06 | Cure

Shanks tidak mengerti apa yang tengah direncanakan oleh wanita penyihir jadi-jadian ini. Tapi pria itu tidak punya banyak pilihan, sepertinya pemilik toko ini mengetahui sesuatu yang tidak dia ketahui tentang Nhymp dan pulau Veela. Alhasil, Shanks duduk di salah satu kursi yang di mana terdapat meja yang tersimpan sebuah bola kaca di tengahnya. Benn juga ikut duduk di sampingnya. Si wakil kapten hanya diam, mencoba untuk memahami situasi. Wanita itu duduk di hadapannya dan memangku tangan.

“Jadi ... Apa kau ingin mengetahui kisah kuno tersebut? Untuk mengetahui siapa kekasihmu itu?”

Shanks mendengkus. Padahal dia belum memberi tahu, tapi wanita itu bisa menebaknya dengan baik. Alhasil, pria itu bersedekap.

“Kau berani menawarkan hal ini, pasti kau meminta imbalan yang fantastis.”

“Tepat sekali, Tuan bajak laut. Aku tidak akan memberikan pelayanan pada sembarang orang dengan percuma-cuma.”

Shanks terdiam sejenak. “Seberapa jauh kau mengetahui tentang kisah yang telah dirahasiakan selama ratusan tahun tersebut? Aku akan membayarmu dengan harga yang pantas, asal kau menjelaskannya dengan rinci.”

Wanita itu tersenyum miring. Dia menatap Shanks lekat-lekat. Seperti membaca sesuatu dalam iris cokelat gelapnya. Shanks memberengut kesal. “Apa?” tanyanya.

“Tidak ada. Aku hanya melihat takdir unik yang dimiliki olehmu.”

“Tolong serius sedikit. Apa kau bisa menceritakannya?”

“Bisa.”

“Silahkan.”

Wanita itu menghela napas sejenak, sebelum akhirnya mengetuk pelan meja dan cahaya muncul membentuk sebuah gambar pulau yang terlihat sedikit familiar bagi Shanks. Pria itu meremas lututnya. Kalau tidak salah, itu pulau Veela.

“Ada legenda kuno yang mengatakan kalau dewa-dewa di langit melepaskan benih-benih suci pada sebuah pulau di bumi. Benih tersebut tumbuh dan menyatu dengan alam, lalu lahirlah sebuah mahkluk indah berwujud seorang wanita cantik yang dapat memikat siapapun yang melihat. Mahkluk itu disebut dengan Nymph, mereka adalah makhluk penunggu alam di sekitar pulau tersebut. Ada hutan, perairan dan bebatuan.” Gambar di hadapannya berubah, menampilkan beberapa mahkluk Nymph yang menghuni perairan sungai, gua, dan terakhir hutan.

“Yang aku rasakan dari jiwamu, kekasihmu adalah salah satu Nhymp penunggu pohon besar di sana. Apakah aku benar?”

Shanks mendengkus lagi. Dia tidak mengatakan apa-apa. Tapi wanita itu tersenyum penuh kemenangan. “Mereka hanya tinggal di pulau tersebut dan tidak bisa meninggalkan pulaunya,” lanjutnya lagi.

Shanks melemaskan punggungnya. Dia melepas topinya dan memijat keningnya. Pria itu tahu fakta tersebut. Karina tidak bisa pergi ke mana-mana, dan itu sedikit menyiksanya.

“Dan apabila dia pergi, dan terpisah dari pohon atau inangnya, dia akan mati.”

Wanita itu melanjutkan kalimatnya, yang kemudian dibalas dengan helaan napas berat dari Shanks.

“Pulau itu ... Kenapa pulau itu terisolasi? Dan tidak diperbolehkan manusia untuk datang?”

“Ada sebuah tragedi sejak ratusan tahun yang lalu, menyebabkan salah satu Nymph tewas. Dulu, pulau itu tidak begitu terisolasi. Letaknya berada di Calm Belt dekat perbatasan wilayah Grand Line Paradise. Manusia bisa datang dengan leluasa, namun dengan sifat keserakahan yang dimilikinya, manusia ingin merebut Nymph dari alam, dan membawanya keluar dari pulau.”

“...”

“Kau pasti tahu apa kelanjutannya. Satu nyawa hilang, yang artinya para tetua Nymph menuntut keadilan. Manusia itu dihukum hingga tewas, dan pulau Veela memutuskan untuk menutup diri. Membentang pembatas tak terlihat agar tidak memancing manusia untuk datang.”

“...”

