Part 7 - He is the one who always be there for me


Babang Petra comes back!

Jangan tambah baper yah 🙄

Here's 4.218 words for you!

Happy Reading 💋



🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷


Joan mencoba merenggangkan kedua tangannya keatas kepalanya selama beberapa saat lalu dilanjutkan membungkuk dengan kedua kaki dijulurkan kedepan sampai kedua tangannya mampu menyentuh ujung sneakers-nya. Hal itu dilakukan beberapa kali sebagai bentuk pemanasan sebelum dia melakukan ritual lari paginya yang sudah biasa dia lakukan setiap jam 6 pagi.

Terlebih lagi dia sekarang berada di safe house, mansion keluarga besarnya yang memiliki 20 kamar tidur dan berbagai fasilitas yang ada didalamnya. Termasuk taman bunga, lapangan basket, juga peternakan kuda. Dia selalu berkeliling untuk mengitari sekeliling mansion yang sangat luas dan udara segar yang bisa dihirupnya menjadi kesukaannya dalam berlari pagi.

"Hello, sister... kau berniat untuk lari pagi?", tanya seseorang dari balik bahunya dan dia langsung menoleh.

Ada dua orang pria muda yang berjalan kearahnya dengan outfit yang sama. Celana training dengan kaos putih dan jaket biru berlogo Puma bertengger pada kedua pria muda yang adalah Zac dan Zayn, sih kembar yang suka menjahilinya jika mereka bersama. Mereka adalah anak dari uncle Adrian dan auntie Nadine, seumuran dengan dirinya dan sama-sama mengambil jurusan yang sama.

"Apa kalian juga mau ikut lari denganku?", tanya Joan dengan senyuman lebarnya kearah mereka.

"Tentu saja. Memangnya siapa lagi yang akan menemanimu berlari?", balas Zayn disambut anggukan dari Zac.

Joan beranjak dari tempatnya lalu setengah berlari kearah mereka lalu memeluknya bersamaan. Sudah beberapa bulan mereka tidak bertemu karena kedua pria muda itu menetap di Seoul semenjak kelulusan mereka bersama orangtuanya. Kerajaan bisnis yang dimiliki uncle Adrian memang berpusat di negara ginseng itu.

"Aku merindukanmu, sister", ucap Zac hangat sambil mencium pucuk kepala Joan dengan lembut.

"Aku juga. Apa kabarmu, Joan? Kudengar kau sudah bertunangan dengan Petra, sahabat kakakmu itu", tukas Zayn saat mereka sama-sama menarik diri.

Joan mengerjap dan mengangkat bahu dengan malas. Jika mau dibilang apakah dirinya bertunangan, dia bingung mau memberikan jawaban seperti apa karena sudah jelas lamaran yang dilakukan Petra bisa dibilang semacam paksaan.

"Aku tidak tahu apakah aku bisa dibilang seperti itu tapi aku tidak bisa menolaknya", jawab Joan jujur.

"Setidaknya dia lebih baik dibanding Alex yang plin plan", gumam Zac pelan.

Deg! Joan langsung menoleh kearah Zac dengan tatapan cemas. "Kenapa kau menghubungkan hal ini dengan Alex?".

"Karena kau menyukainya tapi dia tidak menerimamu karena tidak enak kepada Nayla dan Nayla sudah membohongimu karena dia memiliki perasaan yang sama kepada Alex", Zayn mengambil alih jawaban untuk Joan.

Alis Joan terangkat dan wajahnya menatap kaget kearah keduanya. "Ke..kenapa kalian bisa berkata seperti itu? Apakah mereka..."

"Kau tidak tahu soal urusan semalam karena mereka langsung menghentikan pembicaraan itu saat kau datang bersama Petra semalam", sela Zac sambil membimbing Joan untuk mulai berjalan menyusuri taman mansion, diikuti Zayn yang berada di sampingnya.

"Pembicaraan apa? Aku tidak mengerti", kembali Joan bertanya dalam ekspresi bingung.

"Alex dan Nayla ketahuan berpacaran oleh uncle Wayne", jawab Zayn kemudian.

Joan terdiam dan berpikir harusnya tidak ada masalah jika akhirnya hubungan mereka diketahui oleh orangtua, tapi kenapa urusan perasaannya kepada Alex bisa diketahui.

"Bisakah kau luruskan pembicaraan ini, Zayn? Jika mereka berpacaran, kenapa aku sampai dibawa-bawa dengan perkataanmu diawal tadi? Apa hubungannya?", tanya Joan heran.

