Part 6 - When Petra teached how to kiss

Santai, genks!
Gausa tancep gas cuma gara2 baca judulnya 🤣🤣🤣

Di lapak ini tuh selow2 gemes.

Maklum!
Ini pasangan om ganteng dengan anak muda yang lagi mekar2nya 🙈🙈🙈

Anggaplah kayak Liam and Chelsea

Happy Reading 💋



🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷




Petra tidak henti-hentinya tersenyum melihat apa yang ada di hadapannya. Wajah merengut cemberut dengan ekspresi kesal yang tertahan dari Joan seakan pemandangan yang tidak teralihkan.

Setelah melabrak secara tidak langsung seorang sekretaris yang memang seringkali membuatnya gerah, kini sekretaris itu kembali melancarkan aksinya dengan bersikap genit yang tersembunyi kepada ayahnya dan well... kepada dirinya. Apakah mungkin dia merasa cemburu? Meskipun hal itu terlalu dini baginya tapi jika itu benar, tentu Petra akan sangat senang.

Bahkan setelah rapat itu selesai, wanita itu tetap mempertahankan raut wajah kesalnya dengan berargumen pada ayahnya untuk memecat sekretaris penggoda itu karena tertangkap basah menggoda ayahnya.

Well... sepertinya dia lupa menyebutkan nama Petra karena emosinya meluap saat sekretaris itu mengerlingkan matanya kearah Petra ketika menyodorkan berkas dokumen tadi. Atau bisa jadi dia tidak menyadarinya? Bisa juga kalau Joan enggan menyebut namanya? Entahlah. Petra sudah cukup senang bisa memandang wajahnya dari dekat seperti ini.

Petra mengangkat alisnya saat melihat Joan menatapnya dengan sorot mata datar dan ekspresi tidak suka.

"Kenapa kau melihatku terus-terusan?", decaknya sebal.

"Karena kau cantik", balas Petra tanpa perlu berpikir.

"Aku sedang tidak mood untuk bercanda", sahutnya ketus.

"Barusan aku serius", timpal Petra santai. "Lagian kenapa sih kau harus marah-marah terus seperti ini? Ini hari pertamamu dan seharusnya kau bisa menjaga wibawa agar tidak dianggap calon ibu CEO yang cerewet dan emosian".

Mendengar perkataannya barusan, Joan bergeming dan langsung memukul bahunya dengan gemas sementara Petra malah cekikikan. Entah kenapa Petra senang menggodanya, membuatnya terlihat dua kali lipat lebih cantik.

"Kau selalu saja usil!", omelnya.

"Hanya kepadamu saja", balas Petra sambil terkekeh lalu berdeham. "Jadi, bisakah kita mulai pembicaraan mengenai bisnis? Ada yang ingin aku sampaikan agar kau bisa mengerti apa keinginanku sebagai klien".

"Kalau kau ingin membicarakan niat konyolmu untuk menikah, sudah jelas..."

"Kau calon istriku dan sudah jelas akan menikah denganku. Lagian tanpa perlu dibicarakan , kita sudah sama-sama tahu hasil akhir seperti apa yang akan terjadi. Dan sekarang, kembali kepada bisnis karena aku tidak memiliki waktu banyak. Sehabis ini aku ada urusan penting", sela Petra tegas dan dalam.

Joan langsung terdiam dan memperhatikan ekspresinya saat ini lalu dia mengangguk pelan.

"Aku mempunyai perkebunan kelapa sawit di Kalimantan dan saat ini sedang melakukan peningkatan dalam produksi karena banyaknya permintaan. Untuk itu aku ingin agar mobilisasi dapat ditingkatkan juga untukku seperti yang sudah aku jabarkan tadi. Jadi, tolong kau atur untuk mempersiapkan semua hal yang berkaitan dengan..."

"Tunggu dulu!", sela Joan tegas. "Kau menyuruhku untuk mempersiapkan semua hal khusus untuk perusahaanmu? Memangnya kau siapa? Aku bukan asistenmu dan tidak ada yang harus aku utamakan disini. Jangan mentang-mentang kau mengenal ayahku lantas kau seenaknya mengatur perusahaan ini hanya untuk melayanimu!".

Glek! Petra terdiam dan menaikkan alisnya setengah sambil menyandarkan tubuhnya dengan santai. Sepertinya hal ini akan menjadi lebih menarik.

"Selama ini aku tidak meragukan kinerja dan layanan yang diberikan NataExim, terlebih lagi kalian sudah memiliki perusahaan pelayaran sendiri sehingga memudahkan kalian untuk mengatur pengiriman dengan banyaknya container atau cargo yang tersedia. Aku bukan ingin mengatur. Aku hanya ingin meminta bantuan sebagai salah satu klien penting kalian", ujar Petra kalem.

"Aku sudah membaca profil perusahaanmu yang wow itu. Kau memiliki perkebunan sawit dan perkebunan anggur di Indonesia dengan menghasilkan minyak sawit dan wine dalam jumlah yang cukup berkembang di setiap tahunnya, tapi apakah tidak aneh jika kau hanya mengandalkan satu klien untuk menjalankan semua mobilisasi pengirimanmu? Aku tidak percaya kalau tidak ada satupun trading atau pelayaran lainnya yang mengajukan proposal padamu. Dan lagi kulihat sejak dua tahunan ini permintaan dari para subcont sudah cukup banyak, kami juga kewalahan dalam menerima setiap pengiriman dan kelengkapan dokumen dalam setiap perusahaan, terlebih lagi sekarang banyaknya peraturan bea cukai yang menyulitkan. Juga.....".

