Part 28 - The honesty of Petra's heart

Jika kalian membaca setiap perkataan dan narasi yang kubuat,
Mungkin kalian akan bisa menemukan sebuah titik terang.

Semua kalimat adalah clue 😊

Happy Reading 💋



🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷



10 years earlier...

Aku tergesa-gesa!

Jika aku tidak cepat maka Nayla akan meninggalkanku karena dia orang yang sangat tidak sabaran. Aku harus segera membereskan perlengkapan campingku dengan cepat karena katanya pelatihan hari ini akan ada acara memancing. Aku sudah tidak sabar.

Setiap seminggu sekali, aku akan mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh para ayah dengan kak Joel atau kak Noel yang mendampingi kami dan salah satu dari para ayah yang akan memimpin pelatihan itu. Camping dan memancing adalah kesukaanku, karena acara itu selalu diakhiri dengan acara api unggun dan kami akan bermain truth or dare.

Aku menaruh satu set pakaian bersih dan beberapa perlengkapanku ke dalam ransel kiplingku begitu saja. Aku sudah bersiap dengan t-shirt dan celana jeansku , juga sudah mengikat rambutku dalam satu ikatan sederhana agar lebih efisien dalam bergerak.

Sambil menaruh ransel pada satu bahuku, aku mulai keluar dari kamarku saat ponselku berbunyi dan aku menunduk untuk membaca pesan yang masuk lalu... BRAKK!!!

Shit! Aku seperti tertabrak tembok raksasa yang membuat diriku langsung terjatuh dan bokongku begitu sakit karena jatuh terduduk. Bahkan kepalaku sempat terantuk oleh tulang bahu seseorang barusan. Ponselku saja sampai terhempas dari genggamanku bersamaan dengan ransel yang terlepas dari bahuku dan jatuh tidak jauh dari posisiku saat ini.

"Sorry, aku tidak melihat adanya dirimu. Apakah kau baik-baik saja?".

Aku pun langsung mendongak dan menatap wajah asing yang begitu... ya Lord! Matanya biru sekali dan tentu saja dia adalah anak laki-laki paling tampan yang pernah kulihat. Tapi tunggu dulu... kenapa dia bisa berada di safe house dimana tidak adanya pihak luar yang bisa masuk kesini selain keluarga kami?

"Siapa kau?", tanyaku judes sambil berusaha berdiri dan mengabaikan uluran tangannya.

Aku mempelajari orang itu sambil mengusap kepalaku yang terantuk tadi. Sial! Terbuat dari apa orang itu sampai harus memiliki tubuh sekeras itu?

Selain matanya yang sangat biru sekali, dia juga tinggi sekali. Aku hanya sebatas dada bidangnya saja. Melihatnya yang seperti ini spontan membuatku teringat pada kakakku yang memiliki bentuk tubuh yang tidak beda jauh dengannya.

"Aku mencari Joel tapi sepertinya dia tidak ada", celetuk orang itu sambil meraih ponsel dan ranselku lalu mengulurkannya padaku dengan sopan.

Aku menerima ransel dan ponselnya dengan wajah ketusku karena aku tidak suka berinteraksi dengan orang asing apalagi dia adalah seorang pria, meskipun dia tampan. Katakanlah aku adalah orang yang tidak bisa beramah tamah.

"Kau bisa mencari kakakku di backyard", ucapku kemudian.

Aku kembali menunduk untuk membaca pesan yang tadi belum sempat kubaca tapi gerakanku terhenti karena tiba-tiba ada sebuah usapan yang mendarat diatas kepalaku. Deg! Aku mendongak dan mendapati sepasang bola mata yang berwarna biru itu tampak begitu dekat. Orang itu membungkuk untuk menyamakan posisi agar jarak pandang kami bertemu.

