02 | Gorgeous Creature
Karina tidak tahu, harus bersikap apa saat terdapat manusia berjalan di sampingnya. Tubuhnya sangat tinggi, gadis itu hanya sampai sedadanya. Membuatnya berpikir apakah semua manusia di luar sana memiliki tubuh yang tinggi semampai?
“Apakah tidak ada perahu di sini?” tanya Shanks.
Karina kebingungan. Dia tidak tahu apa itu perahu. Apakah itu sebuah benda? Atau makanan?
“Karina.”
“Ya?”
“Apa di sini ada perahu atau rakit? Aku perlu itu untuk berlayar.”
Karina semakin bingung. Tidak ada satupun para penghuni pulau Veela (yang merupakan bangsa Nymph dan peri) yang berenang di lautan. Bahkan ini kali pertama Karina melihat birunya lautan dan segarnya udara pantai.
“Tidak ada perahu. Kami tidak pernah keluar dari pulau.”
Baiklah, sekarang Shanks semakin pusing. Bagaimana caranya dia pergi kalau tidak ada perahu atau rakit? Sialan! Shanks menghela napas panjang. Berkali-kali. Hingga akhirnya dia menghadap Karina dan menatap wajah cantik rupawannya itu lekat-lekat.
“Apa aku boleh menebang beberapa pohon untuk membuat rakit?” tanya Shanks.
Karina mulai paham. Ternyata perahu atau rakit terbuat dari kayu. Dan apa tadi manusia ini bilang? Menebang pohon? Tidak boleh! Menebang pohon secara paksa artinya sama saja membunuh para Nhymp dan peri di pulau Veela.
“Tidak! Tidak boleh!”
“Kenapa? Aku hanya butuh 2 atau 3 pohon saja!”
“Ti—tidak boleh! Kau sama saja ... Membunuh para Nymph!”
“...”
“Tapi ... Ada beberapa pohon yang tumbang beberapa hari yang lalu. Apa itu bisa membuat perahu?” ucap Karina hati-hati.
Shanks tadinya mau mengumpat saat gadis itu tidak memperbolehkannya untuk menebang pohon. Tapi tidak jadi saat dia memberikan opsi lain yang justru membuatnya tidak perlu capek-capek. “Tunjukkan padaku!”
Karina pun mengangguk. Gadis itu berjalan lebih dulu, kembali memasuki hutan. Dia mengantar Shanks ke salah satu tumpukkan batang pohon berukuran besar yang terletak begitu saja tak jauh dari pesisir pantai. Shanks bukan ahli tukang kayu. Tapi demi pergi kembali ke Red Force tempat teman-temannya berada, dia akan melakukan apapun. Ini hanya sebuah rakit. Besok pagi dia pasti sudah bisa menyelesaikannya dan bisa pergi dari pulau tersebut secepatnya.
Shanks mengambil beberapa akar pohon yang telah mati dan mengumpulkannya. Dia menarik pedangnya dan memotong pohon tersebut menjadi beberapa bagian kecil. Awalnya pria itu merasa kegiatannya ini mudah, tapi lama-lama dia dipusingkan oleh simpul tali-temali yang benar-benar tidak dia kuasai. Ditambah akar kayu yang dia kumpulkan kurang. Dia butuh lebih banyak lagi. Namun, langit sudah semakin gelap. Pencahayaan sudah semakin meredup. Karina yang sedari tadi duduk dua meter di belakang Shanks memperhatikan pria itu yang tengah bekerja. Semakin memperhatikan pria itu, dia semakin penasaran seperti apa manusia di luar sana.
Gadis itu bangkit, dan tangannya mengeluarkan pendar-pendar cahaya kuning hangat, membuat beberapa kunang-kunang di sekitar mereka muncul, menerangi tempat mereka berada. Shanks menyarungkan kembali pedangnya, pria itu menoleh ke arah Karina hanya untuk dibuat terkejut saat dirinya begitu bercahaya dengan kunang-kunang yang mengelilingi tubuhnya. Kulitnya yang indah semakin kontras dengan lingkungan sekitarnya yang gelap. Shanks lagi-lagi dibuat terpana.