“Sebesar apapun cintamu pada makhluk itu, aku sarankan untuk tidak pernah membawanya pergi. Siklus hidupnya berbeda dengan manusia. Mereka adalah makhluk suci, eksistensinya hadir untuk berdampingan dengan alam. Manusia hanya boleh mencintainya, bukan memilikinya.”

Shanks mengangguk pelan. Dia paham soal itu. Dia mencintai Karina, dia memiliki hati dan jiwanya. Tapi selain dari pada itu, Karina tetaplah milik alam tempat dia tinggal. Shanks tidak mau dan tidak akan egois.

“Apakah, pulau itu akan benar-benar aman dari manusia yang tidak bertanggung jawab? Maksudku ... Mereka akan baik-baik saja, bukan?”

Ada jeda beberapa detik bagi wanita itu untuk menjawab. Dia lagi-lagi menatap iris cokelat gelapnya, seperti sedang mencari sesuatu. “Aku tidak bisa menjawabnya.”

“Apa maksudmu?!”

“Aku tidak bisa menjawabnya,” ucap wanita itu sekali lagi.

Benn berdeham. Menepuk pundak Shanks untuk tidak mendesak. “Shanks, jangan memaksanya.”

“Kesepakatannya adalah, dia akan menjelaskan semuanya dan aku akan membayarnya dengan harga yang pantas.”

“Salah.” Wanita itu menatap mereka tajam. “Kesepakatannya adalah, aku akan menjelaskan tentang kisah kuno tersebut. Bukan membaca masa depanmu yang akan berkaitan dengan pulau Veela.”

Shanks tersentak. Apa maksud dari perkataannya? Masa depannya berkaitan dengan pulau tempat Karina tinggal? Apakah itu sesuatu yang buruk?

“Apa itu pertanda buruk?” tanya Shanks.

Wanita itu terdiam. Dia terlihat sedang mempertimbangkan sesuatu, hingga kemudian dia menghela napas lalu menggeleng. “Seperti yang aku katakan. Aku tidak bisa mengatakannya. Tapi, itu adalah sesuatu kejadian di mana hal buruk dan hal baik akan datang secara bersamaan.”

Hal baik dan hal buruk ... Datang secara bersamaan?

“Kurasa hanya itu saja yang bisa kukatakan. Soal bayarannya ...”

“Berapa yang kau inginkan?” tanya Benn mengambil alih situasi. Sebab Shanks sejak mendengar kalimat terakhir yang penuh ambigu tersebut, membuat dirinya terdiam mematung seperti tengah berpikir akan sesuatu hal yang tidak pasti.

“Tidak perlu.”

Balasan wanita itu berhasil membuat Shanks menoleh. “Apa maksudmu?”

“Simpan bayarannya nanti saja. Aku punya firasat kau akan kembali menemuiku untuk sebuah alasan.”

Baik Shanks maupun Benn terdiam.

“Saat waktu itu tiba. Aku akan menagih hutangmu.”

* * *

Karina tidak kembali menangis setelah ditinggal oleh Shanks. Tidak sesedih dan terpuruk seperti yang pertama kali. Dia lebih sering tersenyum, dan menghabiskan waktu hingga matahari terbenam di pinggir sungai sembari makan keripik kentang dan melihat-lihat isi buku yang diberikan oleh Shanks. Malamnya dia akan memeluk bantal dan selimut pemberian pujaan hatinya seraya menatap kain Jolly Roger yang dia pasang di dinding pohon.

Ini sudah hampir 6 bulan Shanks belum kembali. Tapi tidak ada lagi keraguan di hatinya, sebab dia bisa merasakan Shanks akan datang suatu saat nanti. Itu sudah lebih dari cukup. Saat dia nanti datang, dia akan memberikan hadiah yang tak kalah bagus padanya. Gadis itu menutup toples keripik kentang dan juga menutup bukunya. Hari sudah semakin gelap. Dia harus kembali ke pohon dan merapihkan barang-barangnya yang sedikit berserakan. Kaki yang terbalut sendal rumah berbentuk beruang itu melangkah menghindari akar-akar besar yang menunggang.

Acara beres-beres pun dilakukan. Karina tidak sengaja melihat kartu Vivre Card milik Shanks. Wanita itu mengernyit, saat melihat secarik kertas tersebut yang terbakar kecil di ujungnya. Shanks pernah mengatakan jika kertas tersebut adalah kertas kehidupan milik seseorang, dibuat dari rambut atau kuku sang pemilik. Apa yang terjadi pada kertas tersebut dapat mempresentasikan lokasi serta keadaan sang pemilik. Suasana hati Karina langsung berubah saat firasatnya mengatakan ini pertanda buruk. Apakah Shanks dalam bahaya?

Ah, sial! Sial! Apa yang terjadi pada Shanks?!

