02 | Special Guest

Hari itu begitu cerah, para penduduk pulau menyambut mereka dengan baik tanpa ada tatapan intimidasi, terlebih saat melihat ada gadis kecil berusia 3 tahun yang berjalan dengan riang di antara para pria kekar nan bringas di pinggir pelabuhan. Rambut hitam sedikit kemerahannya bergerak tak beraturan saat angin berhembus kencang, senyum di bibirnya tidak pernah luntur saat sang ayah membiarkannya berjalan sendiri tanpa bantuan orang dewasa. Dia sudah berlatih berjalan mengelilingi dek kapal meski lutut, dagu dan sikutnya harus menjadi korban.

“Calypso, jalannya pelan-pelan saja!”

Merasa gadis kecil itu bisa saja tersesat, tertinggal atau lebih parahnya diambil orang, terpaksa Shanks meraih tangannya dan membiarkannya berjalan di sampingnya. Senyum Calypso tidak luntur, dia tetap tersenyum melihat aktivitas para penduduk pulau yang sekarang tengah mereka datangi. Selang 5 menit kemudian, Shanks dan Calypso berpisah dengan para kru kapal. Pria itu hendak membeli persediaan pokok untuk putrinya. Seperti susu, popok, beberapa setel pakaian dan kaus kaki. Kaus kaki lamanya sudah banyak yang bolong-bolong di sekitar jempol. Membuat Shanks risih saat melihat jempol mungil putrinya nampak saat cuaca dingin melanda.

Tak lupa setelahnya dia mengunjungi toko buku untuk membeli buku belajar membaca. Sepertinya, ini sudah waktu yang pas bagi Calypso untuk belajar membaca dan menulis. Shanks kerap menjabarkan rencananya sebagai orang tua tunggal untuk putrinya itu. Pertama-tama, dia harus bisa mengurusi semua kebutuhan Calypso tanpa kurang, dia juga harus melatihnya berjalan dan berbicara, lalu akan mengajarkannya membaca dan menulis lalu setelahnya dia akan melihat apa hobi yang disukai oleh gadis kecilnya itu. Tapi terakhir yang Shanks perhatikan, Calypso senang menggambar. Dia kerap kali menghabiskan waktu di ruangan Snake untuk bereksperimen dengan pena, spidol dan berbagai macam tinta di kertas. Tak jarang peta yang berhasil Snake buat harus jadi korban goresan abstrak darinya.

Maka dari itu, Shanks juga membeli 1 box kertas polos dan buku mewarnai, serta krayon yang dipilih langsung oleh Calypso. Setelahnya mereka pun kembali ke dermaga untuk menaruh barang belanjaan. Tak lama dari itu mereka kembali ke kota untuk menemui kru kapal yang berkumpul di suatu bar dan restoran untuk makan siang.

Calypso lagi-lagi berjalan tanpa dipegangi. Namun masih diawasi oleh Shanks di belakang. Gadis kecil itu tidak sengaja menabrak seorang nenek tua membawa tongkat yang berjalan berlawanan arah dengan mereka. Calypso terkejut, kehilangan keseimbangan dan hampir terjatuh, namun Shanks buru-buru mendekat dan menahan lengannya.

“Tuan Kaisar?”

Shanks menoleh. Sedikit terkejut saat melihat sosok wanita tua di hadapannya ini. Dia teringat beberapa tahun yang lalu di pulau ini pada suatu malam, ada seorang wanita tua mengatakan beberapa hal omong kosong yang anehnya dia percayai. Jauh di lubuk hatinya dia sedikit berterima kasih pada wanita tua itu, sebab tanpa ucapannya, dia tidak mungkin bisa memiliki seorang hati wanita yang dia cintai. Dan tanpanya ... Calypso mungkin tidak akan hadir di dunia ini.

Mengerti dengan tatapan terkejutnya, Wanita tua itu tersenyum. Terlebih saat melihat Calypso yang menatapnya dengan bingung.

“Sudah lama tidak melihatmu, Tuan Kaisar. Terakhir kulihat kau belum memiliki seorang anak.”

“Di—Dia bukan ...”

“Jangan bohongi aku. Aku bisa merasakan aura kuat milikmu dalam gadis kecil itu.” Wanita tua itu mengusap kepala Calypso. “Aku cukup terkejut dengan apa yang terjadi pada pulau tempat ibunya berasal. Aku turut berdukacita.”

Shanks menghela napas. Mengangkat tubuh Calypso ke gendongannya. “Terima kasih, Nyonya.”