“Kau ... Yang melakukan ini?”
Karina mengangguk. “Kau ... sepertinya terlihat lelah. Lebih baik kau lanjutkan besok pagi saja.”
“Kau bilang aku harus segera pergi dari pulau ini.”
“Tidak jika sudah malam. Kau harus bersembunyi. Peri semak-semak dan Nymph di rawa-rawa aktif pada malam hari. Aku takut mereka akan mengetahui keberadaanmu.”
“Di mana aku harus bersembunyi?”
“Di pohonku.”
* * *
Awalnya, Shanks mengira dia akan menggantung di dahan pohon besar untuk bermalam. Sebab Karina mengatakan jika dia boleh bersembunyi di pohonnya. Terdengar sangat absurd. Tapi kehadirannya di sini saja itu sudah absurd. Alhasil dia tidak banyak berkomentar, dan mengikuti gadis itu menuju pohonnya.
Selama perjalanan, Shanks menatap punggung gadis itu yang ditutupi oleh rambut panjang hingga sepinggang. Cahaya kunang-kunang terus mengikutinya, membuatnya seolah-olah adalah pusat di hutan ini. Dia terlihat bak seorang dewi.
“Karina! Karina!”
Shanks sedikit terkejut saat mendengar suara kecil nan cempreng yang mendekat ke arah mereka. Dua makhluk kecil aneh dengan kepala bak payung jamur berlari menghampiri Karina. Mereka sangat kecil, hanya seukuran telunjuk jari manusia. Shanks nyaris dibuat melompat saat melihat kehadiran mereka. Baiklah, pulau ini memang menyimpan para makhluk-makhluk mitologi yang hanya tertulis di buku legenda. Tapi Shanks yakin mereka masih berada di Grand Line Paradise. Sebab Shanks sudah mengeceknya dengan Haki pengamat. Dia bisa merasakan keberadaan Red Force bermil-mil jauhnya.
“Don? Yon? Ada apa? Jangan berisik!”
Karina berjongkok, membiarkan dua makhluk kecil itu berdiri di telapak tangannya. Lalu gadis itu kembali berjalan. Shanks tetap mengikuti Karina di belakangnya.
“Karina! Siapa makhluk itu? Dia sangat mencurigakan!” ucap Yon.
“Benar! Dia terlihat seperti hendak menghancurkan seisi pulau! Aku takut!” timpal Don.
Karina tertawa. Tawanya sangat lembut nan anggun, Shanks saja sampai terpana mendengarnya. Padahal itu hanya suara tawa.
“Dia sangat baik. Dia tidak akan menghancurkan pulau!”
“Lalu dia itu makhluk jenis apa?” tanya Yon
“Ada deh, pokonya dia hanya menetap sejenak. Besok atau lusa dia akan kembali pergi!”
“Ya ampun, kau ini benar-benar tidak seru!”
“Hehehe, maaf ya. Tapi tolong jangan beritahu yang lain tentangnya, okay?”
Karina menoleh sejenak ke arah belakang, untuk memastikan keberadaan Shanks. Cahaya kunang-kunang menyinari wajah flawless-nya. Ini benar-benar menyebalkan, Shanks sudah beberapa kali dibuat terpana oleh gadis itu. Semua yang ada di dirinya benar-benar sempurna. Dia tidak pernah melihat wanita sebening dan secantik dirinya. Apakah karena dia bukan manusia? Tapi kenapa begitu sangat cantik sampai Shanks tidak bisa menolaknya untuk menatap wajahnya lama-lama.
Tenang, Shanks! Dia bukan manusia. Bagaimana bisa kau langsung terpesona olehnya?
Shanks cepat-cepat mengalihkan pandangannya dan menepuk pipinya berkali-kali.
Karina terkekeh geli melihat tingkah pria itu. Gadis itu kembali menatap Don dan Yon. “Tolong ya, jangan beritahu siapapun. Dia temanku.”