"Terima kasih adik manis. Maafkan aku karena aku sudah menabrakmu sampai kau terjatuh. Kuharap kau tidak apa-apa dan kau bisa menuntutku jika terjadi sesuatu padamu. Aku akan bertanggung jawab", ujar orang itu dengan hangat dan ramah.

Aku langsung beringsut mundur untuk menjauh darinya dan melotot galak padanya. Degup jantungku bergemuruh begitu cepat dan aku yakin wajahku memanas sekarang.

"Jangan sembarangan menyentuhku! Aku tidak suka! Kalau mau berterima kasih, cukup ucapkan saja tanpa perlu pegang-pegang kepalaku!", desisku tajam.

Tanpa mau berkata apa-apa lagi, aku segera berlalu dan masih bisa menangkap seringaian gelinya dengan sorot matanya yang menawan.

Ya Tuhan... dia tampan sekali.



🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷



Jika ada yang bisa mewakili isi hatinya saat ini, mungkin Joan berniat untuk menukar apapun yang dia miliki agar dia merasa lebih baik. Rasa sakit yang menjalar pada sekujur tubuhnya tidak seberapa dibanding rasa sesak yang masih menyebar dalam dadanya.

Dia bahkan tidak mengerti kenapa dia tidak bisa bersuara saat ini, rasanya ada yang tertahan dan menohok tenggorokannya. Untuk meminum air pun rasanya begitu sulit.

Dia tidak tahu dimana dirinya berada tapi yang jelas dia tidak lagi berada di Tibet. Sepertinya dia sudah berada di negara lain dengan pemandangan langit malam yang sudah terlihat dari posisinya duduk. Dia yakin kalau dirinya sedang berada diatas ketinggian dalam sebuah gedung tertinggi karena bisa melihat pemandangan berupa kota besar dengan indahnya lampu malam.

Cukup lama dia terpaku pada pemandangan itu sampai merasa kalau ada sesuatu yang berusaha melepaskan borgol yang melekat pada pergelangan tangan dan kakinya. Dia pun menunduk dan mendapati wajah Petra yang kini menatapnya tanpa ekspresi. Apa yang tampak di hadapannya sebeku hatinya saat ini dan dia tidak sanggup untuk menahan rasa sesaknya dengan menuliskan beberapa kalimat untuk mengekspresikannya pada Petra.

Dia teringat kalau Petra berusaha untuk membuatnya mencintainya dan mungkin itulah saat yang tepat untuk dirinya membuat pengakuan terhadap hal yang terjadi. Karena itulah Joan merasa perlu mempersingkat waktu Petra untuk mengungkapkan perasaannya yang sudah dia rasakan sejak bertemu dengan Petra saat pesta ulangtahunnya.

Yeah. Dia yakin sudah menaruh perasaan pada pria yang tampak begitu gagah dan sangat rupawan saat pria itu muncul lalu memperkenalkan dirinya bahwa dia sudah menunggunya selama tiga tahun untuk memintanya. Mata birunya. Sosoknya yang tegap. Tutur katanya. Dan kejujurannya tentang profesinya sebagai seseorang yang berbahaya dalam sebuah organisasi.

Memutuskan untuk menerima lamaran pria itu dan menikah dengannya adalah keputusan terbesar yang pernah Joan buat dalam hidupnya. Dia tahu hal seperti ini mungkin akan terjadi tapi tidak dengan Petra yang menjadi sosok antagonisnya.

Dia sempat tidak mempercayai perkataan orang itu tentang Petra yang akan melakukan sebuah pengkhianatan yang besar sampai memberikannya peringatan jauh-jauh hari atau sekitar tiga tahun yang lalu dan memberitahukan padanya bahwa dirinya diawasi oleh Petra.

"Jadi.. kau sudah mencintaiku rupanya", ucap Petra kemudian dengan suara yang nyaris berbisik.

