada balasan. Dia mulai menggedor-gedor daun pintu.

“Ayah! Jangan tinggalkan aku!”

Masih tidak ada jawaban. Dia mulai merasakan kapal mulai terasa lenggang. Ayah dan krunya sudah turun dari kapal meninggalkannya sendirian di kabin.

“AYAH!!”

* * *

“Kau keterlaluan, Shanks.”

Benn berkomentar setelah beberapa menit mereka meninggalkan kapal. Kru kapal berpencar, Shanks hendak membeli beberapa barel anggur untuk persediaan beberapa minggu ke depan. Dia tidak menghiraukan ucapan wakil kaptennya, dia fokus dengan langkahnya menuju toko anggur.

“Kau tidak sampai harus menguncinya di kabinmu! Ada Lime yang tinggal untuk menjaga kapal. Seharusnya dia aman bersamanya.”

“Aku punya caraku sendiri untuk mendidiknya.”

“Caramu kejam! Dia baru berusia 3 tahun!”

“Lebih bagus jika sudah dibiasakan sejak kecil. Dia tidak boleh terlihat oleh siapapun!”

Benn terdiam. Dia menatap Shanks tajam, melepeh rokoknya dan menarik kerah kemejanya. “Semoga kau tidak menyesal dengan keputusanmu ini!” ucapnya. Setelahnya dia berjalan lebih dulu meninggalkan pria berambut merah itu yang masih terdiam.

Calypso memang masih kecil. Dia bahkan baru berusia 3 tahun. Tapi Shanks sadar, kehadirannya akan mencolok perhatian orang-orang terutama angkatan laut. Dia tidak punya pilihan selain membawa bersamanya sekaligus menyembunyikannya. Dia tidak peduli apakah itu kejam atau tidak, selama keberadaannya tidak diketahui dan dia aman, itu sudah cukup. Mungkin saja akan ada kemungkinan buruk yang terjadi, putrinya akan membencinya. Tapi mari pikirkan itu nanti saja. Dia harus cepat bergegas.

2 jam berlalu. Di kapal tepatnya di kabin sang kapten bajak laut Akagami, gadis kecil itu meringkuk di ranjang dengan selimut dan sprei yang berantakan. Sepatu yang dia kenakan terlepas. Kaki dan tangannya sakit, tenggorokannya perih, matanya juga terasa berat karena sedari tadi menendang dan memukul pintu seraya berteriak memanggil ayahnya. Dia juga menangis karena tidak ada satupun yang mau datang membukakan pintu. Akhirnya dia menyerah dan tertidur di ranjang setelah mengacak-acak selimut guna meredakan kekesalannya.

Calypso yakin, dia tidak melakukan kesalahan apapun. Dia mandi dan sikat gigi teratur, selalu menghabiskan makanan di piringnya, merapihkan kembali mainannya setiap kali selesai bermain dan bahkan dia menurut saat ayahnya menyuruh untuk tidur siang. Lalu kenapa ayahnya menghukumnya seperti ini? Ini tidak adil!

Gadis itu nyaris tertidur saat tiba-tiba dia mendengar langkah kaki yang terdengar semakin banyak di dek kapal. Suara orang-orang yang dia kenal mulai terdengar. Calypso hendak kembali menggedor-gedor pintu, tapi tenaganya sudah habis. Dia hanya bisa menatap pintu sembari meringkuk dengan kepala yang berada di atas bantal.

Seseorang datang, memasukkan kunci pintu dan membukanya. Ayahnya berdiri di sana dan menatapnya terkejut. Rambut gadis kecil itu berantakan, sepatunya berserakan, terlebih wajah serta matanya yang sembab tanda jika dia sehabis menangis. Shanks menjatuhkan barang bawaannya dan menghampiri Calypso.

“Calypso!”

Gadis kecil itu hanya bisa menangis. Tangan kecilnya meraih tangan ayahnya dan meremasnya. Menyalurkan amarahnya karena telah meninggalkannya cukup lama. Shanks langsung merasa bersalah, dia mengangkat tubuh kecil tersebut dan memeluknya. Mengelus kepalanya dan punggungnya dengan penuh perasaan.