Akhirnya, mereka pun sampai di sebuah pohon beringin yang sangat sangat sangat besar. Diameter batangnya sekitar 7 meter. Shanks bertanya-tanya, apakah dia akan naik ke atas dahan pohon yang begitu lebar atau sekedar duduk di akar-akar besar yang menunggang di sekitarnya?
Dua makhluk kecil aneh itu sudah pergi, Karina memegang batang pohon tersebut dan secara ajaib, batang itu terbuka layaknya sebuah pintu. Shanks masih terkejut, apalagi saat melihat ada cahaya hangat dari dalam pohon, seperti rumah di malam hari. Karina tiba-tiba memegang tangan pria itu.
Deg.
Jantung Shanks mendadak berdegup kencang. Dia menatap wajah gadis itu lekat-lekat. Di gelapnya malam dengan bantuan pencahayaan kunang-kunang serta cahaya dari dalam batang pohon tersebut, menambah kecantikannya. Mata, hidung dan bibir. Shanks tertuju pada daging bewarna merah muda yang ranum itu sampai tak sadar dia sudah berkali-kali meneguk ludahnya dengan susah payah.
“Masuklah. Ini rumahku.”
Shanks terdiam, tapi kakinya melangkah mengikuti Karina. Dia melihat ada sebuah cahaya berbentuk tali panjang yang terhubung dari lehernya ke batang pohon tersebut. Shanks tidak terlalu ambil pusing. Dia sudah dipusingkan oleh degup jantungnya dan juga pikiran kotornya yang sedari tadi terus menumpuk. Sepertinya besok dia harus segera menyelesaikan rakitnya dan cepat-cepat pergi dari pulau ini atau hal yang tidak diinginkan akan terjadi.
Karina membawanya masuk ke dalam. Di dalam begitu hangat. Ada ranjang kecil, meja dan juga lampu besar berbentuk bunga tulip. Di atas langit-langit tempat ini sedikit terbuka menjadikannya sebagai ventilasi udara sehingga tidak pengap di dalam.
“Apakah manusia juga minum air?”
Tiba-tiba Karina bertanya. Shanks berdeham, baru teringat dia belum minum atau makan apapun sejak dia terbangun. Pria itu mengangguk. Karina tersenyum dan dia memberikan sebuah batok kelapa yang di dalamnya terdapat air jernih. Shanks mencium aromanya sejenak sebelum akhirnya meminumnya hingga habis.
“Terima kasih.”
“Tidak masalah. Jika kau lapar. Kau bisa memakan beberapa buah di keranjang.” Karina menunjuk sebuah keranjang buah di meja.
Shanks hanya mengangguk paham. Tidak. Dia tidak lapar. Laparnya hilang setelah melihat gadis itu yang begitu sempurna di matanya. Oh ya ampun! Shanks benar-benar bisa gila!
* * *
Malam pertamanya di pulau Veela benar-benar runyam. Shanks sedari tadi terus mengontrol pikirannya agar kembali tenang dan berhenti memikirkan wajah gadis yang tertidur beberapa meter di sampingnya. Karina tidur di ranjangnya. Sedangkan Shanks di lantai dengan beralaskan kain. Beruntung dirinya bisa tertidur setelah satu jam menatap langit-langit tempat itu. Kini dia juga memikirkan teman-temannya. Apakah mereka sudah menganggapnya mati? Atau mereka merasakan keberadaannya menggunakan Haki pengamat? Seharusnya jika begitu, Yasoop atau Benn sudah merasakan keberadaannya.
Shanks tertidur, dan terbangun di pagi harinya.