“Ya ampun, aku masih tidak percaya jika Nymph bisa memiliki seorang anak dengan manusia—”

Kalimat wanita tua itu terpotong oleh seorang wanita berpakaian gotik yang tiba-tiba datang dari arah belakang dan memarahi wanita tua itu. Shanks lagi-lagi terkejut menatap dua orang dihadapannya ini.

“Kau penyihir itu?!”

Wanita gotik itu menoleh, sama-sama dibuat terkejut saat mendapati sosok Shanks dan Calypso di hadapannya. Awalnya dia hendak menyapanya karena sudah cukup lama sejak kali pertama mereka bertemu di suatu pulau di salah satu wilayah Biru. Tapi dia kembali dikejutkan saat melihat gadis kecil yang sedang menatapnya penuh penasaran.

“Akagami—kau memiliki anak?!”

Shanks menghela napas. Rasa laparnya hilang menjadi pusing saat dua orang itu menebak dengan benar jika Calypso adalah putrinya. Anak biologisnya. Shanks bukan bermaksud tidak ingin mengakui putrinya. Tapi dia hanya ingin membuat publik cukup tahu jika Shanks hanya mengadopsi anak perempuan atau mungkin bisa saja orang-orang menganggap jika Calypso adalah putri Benn. Mengingat rambut mereka yang sama-sama hitam.

“Mustahil Nymph bisa mengandung anak dan—oh! Maaf atas kelancanganku, aku turut berduka atas musibah yang dialami oleh pulau tersebut. Beritanya cukup menggemparkan!”

“Berita?” Shanks mengerutkan keningnya. Dia yakin tidak ada berita mengenai pulau Veela tempat Karina tinggal musnah oleh Buster Call 3 tahun yang lalu.

“Berita yang hanya diketahui oleh sesama penyihir. Benar, kan Nek?” Wanita gotik itu menatap wanita tua di sampingnya.

Ah, rupanya mereka nenek dan cucu. Pantas sama-sama aneh dan dapat mengetahui salah satu rahasia Shanks dengan mudah. Mereka keluarga penyihir. Meski Shanks sedikit skeptis akan keberadaan para penyihir di dunia ini, tapi dia sudah melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana wanita gotik itu menunjukkan kemampuannya.

“Ternyata kalian keluarga. Sepertinya aku tidak perlu kaget mengetahuinya.”

“Yeah, begitulah.” Wanita gotik itu menatap Shanks lalu beralih menatap Calypso.

Calypso yang ditatap langsung membuang muka dengan menyembunyikan wajahnya di dada sang ayah. “Ayah, aku lapar.”

Shanks mengusap lembut kepala gadis kecil itu. “Ah, maaf. Aku harus segera pergi.”

“Tentu saja, Tuan Kaisar. Jika kau butuh bantuan kami, kau bisa mengunjungi rumahku. Tanyakan saja orang-orang sekitar ‘di mana rumah Eliza’. Itu namaku.”

“Baik, Nyonya Eliza. Dan ...” Shanks menoleh ke arah cucu Eliza.

“Elise.” Wanita Gotik itu berkata. Lalu setelahnya Shanks pun pamit, melanjutkan perjalanannya menuju bar dan restoran tempat kru bajak laut Akagami berkumpul.

* * *

Sorenya, Shanks beserta krunya kembali berlayar. Sejak kehadiran Calypso di kapal, mereka benar-benar membatasi diri untuk terlihat di suatu pulau. Mereka hanya berlabuh sebentar untuk mengisi ulang kebutuhan kapal dan setelahnya kembali berlayar. Maka dari itu, Calypso benar-benar tumbuh di lautan ketimbang di daratan.

Gadis kecil itu turun dari gendongan ayahnya. Duduk di pinggir pagar melihat kesibukan orang-orang yang menarik jangkar dan menurunkan layar. Kurang dari 30 menit Red Force berhasil meninggalkan pelabuhan. Shanks melepas topi jeraminya, membiarkan topinya menggantung di belakang punggungnya. Pria itu duduk di samping Calypso yang menggantungkan kakinya di luar pagar pembatas. Rambutnya yang hitam mengeluarkan pendar merah akibat pancaran sinar matahari. Shanks tahu, meskipun tidak ada kemiripan yang diwarisi oleh putrinya, tapi pendar merah di rambutnya tidak akan bohong, jika itu berasal darinya.

“Ayah. Kenapa ibu tidak tinggal bersama kita?”

Pertanyaan polos terucap olehnya. Shanks terdiam, mencoba untuk mencari jawaban yang sekiranya cocok untuk didengar. “Ibumu ada di suatu tempat yang lebih baik.”