Petra terdiam saja mendengar berbagai ocehan yang dikeluarkan Joan yang intinya adalah dia tidak ingin Petra terlalu banyak mengatur apa yang dia inginkan sebagai klien. Well... tidak ada yang berani mengocehinya atau memberikan ceramah panjang padanya selama ini. Dan sudah pasti orang itu tidak akan selamat dari jangkauan tangannya karena mulutnya yang tidak terkendali.

Tapi sekarang? Petra malahan tersenyum sambil mengarahkan tangan kepada asisten pribadinya yang sedaritadi duduk di meja bulat dalam ruangan kerja Christian yang ikut mendengarkan. Bahkan Christian pun yang tadinya sedang mengurus pekerjaan di mejanya pada laptopnya sampai harus mendongak untuk menoleh kearah Joan dan mendengarkan ucapan putrinya.

Sebenarnya tidak ada yang salah dalam penyampaian yang dilakukan Joan, bahwa perusahaan pelayaran yang baru didirikan sejak tiga tahun lalu atau saat peralihan NataExim.Tbk dari pihak keluarga yang terdahulu kepada Christian yang bernama JPL-Groups yang mampu berdiri sendiri dengan adanya puluhan ribu container yang tersedia dan menjadi satu nama yang patut diperhitungkan dalam dunia pelayaran karena menjadi satu-satunya perusahaan pelayaran yang mandiri dengan NataExim.Tbk yang bersatu dalam setiap proses export import di mancanegara.

Adapun JPL-Groups sendiri dibangun dengan tujuan untuk memfasilitasi bisnis yang digeluti mereka sendiri. Joel dan Petra sama-sama memiliki bisnis pertambangan besar, juga ayahnya yang memiliki bisnis perkebunan dengan hasil produksinya yang dipasarkan ke pasar Amerika dan Eropa.

Dengan kata lain, perusahaan pelayaran itu memang sengaja didirikan oleh Joel dan Petra. Dan tidak ada salahnya bukan jika Petra menggunakan perusahaan pelayarannya sendiri dengan NataExim.Tbk yang mengatur seluruh kebutuhan ekspornya karena memang posisinya yang bisa dibilang sebagai salah satu pemilik dengan memiliki 30 persen saham dalam perusahaan itu.

"Jadi, menurutmu aku tidak boleh mengandalkan satu shipping line dan harus mencari satu perbandingan lagi untuk kelangsungan mobilisasi perusahaanku?", tanya Petra kemudian setelah Joan menyampaikan pendapatnya.

"Aku sudah menjabarkan semuanya padamu dan kau masih bertanya?", balas Joan dengan mata yang menyipit tajam.

Ya Tuhan... kenapa dia harus menggemaskan seperti ini? Petra bahkan merasa geli melihat wajah Joan yang memerah karena menahan rasa kesalnya.

"Kau mengatakan semua itu karena kau membenciku dan tidak mau melihatku? Atau kau memang benar-benar ingin merusak hubungan bisnis yang sudah terjadi sebelum kau masuk kesini?", tanya Petra lagi.

Alis Joan berkerut tanda tidak setuju. "Aku tidak membencimu dan tidak ingin merusak hubungan bisnis yang sudah terjalin. Aku mencoba merubah sudut pandangmu yang hanya mengandalkan satu pelayaran untuk melakukan semua kegiatan ekspor perusahaanmu".

"Ah, kau baik sekali memikirkan masa depan perusahaanku. Memang kau sangat cocok sebagai Mrs. Tristan untuk memimpin perusahaanku nanti", celetuk Petra dengan senyuman setengahnya.

Joan mengerjap lalu mendesah malas menanggapi perkataan Petra. "Apa kau selalu bersikap brengsek seperti ini? Aku sedang tidak bercanda".

"Aku juga", timpal Petra langsung. "Bahkan aku memang sudah menyiapkan perusahaan ini untuk kau pimpin. Sangat tegas sekali dalam menyampaikan penolakan dan mampu memberi solusi. Aku bangga padamu".

Dan sekarang Petra bisa melihat ekspresi kaget dari Joan lalu wanita itu menoleh kearah ayahnya yang sekarang sedang bertopang dagu menatap putrinya sambil tersenyum geli.

"Apa benar seperti yang aku pikirkan, Dad?", tanya Joan dengan suara menuntut.

Christian semakin terkekeh lalu mengangguk sebagai jawaban. Joan pun tersentak lalu kembali menoleh kearah Petra dengan ekspresi campur aduk.

"Kau!!!! Kenapa sih kau tidak bilang saja kalau kau dan kakakku yang membangun perusahaan pelayaran bersama itu dengan membiarkanku mengoceh panjang lebar untuk hal yang tidak perlu?!", sembur Joan marah.