"Karena uncle Wayne tahu... ralat! Para ayah tahu kalau kau menyukai Alex. Dan soal hubungan pacaran mereka berdua sudah diketahui para orangtua, kecuali uncle Wayne dan uncle Juno karena keduanya adalah anak mereka. Akan tetapi kemarin terlihat Alex mencium Nayla di belakang mansion dan terpergok uncle Wayne. Itu membuatnya berang dan langsung menyadari kalau persahabatan kalian mulai merenggang dengan kurangnya kalian terlihat bersama", jawab Zayn lugas.

Ada rasa nyeri yang menjalar dalam hati Joan mendengar jawaban Zayn soal Alex yang mencium Nayla. Tatapannya tertunduk menatap langkah kakinya yang masih berjalan bersama kedua pria muda itu.

"Kenapa uncle Wayne marah?", tanya Joan kemudian.

"Karena dia tahu kau menyukai Alex dan dia merasa tidak enak hati kepada uncle Christian lantaran mereka menjalin hubungan saat kau sudah menaruh perhatian pada Alex. Kau tahu? Cinta segitiga itu merepotkan. Diantara kita, hanya kau dan Nayla yang menjadi sosok perempuannya tapi kenapa kalian harus naksir kepada orang yang sama? Apakah kami kurang tampan untuk kau taksir? Aku bahkan ingin mendekatimu jika kau belum bersama dengan Petra", jawab Zac dengan senyuman geli.

Joan memutar bola matanya dan menggeleng pelan. Dia teringat dengan berbagai ekspresi yang terlihat saat dirinya tiba di mansion dan melihat tatapan aneh dari mereka kepadanya. Bahkan Alex dan Nayla hanya bisa terdiam melihat dirinya. Sementara Petra sepertinya mengetahui sesuatu tapi pria itu terdiam saja sambil mengajaknya menaiki lantai atas untuk beristirahat.

"Aku tidak tahu sampai ada kejadian seperti itu. Lagipula tidak ada yang perlu diributkan disini. Aku sudah tidak menyukai Alex lagi", ucap Joan pelan.

Dia bahkan sudah lupa kapan terakhir dirinya mengagumi sosok Alex, sementara penilaian dan perhatiannya lebih tertuju kepada Petra mengingat dia menilai pria itu secara mendetail sekarang. Bahkan Joan melakukan ciuman panjangnya bersama Petra kemarin di perkebunan teh miliknya.

Oh my God... Joan yakin pipinya bersemu merah sekarang mengingat kejadian itu. Apalagi saat pria itu meminta ijin padanya untuk menciumnya. Dia cukup sopan dan apa adanya. Wajahnya memancarkan kehangatan dan sikapnya begitu lembut padanya, perkataannya pun selalu lugas dan mantap. Ekspresi wajah seriusnya terkadang mengintimidasi tapi bisa terlihat konyol saat dia mencoba memberikan lelucon.

"Baguslah, sister. Aku malah melihat kau lebih ceria saat bersama Petra sekarang. Apakah dia bersikap baik padamu?", tanya Zac dengan seringaian gelinya.

"Kurasa dia sedang kasmaran", ejek Zayn sambil terkekeh pelan.

"Jangan menggodaku. Aku tidak ingin membahas soal itu", balas Joan dengan wajah memanas. Dia tidak merasa nyaman jika keduanya mulai melancarkan aksi menggodanya. Kedua saudara kembar itu selalu mengusilinya.

"Tidak usah malu kepada kami. Aku tahu kau senang bersamanya, terlihat jelas dari interaksi kalian berdua sekarang. Lagipula, kalau kudengar dari ibuku yang termasuk salah satu tim kuasa hukum untuk kerajaan bisnis ayahnya... Petra cukup baik dan kompeten dalam bidangnya. Dan melihat sikap uncle Christian yang begitu santai melihat kebersamaan kalian, kurasa dia memang sudah menyukai calon suamimu itu", ujar Zayn dan hal itu sukses membuat wajah Joan kian memanas.

"Apakah kalian berniat menemaniku lari pagi hanya untuk bergosip di pagi hari? Yang benar saja", gerutu Joan sambil mulai berlari kecil sekarang. Kedua saudara kembar itu memanggilnya lalu tertawa bersama-sama dari arah belakangnya.

Joan bahkan mulai berlari sambil melebarkan senyumannya. Dia tidak ingin dirinya terlihat seperti sekarang di depan keduanya karena sudah pasti dia akan diledek habis-habisan.

