Part 3 - The one in a million

Lapak sebelah keramean...
Belom2 udah diserbu sama komenan 🙈

Author kabur kesini aja.

Happy Reading 💋




🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷




Joan memulai membuat adonan bahan cupcake sesuai arahan auntie Chelsea dan auntie Claire yang sedang memimpin kelas memasak didepan.

Setiap seminggu sekali, Joan mengikuti kelas itu untuk menambah keahliannya sebagai seorang perempuan. Dia sudah mengikuti kelas itu selama dua tahun terakhir ini atau setiap kali dia pulang ke Jakarta karena liburan semester dan cukup banyak menu yang berhasil dibuatnya dengan orangtua dan kedua kakaknya sebagai jurinya. Hasilnya cukup memuaskan.

Bersama dengan Nayla, dia mengikuti kelas memasak itu. Tapi karena urusan perasaan, hubungan mereka menjadi agak renggang. Ralat. Sebenarnya Nayla yang mulai menjauhinya karena merasa tidak enak hati lantaran dia merasa sudah merebut Alex darinya. Kini, mereka berdiri berdampingan tanpa adanya komunikasi dan itu membuat Joan merasa semakin tidak nyaman.

Setelah memasukkan semua bahan, Joan menyalakan mixer-nya dan mulai mengaduk adonan cupcake-nya dengan tatapan fokus. Ada banyak peserta yang mengikuti kelas itu, baik tua ataupun muda dan dengan sangat jelas kedua orang yang sudah menjadi kolaborasi masterchef sejak dulu menjelaskannya dengan lugas.

Joan mendongak lalu tersenyum saat melihat auntie Claire mendekatinya dan melakukan hal yang sama padanya. Dia adalah ibu dari Ashley dan Alex. Well... menyadari kalau dia pernah menyukai anak laki-lakinya membuat Joan merasa gugup sesaat tapi buru-buru dia menghilangkan perasaan itu.

Tidak ada yang tahu soal perasaannya. Tidak ada sampai saat ini. Kecuali Nayla dan Alena. Yeah... itulah yang membuat Nayla menjadi tidak enak hati padanya lantaran dia sempat mencurahkan isi hatinya soal perasaannya kepada Alex tapi berbalik Nayla yang menerima perasaan Alex.
Oh dear...

“Kau sudah sangat cekatan, Joan. Apa kau yakin tidak ingin meneruskan pendidikanmu ke jalur memasak? Kulihat kau lebih pandai mengolah makanan daripada menjalani bisnis orangtuamu”, ujar Claire sambil menautkan anak rambutnya yang terjatuh di keningnya.

Oh dear... sikap perhatian yang diberikan auntie Claire padanya begitu membuatnya merasa tersiksa. Jika dia menjadi ibu mertuanya, sudah pasti Joan akan sering menghabiskan waktu bersama di dapur untuk membuatkan makanan kesukaan keluarganya. Dan Joan merutuk dirinya sedetik kemudian karena membiarkan pikiran itu berada dalam pikirannya sementara Nayla yang berada disampingnya sepertinya memperhatikan.

“Kupikir dengan menjadi penerus dan bisa memasak adalah perpaduan yang menyenangkan, auntie. Aku sudah belajar banyak dari kau dan auntie Chelsea. Sudah pasti aku berada di tangan yang tepat”, jawab Joan sopan.

Claire mengembangkan senyumannya mendengar jawaban Joan. Sementara Chelsea sudah berada di samping Claire lalu menganggukkan kepalanya tanda dia puas melihat hasil yang dilakukan Joan saat ini.

“Kudengar kau dilamar oleh satu pria asing saat kau berulangtahun minggu lalu? Siapa dia? Maafkan auntie dan uncle Liam yang tidak bisa hadir karena ada urusan mendadak diluar kota”, ucap Chelsea kemudian.

Claire terkekeh pelan. “Pria yang melamarnya sangat tampan dan gagah. Kurasa dia lebih pantas mendampingi Joan ketimbang pria lain yang mencoba mendekati Joan, termasuk anak laki-lakimu sih Verdinand itu”.

Alis Chelsea terangkat. “Benarkah? Wah... Verdinand sudah kelewat jauh kalau begitu”.

Obrolan itu terdengar tidak menyenangkan sekarang. Jelas bahwa dirinya dengan Verdinand tidak ada hubungan apa-apa selain bersahabat karena kedekatan mereka hanya sekedar saling membantu.