Asisten pribadi Petra yang bernama Lloyd hanya membetulkan kacamatanya dan berlalu pergi dari situ karena dia sudah mengerti pembicaraan saat ini sudah tidak membutuhkan dirinya sekarang.

"Habisnya kau sangat menggemaskan jika sedang kesal. Dan aku suka melihatmu seperti itu" jawab Petra dengan senyuman lebar.

Joan semakin mendengus lalu menoleh kearah ayahnya. "Apa kau tidak lihat dia selalu menggodaku, Dad?! Kenapa kau tidak melakukan sesuatu kepada orang yang menggangguku seperti yang sudah-sudah?!".

"Tindakan yang kau maksud bukan ulahku. Siapa saja yang sudah mengganggumu sudah dilakukan oleh Petra, sayang. Aku dan Joel bahkan tidak perlu repot-repot turun tangan karena dia sudah membereskan semuanya", balas Christian sambil kemudian melanjutkan pekerjaannya pada laptopnya.

Joan terdiam lalu menghela nafas lelah. Dia kembali menoleh untuk menatap Petra dengan wajah bersungut-sungut. "Aku tidak percaya kalau kau akan semenyebalkan ini".

"Why? Apa kau pikir aku akan menjadi orang yang menyenangkan? Ah, terima kasih. Alih-alih menjadi orang seperti itu, aku memilih untuk menjadi orang yang kau butuhkan, Joana", balas Petra hangat dan dia bisa menangkap mata Joan yang melebar kaget mendengar ucapannya.

"Kau gila", gumam Joan pelan.

Senyum Petra mengembang dan dia terlihat senang. Dia pun segera beranjak dari kursi sambil kemudian membetulkan letak jasnya.

"Jadi, pembicaraan kita sudah selesai. Aku masih ada urusan penting setelah ini", ujar Petra sambil menunduk menatap Joan yang mendongak membalas tatapannya. Dia masih duduk di kursinya.

"Terima kasih untuk kedatangannya, Mr. Tristan", tukas Joan dengan nada yang penuh sindiran.

"Sama-sama, cantik", balas Petra lalu berjalan mendekati meja Christian dimana pria tua itu langsung mendongak dan menatapnya dengan alis terangkat setengah.

"Aku pamit dulu, ayah mertua", ucapnya geli.

"Baiklah. Antarkan dia ke safe house nanti malam. Akan ada perkumpulan bersama disana, jika kau mau... ikut bergabung saja", tukas Christian.

"Tentu saja. Toh aku memang sudah menjadi keluargamu, bukan begitu?", balas Petra dengan penuh percaya diri.

Christian hanya memutar bola matanya lalu melirik kearah Joan yang sepertinya tidak mendengarkan mereka karena putrinya masih berkutat dengan dokumen yang dipegangnya.

"Semoga pendekatanmu berjalan lancar. Kau harus ingat batas waktu yang kuberikan. Dalam tiga bulan kau tidak berhasil, jauhi dia dan jangan mengganggunya. Itu kesepakatan kita, ingat? Dan karena hal ini jugalah Joel tidak mengganggumu", ucap Christian dengan suara pelan yang hanya bisa didengar Petra.

Petra menyeringai licik dan mengangkat bahunya dengan santai. "Aku pasti akan mendapatkan putrimu. Jangan ragukan kemampuanku. Lagipula, siapa yang layak dan pantas menjadi menantumu kalau bukan aku?".

Christian terkekeh. "Tentu saja. Akan sangat menyenangkan jika aku memiliki dua orang yang paling berpengaruh dalam Eagle Eye yang disebut sebagai keluarga. Belum lagi menantuku yang hebat itu, sih mankiller yang tidak bisa dijangkau oleh pria satupun itu. Dia sangat hebat dalam mengendalikan Joel, bahkan anak itu seperti orang tolol jika Alena sudah bertindak".

"Aku anggap itu sebagai persetujuanmu. Kalau begitu aku permisi. Aku ingin menikmati kebersamaanku dengan wanitaku", sahut Petra santai.

Christian mengangguk lalu menatap Petra dengan penuh peringatan. "Jangan sembarangan menyentuhnya atau aku akan memotong kedua tanganmu!".

Petra menyeringai saja. "Kau tenang saja, ayah mertua. Sebaliknya aku akan menjaganya layaknya berlian termahal yang ada didunia. Lagipula dia milikku. Siap-siap saja kalau putrimu akan kubawa setelah menikah nanti".

"Jangan terlalu percaya diri, anak muda", ejek Christian.

Petra memutar bola matanya lalu berbalik untuk mendekati Joan yang masih terduduk dikursi dengan dokumen yang masih dibacanya. Wanita itu mendongak karena menyadari kehadirannya dengan alis terangkat bingung.

"Ada apa? Bukannya kau ada urusan penting? Kenapa kau masih disini?", tanyanya heran.

"Karena urusan pentingku masih duduk disini. Ayo", jawab Petra hangat lalu meraih lengan Joan untuk berdiri.

Joan memekik kaget dan mendorong Petra saat dia beranjak dari kursi dengan cengkeraman Petra yang masih ada dilengannya.

"Apa kau gila? Apa maksudmu?", sembur Joan kesal.