“Sayang, Ayah hanya meninggalkanmu sebentar ...” Shanks berbisik pelan. Mencoba untuk membuat gadis kecil itu paham.

Tapi Calypso belum kunjung mengerti. Dia mencengkram pakaian ayahnya seraya menangis. Dia mau marah, tapi yang keluar hanya tangisan. Cukup lama Shanks memeluk putrinya. Hingga tanpa dia sadari, gadis kecil itu tertidur dalam dekapannya. Pria itu merapihkan selimut dan bantal, lalu menidurkan gadis itu.

Beberapa jam kemudian Calypso terbangun. Langit di jendela sudah menggelap. Dia melewati mandi sorenya. Gadis kecil itu turun dari ranjang, melupakan sepatunya dan keluar dari kabin. Dinginnya lantai kayu menusuk tulang, tapi Calypso tidak peduli. Atensinya terlalu fokus pada suara para kru kapal yang meriah di dek atas. Dia menaiki tangga, berpegangan pada dinding hingga akhirnya dia menemui Benn di atas sana.

Pria itu menatapnya. Penampilan gadis kecil itu begitu tragis. Wajah dan matanya bengkak. Pasti dia sehabis menangis. Iris cokelat terang itu bersinar di balik remang-remang pencahayaan. Shanks bodoh! Bisa-bisanya membuat malaikat kecil ini menangis. Usianya baru 3 tahun, bagaimana mungkin dia mengerti? Ini terlalu tiba-tiba baginya!

“Paman ... Ayah—”

“Ayahmu ada di dek. Kau mau makan? Ini sudah terlalu larut untuk dikatakan makan malam.” Benn menuruni tangga. Berjongkok di hadapannya untuk mensejajarkan tingginya.

“Aku ... Aku melewatkan mandi sore.”

“Sehari tidak mandi, bukan masalah yang besar. Kau bisa membasuh muka dan gosok gigi nanti setelah selesai makan.”

Benn menggendong Calypso, berjalan menuju dapur. Roo sudah memisahkan makan malam untuk gadis kecil itu. Di dek kapal pasti Shanks sudah teler setelah menenggak hampir setengah barel anggur, tidak mungkin dirinya mengurus putrinya dalam keadaan seperti itu. Wakil kapten itu menemani Calypso menghabiskan makanannya. Tidak ada percakapan seperti pertanyaan random dari gadis kecil itu. Dia hanya diam menghabiskan makanannya. Setelahnya Benn mengantarnya kembali ke kabin. Membantunya mengganti baju, menggosok gigi, cuci muka lalu cuci kaki. Kemudian Calypso berbaring di ranjang menatap langit-langit kabin dalam diam.

Benn menghela napas panjang. Mengusap kepala gadis kecil itu, dan menarik selimutnya. “Jangan marah pada ayahmu. Dia melakukan itu untuk melindungimu.”

Calypso menoleh. Terlihat banyak pertanyaan di wajahnya.

Merasa paham, Benn mencubit kecil hidung gadis kecil itu. “Nanti ayahmu akan menjelaskannya. Kau akan paham suatu saat nanti.”

Lalu lampu tidur pun dimatikan. Benn bangkit meninggalkan dirinya di kabin ayahnya. Selama hampir 30 menit Calypso tetap terjaga. Dia tidak bisa tidur, jadwal tidurnya berantakan karena tertidur di sore hari. Pintu kabin terbuka. Ayahnya datang dengan langkah terseret, menyalakan lampu dan menaruh topi jeraminya di meja. Calypso buru-buru menutup matanya. Berpura-pura tertidur.

Shanks menggeram karena kesadarannya semakin hilang. Dia melepas sendalnya dan kemudian meringis saat kakinya tersandung kaki meja. Lalu tak lama terdengar suara cegukan berkali-kali dari bibirnya. Calypso bisa merasakan pria itu mendekati ranjang. Duduk di pinggiran dan mengelus rambut putrinya. “Maafkan Ayah, Sayangku.”