Verdinand yang playboy sering meminta bantuannya untuk memutuskan pacar satu bulannya sebagai pacar bohongan. Dan para orangtua menyalahartikan hal itu.

Dan omong-omong soal Petra, pria itu tidak muncul lagi dihadapannya setelah apa yang dia perbuat padanya. Melamarnya didepan umum dan mencium bibirnya begitu saja, bahkan dia sempat mengancam jika Joan melepas cincin berlian yang masih tersemat di jari manisnya sekarang.

“Kau mengenalnya, Chels. Dia adalah putra dari Ashton”, ujar Claire lagi.

“Maksudmu Percy?”, tanya Chelsea kemudian.

Claire menggeleng. “Petra”

“What?! Apa dia tidak terlalu tua? Umurnya bahkan sama dengan Joel”, pekik Chelsea kaget.

Claire tertawa saja. “Seperti kau dan Liam. Kalian kan beda umur belasan tahun tapi bisa bahagia, bukan begitu?”.

Chelsea terdiam lalu terkekeh sambil menggeleng. “Betul juga. Aku dan Liam selisih dua belas tahun. Dan aku tidak menyangka ada yang mengikuti langkahku. Padahal aku berharap Joan bisa menjadi menantuku”.

“Aku juga sama. Kupikir Alex cocok dengan Joan”, balas Claire sambil tersenyum hangat.

Deg! Joan langsung mendongak dan menghentikan aktifitasnya untuk menatap Chelsea dan Claire secara bergantian lalu menoleh kearah Nayla yang terdiam menatap mereka dengan senyuman hambar.

Auntie Claire, kurasa kau salah paham. Sebenarnya Alex dan...”

“Joan! Bukankah kau bilang mau memasukkan chocochip ke dalam adonan cupcake-nya? Aku sudah coba dan kurasa akan lebih lezat, bukan begitu auntie?”, suara Nayla langsung menyela perkataan Joan begitu saja.

Belum sempat Joan merespon, Claire langsung menimpali.

“Betul. Kalau kau mau improvisasi bisa memasukkan chocochip atau coklat parut kedalamnya. Kalian para pecinta coklat pasti akan sangat menyukainya”, balas Claire riang.

Btw, kami harus berkeliling. Lanjutkan aktifitas kalian dan buat kami bangga”, ucap Chelsea  sambil mangkir dari situ diikuti Claire.

Sepeninggalnya mereka berdua, Joan langsung berbalik menghadap Nayla yang kini sudah menatapnya.

“Apa maksudmu menyembunyikan hubunganmu dengan Alex?!”, tembak Joan langsung kepada Nayla dalam suara berbisik.

“Tidak ada cara lain. Kami berhubungan hanya untuk menata perasaan kami tanpa harus publikasi. Lagipula seperti yang kau lihat sendiri tadi kalau para orangtua lebih senang kalau kau dengan Alex. Bukan denganku”, balas Nayla datar.

Alis Joan terangkat dan menatap Nayla dengan tatapan tidak percaya. “Apa kau gila? Memangnya pendapat para orangtua akan mempengaruhi perasaan kalian? Tunjukkan apa yang dipikirkan mereka salah dan buat perubahan. Dengan menjalani hubungan dibelakang mereka malah akan membuat mereka kecewa”.

“Kau bisa bilang seperti itu karena kau mungkin menjadi kesukaan mereka. Lagipula aku tidak mau disebut sebagai pengkhianat karena dianggap sudah mengambil pria yang kau sukai. Padahal sebenarnya Alex sudah lebih dulu menyukaiku sebelum kau menyukainya”, balas Nayla dengan nada cibiran yang kentara.

Astaga! Joan mengerjap kaget atas apa yang Nayla katakan barusan. Seperti itukah pikirannya selama ini? Dia bahkan berbesar hati menerima kenyataan kalau Alex menyukai Nayla daripada dirinya dan merasa diperlakukan tidak adil lewat dari sikap Nayla yang ternyata menyembunyikan perasaannya kepada Alex.

Jadi seperti inikah balasannya? Menjadi sahabat sejak lahir sampai dua tahun lalu atau sampai dimana Alex menolak perasaannya dan mengatakan kalau dia sudah berpacaran dengan Nayla selama setahun terakhir.