"Ikut Petra, sayang. Kau harus banyak belajar padanya, temani dia untuk menemui klien kita. Setelah itu Petra akan mengantarmu ke safe house. Malam ini ada perkumpulan keluarga karena uncle Adrian berulang tahun", tukas Christian sebelum Petra sempat menjelaskan.

Ck! Dasar pria tua menyebalkan. Dia tidak merasa harus diberikan bantuan seperti itu. Bahkan saat Petra mendesis sinis kearahnya, Christian memberikannya senyuman penuh ejekan.

Joan terdiam mendengar perkataannya lalu menghela nafas sambil kemudian meraih tasnya dan berjalan kearah ayahnya untuk mencium pipinya sambil berpamitan lalu menatap tajam Petra dengan kesinisan yang kentara.

"Ayo kita jalan", desisnya tajam.

Petra tersenyum lalu mempersilahkan Joan untuk keluar lebih dulu disusul dirinya dan masuk ke dalam lift pribadi yang sudah terbuka. Mereka terdiam dalam lift dan tidak ada komunikasi. Hanya saling melempar tatapan dari pantulan diri mereka di pintu lift, Petra dengan senyumannya dan Joan dengan tatapan sinisnya. Seperti itu. Sampai dimana mereka tiba di lobby dan langsung memasuki mobil sport-nya yang sudah terparkir didepan dengan Darren yang sudah berdiri menunggunya disitu.

Petra melajukan kemudinya dan menyetir dengan kecepatan yang lumayan. Dia sudah terbiasa membawa kendaraan dengan kencang dan sepertinya Joan tidak mempermasalahkannya mengingat dirinya yang memang sudah dididik oleh para ayah dengan memacu adrenalin mereka lewat berbagai hal seperti memancing, mengebut, menyelam dan berbagai olahraga ekstrim lainnya.

Kemudian setelah setengah jam tanpa adanya perbincangan, Joan mulai bergeming saat dia melihat arah jalan Petra yang menuju ke daerah dataran tinggi yang cukup memakan waktu lama untuk kesana. Well...

"Bukankah kau bilang kalau kita akan bertemu dengan klien?", tanya Joan dengan alis berkerut.

"Sebenarnya pertemuan dengan klien yang dimaksud ayahmu sudah kulakukan tadi pagi makanya aku terlambat datang untuk menghadiri rapat", jawab Petra santai.

"Lalu??? Kau membohongi ayahku dan bilang..."

"Easy, baby. Aku hanya membuat pertemuan klien itu sebagai alibi. Tentunya aku tidak suka jika bertemu dengan klien harus membawamu bersamaku, aku tidak rela kalau kau dilirik oleh pria brengsek seperti Mr. Edgard yang kutemui tadi", sela Petra kalem.

"Dan apa maksudmu membawaku sekarang?", desis Joan tajam dengan mata yang menyipit curiga.

Petra terkekeh melihat respon Joan. "Aku ingin membawamu ke satu tempat yang menyejukkan. Sekaligus aku ingin meminta pendapatmu mengenai bisnis baruku".

"Bisnis baru?", tanya Joan dengan alis berkerut.

Petra mengangguk mantap. "Kau lihat saja. Dan tidak usah kuatir karena aku tidak akan berbuat macam-macam. Aku pastikan kalau kau akan bahagia jika bersamaku, sayang".

Joan mengerjap lalu menatap Petra selama beberapa saat. Dia menghela nafas lalu kembali menatap kearah luar jendela seolah sedang berpikir.

"Aku masih heran kenapa kau selalu mengatakan hal yang tidak masuk akal seperti itu. Apa maumu sebenarnya? Hanya karena aku pernah menatapmu dengan tatapan meremehkan seperti yang kau bilang waktu itu bukan berarti kalau kau langsung mencintaiku sebegitunya. Lagipula kau itu kan ladykiller yang melegenda, daftar wanita-wanitamu jauh sekali dengan tipe sepertiku", ucap Joan dengan suara bergumam dan tatapan yang tidak percaya.

Ada rasa tidak suka yang muncul dalam diri Petra saat Joan mengatakan hal yang membuatnya terkesan merendahkan diri. Walau bagaimanapun Petra sendiri tidak tahu kenapa bisa seperti itu. Dia juga bukan orang yang mudah jatuh cinta, juga paling anti dengan komitmen jika itu menyangkut wanita.

Tapi begitu melihat sosok Joan untuk pertama kalinya, dia merasakan jatuh cinta pada pandangan pertama lewat hanya dari kesan sorot mata tajamnya kala itu. Sampai sekarang. Dia bahkan tidak akan pernah melupakan kesan pertama yang masih sanggup membuatnya berdebar tidak karuan.

"Buktinya kau berhasil membuatku merubah gaya hidupku. Semenjak bertemu denganmu pertama kali, aku sudah tidak pernah lagi berminat kepada wanita lain selain dirimu. Aku menjagamu selama tiga tahun ini dan merasa kau layak untuk kutunggu. Dan inilah aku sekarang. Mendatangimu untuk berkenalan secara resmi dan melamarmu di ulang tahunmu yang ke 21", balas Petra dengan suara hangat.

Joan langsung menoleh kearahnya dan menatapnya penuh arti. Dia terdiam beberapa saat lalu bergumam. "Kurasa kau itu gila".