Dia tidak menemukan keberadaan Karina di manapun. Cahaya yang berasal dari bunga tulip raksasa itu sudah padam, hanya ada pencahayaan dari langit-langit ruangan. Shanks menatap pintu, yang memang sedikit terbuka. Pria itu segera bangkit mengambil segelas air dan memakan sebuah apel. Kemarin malam gadis itu membiarkannya memakan buah yang ada di keranjang. Seharusnya itu bukanlah masalah. Setelah menghabiskan apel tersebut, Shanks keluar. Pintu ajaib itu terbuka makin lebar saat dirinya hendak keluar. Shanks tidak mau ambil pusing, sekarang prioritasnya adalah menyelesaikan rakitnya. Sore atau malam dia harus segera pergi.
Shanks menghentikan langkahnya saat melihat sesuatu ada yang bergerak di tengah sungai yang luas. Seseorang tengah berenang, dia mengapung membiarkan tubuh polosnya menyentuh udara, memantulkan cahaya pagi di tengah-tengah sungai. Shanks hampir terkena mimisan saat melihat tubuh indah tersebut. Pria itu cepat-cepat pergi dan menghilang dari pinggir sungai.
Pagi itu Karina memang memutuskan untuk mandi. Dia melucuti pakaiannya dan berendam dalam sungai. Dinginnya air menyelimuti tubuh telanjangnya serta membasahi rambutnya yang panjang. Dia menikmati sejenak waktunya hingga dia tersadar ada seseorang yang memperhatikan dirinya. Bukan para peri jamur, tapi pria itu. Shanks terlihat terkejut, Karina tadinya hendak memanggilnya dan menawarinya mandi, tapi pria itu cepat-cepat meninggalkan pinggir sungai. Karina segera berdiri, kembali ke pinggir sungai tempat dia menaruh bajunya. Gadis itu memeras rambutnya dan cepat-cepat mengenakan gaunnya.
Dia tahu kemana Shanks pergi. Dia segera mengambil keranjang buah, wadah air dan juga gulungan akar pohon yang telah mati. Sebelum dia mandi, dia inisiatif mengumpulkan akar tersebut ke pelosok hutan. Tebakannya benar, Shanks berada di tempat dia membuat rakitnya.
“Shanks.”
Karina memanggilnya. Shanks menoleh dan tersenyum tipis. “Hai. Aku ... Minta maaf.”
Gadis itu bingung. “Maaf? Untuk apa?” tanyanya.
Shanks berdeham, membersihkan tenggorokannya sejenak. “Aku tidak sengaja melihat kau sedang mandi. Aku tidak bermaksud untuk lancang.”
Karina jadi semakin bingung. Memangnya kenapa? Hal itu bukanlah masalah besar. Banyak Nymph dan peri yang berendam tanpa busana. Lalu apa masalahnya?
“Kau tidak perlu minta maaf. Seseorang yang mandi memang harus melepas pakaiannya, kan?”
Shanks dibuat takjub dengan kalimatnya barusan.“Well, untuk kami para manusia itu sedikit menganggu. Maksudku, kami memang mandi tidak menggunakan pakaian, tapi biasanya kita bersembunyi untuk menyembunyikan tubuh kita karena itu ... Bersifat privasi.”
“Itu sebabnya kau menghindar setelah melihatku di sungai?”
“Aku tidak melihatmu!”
Bohong. Jelas-jelas Shanks melihat dua gundukan daging besar dengan kuncup yang terlihat ranum dari kejauhan. Pria itu seketika langsung memikirkan apakah dada besar itu cukup di tangannya untuk dia remas?
Ah, sial! Shanks apa yang kau pikirkan?!
“Lupakan saja! Aku harus segera menyelesaikan rakitnya!”
Shanks berbalik badan. Kembali berkutik dengan rangakaian kayu setengah jadi tersebut. Karina tersenyum, memberikan gulungan cukup besar berupa akar-akar pohon yang menyerupai tali tambang. Dia meletakkannya di samping kaki pria itu hingga membuatnya kembali menatap dirinya.
“Kau membutuhkannya, kan?” tanya gadis itu.
“Umm ... Terima kasih.”