“Aku tidak percaya kalau kau bisa berkata seperti itu, Nay. Kupikir kau sahabatku yang paling mengerti diriku. Ternyata kau berubah hanya karena satu orang pria yang sialnya aku pernah menyukainya”, desis Joan dengan nafas memburu dan kembali pada adonan cupcake-nya.

Dia mendengus kesal dan menaruh apa saja ke dalam adonannya sebagai pelampiasan kekesalannya. Menuang adonan ke dalam kertas kue yang sudah ditaruh di dalam cetakan lalu memanggangnya. Setelah itu dia membuat buttercream sebagai hiasan cupcake buatannya. Setengah jam kemudian, dia selesai membuat delapan buah cupcake dengan hiasan bunga yang dibuat dari buttercream diatasnya.


Tentu saja dia mendapat pujian dari kedua auntie yang terlihat puas dengan hasil dekorasinya. Dan setelah itu, dia memutuskan untuk segera bersiap meninggalkan restoran auntie Chelsea yang menjadi tempat kelas memasak mereka hari ini.

Setelah menaruh hasil cupcake-nya ke dalam sebuah kotak dan membawa barang-barangnya. Dia berjalan keluar dan mendapati sosok Nayla dan Alex sedang berdiri berhadapan disitu. Membuat dada Joan terasa sesak dan mati-matian memberikan ekspresi datarnya saat melihat mereka berdua.

Alex yang lebih dulu menyadari kehadirannya dan menatapnya selama beberapa saat lalu kemudian menyapanya dengan sebuah senyuman hangat.

“Joan...”, sapanya pelan.

Sementara Nayla hanya menghela nafas dan membuang tatapannya kearah lain seolah enggan membalas tatapannya. Dasar pengecut!

“Alex! Kamu datang, nak. Apa kalian sudah janjian mau pergi bersama?”, seru Claire dari balik bahu Joan dimana dia terlihat sumringah saat melihat kehadiran Alex disitu. Dan tak lama Chelsea datang menyusulnya.

Alex terlihat canggung lalu menatap ibunya dengan gugup. “Kebetulan aku ada arah kesini dan berpikir untuk menjemput Nayla dan Joan”.

Joan hanya memutar bola matanya mendengar jawaban Alex yang lagi-lagi membawa dirinya sebagai tameng.

“Wah, kau perhatian sekali. Kau benar-benar pria idaman. Dengan saudara sendiri saja kau begitu perhatian, bagaimana dengan pacarmu nanti”, puji Chelsea hangat.

Alex tersenyum dengan hambar sementara Nayla hanya terdiam sambil menggigit bibir bawahnya tanpa bersuara sedikitpun. Suasana seperti ini terasa tidak nyaman dan memuakkan bagi Joan. Ini tidak benar. Rasanya dia hendak meledak saat ini juga sampai ada bunyi bel tanda seseorang datang dan... itu membuat Joan tersentak melihat sosok yang datang dan kini berjalan mantap menghampirinya saat sorot matanya bertemu dengannya. Shit!

“Bukankah itu tunanganmu, Joan? Kau memintanya menjemputmu kesini?”, tanya Claire dengan tatapan penuh minat melihat sosok Petra yang semakin mendekat kearahnya.

“Wow! Dia benar-benar tampan”, gumam Chelsea dengan kekehan ringan.

Alex dan Nayla sama-sama menoleh saat Petra sudah berada didekatnya. Entah perasaannya atau memang seperti itu, tatapan Alex terlihat tidak suka saat menatap Petra saat ini.

“Hello, auntie Claire and auntie Chelsea. Hello to you both”, sapa Petra hangat sambil menatap mereka secara bergantian lalu berjalan mendekati Joan disitu.

“Hello, baby”, sapa Petra sambil merangkul pinggangnya dan mencium keningnya.

Oh dear... Apakah ciuman dan rangkulan seperti ini diperlukan? Joan hanya mendongak dan menatap Petra dengan tajam.

What? Aku kan mencium dirimu yang sudah menjadi tunanganku. Kau lupa dengan cincin yang melingkar cantik di jarimu, sayang?”, ucap Petra seperti bisa membaca pikirannya.

“Bukan berarti kau bisa bersikap seenaknya”, tegur Joan sinis.