Mereka bertiga berlari mengitari sekeliling mansion sampai menuju ranch kuda yang paling jauh sekalipun. Sebanyak tiga putaran yang dilakukan atau sudah setara dengan 20km dan itu sangat melelahkan.

Ketiganya sambil melempar canda tawa diiringi obrolan ringan saat mereka berjalan santai menuju kearah mansion. Sampai pada akhirnya Joan tersentak mendapati Petra yang sedang duduk dengan santai di anak tangga depan lobby dalam busana kasual yang...menbuatnya jauh terlihat lebih muda.

Dengan kaos lengan panjang dan celana jeans belel saja, Petra terlihat memukau. Oh dear.. Joan bisa mendengar degupan jantungnya yang mulai bergemuruh. Sejak kapan Petra terlihat semenarik itu dimatanya? Joan sendiri masih tidak tahu.

"Good morning, brother", seru Zac dan Zayn bersamaan dimana Petra langsung memamerkan cengiran lebarnya kearah mereka.

"Morning, dudes! Apa kalian habis berlari dan bermaksud menjaga calon istriku?", balas Petra dengan ekspresi nakal diwajahnya dan itu ditujukan kearah Joan.

Deg! Joan menahan nafasnya sambil melumat bibirnya rapat-rapat sementara Zac dan Zayn hanya terkekeh saja.

"Kami memang suka berlari pagi bersama. Sekaligus melakukan apa yang kau tanyakan tadi", jawab Zac geli.

"Ah, kau baik sekali. Terima kasih", ucap Petra dengan sumringah.

Zayn pun tertawa sambil menepuk bahu Petra dengan santai. "Jagalah dia karena dia adalah wanita yang baik. Kami masuk dulu karena ingin sarapan. Kuharap kau jangan berlama-lama disini atau kau akan terkena masalah".

Petra terkekeh sambil mengucapkan terima kasih dimana setelah itu kedua saudara kembar itu undur diri untuk segera masuk ke dalam mansion itu.

"Sedang apa kau duduk disini? Kau tidak akan bilang sedang menungguku bukan? Karena itu akan terdengar konyol dan tidak macho", tanya Joan dengan seringaian gelinya.

Petra terkekeh sambil merangkul bahu Joan dengan santai. "Aku memang menunggumu karena kau menghilang di pagi hari tanpa adanya pemberitahuan kepadaku".

"Sejak kapan aku harus memberikan pemberitahuan kepadamu jika aku mau pergi?", tanya Joan dengan alis terangkat setengah.

"Sejak kau bersedia memberikanku kesempatan untuk melakukan pendekatan kemarin", jawab Petra hangat dan dia mengusap kepala Joan dengan penuh sayang. "Aku ingin kau menjadikanku orang pertama yang harus dikabari olehmu setiap kali kau akan pergi atau melakukan sesuatu".

"Apa kau berniat untuk menjadi satpam pribadiku", ejek Joan begitu mendengar keinginan pria itu.

"Aku bahkan tidak tersinggung jika kau menganggapku sebagai anjing penjagamu", balas Petra dengan kekehan gelinya.

Astaga! Joan hanya bisa tertawa mendengar balasan Petra yang konyol itu. Pria itu memang sering mengeluarkan perkataan yang terdengar klise dan penuh rayuan, nyatanya sikapnya memang seringkali terlihat seperti apa yang dikatakannya. Membuat dirinya semakin merasakan degup jantung yang tidak beraturan yang sekarang ini lebih sering terjadi padanya setiap kali dia berhadapam dengan Petra.

Sambil mereka melempar lelucon, mereka berjalan masuk ke dalam mansion dengan Petra yang merangkul bahu Joan dan dia sama sekali terlihat tidak keberatan sampai membuat semua orang yang berada di ruang utama mansion tercengang menatap kedatangan mereka.

Bahkan mereka yang sedang sarapan di ruang makan pun menghentikan aktifitas mereka untuk sekedar mendongak melihat kedua orang itu karena kekehan geli yang terdengar dari Petra. Sedangkan Joan hanya tersenyum saja. Well...

"Ehemmm..", terdengar suara dehaman yang menginterupsi obrolan mereka, spontan Joan menoleh dan mendapati uncle Wayne sedang menatap kearahnya dengan tatapan tajam.

Joan dan Petra sama-sama menghentikan langkah mereka yang tadinya ingin menuju ke ruang makan dan menghadap Wayne yang tengah berdiri di hadapan mereka tepat di ruang utama.