“Lebih baik? Di mana?”

“Di sisi tuhan.”

Calypso mengerutkan keningnya. Dia tidak mengerti. Saat di pulau barusan, dia melihat banyak anak-anak seusianya bersama seorang wanita. Bukan pria. Dia langsung teringat dengan istilah seorang ibu. Ayahnya pernah mengatakan jika Calypso sedikit spesial sehingga tidak ada sosok ibu yang tinggal bersamanya. Tapi dia tetap penasaran, kemana ibunya?

“Aku boleh pergi ke sana? Sisi Tuhan?”

Shanks terdiam. Menatap netra cokelat terang tersebut. Pergi? Meninggalkannya?

“Tidak!” Shanks sedikit keras mengatakannya. Membuat Calypso jadi semakin bingung dan terkejut. Tapi pria itu buru-buru menetralkan ekspresinya. “Maksud Ayah, belum waktunya kau pergi ke tempat itu.”

“Kira-kira kapan, Ayah?” tanya Calypso. Meskipun usianya baru 3 tahun, tapi dia sudah cukup cerdas untuk diajak berbicara.

Shanks mengusap kepalanya lembut menarik Calypso ke pangkuannya dan memeluknya. “Tidak ada yang tahu kapan seseorang akan pergi ke sisi Tuhan, Calypso. Sebab seseorang yang datang ke tempat itu tidak akan pernah kembali lagi.”

“Itu artinya ... Ibu tidak bisa tinggal bersama kita?” Calypso masih penasaran.

Ayahnya mengangguk. “Tapi dia selalu mengawasi kita dari kejauhan. Dia pasti tahu kalau putri kesayangannya sudah bisa berjalan dan berbicara. Ibumu pasti selalu mencintaimu.”

“Sungguh? Tapi kenapa aku tidak bisa melihat Ibu? Meskipun dari kejauhan, yang aku lihat hanya lautan.” Calypso membetuk lingkaran dengan jarinya, lalu menempelkannya pada salah satu matanya seakan-akan yang dia pegang adalah teropong.

Shanks tertawa. Dia kembali mengacak-acak rambut putrinya. Hingga akhirnya suara Yasoop menginterupsi mereka.

“Ada kapal pemerintah mendekat!”

Semua kru kapal dibuat terkejut. Shanks segera bangkit, dengan cepat membawa Calypso ke dalam kabinnya. Menyuruhnya untuk menunggu di dalam dan tak lupa pria itu mengunci kabinnya dari luar. Gadis kecil itu mendengkus. Jika ada kapal mendekat, pasti dia selalu di kunci di dalam kabin. Tidak boleh keluar hingga suasana kembali kondusif.

Suasana di dek kapal begitu tegang. Shanks mengenakan topi jeraminya kembali. Berdiri tegak paling depan seraya menatap kapal tersebut yang terlihat semakin jelas. Dia benci menatap lambang tersebut. Setelah apa yang mereka lakukan pada pulau Veela, menghabiskan semua yang ada di sana, amarah Shanks terasa mendidih. Sedetik sebelum Shanks hendak memancarkan Haki rajanya, sebuah speaker aktif dan seseorang tengah berbicara di ujung sana.

“Shanks Akagami, kedatangan kami bukan untuk menyerang!”

Semua orang di Red Force terkejut. Tapi Shanks sudah tidak memiliki alasan baginya untuk tunduk pada pemerintah dunia. Hakinya dia lepaskan. Kapal itu bergetar sebagai reaksi dari serangan Hakinya barusan. Tapi selang 3 detik kemudian, Haki raja tak kalah besar memantul dari arah lawan. Beberapa kru kapal miliknya jatuh terduduk karena tidak kuat menahan bentrokan Haki raja antara Shanks dengan entah siapa.

“Kami ulangi! Kedatangan kami bukan untuk menyerang!”

Shanks masih bungkam. Dia tidak ada niat untuk menghentikan pancaran Haki rajanya. “Terakhir kalian datang, keluargaku terbunuh. Semuanya,” gumam pria itu.

Kapal semakin mendekat. Mereka hendak melesat menyerang, tapi lagi-lagi sesuatu menahan pergerakan semua orang kala cahaya merah dengan simbol segi lima muncul di dek kapal Red Force. Seluruh kru kapal (kecuali Benn) langsung tumbang di tempat. Shanks dan Benn ancang-ancang dengan senjatanya masing-masing. Ini benar-benar situasi yang buruk. Apa tujuan mereka? Apa jangan-jangan, mereka tahu tentang Calypso?