Pria itu semakin mendekat, menjatuhkan kecupan manis di keningnya. Cukup lama, kemudian lanjut mengecup kepalanya. “Ayah terpaksa melakukannya karena aku tidak mau mereka mengambilmu.” Shanks mengatakannya seraya mengelus pipinya. “Sudah cukup mereka merebut ibumu. Ayah tidak mau kau juga direbut dariku. Kau—hng—kau adalah hidupku. Kau permataku—hng.”

Shanks mengusap wajah kasar. Kepalanya semakin berat. Pria itu memutuskan untuk berbaring dan memeluk putrinya protektif. “Kau adalah semestaku, Calypso. Jangan pergi dari Ayah.”

Setelah itu, Shanks tertidur. Suara napas beserta dengkuran kasar terdengar. Calypso membuka matanya. Memegang erat tangan ayah yang melingkar di perutnya. Tanpa sadar, gadis kecil itu tersenyum. Mengecup pipi sang Ayah dan mencoba untuk memejamkan matanya.

Setidaknya, ayahnya masih menyayanginya.

* * *

Calypso terbangun di pagi hari. Dia adalah satu-satunya orang yang terbiasa bangun pagi setelah sang wakil kapten. Perlahan dia melepas pelukan ayahnya dan turun dari ranjang. Dia berjalan ke kamar mandi yang terletak di dalam kabin. Membasuh seluruh tubuhnya dengan air hangat tak lupa menggosokkan tubuhnya dengan sabun. Dia sudah bisa mandi sendiri. Jadi tidak perlu menunggu ayahnya bangun untuk memandikannya. Setelahnya dia berganti baju dengan kaus dan celana overall. Menyisir rambutnya dan membiarkannya basah begitu saja.

Yang pertama kali dia kunjungi adalah dapur. Pama Benn pasti sudah bangun dan menyeduh kopi seraya membaca koran harian. Calypso segara duduk di sampingnya dan melempar senyum manisnya kepadanya. Dia belum sempat mengatakan terimakasih kepada pria itu atas kejadian semalam.

“Kau ... Mandi sendiri?” tanya Benn. Mustahil Shanks bangun sepagi ini hanya untuk memandikan putrinya.

“Iya!” jawab Calypso sumringah. Benn bangkit dari duduknya. Menyeduh susu bubuk dan mengeluarkan adonan pancake dari kulkas.

Calypso memperhatikan pamannya itu. Dia menyiapkan pancake dan susu. Putri kaptennya itu langsung menerimanya dengan senang. “Terima kasih, Paman!”

Benn hanya mengangguk seraya tersenyum simpul. Dia keluar sebentar untuk mengambil handuk bersih di ruang cucian dan mendapati Hongou, sang dokter kapal yang telah bergabung duduk di samping Calypso. Benn menghampiri gadis kecil itu, mengeringkan rambutnya yang basah kuyup dengan lembut.

“Biar kutebak, ayahmu pasti masih meringkuk di kamarnya.” Hongou meneguk segelas air putih sembari menatap Calypso.

Calypso menjawabnya dengan anggukan kepala. Pancake di hadapannya ini terlalu menyita perhatiannya. Intinya ayahnya tidak akan bangun sebelum pukul 9 pagi. Jika dia terbangun di bawah jam 9, itu artinya ada serangan dari kapal musuh.

“Paman Benn.” Calypso memanggil.

Yang dipanggil menghentikan sejenak kegiatan membaca korannya. “Ya?”

“Terima kasih.”

Benn dan Hongou hanya tersenyum kecil. Melihat Calypso tersenyum saja sudah bisa membuat mood siapapun orang yang melihat akan kembali membaik. Cukup masuk akal alasan kenapa sikap Shanks tiba-tiba berubah menjadi amat protektif pada putrinya. Jangankan ayahnya. Semua kru di kapal juga tidak rela membiarkan gadis kecil ini ditangkap oleh angkatan laut atau pemerintah dunia.