Karina keluar dalam pohon. Dia berlari menuju pesisir tempat di mana dia biasa menunggu kedatangan Shanks. Wanita itu menatap lautan yang terlihat gelap gulita. Suara deburan ombak yang pasang terdengar bersamaan dengan degup jantungnya yang berdetak dengan kencang. Karina sangat khawatir, apa yang harus dia lakukan?

“Shanks ...”

* * *

Dalam pelayarannya menuju East Blue, Shanks beberapa kali mengalami pertarungan dengan beberapa bajak laut kroco yang tidak mengenal siapa mereka, yang sebenarnya telah memiliki pamor yang besar di Grand Line. Semua pertarungan berhasil Shanks dan para krunya menangkan dengan mudah. Namun ada salah satu kelompok orang yang datang dan menyerang kapal mereka begitu brutal. Mengobrak-abrik isi gudang mereka dan mengambil sebuah benda berharga yang Shanks simpan. Mereka kalah jumlah. Pria itu terdesak, terlebih saat peti kayu berisi buah iblis yang baru dia curi dari kapal pemerintah, berhasil direnggut oleh orang yang merupakan ketua dari kelompok tersebut.

“Zehahahaha! Aku terkejut kau berada di perairan East Blue, Akagami!”

Shanks mendecih. Dia kenal orang itu. Salah satu anggota bajak laut Shirohige. Marshall D. Teach.

“Aku tidak yakin, Shirohige membiarkan anak-anaknya mendatangi wilayah East Blue yang merupakan wilayah lemah.”

“Zehahahaha!”

“Apa yang kau cari, Teach?” tanya Shanks. Pria itu mengeratkan pegangannya pada pedangnya.

“Zehahahaha! Aku mendengar kau memiliki sesuatu yang aku cari!” Pria bergigi ompong itu mengangkat peti kecil yang ada di tangannya. “Aku ucapkan terimakasih, karena telah mengambil buah ini dari pemerintah, zehahahaha!”

Shanks tidak mengatakan apa-apa lagi dan langsung melesat untuk menyerang Teach. Peti itu miliknya, tidak boleh ada sembarang orang yang memilikinya, terlebih saat dia melihat sosok Teach adalah orang yang penuh ambisi gelap dan akan berbahaya di masa depan jika dia mewujudkan ambisinya.

Teach seketika menghindar, dan dalam sekejap pria ompong itu mengarahkan 3 pisau menyerupai cakar di tangannya dan berhasil mengenai mata kiri Shanks. Tentu saja Shanks terkejut. Darah membutakan sebelah penglihatannya. Tapi dia tidak mau menyerah. Teach payah soal Haki, seharusnya mudah bagi Shanks untuk memukul mundur dan merebut kembali buah iblis tersebut.

SRING!

Tebasan pedangnya berhasil mengenai lengan Teach. Peti itu terlempar dan terjatuh ke lantai dek, membuat tutup petinya terbuka dan memperlihatkan buah iblis bewarna ungu di dalamnya.

Teach menyerngit. Terlihat tidak suka. “Itu bukan buah yang aku inginkan!”

Sial. Kalau begitu kenapa kau menyerangku, brengsek?!

Shanks naik pitam. Kesalah pahaman ini benar-benar merugikannya! Alhasil, tanpa berpikir panjang, dia meraih peti itu dan mengaktifkan Haki senjata miliknya sebelum akhirnya menebas kembali pedang miliknya kepada Teach. Namun Teach berhasil mundur dan melompat ke kapalnya, memberi perintah kepada anak buahnya untuk mundur.

“Zehahahaha, maaf atas luka di matamu, Akagami!”

Shanks belum puas. Kapalnya hampir hancur, matanya terluka, tidak mungkin dia membiarkan si brengsek itu kabur. Namun, pendarahannya cukup parah, membuat tubuh Shanks terhuyung dan terjatuh di dek kapal.

Vivre Card-nya. Kondisi ini akan berpengaruh dengan kertas tersebut. Bagaimana dengan Karina? Kuharap dia tidak terlalu khawatir.

“Boss! Bertahanlah! Hongou! Segera rawat luka Boss!” Terdengar suara Yasoop yang memanggil sang dokter kapal, beberapa orang yang lain cukup terluka parah. Tapi tak lama, kesadaran Shanks benar- benar menghilang.

* * *

Selama hampir satu bulan Karina tidak bisa tertidur dengan tenang. Dia terus menerus memeluk kain Jolly Roger milik Shanks seraya menatap kertas Vivre Card milik pria itu yang perlahan apinya meredup. Karina masih terus khawatir, sebab dia tidak tahu pasti apa artinya. Apinya memang sudah meredup, nyawa Shanks mungkin telah aman, tapi apa yang terjadi dengan pria itu? Bisakah dia cepat kembali hingga Karina bisa kembali tenang?