"Ya. Aku memang gila karenamu", sahut Petra riang dan langsung mendapat pukulan pelan di bahunya dari Joan.

Wanita itu terlihat melumat bibirnya untuk menahan senyuman sementara wajahnya merona malu. Petra sama sekali tidak berniat untuk menggoda atau membuat perasaannya melambung, dia hanya mengatakan yang sejujurnya karena itulah yang dirasakannya. Sesederhana itu.

Sejam kemudian, mereka tiba di sebuah perkebunan teh yang sangat luas dengan pemandangan alam yang cukup menyenangkan dan udara sejuk yang ada disitu membuat Petra langsung merasa nyaman.


"Perkebunan teh? Jangan bilang kalau ini milikmu", celetuk Joan saat mereka sudah keluar dari mobil dan berjalan berdampingan menyusuri perkebunan itu.

Petra tersenyum lalu mengangguk. "Inilah bisnis baru yang kubilang tadi".

Alis Joan terangkat. "Bisnis perkebunan lagi? Apa kau memang mencintai dunia perkebunan? Bisnismu sebagian besar melingkupi perkebunan. Kau sudah memiliki perkebunan anggur dan perkebunan sawit yang cukup besar di dunia. Untuk apalagi memiliki perkebunan lagi?".

"Kebetulan aku menyukai teh. Dan aku sudah merekrut beberapa pakar teh untuk menghasilkan produk terbaik karena kecintaanku terhadap teh. Bisnis ini cukup menjanjikan karena belum banyak perusahaan teh yang memberikan kualitas premium dan aku menginginkan adanya perubahan. Menurutmu bagaimana?", tanya Petra sambil merangkul Joan untuk mendekat kearahnya karena jalan yang mereka lalui sedikit menanjak dan dia tidak ingin Joan terpleset atau kesusahan.

"Wow. Itu pemikiran yang bagus. Aku yakin kalau itu akan berhasil apalagi intuisi bisnismu cemerlang. Jika kau merasa yakin kalau kau bisa menjalankannya, kenapa harus ragu? Buktikan perkataanmu dan tunjukkan perubahan yang kaubilang tadi. Aku akan bersedia menjadi orang pertama yang mencicipi hasil teh yang kau produksi itu karena aku juga menyukai teh. Apalagi jika ditambahkan dengan susu", jawab Joan sambil melepas rangkulan Petra yang ada dipinggangnya lalu melingkari lengan Petra dengan kedua tangannya.

Oh dear... Petra merasakan hatinya mencelos dengan aksi kecil yang dilakukan Joan sekarang. Dia dengan segera melepas jasnya dan memakaikannya pada tubuh mungil Joan yang hanya memakai terusan selututnya yang tidak cukup mampu untuk membuatnya tahan dengan udara dingin di daerah perbukitan itu.

Joan tersenyum lalu mengucapkan terimakasih. Dia tidak menolak saat Petra menggenggam erat tangannya lalu kembali berjalan menelusuri perkebunan itu.

"Aku juga suka teh dengan susu. Apalagi jika memakai susu full cream ke dalam seduhan teh pekat", ucap Petra hangat dan alis Joan terangkat senang.

"Benarkah? Kau juga suka? Aku pikir hanya aku saja yang aneh karena semua orang mencemooh kesukaanku yang dinilai mereka sangat konyol. Mencampur teh dengan susu setiap kali aku sarapan adalah hal yang pasti akan menjadi cibiran dari mereka. Karena bagi mereka harusnya kopi yang dicampurkan dengan susu. Bukan teh", sahut Joan.

"Tenang saja, sayang. Biarkan saja mereka seperti itu, yang terpenting kau tidak konyol sendirian. Sudah ada aku", ucap Petra hangat.

Joan tertawa pelan sambil kemudian mengikuti langkah Petra dimana tiba-tiba pria itu menghentikan langkahnya dan menunduk menatap heels yang dikenakan Joan saat ini.

"Ada apa?", tanya Joan sambil mendongak kearahnya.

Petra tidak menjawab, dia menoleh kearah belakang sambil menjentikkan jarinya memberikan kode kepada Darren dan pria itu langsung mengangguk.

"Ada apa, Petra?", tanya Joan bingung.

Petra kembali menunduk menatap Joan lalu tersenyum. Dia menaruh satu lutut di atas jalanan bertanah dengan rerumputan disitu dan satu lututnya lagi ditekukkan sambil menarik Joan untuk duduk diatas pangkuan lututnya itu dimana Joan memekik kaget.

"Apa yang kau lakukan?!", sembur Joan kesal dan berniat untuk menjauhkan diri tapi Petra sudah menahan tubuhnya dengan melingkari pinggangnya dalam satu tangan sementara satu tangannya lagi sudah menyentuh kaki Joan dengan lembut.

"Aku hanya ingin melepas sepatumu. Apa kau tidak sakit memakai sepatu ini?", tanya Petra hangat.

"Lalu kalau kau melepas sepatuku, aku harus berjalan tanpa sepatu?!", balas Joan dengan ketus tapi dia terlihat meringis saat Petra mulai membukakan satu sepatunya.