"Maaf, mengganggu kalian. Apa uncle bisa berbicara sebentar denganmu, Joan?", tanya Wayne dengan suara pelan dan sorot mata yang teduh.

Joan mengerjap dan melihat kearah ruang utama dimana sudah ada auntie Cassandra, istri uncle Wayne yang sudah duduk disamping auntie Claire dan uncle Juno. Lalu dia juga bisa melihat ada kedua orangtuanya, Christian dan Miranda yang sedang duduk di sofa sebrangnya dengan tatapan yang mengarah kepadanya. Dan yang lebih membuat Joan merasa tidak nyaman adalah adanya Alex dan Nayla yang sedang terduduk diantara para orangtua dengan wajah tanpa ekspresi.

Lalu Joan mengedarkan pandangannya kearah ruang makan yang tersorot tepat diarah kiri ruang utama dimana beberapa pasang mata sedang menatapnya dengan penuh simpati tapi diam tidak bergeming.

Zac dan Zayn sudah duduk bergabung dengan Verdinand, Victor dan Alejandro pada sisi kanan meja makan. Lalu ada Joel dan Alena yang duduk berdampingan dengan uncle Nathan dan auntie Lea, juga uncle Adrian dan auntie Nadine disitu. Sementara uncle Liam dan auntie Chelsea terlihat saling berbisik dan berargumen dari mimik wajah mereka yang tegang.

Joan tersentak saat merasakan remasan lembut di bahunya dan dia segera menoleh kearah Petra yang memberikan ekspresi.... marah? Entahlah. Joan merasa Petra sedang menahan emosinya tapi berusaha untuk menyembunyikannya dan tersenyum lembut kepadanya.

"Kau tahu? Aku mahir dalam membuat teh susu. Apa kau mau mencobanya?", tanyanya lembut.

Joan mengangkat alisnya dan menatap Petra selama beberapa saat lalu mengangguk pelan sebagai jawaban.

"Baiklah, akan aku buatkan dan kau bicaralah dengan mereka", ucap Petra lembut sambil kembali mengusap kepalanya dan kemudian dia berjalan menuju ke ruang makan meninggalkan Joan yang kini mau tidak mau harus berhadapan dengan Wayne sekarang.

"Ada apa, uncle?", tanya Joan kemudian.

Wayne tersenyum lembut lalu merangkul bahu Joan sambil mengarahkannya ke ruang utama untuk mengambil duduk di sofa kosong tepat di hadapan Alex dan Nayla. Deg! Perasaannya semakin tidak nyaman melihat situasi ini, dia bahkan melirik kearah Zac dan Zayn seolah bertanya apakah ini berhubungan dengan apa yang diceritakan mereka tadi. Dan mereka mengangguk dalam diam seolah mengiyakan pertanyaan via batinnya itu. Oh shit!

"Sebelumnya uncle minta maaf karena sudah membuatmu bingung...", suara Wayne membuat Joan kembali menatap sosok pria tua yang terlihat paling hangat diantara para ayah itu. Dia adalah ayah dari Noel dan Nayla, kakak dari auntie Lea yang berarti adalah kakak iparnya, Alena adalah keponakannya.

"Maksud dan tujuan uncle mengajakmu berbicara adalah untuk meluruskan permasalahan yang terjadi diantara kalian bertiga", kembali Wayne bersuara.

Joan terdiam sambil kemudian melirik kearah kedua orangtuanya yang memberikan ekspresi datar tapi menatapnya dalam kasih. Sementara itu auntie Claire terlihat sedih dan uncle Juno yang terlihat sedang menahan emosi dengan rahangnya yang mengetat.

"Apakah ada hal yang ingin kau sampaikan sebelum uncle melanjutkan pembicaraan ini, Joan?", tanya Wayne kemudian.

Cassandra yang duduk disebelah Wayne memberikan senyuman lembut kepadanya dan dibalas Joan dengan senyuman juga.

"Aku rasa tidak ada", jawab Joan pelan.

"Baiklah. Kalau begitu, uncle ingin bilang bahwa kami selaku orangtua dari Nayla ingin menyampaikan peemohonan maaf kami karena sudah gagal dalam mendidik anak kami sehingga kamu tersakiti", tukas Wayne dengan nada lugas.

Glek! Mata Joan melebar kaget dan dia melirik cepat kearah Alex dan Nayla secara bergantian menuntut penjelasan tapi keduanya hanya bungkam dan memberikan tatapan datar saja.