Joan masih terdiam dan menatapnya dengan matanya yang terasa tidak nyaman saat mengerjap. Dia benar-benar membutuhkan banyak tidur saat ini namun tidak bisa. Rasanya dia terlalu lelah dan mungkin saja Petra sengaja membuatnya lelah dengan berpindah dari satu negara ke negara lainnya selama tiga minggu ini.

"Aku bukannya ingin menyakitimu, sungguh. Hanya saja kau adalah satu-satunya yang bisa kugapai untuk membuktikan diriku pada mereka, khususnya kakakmu", pria itu mulai bercerita sambil kemudian mengambil duduk tepat di sampingnya.

Joan langsung bergeser agar tidak mau terlalu dekat dengan pria itu. Walaupun dia sudah menikah dengannya selama tiga minggu ini dan sudah tidur dengannya, tapi tetap saja rasa asing itu masih menyertainya, apalagi terhadap hal yang baru saja terjadi. Dia sudah tidak bisa mempercayai apapun selain dirinya sendiri.

"Aku kehilangan orangtuaku saat aku masih berumur dua tahun. Katanya kecelakaan. Entahlah. Yang aku tahu adalah aku bertemu dengan seorang yang bernama Ashton dan dia mengadopsiku lalu membesarkanku bersama dengan seorang wanita baik hati bernama Ally. Mereka berdua sangat serasi dan sangat perhatian padaku. Aku mencintai mereka, sungguh. Aku bisa merasakan kasih sayang mereka yang tulus padaku", ucap Petra dengan tatapan yang menerawang.

Joan pernah mendengar tentang cerita ini. Pria itu sudah menjadi yatim piatu sejak usia yang masih sangat kecil. Dia masih bersyukur kalau masih diberi kesempatan memiliki orangtua sebaik Christian dan Miranda, juga seorang kakak yang begitu perhatian padanya.

"Semua terlihat baik-baik saja sampai akhirnya mereka menikah dan memiliki anak kandung mereka sendiri. Aku tahu mereka berdua berusaha untuk bersikap adil padaku namun entah kenapa aku merasa kalau aku sempat terlupakan semenjak adanya kehadiran Percy dan Patricia. Padahal aku mendapat lebih dari kedua anak itu tapi tetap saja aku merasa serakah untuk bisa mendapatkan apa yang tidak kumiliki, yaitu orangtua kandung", ujar Petra dengan senyuman hambarnya.

Joan menoleh kearahnya dan menatapnya dengan tatapan menilai. Dia bisa melihat adanya kejujuran di wajah itu meskipun masih diragukan.

"Lalu kemudian aku merasa semakin aku dewasa, maka ayahku semakin keras padaku lalu memaksaku untuk masuk ke dalam Eagle Eye. Aku dilatih begitu keras sampai menjadi professional tapi... aku malah ditunjuk sebagai Omega dan bukan Alfa. Dia menilai diriku masih kurang layak memimpin organisasi asuhannya dan malahan memilih Joel untuk memimpin organisasi itu", tukas Petra lagi lalu dia menghembuskan nafasnya dengan kasar.

Orang yang baik terbutakan oleh kecemburuan yang tidak beralasan. Satu kesalahan membuat sepuluh kebaikan terlupakan. Itulah yang sedang dijalani Petra dan dia tidak akan sadar tanpa adanya pembuktian. Perkataan yang pernah terlontarkan sekitar tiga tahun lalu itu mengingatkan Joan tentang apa yang dialami Petra. Dan apa yang disampaikannya benar-benar terjadi hari ini.

"Aku menjadi muak dan berusaha untuk membuat ayahku mengerti bahwa aku mampu melakukan hal yang besar. Makanya aku tidak mau menerima semua usaha yang ingin dia limpahkan padaku atau menjadi ahli warisnya. Aku membuat perusahaan yang jauh lebih besar agar bisa bersaing dengannya dan juga bersaing dengan Joel. Aku hanya ingin diakui dan kabar baiknya... aku mendapatkan pengakuan yang kuinginkan", kembali Petra menjelaskan lalu dia menoleh pada Joan.