Lalu setelahnya Karina duduk 2 meter di belakangnya. Dia memperhatikan punggung lebar itu. Tubuh dan rambutnya yang basah perlahan mengering bersamaan dengan matahari yang semakin naik di atas langit. Sebenarnya, ada banyak pertanyaan di kepalanya tentang manusia dan juga dunia di luar sana. Seperti apa mereka?
“Shanks.”
“Hm?”
“Seperti apa kehidupanmu di luar sana?” tanyanya.
Shanks menghentikan sejenak kegiatannya. Dia menoleh ke arah gadis itu yang tengah menatapnya dengan wajah yang penasaran. “Well, aku seorang kapten bajak laut. Kami berlayar mengarungi lautan dan mengunjungi banyak tempat dan pulau di seluruh dunia.”
Karina terlihat semakin penasaran. Hidup pria itu sungguh terdengar sangat menyenangkan. Pasti sangat asyik bisa keluar bebas melihat dunia luar, ketimbang dirinya yang terjebak di pulau ini.
“Apakah semua manusia melakukan itu?” tanyanya lagi.
“Tidak semua. Ada banyak pekerjaan yang dilakukan oleh manusia. Mereka ada yang bepergian dari satu tempat ke tempat lainnya (seperti aku), lalu ada juga yang menetap di pulau. Seperti dirimu.”
“Mereka melakukan apa saja di pulau?”
“Banyak. Ada yang menjadi petani, nelayan, peternak, hingga ada yang menjadi tukang pembuat perahu.”
“Itu terdengar menyenangkan.”
“Tidak juga. Aku lebih suka berkelana dengan teman-temanku. Hidup bebas di lautan tanpa ada yang membatasi.”
Karina tersenyum penuh arti saat mendengar kalimat tersebut. Bebas. Dia tidak pernah merasakan hal tersebut. Dia tidak bisa bebas. Dia tidak bisa meninggalkan pulau ini.
“Kenapa kau tidak coba untuk pergi berlayar, Karina? Kau mau ikut denganku?”
Shanks mencoba untuk menawarkan. Meskipun dia ragu. Sebab bagaimana jika dia berhasil mengajaknya pergi, dan semua orang yang melihatnya langsung jatuh cinta? Shanks merasa kalau hanya dirinya saja yang boleh menjadi korban dari paras bidadarinya itu. Membayangkan teman-temannya yang bertekuk lutut untuk gadis itu benar-benar terdengar menggelikan.
“Tidak bisa, Shanks.” Kalimat Karina terdengar sedih. Shanks berbalik badan kali ini atensinya benar-benar tertuju padanya.
“Kenapa?”
“Aku terikat dengan inangku. Aku tidak bisa jauh-jauh dari pohonku atau aku akan mati. Itu sebabnya kami para Nymph dan tidak pernah meninggalkan pulau.”
Oke. Itu cukup menyedihkan. Shanks berjalan mendekatinya. Duduk di sebelahnya. Istirahat beberapa menit sepertinya bukan masalah yang besar.
“Setidaknya tempat ini benar-benar indah bukan? Aku tidak pernah melihat hutan yang terasa seperti di dunia kayangan,” ucap Shanks. Pria itu tersenyum, membuat Karina juga ikut tersenyum.
“Oh iya, Shanks. Apakah manusia memiliki energi magis? Seperti yang kau lakukan saat itu?”
Saat itu? Apa yang dia lakukan?
“Waktu itu kau menyerangku hingga membuatku tidak bisa berkutik sebab seluruh tubuhku merasa kaku dan bergetar. Ada rasa takut dalam diriku saat kau melepas energi magismu. Kekuatan apa itu?” tanya Karina.
Oh, Haki rupanya.
“Itu hanya sebuah teknik bela diri. Kami bajak laut kadang memerlukannya untuk bertahan hidup. Maaf ya, aku tidak bermaksud menyerangmu.”
Karina kembali tersenyum. Lagi-lagi membuat Shanks lupa akan segalanya. Gadis ini benar-benar berhasil membuatnya berantakan. “Tidak apa-apa, Shanks.”
* * *
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top