"Aku tidak mengerti", ucap Joan akhirnya.

"Selama ini mereka berdua telah membohongi kami dan menyembunyikan hubungan keduanya dimana yang kami tahu adalah kau juga menaruh perasaan kepada Alex. Memang ini bukan urusan kami, tapi jika ada sesuatu yang mengakibatkan perpecahan dalam hubungan persaudaraan kita sudah jelas bahwa itu adalah masalah dan kami sebagai orangtua tidak akan tinggal diam", kini Juno bersuara dengan nada dingin sambil melempar tatapan yang menusuk kearah Alex.

"Sebenarnya hal ini tidak perlu dipermasalahkan", ucap Christian tiba-tiba dan dia menatap Joan penuh arti. "Joan pun tidak mempermasalahkannya. Bukan begitu, sayang?".

"Jika memang itu bukan masalah kenapa kedua anak ini harus menyembunyikan hubungan mereka?!", desis Juno sinis.

"Tadi sudah dijelaskan kalau mereka tidak ingin menyakiti Joan", balas Claire pelan berusaha menenangkan Juno.

"Bersikap pengecut seperti itu memangnya tidak menyakiti? Terlebih lagi mereka membohongi kita dan berpikir kalau mereka tidak tahu. Konyolnya lagi yang lain menyembunyikan hal ini dari kita dan Wayne!", sahut Juno berang.

"Papa, bukan seperti itu. Aku sudah bilang kalau kami masih belum yakin dengan hubungan ini dan bermaksud untuk mencoba menjalaninya tanpa merusak hubungan persaudaraan kalian. Dan juga... soal Joan sudah kami bicarakan sebelumnya", tukas Alex kemudian.

"Lagipula kami berpacaran lebih dulu sebelum Joan menyukai Alex. Tanya saja kepada Joan sendiri", tambah Nayla datar tanpa menatap kearah Joan.

Joan melebarkan matanya dengan ekspresi kaget kearah Nayla. Dia kembali merasakan denyut nyeri dalam hatinya karena pengkhianatan yang dilakukan Nayla yang dianggapnya sahabat selama ini.

"Jika kau bilang padaku sedari awal kalau kalian sudah berpacaran, aku juga tidak akan serta merta bercerita tentang perasaanku yang kusembunyikan waktu itu untuk menanyakan pendapatmu sebagai seorang yang kupercaya dan kuanggap dengan istilah sahabat waktu itu!", balas Joan dengan sinis.

"Oh yah? Dan sekarang aku yang harus dipersalahkan? Aku tidak heran kalau kau selalu dibela oleh mereka karena kau tahu bagaimana caranya menjadi korban dan bersikap seolah kau yang terus dirugikan", sahut Nayla sambil menatap Joan dengan alis terangkat tinggi-tinggi.

"Nayla, jangan ngomong seperti itu. Joan benar. Kalau kau bisa jujur pada Joan waktu itu, dia tidak akan bercerita kepadamu dan menyatakan perasaannya kepadaku", tegur Alex dengan pelan dan tegas.

"Sekarang kau membelanya?", balas Nayla tidak terima.

"ENOUGH!!!!", bentak Wayne dengan suara tegas dan lantang. Membuat semua yang ada disitu tersentak kaget. "Nayla, sekarang juga kau minta maaf pada Joan dan perbaiki sikapmu! Papa tidak pernah mengajarimu untuk menjadi orang yang seperti ini. Kau dan Joan sudah bersahabat dan jangan karena hal ini kalian sampai bermusuhan".

"Papa!!!", teriak Nayla dengan airmata berderai sekarang. "Kenapa kau harus terus memaksaku sementara aku tidak melakukan kesalahan?! Untuk apa aku meminta maaf padanya kalau dari awal dia ingin merebut Alex dariku?!".

Apa katanya barusan? Merebut Alex darinya? Spontan nafas Joan terasa berat dan dia menggertakkan giginya dengan nafas yang memburu. Dia sudah cukup bersabar selama ini dan menelan semua perasaannya melihat pengkhianatan yang dilakukan Nayla dan menerima penolakan Alex dengan baik selama dua tahun ini. Dua tahun!!! Tapi apa yang dikatakan wanita sialan itu? Sudah jelas Joan tidak bisa tinggal diam.

"Jadi begitu menurutmu? Aku ingin merebut Alex darimu?", tanya Joan dengan nada dingin dan tatapan yang menusuk kepada Nayla.