“BOS!! HAWKEYE DATANG!!”

Suasana tenang di kapal rusak oleh teriakan salah satu kru kapal. Calypso bisa mendengar suara pintu kabin ayahnya terbuka dengan dramatis diiringi oleh teriakan yang mengatakan bahwa seseorang tengah datang menuju kapal mereka.

“Kunjungannya terlihat rutin rupanya.” Hongou terkekeh. Calypso cepat-cepat menghabiskan sarapannya, sebab paman jauhnya datang mengunjunginya.

Tidak sampai semenit, Calypso berhasil menandaskan isi piringnya. Dia segera berlari menuju dek kapal yang ternyata masih terdapat banyak orang-orang yang tertidur. Tapi gadis kecil itu melihat punggung ayahnya yang berdiri di depan pagar pembatas. Calypso berlari dan memeluk kaki ayahnya sembari melihat sebuah rakit dengan pendar cahaya hijau mendekat ke arah Red Force. Senyum merekah di wajahnya. Berbanding terbalik dengan Shanks yang justru wajahnya tertekuk. Dia menoleh ke arah Calypso dan terkejut karena anak itu sudah mandi, rapih dan wangi.

“Kamu mandi sendiri?!” kagetnya.

Calypso tertawa. “Iya!”

Oke. Ini terlalu mendadak. Ayahnya berlutut. Menyingkirkan helaian rambut yang masih setengah kering itu dari keningnya. Shanks ingin mencium putrinya, namun gadis kecil itu langsung menghindar. “Ayah bau. Belum mandi!”

Shanks tertawa. Tapi tetap mengecup pipi tembamnya dan kembali berdiri. Perahu yang lebih mirip seperti rakit itu berhenti tepat di samping Red Force. Mihawk melempar tali kepada Shanks, pria itu segera mengikatnya pada pagar pembatas.

Pria pendekar pedang itu melompat ke atas dek kapal. Calypso memanggilnya dengan riang dan berlari menuju pelukannya. Mihawk berjongkok, menyambut pelukan keponakan angkatnya itu. Ini adalah sebuah rahasia kecil yang tidak diketahui banyak orang. Bukan berarti Shanks memiliki hubungan baik dengannya, tapi Calypso lah yang menyihir Mihawk menjadi seorang paman yang rutin menjenguknya setiap beberapa bulan sekali. Pertemuannya dengan gadis kecil itu, saat dia menemui ayahnya yang ternyata sedang menggendong bayi berusia kurang dari setahun di pelukannya. Awalnya Mihawk mengira anak itu ditemukan olehnya dan dirawat oleh kelompok bajak laut tersebut. Tapi saat melihat bagaimana Shanks yang tangkas menangani bayi perempuan itu layaknya seorang ayah kandungnya.

Dan yeah, dugaannya benar. Dia tidak tertarik tentang bagaimana rivalnya itu bisa memiliki anak. Yang membuatnya tertarik adalah bagaimana gadis kecil itu yang bahkan saat itu belum bisa berbicara dapat menarik hatinya dan rela dipanggil paman olehnya.

“Ayahmu menyusahkanmu lagi?” tanya Mihawk.

Calypso tidak menjawab. Dia tidak kesal dengan ayahnya, tapi dia masih kesal karena kejadian kemarin.

Karena tidak ada balasan dari anak itu, Mihawk menatap Shanks yang masih memasang wajah tertekuk. “Kau bisa tinggal denganku,” tawar Mihawk.

“OY!! Aku tidak akan membiarkanmu mengambil Calypso! Dan lagi, berhenti memeluknya!” protes Shanks.

“Aku mau tinggal sama Paman!” Calypso melepas pelukannya dan menatap Mihawk dengan wajah yang berbinar.

Shanks merasa tertohok. “Calypso! Kau tega meninggalkan Ayah?!”