Perasaan cemas, takut, dan rindu bercampur aduk. Karina ingin pria itu cepat-cepat datang.

Wanita itu menghela napas. Sedari tadi dia terus mengurung diri di dalam pohon, berbaring di ranjang dan menatap langit-langit pohon. Setiap detik, menit, dan jam, dia terus berdoa agar Shanks cepat kembali.

“Karina.”

Tubuh Karina menegang. Dia mendengar suara seseorang dari luar pohon. Suara yang sangat familiar di telinganya.

“Karina ini aku. Kau ada di dalam?”

Tidak. Ini tidak mungkin.

“Karina ... Aku pulang. Peri-peri jamur mengatakan kau ada di dalam.”

Shanks?

Karina seketika langsung bangkit dari ranjang dan menghampiri batang pohon di mana pintu berada. Shanks datang? Benarkah?

Pintu pun terbuka, menampilkan sosok Shanks yang berdiri di depan pohon melemparkan senyum khasnya. Karina menangis terharu dan tanpa pikir panjang dia menghampiri pria itu dan memeluknya. Shanks tentu menyambut wanita itu dengan mengecup keningnya.

“Kau—apa yang terjadi padamu?? Kertas itu ... Kertasnya sempat terbakar. Kau ... Tidak kenapa-kenapa, kan?”

Karina melepas pelukannya dan menatap Shanks lekat-lekat. Mata kirinya ditutup oleh suatu benda bewarna hitam. Karina menyentuh benda tersebut. Di alis yang tidak tertutup terdapat luka gores yang mengering. Wanita itu tersentak, refleks dia memegang wajah pria itu dan menatapnya lekat-lekat.

“Shanks ... Apa yang terjadi? Ma-matamu!”

Shanks mengusap kepalanya. “Hey, aku tidak apa-apa. Ini hanya luka biasa.”

“Ta—tapi ... Matamu!”

Karina membuka penutup tersebut. Memperlihatkan mata cokelat indahnya rusak. Air mata Karina semakin deras. Pria itu kembali memeluknya. “Tidak apa-apa, Karina. Aku baik-baik saja. Ini sudah menjadi hal yang lumrah ketika kau menjadi seorang bajak laut.”

Shanks menuntun wanita itu untuk masuk ke dalam pohon. Mereka duduk saling berhadap-hadapan di ranjang.

“Maaf, aku baru bisa kembali sekarang. Kau pasti menungguku.”

Karina masih terus menangis. Sekarang dia paham, kenapa kartu itu sempat terbakar, sebab Shanks sekarat karena luka di matanya. Entah pertarungan macam apa hingga membuat sebelah matanya buta. Wanita itu mencoba untuk menenangkan dirinya, menarik napas dalam-dalam. Seharusnya Karina senang mengetahui Shanks kembali menemuinya. Lagi pula, ada satu hal yang bisa Karina lakukan untuknya.

“Kemarilah sebentar Shanks.” Karina menjulurkan tangannya. Sekejap tangan itu bercahaya, dan menyentuh mata kirinya yang masih tertutup oleh penutup mata.

Shanks tersentak, saat merasakan rasa hangat di mata kirinya. Dia menatap Karina lekat-lekat, meneliti wajah tersebut yang sama sekali tidak berubah. Dia masih cantik seperti pertama kali dia bertemu. Karina akhirnya melepaskan tangannya setelah 2 menit berlalu. Shanks tidak tahu apa yang dilakukan wanita itu. Tapi, Karina tiba-tiba membuka penutup matanya.

Deg!

Mata kirinya kembali normal. Dia bisa kembali melihat dengan jelas.

“Maaf, aku tidak bisa menyembuhkan luka goresnya.”

Shanks masih tidak percaya. “Kau ... Menyembuhkan mataku?”

“Hanya itu yang bisa kulakukan, Shanks.”

“Karina ... Ini lebih dari cukup!” Shanks menarik tangan Karina dan memeluknya erat-erat. Rasa rindunya selama berbulan-bulan tidak bertemu perlahan memudar. “Aku merindukanmu, Karina.”

“Aku juga.” Karina semakin mengeratkan pelukannya dan mecari tempat yang nyaman di dada pria itu. “Kau berhutang cerita yang banyak padaku, Shanks.”

“Yeah. Tentu saja. Aku akan menceritakan semuanya.” Shanks mencium pucuk kepala wanita itu dan melemparnya senyum bahagianya.

Akhirnya, dia kembali dan bisa memeluknya.

* * *

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top