Petra memberikan seulas senyuman miringnya. “Aku sudah memberikan waktu satu minggu untukmu supaya tidak ngambek padaku. Hari ini adalah saatnya kita berbaikan. Apakah cupcake ini untukku? Jika iya, aku sangat senang karena aku suka kue pemberianmu. Seperti waktu pesta ulangtahunmu, baby”.

“Wah, kalian sangat serasi. Aku suka denganmu yang seperti ini. Sangat terang-terangan dan tidak menyembunyikan perasaan cintamu itu. Sangat laki-laki”, puji Chelsea sambil tersenyum lebar menatap Petra.

“Terimakasih, auntie. Itu karena aku mencintai wanitaku dan tidak akan membuat dia terluka dengan hubungan yang tidak pasti. Kau tahu kan kalau wanita itu membutuhkan kepastian dan pengakuan? Lagipula aku tidak sabar untuk menikahi wanita yang sanggup membuat hidupku tidak karuan seperti Joana”, balas Petra hangat dengan nada sindiran yang kentara.

Bahkan Joan bisa menangkap reaksi tertegun dari Alex dan Nayla. Membuat Joan berpikir apakah Petra mengetahui sesuatu diantara mereka?

“Astaga, kau romantis sekali. Joan pasti sangat beruntung dicintai olehmu”, seru Claire senang.

“Kalau begitu aku permisi dulu. Kami ada urusan. Tunanganku sedang ngambek dan aku harus membuatnya senang kembali”, ucap Petra dengan senyuman lebar diwajahnya sambil mengambil alih kotak cupcake yang dipegang Joan lalu menggenggam tangannya dengan erat.

Joan mengucapkan salam perpisahan kepada mereka dan mengabaikan tatapan tajam dari Alex dengan berjalan mengikuti Petra untuk keluar dari restoran itu.

Didepan situ, sudah ada lima orang yang sepertinya anak buah Petra berdiri sejajar dengan satu buah motor besar disitu. Ada satu orang langsung berjalan menghampiri Petra saat pria itu mengangkat kotak berisikan cupcake buatannya.

“Bawa kue ini dan aku tidak akan segan-segan untuk menghajarmu jika ada sedikit noda atau sedikit cacat pada kue itu”, ucap Petra dengan nada perintah sampai Joan harus meringis mendengar perkataannya itu.

“Apa kau perlu mengancam seperti itu hanya karena kue?”, tanya Joan tidak percaya.

Petra menoleh kearahnya lalu tersenyum lebar. “Segala sesuatu yang berurusan denganmu adalah hal yang harus kujaga, walaupun itu hanya kue tapi itu adalah buatan dari tanganmu”.

Glek! Joan hanya menganga lebar mendengar jawaban Petra barusan yang sukses membuat degup jantungnya berdebar. Apakah dia hanya ingin merayu atau menggoda dirinya? Sekali lagi. Dia mengingatkan dirinya terhadap apa yang Joel katakan padanya. Petra adalah bajingan dan akan melakukan apa saja untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Jangan tertipu. Titik!

Saat membatin seorang diri, Joan tersentak saat Petra memakaikannya sebuah... jaket kulit? What?

“I...ini untuk apa?”, tanya Joan tidak mengerti.

Petra tersenyum sambil menaiki motor besarnya dan harus Joan akui kalau pemandangan yang ada di hadapannya saat ini benar-benar... sempurna.

Petra terlihat pantas diatas motor besarnya dengan outfit casual-nya yang menambah kesan maskulin pada pesonanya. Dia bahkan semakin terlihat keren dengan kacamata hitamnya itu. Saat dia menggulung lengan kaosnya, disitu Joan bisa menangkap tato simbolik yang ada disepanjang tangan kanannya.

It’s okay, baby. Aku tidak akan menyakitimu, kau aman bila bersamaku. Ayolah”, ujar Petra sambil mengulurkan tangan kanannya kepada Joan.

Joan terdiam sambil menatap Petra dan menunduk menatap jaket kulit yang dipakainya saat ini. Aroma parfum yang tercium maskulin sudah pasti adalah miliknya yang sengaja dipakaikan supaya dirinya tidak kedinginan. Untung saja Joan memakai jeansnya hari ini.

“Aku tidak percaya kalau aku akan melakukan hal ini. Aku bahkan belum menelepon Daddy”, ucap Joan tanpa bergeming untuk menyambut uluran  tangan Petra.