Petra merutuk dalam hati karena lupa untuk melepaskan sepatunya sebelum mereka turun dari mobil. Dia melihat kaki Joan yang halus itu memerah di bagian sudut jari kelingkingnya karena memakai sepatu tinggi yang menyakiti kakinya itu.

"Kedepannya pilihlah sepatu yang nyaman di kaki. Jangan model yang seperti ini. Aku tidak suka", sewot Petra sambil melepaskan satu sepatunya lagi.

Tangan Petra sudah bekerja untuk memijat lembut kedua telapak kaki Joan yang terasa hangat. Dia bahkan mengusap-usap jari kelingking kaki Joan yang memerah disitu.

"Siapa suruh kau mengajakku ke tempat seperti ini?", balas Joan lagi.

Sebuah kotak berwarna hitam tersodor kearahnya dimana tanpa perlu mendongak, Petra langsung mengeluarkan sepasang flat shoes berwarna soft cream dan memasukkan heels yang dikenakan Joan tadi kedalam kotak itu lalu menyodorkannya kembali kearah tangan yang terulur. Itu Darren.

"Apa kau sengaja mempersiapkan sepatu ini untukku?", tanya Joan dengan nada heran dimana Petra mulai memakaikan flat shoes yang sudah disiapkannya kepada kaki Joan dengan lembut.

"Ya. Aku sudah merencanakan akan mengajakmu kesini dan tidak mau kau merasa tidak nyaman karena wanita pasti akan memakai sepatu berhak tinggi untuk menyempurnakan penampilan kerjanya", jawab Petra santai lalu tersenyum senang melihat sepatu pilihannya terlihat semakin cantik di kaki Joan sekarang. Dia memang tidak salah pilih.

"Apa kau selalu melakukan hal ini kepada setiap wanita yang kau incar?", tanya Joan kemudian.

Petra menoleh dan menatap Joan dengan tatapan intensnya. Jarak wajah keduanya cukup dekat dengan Joan yang masih duduk diatas lutut Petra dan tangannya yang masih melingkari pinggang rampingnya.

"Aku bahkan tidak pernah peduli kepada wanita lain. Hanya kepadamu saja aku harus mendetail seperti ini. Jika kau tidak nyaman memakai heels tinggi, pakailah flat shoes atau sneakers kesukaanmu. Itu jauh lebih baik", jawab Petra dengan sorot mata kagum melihat kecantikan Joan dari dekat seperti ini.

"Apa kau memang terlahir sebagai penggoda?", tanya Joan kembali dengan wajah yang merona. Dia terlihat malu.

"Apa kau merasa tergoda olehku?", balas Petra dengan senyuman lebar melihat rona merah pada kedua pipi Joan yang meenbuatnya terlihat menggemaskan.

"Kau selalu mengeluarkan perkataan semanis dan berlebihan seperti itu. Terlalu banyak omong kosong sehingga terdengar memalukan", sahut Joan sambil memeluk tubuhnya sendiri dan merapatkan jas Petra yang kebesaran di bahunya.

Petra mengeratkan pelukannya dan sama sekali tidak bergeming dengan lututnya yang masih diduduki Joan dan satu lututnya yang masih bertumpu pada jalanan berumput itu. Dia menikmati kebersamaannya dengan Joan di tengah-tengah perkebunan ini.

"Mungkin kau tidak percaya tapi aku mengatakan hal yang sebenarnya. Aku juga tidak pernah berkata manis ataupun bersikap hangat kepada wanita lain. Apa yang kulakukan adalah hal pertama untukku dan itu ditujukan kepadamu saja, sayang", balas Petra sambil tersenyum.

Joan mengerjap dan menatap Petra dalam diam seolah mempelajari raut wajahnya sekarang. Selama beberapa saat mereka saling terdiam dan tatapan Petra turun kearah bibir Joan yang terlihat menggoda. Pikirannya langsung teringat ciuman yang dia lakukan saat itu. Ciuman singkat namun membekas dalam pikiran Petra sehingga dirinya menginginkan hal itu sekarang.

"Apakah aku boleh menciummu, Joana?", tanya Petra pelan lalu kembali menatap sorot mata Joan yang terlihat kaget sekarang.

Wanita itu terlihat ragu dan gugup secara bersamaan. Dia menunduk sesaat seolah berpikir dan bertanya. "Apakah jika aku menolak, kau tidak akan melakukannya?".

Petra tersenyum kecut. Dia bahkan tidak berani berpikir kemungkinan lain selain penolakan yang sudah pasti akan dilakukan Joan. Wanita itu membutuhkan waktu dan Petra masih bisa bersabar.

"Aku tidak akan melakukannya jika kau tidak mengijinkan. Aku sudah berjanji padamu", jawab Petra mantap.

Joan kembali mendongak dan menatap Petra dalam tatapan tajamnya yang penuh penilaian. Dia mengangguk pelan seolah menerima keseriusan yang ada diwajah Petra saat ini lalu mencoba mengangkat tangannya untuk menyentuh kedua pipi Petra yang terasa dingin. Shit! Petra menegang dan tercengang dengan sentuhan ringan yang dilakukan Joan saat ini.

"Kau dingin?", tanya Joan pelan sambil menelusuri pipi dan rahangnya dengan tangannya yang hangat. Crap!