Kini, semua pasang mata menatap dirinya dan tertegun karena melihat sorot wajahnya yang menggelap. Dia tidak peduli komentar mereka tapi sekarang dia tidak akan bersikap diam seperti biasa tanpa memberi pelajaran.

"Ya! Kau bahkan berusaha untuk menggodanya dengan mengajaknya berkencan dan meminta bantuanku untuk merencakan hal itu! Walaupun memang kau tidak tahu soal hubungan kami tapi kau tidak pernah menanyakan apa pendapatku, apa tanggapanku karena kau selalu ingin didengar dan aku sampai tidak punya kesempatan untuk menjelaskannya kepadamu!", tukas Nayla dengan wajah yang sembap dan terdengar lantang.

"Kau ingin menjelaskan padaku? Really? Soal apa? Soal pernyataan yang kau bilang 'semangat, Joan! Aku yakin kau akan bisa mengambil perhatian Alex!' begitu? Atau kau yang memberikanku sebatang cokelat dengan satu tangkai mawar yang kau bilang itu titipan dari Alex?! Astaga!!!! Aku lupa kalau kau benar-benar penipu ulung!", ucap Joan dengan luapan emosinya.

Semuanya tersentak dan menatap Nayla dengan tatapan menuduh. Nayla terdiam dan membalas tatapan Joan dengan ekspresi kesal sementara Alex hanya menatap keduanya dengan bingung.

"Lagipula untuk apa kita duduk disini dan meributkan hal yang tidak perlu?! Apakah aku terlihat semenyedihkan itu hanya karena seorang sahabat berkhianat membohongiku dan menyembunyikan hubungannya dengan orang yang kusukai dengan dalih tidak ingin menyakitiku?! Apa kabar waktu yang sudah terbuang selama dua tahun itu dimana aku kebingungan dengan sahabat yang menjauhi diriku tanpa penjelasan dan pria yang kusukai menolakku lalu bilang kalau selama ini ternyata dia berpacaran denagn sahabat sialanku itu? Aku bahkan sudah tidak mau ambil pusing dan persetan dengan semua itu!", sembur Joan lantang sambil beranjak berdiri dan menatap berang kearah Nayla dan Alex secara bergantian.

Semuanya terdiam karena tertegun melihat sosok Joan yang ceria dan kalem itu bisa meluapkan emosinya dengan lugas seperti sekarang.

"Maafkan aku, uncle dan auntie... aku tidak bermaksud untuk membuat kalian cemas. Jika kalian mengkhawatirkan hubungan persaudaraan yang akan rusak hanya karena masalah ini, tenang saja. Itu tidak akan terjadi. Aku tidak pernah memusuhi mereka dan masih menganggap mereka sebagai saudara, kalian bisa melihat sendiri apa yang bisa kami lakukan dalam kurun waktu dua tahun setelah pengkhianatan dan penolakan itu. Aku baik-baik saja bukan? Auntie Claire dan auntie Chelsea sendiri tahu kalau aku dan Nayla masih mengikuti kelas memasak mereka beberapa hari lalu. Bukankah aku sudah melakukan sebaik mungkin untuk menjaga persaudaraan ini? Kalian tidak usah ikut campur lagi karena kami sudah dewasa dan bisa menyelesaikan urusan kami masing-masing. Biarkan mereka menjalani hubungannya dan jangan sangkutputkan aku diantara mereka".

"Bukan begitu, Joan. Maksud kami adalah kami ingin agar urusan ini bisa diluruskan sehingga tidak ada lagi kesalahpahaman di masa yang akan datang. Kami juga tidak mau adanya perselisihan hanya karena masalah perasaan seperti ini", ujar Cassandra dengan tatapan penuh penyesalan kearahnya.

"Aku tahu. Karena itu tolong jangan ungkit lagi soal ini. Yang terpenting adalah kalian tahu bahwa mereka berpacaran dan hargai perasaan mereka. Sama seperti kak Joel dan kak Alena, juga kak Noel dan kak Vannessha. Kesalahan terjadi padaku yang salah dalam menyukai orang dan ketidaktahuanku soal hubungan mereka. Itu saja. Dan kesialan itu hanya cukup terjadi padaku. Tidak ada yang lain", tukas Joan sambil kemudian memutar tubuhnya untuk berjalan keluar tapi langkahnya langsung terhenti karena teringat sesuatu.

