11 | Last But Not Least

Hidup tanpa menyesal.

Sulit untuk meyakinkan dirinya jika apa yang dia lakukan sekarang tidak akan ada rasa penyesalan. Cintanya telah pergi, meninggalkan dirinya bersama buah hatinya di lautan luas yang penuh dengan manusia-manusia hina dan haus akan kekuasaan. Shanks akui mereka pemenangnya, mereka berhasil menghancurkan eksistensi pulau Veela beserta isi-isinya. Tapi jauh dari pada itu, sebenarnya Shanks lah pemenangnya. Dia berhasil menyelamatkan dan melindungi satu-satunya peninggalan pulau tersebut dan harta terindah miliknya dan wanita yang dia cintai.

Hidup tanpa penyesalan.

Shanks memegang erat motto tersebut. Dia sempat goyah, namun saat melihat mata itu dan wajah yang sama seperti miliknya, senyum selalu merekah di bibirnya. Rasa lelah dan frustasinya akan hilang dalam sekejap. Saat dia tertawa dunia adalah miliknya. Namun saat dia menangis, dunianya seperti runtuh seketika. Calypso. Butuh beberapa waktu baginya untuk meyakinkan dirinya kalau anak itu bisa bertahan hidup bersamanya. Di tengah para bajak laut berpenampilan menyeramkan yang menyayangi dan melindunginya.

Pria itu menyentuh guci keramik bewarna putih yang menyimpan abu tubuh milik Karina. Mata Shanks beralih pada cincin batu akik yang tersemat di jari manisnya. Senyum getir terpasang di wajahnya. Dia merindukannya, dia merindukan sosok Nymph tersebut yang telah berada di sisi-Nya. Tempat yang mungkin lebih baik dari semua tempat yang pernah dia datangi di dunia. Shanks yakin dia akan selalu mengawasinya. Di manapun dia berada, Shanks selalu berharap dia baik-baik saja, dan tentunya lebih bahagia dari sebelumnya.

Pria itu hanya ingin agar Karina tahu jika perasaannya tidak pernah berubah. Dia masih mencintainya sama seperti pertama kali dia melihatnya. Memori indah di pulau Veela selalu dia kenang di setiap malamnya. Terlebih saat mengingat sosoknya yang rupawan bermandikan cahaya kunang-kunang di tengah hutan pada malam hari. Shanks akui, dia tidak pernah bertemu wanita secantik dan setulus dirinya.

Kalau Karina bisa mendengarnya, dia ingin mengatakan kalau; "Aku baik-baik saja. Calypso tumbuh sehat menjadi anak yang ceria, cerdas dan tentunya cantik sepertimu. Semua orang mencintainya dan ingin melindunginya. Aku akan selalu melindunginya meski nyawa yang harus dibutuhkan."

Shanks tersenyum. Mengelus guci tersebut, hingga tiba-tiba pintu kabinnya terbuka, membuat Shanks menoleh dan tersenyum tipis. "Ada apa? Ini masih terlalu pagi untuk bermain."

"Bukan bermain."

Shanks berbalik badan, mendekatinya dan mengacak-acak rambut hitamnya. "Lalu apa maksud kedatanganmu?"

"Aneh, Paman Benn masih tertidur. Biasanya dia yang menyiapkan sarapan untukku."

"Ya. Lalu?"

Gadis kecil mendengkus. "Aku lapar, Ayah."

Shanks tertawa. Dia meraih gadis kecil tersebut ke dalam gendongannya dan berjalan ke arah dapur. "Kau mau aku menyiapkanmu sarapan?"

"Kau tidak bisa memasak!"

Pria itu mencurutkan bibirnya. "Ayah bisa menyiapkan roti dan selai kacang, asal kau tahu."

Gadis kecil itu kembali mendengkus. Membuat Shanks menaikkan salah satu alisnya. "Hey, ada dengan ekspresi itu, Calypso?" tanyanya.

"Tidak apa-apa."

Shanks tersenyum simpul. Mengecup pipinya dan berjalan menuju dapur.

Karina, aku dan Calypso baik-baik saja. Aku menjalani permintaanmu. Tolong awasi kami berdua. Aku mencintaimu.

* * *

END

Note:

Makasih yang udah baca. Maaf kalo endingnya begitu. Cerita ini bisa kalian anggap selesai di sini atau kalian bisa lanjut ke cerita spin off dari cerita milik Calypso.

Kayaknya seru kalo ceritain perjalan si makhluk blasteran di kapal Red Force. Judulnya "Under The Paint."

Sincerely, Nanda.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top