Senyum Petra mengembang dan dia menarik uluran tangannya lalu mengeluarkan ponselnya dari saku celananya dan terlihat seperti menelepon.

“Hello, Dad... putrimu tidak mempercayaiku. Bisakah kau menjelaskannya?”, ucap Petra pada ponselnya lalu mengulurkanmya pada Joan dan memberi kode padanya agar segera berbicara disitu.

Joan melirik ponsel itu dengan ragu lalu mengambilnya dan menunduk melihat nomor yang tertera adalah benar nomor ayahnya. Dia menempelkan ponselnya itu ke telinganya.

Dad...”.

“Ikut saja dengan Petra dan lihat apa maunya. Dia tidak akan macam-macam, sayang. Karena aku akan mengawasinya untuk berjaga-jaga”, terdengar suara ayahnya yang lugas dan tegas.

“Kenapa aku harus ikut dengannya, Dad?”, tanya Joan dengan suara berbisik.

“Karena aku memberikannya kesempatan untuk menunjukkan niatnya kepadamu. Dan lagipula, tidak ada salahnya kau mencoba membuka hati kepada pria lain dibanding kepada laki-laki seperti Alex yang bahkan tidak berani membuka hubungannya dengan Nayla. Apa kau mau menjalin hubungan dengan seorang pecundang seperti itu?”, jawab Christian langsung.

Mata Joan melebar kaget. “Da...darimana kau tahu soal hubungan mereka?”.

“Itu tidak jadi soal. Yang jelas sekarang ikutlah dengan Petra. Dia hanya ingin meminta maaf atas apa yang sudah dilakukannya padamu waktu itu”, balas Christian.

Joan terdiam lalu mengangguk saja. Kemudian dia mematikan ponsel itu lalu mendongak menatap Petra yang masih menatapnya tajam dari atas motornya.

“Kau sudah percaya?”, tanya Petra dengan suara masam.

Joan mengangguk pelan sambil mengoper ponsel kepada Petra dan pria itu langsung mengambilnya lalu memasukkannya kedalam saku celananya.

“Kau ini... benar-benar membuatku tersinggung sebagai pria terhormat. Aku melakukan hal yang benar saja kau curigai aku sampai sebegitunya”, ucap Petra sambil menggerutu.

Spontan Joan tersenyum menatapnya dan kali ini tatapan Petra tertegun sesaat melihatnya, membuatnya menghentikan senyuman itu dan mengerutkan alisnya.

“What?”, tanyanya.

“Aku suka dengan senyuman itu. Lebih baik kau tersenyum daripada sedih atau marah. Jadilah seorang wanita yang bersinar dan sanggup mengalihkan dunia seseorang. Sama seperti yang kau lakukan padaku secara tidak sadar”, jawabnya hangat.

Joan mengerjap dan menatap Petra dengan hangat. Spontan dia kembali tersenyum dan menunduk pelan karena malu. Seumur hidupnya dia tidak pernah menerima pujian dari oranglain selain keluarganya. Dan kali ini dia mendapatinya dari seorang bernama Petra yang masih terasa asing baginya.

“Jadi, maukah kau ikut bersenang-senang bersamaku? Percayalah. Aku hanya akan membuatmu bahagia. Kalaupun kau menangis nantinya, aku pastikan itu adalah tangis kebahagiaan yang hanya bisa dilakukan olehku”, ucap Petra sambil kembali mengulurkan tangan kanannya kepadanya.

Joan langsung mengangguk dan menerima uluran tangan Petra dimana pria itu langsung menariknya mendekat dan membantunya menaiki motor besarnya. Setelah membantunya memakaikan helm dikepalanya, giliran Petra yang memakaikan helm untuk dirinya sendiri.

“Peluk aku, Joana. Aku tidak mau kau jatuh”, ucapnya hangat.

“Kau tidak sedang mencoba untuk mencari kesempatan kan?”, balas Joan dengan gugup. Dia tidak pernah menaiki motor dan sama sekali tidak berniat untuk mencoba menaiki kendaraan seperti ini.

“Justru aku tidak ingin kau terluka atau ketakutan meskipun aku bisa merasakan hangatnya tubuhmu”, goda Petra dengan tawa pelan dan langsung tergelak saat Joan memukul punggungnya karena kesal.