Dia menoleh kearah Petra yang sepertinya sedaritadi pria itu sudah berdiri di dekat anak tangga sambil memasukkan satu tangannya kedalam saku celana dan satu tangannya lagi memegang sebuah cangkir. Sorot matanya tajam, rahangnya mengetat dan ekspresinya berang. Dia terlihat dingin namun masih sanggup memberikan seulas senyuman hambar yang dipaksakan kearahnya sekarang.

"Kau mau kemana, sayang?", tanya Miranda cemas kearahnya.

Joan mengerjap lalu menoleh kearah ibunya. Dia kembali menoleh kearah Petra lalu melumat bibirnya sambil berpikir sejenak. Mungkin terdengar gila tapi rasanya keputusannya sudah bulat karena itu adalah satu-satunya jalan yang paling masuk akal sekarang.

"Ngomong-ngomong, aku belum memberitahu kalian soal perkembangan hubunganku dengannya", ucap Joan sambil menunjuk kearah Petra. Dia yakin suaranya terdengar gugup sekarang.

"Apa maksudmu soal perkembangan hubungan, Joan?", tiba-tiba Joel bersuara dan langsung beranjak dari duduknya lalu menatap Petra dengan berang. Sementara Petra sendiri hanya terdiam dan sama sekali tidak mengalihkan tatapannya pada Joan yang sepertinya juga menunggu kelanjutan perkataannya.

"Aku menerima lamarannya tanpa paksaan dan memberikannya kesempatan untuk menunjukkan niatnya padaku. Dan aku merasa kalau aku menemukan sosok pria yang baik untuk diriku sendiri", jawab Joan sambil menatap Petra dengan tajam.

Ada kehangatan yang menguar dalam dirinya saat mengatakan itu, terlebih lagi saat mereka saling bertatapan dalam diam seolah mendalami apa yang terjadi.

"Joan! Apakah kau yakin kalau...."

"Joel, sudahlah! Dia sudah dewasa dan bisa menentukan pilihannya sendiri", sela Christian sebelum Joel melancarkan aksi protesnya dan kakaknya itu langsung mendesis sinis kearah ayahnya.

Tanpa mempedulikan mereka yang ada disitu, tatapan kaget dari mereka dengan ekspresi beragam yang mereka tunjukkan, Joan segera berjalan menghampiri Petra dan mencengkeram lengan kokoh itu sambil mendongak kearahnya.

"Bukankah kau bilang mau membuatkanku teh susu?", tanya Joan kemudian.

Alis Petra terangkat setengah lalu menyodorkan sebuah cangkir yang digenggamnya sedaritadi. "Ini, sayang".

Joan melirik sekilas kearah cangkir lalu membasahi bibirnya pelan dan mengangguk. "Kalau begitu ikut aku".

Petra tersenyum lalu mengeluarkan satu tangannya yang dimasukkan kedalam saku celana untuk menggenggam tangan Joan dan menariknya keluar dari mansion sambil tetap menggenggam cangkir di satu tangannya yang lain.

Joan memimpin langkah mereka dan berjalan cukup lama menyusuri taman lalu lapangan, kemudian perkebunan. Mereka berjalan sambil berpegangan tangan dalam diam sepanjang perjalanan. Petra pun tidak berniat untuk menggoda atau memulai pembicaraan seperti biasanya, dia seolah memberikan waktu untuk Joan berdiam diri.

"Dimana teh susu yang kau buatkan untukku?", tanya Joan saat mereka tiba di sebuah pinggiran danau kecil yang ada di ujung perkebunan itu.

Petra pun segera menyodorkan cangkir yang berisi minuman yang sudah tidak hangat lagi. Itu sudah mendingin. Dan Joan menerimanya lalu meminumnya cepat seolah dia kehausan.

"Ini tidak enak", ucap Joan sambil mengeringkan bibirnya yang basah dengan punggung tangannya secara kasar. "Sudah dingin dan terlalu manis sampai aku merasa pahit!".

Petra terdiam saja sambil mengamati Joan yang terus mencela teh susu buatannya yang dia yakin kalau tidak ada masalah pada rasanya.

"Kau bilang kau mahir dalam membuat teh susu. Tapi malah kenapa kau memberiku minuman yang tidak enak itu!", cibir Joan sambil melirik sinis kearah Petra.

"Seperti kau bisa membuat teh susu yang enak saja", balas Petra dengan nada pedas.

"Kau belum merasakannya saja! Aku bisa membuat teh susu yang jauh lebih enak dari yang kaubuat!", sahut Joan dengan nada tinggi.