"Baby, jangan terlalu lama menyentuhku seperti ini. Aku tidak bisa menahan diri jika kau terus melakukan hal ini", ucap Petra dengan suara bergumam dalam nada hati-hati. Dia bahkan bisa mendengar degup jantungnya sendiri yang tak beraturan.

Joan spontan menghentikan sentuhannya dan menarik tangannya menjauh dari wajah Petra sementara pria itu merasa sedikit kecewa dan lega disaat bersamaan.

"Maafkan aku", ucap Joan dengan wajah menyesal.

Petra tersenyum hambar lalu menggeleng pelan. "Kau tidak bersalah. Hanya saja kehadiranmu sudah membawa pengaruh besar untukku, apalagi sentuhan yang kau lakukan tadi. Apa kau mengagumi ketampananku, sayang?".

Joan melumat bibirnya dan menatapnya hangat. "Aku hanya ingin tahu seperti apa rasanya menyentuh wajah pria yang memiliki jenggot tipis seperti ini"

"Joel juga memiliki jenggot tipis seperti ini, apa kau tidak pernah menyentuhnya?", tanya Petra sambil terkekeh geli mendengar jawaban Joan yang polos.

Joan menggeleng. "Dia adalah kakakku dan rasanya aneh jika aku menyentuhnya. Apalagi dia adalah suami orang dan aku merasa akan sangat kurang ajar menyentuh pria beristri meskipun dia adalah kakakku".

"Dan kau merasa aku adalah priamu makanya kau tidak aneh menyentuhku?", timpal Petra dengan nada menggoda.

Kembali semburat merah menjalar di kedua pipi Joan. Wanita itu hanya mengulum senyum tipis yang malu-malu dan menunduk. Ya Lord... Petra merasa tersiksa dengan pertahanan diri yang harus dilakukannya melihat semua keindahan yang ada dimatanya.

Dia tahu dia harus menjaga sikap karena orang suruhan Joel ataupun Christian pasti ada disekitar sini. Dia tahu itu. Kedua ayah anak brengsek itu tidak akan melepas dirinya begitu saja selama dia mendekati Joan. Padahal sudah jelas Petra menjaga Joan dengan sangat baik selama tiga tahun ini tapi mereka masih saja tidak mempercayainya. Sial.

"Kalau denganmu, aku hanya penasaran", ucap Joan kemudian.

"Itu lebih bagus lagi. Jika kau penasaran denganku, maka sudah bisa dipastikan kau ingin tahu tentang diriku. Artinya kau menaruh minat padaku. Apa kau tidak keberatan jika aku melakukan pendekatan padamu? Aku akan menjawab setiap pertanyaanmu dan akan memberikan semua hal yang ingin kau ketahui. Bagaimana?", tanya Petra dengan suara lembut sambil mendongakkan dagu Joan untuk menatapnya.

Joan mengerjap. "Apakah ini adalah progres yang kau bilang untuk membuatku jatuh cinta padamu?".

"Ah, kau masih ingat. Tentu saja. Kau akan mencintaiku, Joana. Itu sudah pasti. Lagipula kau adalah tunanganku. Aku sudah melamarmu dan kau masih mengenakan cincin pemberianku. Aku berterimakasih kalau kau tidak melepasnya", jawab Petra dengan wajah senang.

"Kau mengancamku jika aku melepas cincin ini", balas Joan dengan alis berkerut tidak setuju seolah perkataan Petra barusan membuatnya tidak suka.

"Aku tahu. Aku hanya ingin kau terus memakainya. Itu adalah pembuktian kalau kau sudah menjadi tunanganku dan tidak boleh ada yang mendekatimu", ujar Petra beralasan.

Joan mengulum senyum lalu menggeleng pelan. Dia kembali mengangkat tangannya lalu mengusap pipi Petra dengan hangat. Kemudian, dia mencium pipi Petra dengan sangat lembut disitu. Shit!!!!! Wanita itu kembali berulah untuk merobohkan pertahanannya.

"Baby,...", Petra baru akan mengingatkannya tapi Joan sudah menyela perkataannya dan membuatnya bungkam.

"Aku mengijinkanmu untuk menciumku. Anggap saja itu sebagai bentuk persetujuanku untuk didekati olehmu", ucapnya dalam suara berbisik.

Mata Petra melebar dan menatap Joan yang kini menatapnya dengan tatapan tidak percaya. Wanita ini mengijinkannya untuk menciumnya? Astaga! Petra malah menjadi gugup dan berdebar tidak karuan. Tapi dia tidak mau membuang waktu hanya untuk bersikap konyol seperti ini.

"Kalau begitu persiapkan dirimu karena aku akan memberikan ciuman yang berbeda dari sebelumnya. Kau hanya perlu menikmatinya", bisik Petra hangat lalu memiringkan wajahnya dan mencium lembut bibir manis itu.

Petra merasakan kelembutan dari bibir yang diciumnya. Dia mencecap setiap rasa manis yang menguar dari bibirnya, melumatnya dengan penuh perasaan dan melakukan ciuman paling hati-hati yang pernah dilakukannya sementara Joan masih terdiam tanpa membalas ciuman itu. Damn! Wanita ini membuatnya gila dengan memberikannya kesempatan sebagai pria pertama yang menciumnya.

