Part 2 - Bra Terbaik
Ken menatap lantai granite putih di bawahnya. Suasanya sepi di dalam apartemen tidak pernah terasa semencekam ini. Benar-benar tidak ada suara. Kedua tangannya bergetar tanpa henti. Keringat dingin juga tidak hentinya keluar dari dahinya. Melihat mamanya sampai pingsan tidak membuatnya semakin tenang.
Saat menghadapi masalah, orang akan cenderung mencari akar masalah dan solusi untuk mengatasi masalah mereka. Namun, Ken sama sekali tidak bisa melakukannya. Baik itu mencari alasan kenapa semua ini terjadi, maupun cara terbaik menghadapi ini semua.
Kepalanya menoleh saat melihat seseorang turun dari tangga. Seseorang itu seharusnya adalah ibunya. Hanya saja, dia hanya bisa melihat sosok dirinya turun dari tangga dengan ketakutan yang sangat kentara. Dia berusaha menenangkan dirinya dari tadi, tapi tubuhnya masih bergetar hebat.
"Apa yang terjadi? Apa kita .... ," tanya mamanya dalam sosok dirinya.
"Ya, kita tertukar Ma."
Dadanya kembali berdetak keras saat kalimat yang dia ucapkan kembali terdengar dalam suara ibunya. Ken melihat ibunya dalam bentuk dirinya berhenti dan malah terduduk di anak tangga.
"Bagaimana .... bagaimana bisa?" tanya Jihan lagi dalam sosok tubuh dan suara Ken.
Ken berharap bisa memberikan jawaban, tapi dia tidak bisa. Otaknya seakan berhenti berproses. Satu yang pasti. Dia tidak akan bisa keluar apartemen saat ini.
"Bagaimana kita bisa kembali lagi?" tanya Jihan lagi. Namun, baik Jihan dan Ken keduanya hanya bisa terdiam. Keduanya tidak bisa menjawab pertanyaan itu.
"Sebaiknya aku dan Mama tinggal di apartemen dulu hari ini," ucap Ken dalam suara Jihan.
Jihan menoleh dan menatapnya tajam. Ken kembali ketakutan melihat tubuhnya sendiri menatapnya tajam seperti ini. "Tidak bisa. Mama ada janji penting dengan klien besar. Mama bisa dipecat kalau sampai tidak datang," ucap Jihan sambil berdiri dan kembali menuruni tangga.
"Ma! Apa Mama mau datang dengan tubuhku itu! Sepertinya itu akan jadi sesuatu yang lebih menakutkan daripada sekedar dipecat," sembur ken.
Saat ini Jihan sudah berdiri tiga langkah dari Ken. "Aku juga ada tes seleksi hari ini. Tidak ada tes susulan. Tapi, aku bisa apa. Tidak mungkin aku datang ke sekolah dengan tubuh ini," ucap Ken lagi.
"Kau tidak mengerti. Pekerjaan Mama bukan cuma penting buat Mama, tapi untuk kita berdua. Bagaimana pun caranya, Mama harus datang ke kantor," jelas Jihan dengan putus asa.
Ken, yang masih terduduk, langsung menunduk dan menutup wajah dengan kedua tangannya. Apa yang harus dia lakukan saat ini? Apakah mereka akan tertukar selamanya? Membayangkannya saja membuat wajahnya kembali pucat. Ataukah ini hanya sementara?
Kalau ini hanya sementara, sebaiknya mereka mencari cara agar keduanya bisa mempertahankan hal-hal penting dalam hidup mereka. Studinya dan pekerjaan Ibunya.
Ken menghela napas panjang. "Aku akan ke kantor Mama. Mama bisa WA aku apa saja yang harus aku kerjakan. Mama bisa tinggal di sini," kata Ken sembari berdiri dengan lemah.
"Bagaimana dengan seleksi yang kau bicarakan tadi?" tanya Jihan.
"Kalau pun Mama gantiin aku, aku juga nggak yakin Mama bisa mengerjakan soalnya nanti. Jadi, Mama datang atau tidak, hasilnya bakalan sama," jawab Ken.
Di luar dugaan, Jihan malah merasa ucapan anaknya merupakan bentuk penghinaan baginya. Mamanya sepertinya tidak lagi mempermasalahkan keadaan tubuh mereka yang tertular, tapi malah membela harga dirinya.