“Sudahlah, baby. Aku hanya menggodamu. Peluk pinggangku karena aku akan segera membawamu untuk bersenang-senang”, ucap Petra kemudian sambil meraih kedua tangan Joan kearah pinggangnya dan spontan tubuh Joan bertubrukan dengan tubuh belakang Petra.

Oh dear... ini pertama kalinya Joan sedekat ini dengan pria. Jantungnya bergemuruh kencang dan aroma maskulin Petra tercium jelas saat hidungnya mendarat dibahu kokoh pria itu.

Petra menoleh kearahnya dan menatapnya intens karena wajah mereka sangat dekat saat ini. “Santai saja, baby. Aku tidak akan menyakitimu dan membiarkanmu terluka. Aku akan membuatmu senang. Percayalah”.

Joan hanya mengangguk sebagai jawaban karena detik berikutnya dia memekik kaget saat Petra mulai menjalankan motornya dengan dengungan knalpot motornya yang mengagetkan dan kecepatan yang gila-gilaan dimana Joan mengeratkan pelukannya dan spontan menutup matanya.

“Buka matamu, baby. Lihat sekelilingmu. Kau akan mengagumi pemandangannya dari sini”, bisik Petra sambil mengenggam kedua tangannya yang bertautan dengan erat sampai terasa kebas. Astaga! Apakah pria ini gila membawa motor besar dengan hanya satu tangan dalam kecepatan seperti ini?

“Aku takut”, balas Joan sambil tetap memejamkan matanya.

“Tidak usah takut jika bersamaku. Percayalah”, bujuk Petra dengan suara hangat tanpa mengurangi kecepatannya.

Joan terdiam lalu sambil menarik nafas dia membuka matanya dan mencoba mengedarkan pandangannya dan terlihat suasana siang ibukota yang terpampang jelas disitu.

See? Tidak ada yang perlu ditakutkan. Yang harus kau lakukan adalah menikmati setiap momen yang ada”, ucap Petra dengan kekehan ringan.

Joan mau tidak mau mengakui kalau dia mulai menyukai pengalaman pertamanya menaiki sebuah motor besar dengan pemandangan yang bisa dikatakan cukup indah. Dari atas jembatan tertinggi yang dilewati Petra, Joan bisa menyaksikan padatnya ibukota dengan kesibukan yang terjadi. Meskipun dia tidak menyukai cuaca panas yang menyengat tapi setidaknya dia merasa sejuk dengan deru angin yang menerpa wajahnya lewat kecepatan yang ditancap Petra.

“Terima kasih, Petra. Aku tahu kau menyusulku kesana karena kau tahu apa yang terjadi padaku tadi”, ucap Joan dengan hangat.

Petra tersenyum dan semakin mengeratkan genggamannya diatas kedua tangan Joan yang melingkar dipinggangnya. “Kau harus ingat satu hal, baby. Tidak sekali-kali aku membiarkanmu tersakiti meskipun itu hanya luka gores saja. Aku akan membuat perhitungan kepada siapapun yang lalai dalam menjagamu. Jika saja bajingan kecil itu bukan anak dari uncle Juno, aku sudah pasti akan membuat perhitungan dengannya”.

Ada perasaan yang menyenangkan saat mendengar pembelaan Petra yang terdengar begitu manis ditelinganya saat ini. Membuat senyum Joan mengembang dan melupakan apa yang dialaminya tadi soal perkataan Nayla padanya.

Yeah. Dia merasa tenang dan nyaman saat ini. Seolah perasaannya yang gundah seketika lenyap berganti rasa aman yang tidak terhingga.




🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷




Diharapkan konsisten 😅

Baca lapak Joel, baper sama Joel
Baca lapak Hyun, baper sama Hyun
Baca lapak Noel, baper sama Noel
Baca lapak Petra?

Hmmm... 🤔🤔🤔🤔🤔

Note : Berhubung para adik udah menginjak umur 20an keatas, visual yang sebelumnya aku ganti yah genks!

Yang jadi Alex, mirip2 sama Juno yah? 😅
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Cowok ini keterlaluan.
Mataku ternodai dengan dirinya yang punya hobi kayak jojo yaitu :
Buka baju 🙈🙈🙈





Nah ini ada adek Joana yang makin dewasa sampe bikin Petra menggila 🔥🔥🔥


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top