"Ikuti gerakanku, baby", ucap Petra di sela-sela ciumannya dan Joan mencoba untuk melakukan apa yang diminta Petra dengan ragu.

Wanita itu mulai menggerakkan bibirnya dengan menyambut lumatan Petra. Dia membalas bibir Petra dengan kecupan singkat, berlanjut menjadi berkali-kali dan mulai bisa mengikuti tempo yang dimainkan Petra dengan melumat bibir bawah Petra. Oh shit! Petra mengerang dan mengeratkan pelukannya untuk memperdalam ciumannya.

"Buka mulutmu, baby", ucap Petra dengan suara tercekat tanpa menghentikan cumbuannya.

Begitu Joan membuka mulutnya, Petra langsung melancarkan serangan lidahnya kedalam rongga mulutnya. Wanita itu mengerang lembut dan itu semakin membuat Petra menggila. Dia menguasai rongga mulut Joan dengan lidahnya yang lincah, mengabsen setiap gigi Joan yang berderet rapi, dan wanita itu dengan cepat bisa mengikuti gerakan bibirnya.

Petra merasakan kedua tangan Joan mulai melingkari lehernya dan wanita itu menciumnya dengan kelembutan yang tidak pernah dia dapati dari wanita manapun. Demi apapun ini adalah ciuman penuh perasaan yang diberikan Joan padanya, ciuman yang tulus tanpa menuntut, bibir yang sama sekali belum berpengalaman tapi memabukkan dirinya, setiap lumatan yang diberikan masih terkesan malu-malu namun penuh tekad untuk mencoba.

Petra tersenyum dalam hati jika Joan menjadikan dirinya sebagai eksperimen pertamanya dalam berciuman. Ada rasa senang yang dirasakan Petra karena Joan mempercayainya meskipun masih ada keraguan. Dari situ dia sudah memantapkan diri untuk membuktikan kalau dirinya layak untuk dicintai oleh wanita polos dan suci seperti Joan.

Meskipun dia memiliki masa lalu tentang status ladykiller yang sering menyakiti dan membuang perempuan setelah dia mendapatkan apa yang dia inginkan, tapi dia sudah berubah. Dia tidak menginginkan hal lain selain Joan sekarang.

Ciuman itu terhenti saat Joan mendorong bahunya dengan cepat. Wanita itu bernafas dengan terengah-engah dan menatapnya sayu. Oh dear...

"Aku perlu bernafas...", ucapnya memberi alasan dalam suara tercekat.

Petra tertegun lalu tertawa renyah. Sebegitu polosnya wanita itu dan sebegitu lupa dirinyakah sampai melupakan hal itu. Dia sadar kalau telah melakukan ciuman dalam tempo yang begitu dalam tapi wanita itu sanggup mengimbanginya beberapa saat. Ah, dia sangat menggemaskan.

"Sorry, baby", gumam Petra sambil mengusap kepala Joan dengan lembut lalu beranjak berdiri sambil merangkul tubuh Joan agar menyejajarkan posisi mereka.

"Tidak apa-apa. Aku mengijinkan kau yang menciumku. Dan ini adalah hal baru untukku jadi semoga aku tidak terlalu memalukan", ucapnya dengan tawa renyah dan pipi yang masih memerah.

Petra tertegun sesaat lalu tertawa terbahak-bahak. Wanita ini sudah jelas memiliki selera humor yang alami dan membuat perasaannya semakin melambung. Dia merapatkan jasnya pada tubuh mungil Joan karena udara yang semakin dingin mengingat sekarang sudah hampir sore.

"Aku akan membawamu ke safe house keluargamu", ucapnya kemudian.

"Kau tahu safe house kami?", tanya Joan dengan alis terangkat sambil mengikuti langkah kaki Petra yang berjalan kembali kearah mereka sebelumnya.

"Tentu saja. Aku pernah datang beberapa kali saat ada acara. Tapi tidak ada dirimu karena kau dan para saudaramu masih di London saat itu", jawab Petra sambil merangkul bahu Joan untuk berjalan berdampingan.

"Aku tidak mengerti, setahuku safe house itu tidak boleh diberitahu kepada siapapun. Bahkan teman dekat. Juga kerabat keluarga kami yang lainnya selain kumpulan para ayah. Tapi kau? Memangnya hubunganmu apa dalam keluarga kami selain menjadi sahabat kakakku?", tanya Joan heran.

Petra tersenyum lebar lalu menatap Joan dengan hangat. "Tentu saja aku adalah calon menantu untuk keluarga besarmu. Tidakkah kau sadar akan hal itu, baby?".





🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷




Aku udah tahu kalau kalian pasti akan mudah teralihkan.

Baca lapak sebelah juga jumpalitan nggak karuan.
Disini juga mencak-mencak 😥😥

Cukup tahu aja yah...
Joel, Petra, Noel dan Hyun adalah kepunyaanku!

🤣🤣🤣🤣🤣

P.S.
Aku akan update Noel tengah malam.
Nggak tengah-tengah banget sih...
(Fans garis keras Noel langsung memutuskan untuk begadang)
🤣

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Haduhhhh...
Punya cowok kayak begini sih gue bisa ampun-ampun lu!! 😣😣😣😣😣


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top