"Jadi maksudmu kamu bisa gantiin tugas Mama di kantor dengan mudah, tapi Mama nggak akan bisa gantiin kamu dengan baik di sekolah? Mama juga nggak buruk-buruk amat soal pelajaran di sekolah dulu!" balas Jihan.
Ken melotot melihatnya. Hal itu membuat Jihan semakin geram. "Jangan melotot seperti itu dengan wajah imut Mama! Nggak cocok tahu!" cecar Jihan.
"Terserah. Ken mau naik. Mama bisa siapin baju yang harus aku pake," kata Ken. Saat Ken hendak naik, dia berhenti. "Ken nggak mau pake rok."
Ken bergidik membayangkan harus keluar apartemen dengan tubuh Ibunya. Tapi, Ken paham betul seberapa penting pekerjaan ini untuk Ibunya, untuk mereka berdua. Ken tahu Ibunya masih hanya membayar angsuran untuk apartemen yang mereka tinggali saat ini. Serta biaya sekolahnya.
"Siapin juga seragammu," seru Jihan dari bawah.
*
Ken melihat pakaian yang disiapkan ibunya di atas tempat tidur. Sebuah kaos dan celana kain berwarna hitam, jas motif kotak-kotak, dan sepatu flat. Ken bahkan tidak sanggup melihat ke cermin. Dengan sembarangan, Ken memakai baju tadi dengan cepat, tidak mempedulikan soal rambut maupun wajahnya.
Saat dia keluar, Ken juga melihat ibunya juga barusan keluar dari kamarnya. Ibunya sudah memakai seragam sekolahnya dengan sangat rapi. Cowok itu langsung merasa geram melihat tatanan rambutnya. "Ma! Jangan menyisir rambutku seperti itu!" teriak Ken. Jihan menata rambutnya dengan sangat rapi, dengan belah pinggir.
"Kenapa? Dulu waktu kecil Mama selalu menyisirmu seperti ini, kok," cibir Jihan sambil kembali merapikan rambutnya dengan tangan.
"Aku bukan akan kecil lagi!" kata Ken sambil maju cepat dan mengacak-acak rambutnya, atau saat ini rambut ibunya.
Ken pikir ibunya akan protes, tapi ternyata bukan itu yang terjadi. Jihan memegang dadanya dengan kedua tangan dan langsung memekik, "Kau tidak memakai bra yang aku siapkan tadi?!"
Ken terdiam. Dia tadi sempat kesulitan memakai bra putih yang disiapkan ibunya. Setelah usaha selama sepuluh menit, dia akhirnya bisa memakai benda itu dengan benar. Namun, seketika dia merasa sesak. Dia sepertinya tidak bisa bernapas dengan benar. Bagaimana bisa cewek memakai benda itu seharian dan tetap baik-baik saja? Akhirnya, dia melepas benda itu. Toh, Jihan memberinya blazer yang bisa menutupi dadanya dengan baik.
"Aku melepasnya. Aku tidak nyaman, Ma," lirih Ken.
"Apa kau gila?! Apa kau mau memberikan tontonan gratis pada orang-orang? Dengan status Mama, apa kau pikir orang-orang tidak akan langsung membicarakan Mama? Dan, kau tahu apa yang terpenting lagi?" tekan Jihan dengan sangat menakutkan. Ken tidak menyangka wajahnya bisa terlihat sangat menakutkan seperti itu.
"Itu aset mama yang sangat, sangat, sangat penting! Aku sudah menjaganya dengan baik selama ini. Aku tidak peduli walaupun bajuku tidak bermerek, selama aku memakai bra terbaik yang bisa menyangga dadaku dengan sempurna. Dan kau," desis Jihan lagi dengan sadis.
"Kau ... seenaknya bilang tidak akan memakainya?! Selama kau berada di tubuhku, kau harus mengikuti caraku," tekan Jihan lagi.
Detik berikutnya, Jihan sudah mendorong Ken ke dalam kamar Ken dan menutup pintu Ken dengan sangat keras. "Cepat pakai!"
"Mama juga! Jangan memakai ikat pinggang sampai terlihat seperti itu," balas Ken saat pintu kamarnya tertutup.
*
Beruntung Ken bisa mengendarai mobil. Ibunya tadi tidak protes soal make up yang Ken tanggalkan, selama dia bersedia memakai sunblock dan cream wajah. Setelah mengantarkan Jihan ke sekolahnya sendiri, Ken mengumpulkan keberanian menuju kantor Jihan. Bagaimana pun juga, saat ini dia hanya harus datang ke janji penting yang ibunya sebutkan tadi.