“Kau bahkan tega menguncinya di kabinmu.” Benn tiba-tiba ikut menimbrung.

Mata tajam Mihawk langsung tertuju pada si kapten bajak laut Akagami itu, lalu beralih menatap gadis kecil di hadapannya ini. “Kau benar-benar ingin ikut denganku, Calypso?”

* * *

Calypso tidak sungguh-sungguh mengatakannya. Dia tidak mau meninggalkan ayahnya. Meskipun dia harus dikunci di kabin setiap kali berlabuh di suatu pulau, dia tidak yakin bisa hidup sehari tanpanya, juga tanpa bajak laut Akagami. Dia hanya mencoba menggoda ayahnya, tapi ternyata ayahnya justru menangis memohon agar gadis kecil itu tidak pergi bersama pamannya.

“Apakah yang dikatakan Benn itu benar?” tanya Mihawk. Kini mereka sedang duduk di dek atas tepat di bawah pohon palem.

“Benar. Tapi Paman Benn bilang, Ayah melakukan itu untuk melindungiku.”

Mihawk terdiam. Menjadi seorang anak dari bajak laut tentu bukanlah hal yang mudah. Dia harus menanggung beban dan dosa yang bahkan seharusnya bukan miliknya. Pria itu merasa menyesal telah menjalin kerja sama dengan angkatan laut, jika ternyata keponakannya ini akan menjadi target empuk bagi mereka. Tawarannya untuk mengajaknya tinggal bersamanya bukan main-main. Dia serius. Jika begini kondisinya, lebih aman jika gadis kecil ini tinggal bersama seorang Warlord sepertinya. Minimal tidak ada pihak angkatan laut yang mengejarnya dan bajak laut pun akan berpikir dua kali untuk mencari urusan dengannya.

“Tapi aku tidak mau meninggalkan Ayah dan bajak laut Akagami!”

“Kenapa?”

“Nanti Ayah sedih. Dia bilang aku ini hidupnya, permatanya dan juga semestanya!” ucap Calypso penuh ekspresi. “Tapi aku tidak tahu apa itu semesta. Paman tahu?”

“Tidak.”

Calypso menggembungkan pipinya. “Kurasa artinya adalah sesuatu yang luas. Sebab aku juga menyayangi Ayah seluas ini!” Gadis itu berucap seraya merentangkan tangannya, seakan-akan mendeskripsikan jika dia sangat mencintai ayahnya.

Mihawk hanya tersenyum. Di awal melihat Calypso, dia mengutuk Shanks karena bisa-bisanya memiliki anak tanpa tahu apa bahaya yang akan anak ini hadapi. Tapi saat melihat anak ini tumbuh, Mihawk sedikit iri. Yang dikatakan pria berambut merah itu benar. Gadis kecil ini sudah seperti hidupnya. Semestanya. Kalau dia diperbolehkan, izinkan juga baginya untuk melindungi semesta kecilnya ini dari marabahaya. Dengan tidak memberikan secuil informasi apapun pada angkatan laut tentang Akagami dan kehidupannya.

“Kalau begitu, kau harus patuhi apa yang Ayahmu katakan. Dia melakukan semua ini guna melindungimu dari angkatan laut.”

“Aku tidak suka angkatan laut! Mereka selalu merusak Red Force!” ucap Calypso.

Mihawk terkekeh. Mengacak-ngacak rambut panjang gadis kecil itu. “Makanya, jadilah anak baik dan turuti permintaan ayahmu. Paham?”

“Paham, Paman!” Calypso berdiri, memeluk pamannya dengan melingkarkan kedua tangannya di leher sang pendekar pedang. Pria itu mengusap rambutnya. Dia bahkan tidak pernah memikirkan akan memiliki hubungan spesial ini dengan anak dari rivalnya.

* * *

A/N:

Gue jadi Calypso udah gue gigit si Shanks. Wkwkwk

Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote atau komen. Terimakasih.

Sincerely, Nanda.

January, 6th 2024

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top