"Ckckckk... kau hanya bisa menyombongkan diri. Barusan saja kau menghabiskan teh susu buatanku, akui saja kalau teh susu buatanku itu enak dan lebih enak dari punyamu. Seenaknya saja kau berbicara!", tukas Petra tidak mau kalah dan nada suaranya tidak kalah tingginya.

"Kau tidak percaya kalau buatanku lebih enak?!", desis Joan geram. Nafasnya mulai memburu dan dia menggigit bibir bawahnya kuat-kuat seolah ingin menghajar Petra habis-habisan.

"Tentu saja tidak! Kau bahkan belum membuktikannya padaku! Lagian kenapa kau marah-marah padaku?! Seharusnya kau lampiaskan saja kepada sahabat dan pria kesukaanmu itu!", ucap Petra dengan senyuman mengejek.

Mata Joan mulai memanas dan amarahnya bertambah melihat ejekan Petra yang dilemparkan kepadanya. Dasar brengsek.

"Jangan mengejekku!", tegur Joan sambil menggeleng cepat.

"Kenapa? Kau tersinggung dan tidak terima? Aku bicara soal kenyataan. Lagian kau tidak seharusnya mencela teh susu buatanku yang sudah jelas tera...."

Bugh!!! Bughhh!!!! Bughh!!!!

Joan menghentikan perkataan Petra dengan memukul dada bidang Petra bertubi-tubi setelah membuang cangkir yang dipegangnya kesembarang arah.

"Aku benci padamu!!! Hiks...!! Teh susu buatanmu tidak enak!!!! Hiks... Kau payah! Itu terlalu manis sampai terasa pahit dilidah! Hikss!!! Aku membencimu!! Kau jahat! Kenapa kau memberikan teh susu yang tidak enak padaku!!!! Huwaaaaaaa.... huwaaaaaa!!!!".

Tangis Joan meledak dan pertahanan dirinya rubuh seketika sambil memukul-mukul Petra dengan gerakan yang mulai melemah. Isak tangisnya semakin menjadi saat Petra menangkap kedua tangannya lalu membenamkan dirinya dalam pelukannya yang erat. Pria itu mengusap punggungnya dengan gerakan lembut.

"Ssshhhh.. menangislah, sayang. Aku benci melihatmu menangis tapi kau membutuhkannya sekarang untuk mengeluarkan kesedihanmu", bisik Petra lembut sambil terus mengusap punggungnya.

"Hikssss... aku tidak meembenci mereka tetapi kenapa mereka melakukan hal itu padaku.... hikssss hikssss", isak Joan dengan suara terbata-bata dan airmatanya kembali mengalir deras.

"Ssshhhh... biarkan mereka mendapat balasannya karena sudah menyakitimu" balas Petra dengan suara pelan dan dalam. Dalam hatinya dia sudah mempunyai tekad untuk melakukan sesuatu kepada dua anak muda sialan itu karena sudah membuat wanita kesayangannya menangis seperti ini. "Menangis saja dan jangan kau tahan lagi perasaanmu. Keluarkan semuanya dan biarkan aku saja yang melihat semua kerapuhanmu ini. Setelah itu angkat kepalamu dan jadilah kuat. Karena sehabis ini, aku tidak akan membiarkan satu tetes airmata keluar dari matamu jika bersamaku. Aku akan membuatmu bahagia. Itu janji yang akan kutepati untukmu. Sekarang. Dan seterusnya!".

Nyatanya, perkataan Petra yang terdengar begitu manis semakin membuat isakan Joan semakin kencang. Dia baru sadar kalau dalam masa kesedihannya, saat pertama kali dia ditolak Alex dua tahun lalu dan saat ini dia dipermalukan didepan keluarga besar oleh sahabatnya sendiri... disitu hanya ada satu sosok yang menemaninya dan menguatkannya.

Yah. Dia baru sadar kalau selama ini hanya Petra yang berada disisinya dan menolongnya dalam setiap masa tersulitnya.



🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷




Udah nggak tahu lagi deh apa yang harus dilakukan.

Ngeliat muka oppa, tulis part baper
Ngeliat muka Petra, malah jadinya makin ngebaperin begini.

Visual oh visual...

Begitu amat sih punya muka sampe nggak ada obatnya gitu?
Lelah hati kayak gini, diremas2 mulu.

😥😥😥





P.S. Noel sementara aku nggak upload.
Agak ngeri sama respon dilapaknya.
Mentorku ampe ngakak2 baca komen itu.
Tadi udah ada teaser dikit yah diatas 😑

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top