Ken sampai di jalan RA Kartini di mana kantor ibunya berada. Ken sudah pernah beberapa kali datang ke gedung berlantai tiga tersebut. Ibunya bekerja di Elite Wedding Organizer, salah satu wedding organizer terbesar di kotanya. Waktu sudah menunjukkan hampir pukul setengah sembilan. Itu artinya, dia sudah terlambat. Tapi, ibunya tadi sudah meminta izin terlebih dahulu melalui pesan WA.
Walaupun tidak paham secara detail, Ken tahu bahwa ibunya bekerja mengatur segala keperluan pasangan yang akan mengadakan pesta pernikahan mulai dari pemesanan gedung resepsi, make-up, catering, sampai urusan souvenir dan run-down acara.
Setelah memarkirkan mobilnya, Ken dengan tubuhnya ibunya berjalan ke pintu depan. Ken tahu ruangan ibunya berada di lantai dua.
Saat menunggu pintu lift, Ken terlonjak kaget saat seseorang menepuk punggungnya dengan cukup keras. "Dipanggil daritadi nggak noleh," protes seorang wanita dengan kaca mata berbingkai hitam dan potongan rambut pendek.
"Oh, maaf," jawab Ken pelan, tidak berani menatap mata wanita tersebut.
"Biasa aja kali, nggak usa bilang maaf gitu. Ijin telat juga?" tanya wanita tadi.
Ken mengangguk sekali dan saat itu pintu lift terbuka. Keduanya masuk ke dalam lift dan Ken memencet angka 2. Sepertinya wanita itu juga menuju lantai 2 karena dia tidak memencet angka 3.
"Nanti ketemu sama Pak Bima jam berapa?" tanya wanita tadi.
Seharusnya di kantor ini karyawannya memakai id card. Jadi Ken jadi bisa menanyakan ibunya siapa-siapa saja saat di apartemen nanti. Jihan tadi memberitahunya bahwa klien penting yang harus dia temui tadi bernama Pak Bima. Pak Bima merupakan anggota dewan dan dia memakai jasa Elite WO untuk pernikahan anak perempuannya.
"Jam sepuluh," jawab Ken.
"Good luck, ya," kata wanita tadi sambil tersenyum sangat ramah.
Ken, yang akhirnya berani menatap wanita tadi, hanya mengangguk sebagai ucapan terima kasihnya.
"Jihan," panggil wanita tadi saat Ken hendak berjalan menuju ruangannya.
"Kamu, baik-baik aja, kan?" tanya wanita tersebut.
"Iya, aku baik-baik saja. Apakah ada masalah?" tanya Ken.
Wanita tadi tersenyum dan menggelengkan kepala, "Tidak apa-apa. Hanya saja, kau terasa sedikit berbeda dari biasanya."
"Aku tidak apa-apa," kata Ken lagi tegas.
"Baiklah," ucap wanita tadi, yang kemudian berbelok ke sebuah ruangan dengan plakat accounting di depan pintunya.
Ken berjalan menuju ruangan Wedding Coordinator. Seingat Ken, di Elite WO ada lima wedding coordinator yang dibantu dengan beberapa staff planner. Ken berjalan ke meja Jihan. Langkahnya langsung terhenti saat melihat ada buket bunga dengan ukuran cukup besar diletakkan di sudut ruangan.
Bunganya terlihat sedikit menguning, jadi kemungkinan besar buket bunga tersebut sudah ada di sini dua atau tiga hari yang lalu. Ken tahu pasti ibunya bukan orang yang akan menyimpan barang-barang yang tidak dia sukai, secantik apa pun bunga itu.
'Apa Mama punya pacar?'
Itulah hal pertama yang melintas di otak Ken. Dia pun membaca pesan yang terselip di bunga tersebut.
"I bought this flowers thinking about you. With Love, Jibran Savero."
***
Malammm ... mohon maaf lahir dan batin ya semuanya. Terima kasih banyak buat kalian yang sudah kasih bintang di Part 1 kemarin. Serius nggak nyangka untuk part 1 bintangnya, buat aku, Alhamdulilah sudah banyak.
Semoga di Part 2 juga masih banyak yang suka. Walaupun cukup berbeda dengan cerita2 ku sebelumnya, semoga kalian masih terhibur. Setia di sini yaaa ... love you.
#gloriouspublisher #gloriouswritingcontest2023
Published on Wednesday, May 1, 2023
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top