Seseorang muncul dari simbol segi lima tersebut. Seorang pria dengan berpakaian serba hitam dengan janggut tebal serta peci hitam di kepalanya. Dia mengetuk tongkatnya dan seketika simbol aneh itu menghilang. Shanks dan Benn terpaku, perasaan terancam mulai menggerogoti punggungnya. Bukan! Lebih tepatnya rasa takut akan keselamatan Calypso. Shanks tidak tahu apa alasan pria aneh ini muncul kalau bukan karena ingin menangkapnya atau mengetahui eksistensi Calypso yang sengaja dia samarkan telah ikut mati bersama penghuni pulau Veela lainnya.

Suara tarikan trigger senapan terdengar dari kapal seberang. Benn langsung sigap mengacungkan senapan laras panjangnya pada kapal musuh.

“Aku bilang, jangan menyerang sedikit pun!” ucap pria berjenggot tersebut.

Shanks menggeram. “Apa maksud kedatanganmu?!”

Pria aneh itu menatap Shanks lekat-lekat. “Dilihat-lihat kau mirip sekali dengan Garling saat muda dulu.”

Benn menaikkan salah satu alisnya. Perasaannya mulai tidak enak. Pria di hadapan mereka ini bukan sembarang orang.

“Katakan apa maksud tujuanmu, sebelum aku menebas kepalamu!” ancam Shanks.

Pria itu menghela napas. Dia mengeluarkan sesuatu dari balik jasnya. “Perkenalkan, aku Saint Saturn. Aku terpaksa datang dan menginjakkan kaki di kapal jelek ini karena aku yakin kau akan menghancurkan kapal pemerintah ataupun angkatan laut yang terlihat di hadapanmu.”

“Yeah, setelah ini pun aku akan menghancurkan kapalmu. Sama seperti kalian menghancurkan keberadaan orang-orang tidak bersalah.”

Saturn terdiam. Terlintas di pikirannya tentang peristiwa Buster Call yang menghancurkan pulau gaib tempat keluarga kecil pria itu tinggal. “Aku melakukannya hanya untuk keseimbangan dunia.”

“Kau—”

“Aku hanya tidak mau membiarkan kau memiliki keturunan yang bukan dari kalangan—” Saturn tidak melanjutkan kalimatnya kala Shanks sudah benar-benar menatapnya dengan murka. “Maksudku aku hanya ingin melindungi kesucian keturunan terakhir Figarland. Meski kami harus menelan kenyataan pahit jika kau telah menjadi bajak laut.”

“Tolong perjelas ucapanmu. Aku bukan keturunan apapun yang kau maksud. Aku tidak sudi berbagi darah dengan kaum-kaum sampah seperti Celestial Dragon!”

Saturn memicingkan matanya. Terlihat sekali sedang menahan emosi yang muncul tiba-tiba. “Yeah, sayang sekali. Tujuanku kemari hanya ingin memberi tahumu kalau kau bagian dari keluarga Figarland. Pemimpin kesatria suci Marijoise.”

Jangan katakan bagaimana reaksi Shanks dan Benn yang mendengar hal tersebut. Mereka terkejut. Shanks nyaris menjatuhkan pedangnya. Saturn memberikan sebuah kotak beludru bewarna biru kepada kepadanya.

“Ini adalah lencana simbol keluarga Figarland. Simpanlah.”

“Kau pasti keliru! Aku bukan—aku bukan bagian dari kalian!” tolak Shanks, masih sedikit terkejut dengan apa yang pria itu katakan.

“Kami sudah menaruh curiga sejak kau masih bersama dengan Roger. Kami mengikuti perkembangan dirimu, terlebih kemunculanmu tak jauh sejak insiden God Valley berakhir. Beberapa saksi mata melihat seseorang menyembunyikanmu yang masih bayi dalam harta karun, selebihnya mungkin kau sudah bisa menebaknya. Kau ditemukan oleh Roger dan krunya.”

Dia keturunan Celestial Dragon? Yang benar saja!

“Aku tidak bisa berlama-lama di sini. Simpan lencana ini, mungkin suatu saat akan diperlukan.” Saturn melempar kotak beludru tersebut kepada Benn, sebab Shanks yang berdiri dihadapan tengah mengalami mental breakdown sejenak. “Aku menghargaimu Akagami, meskipun kau bajak laut.”

* * *

A/N:

Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote atau komen. Terimakasih

Sincerely, Nanda.

January, 5th 2024

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top