Tatapan pria itu seperti mempunyai makna terdalam dan ada sorot mata penyesalan di dalamnya. Tapi sayangnya, Joan sudah tidak bisa melihat adanya sedikit kebaikan dari pria yang penuh drama itu. Jika dia ingin memilikinya hanya sebagai sandera dan nafsu sesaat, dia sudah mendapatkan itu. Karena Joan tidak akan pernah membiarkan pria itu menyakitinya dengan cara yang sama dan dia tidak akan terlena oleh semua pembuktiannya yang palsu.

"Aku masih merasa kurang puas atas apa yang sudah aku dapatkan dan berpikir lebih untuk menghancurkan kebesaran mereka dengan menumbangkan Eagle Eye. Api permusuhan yang sering terjadi itu karena ulahku sendiri dengan menyuruh Jared mempengaruhi para bos mafia di luaran sana, termasuk Black Panther kala itu. Aku membuat seolah-olah Joel berbuat onar dan terus memicu peperangan karena kesombongannya memegang peran adikuasanya dalam dunia underground padahal dia tidak melakukan apa-apa. Aku hanya ingin membuatnya kewalahan dan sialnya... dia selalu berhasil menumbangkan mereka dengan kelicikan dan kemampuan yang dimilikinya", tukas Petra sambil menyeringai sinis.

Joan tidak mengerti kenapa Petra bisa sebegitu bencinya pada Joel padahal sudah jelas kalau ayahnya sendiri yang memilih Joel, bukan kemauan kakaknya sendiri. Dia hanya bisa menatap Petra dengan penuh simpati.

Tidak ada kekurangan pada pria itu dalam hal apapun. Dia tampan, mapan, cerdas dan memiliki semuanya. Hanya satu yang tidak dia miliki... yaitu bahagia. Bukannya tidak bisa dimiliki, hanya saja pria itu seolah tidak mau merasakan kebahagiaan yang sejatinya sudah dia dapatkan dalam hidupnya.

Joan kembali menuliskan sesuatu pada sebuah memo lalu menyodorkannya pada Petra. Pria itu menatap kertas itu lalu mengambilnya dan membacanya. Dia mengulum senyum hambar yang tidak sampai pada hatinya.

"Kau ingin tahu kenapa aku seperti ini dan apa yang bisa membuat aku berubah?", tanya Petra seolah mengulang pertanyaannya.

Joan hanya mengangguk pelan.

"Karena aku ingin melihat kejatuhan seorang Alfa dan merasakan bagaimana rasanya memenangkan peperangan ini dengan menumbangkan semua organisasi hitam lainnya. Kurasa tidak ada yang bisa mengubahkan keputusanku untuk terus maju", ujar Petra dengan ketus lalu kembali menatapnya, "Maaf jika aku terlalu blak-blakan, aku bukan tipe pria yang akan terbuai dengan rayuan wanita atau dirimu yang ada saat ini sekalipun kau mengiba padaku untuk jangan melakukan hal itu. Aku bukan pria seperti Joel, Noel dan Hyun yang mudah jatuh pada kendali seorang wanita".

Tanpa dikatakan pun, Joan sudah paham dan mengerti. Mungkin Petra bisa mengatakan hal seperti itu karena dirinya bukanlah tipe kesukaan pria itu. Sekali lagi. Dia adalah wanita muda dan naif. Yang polos dan tidak keren seperti ketiga kakak perempuannya yang lain. Dia tahu itu dan sadar diri. Terbukti dia begitu bodohnya mempercayai semua omong kosong yang pernah Petra katakan padanya untuk jangan merendahkan dirinya karena merasa kurang percaya diri.

"Aku mengincarmu karena ingin membuat Joel merasa kalah. Kau pun tidak mau mendengarkannya dan menerima lamaranku lalu meminta untuk segera menikah. Jujur saja aku sempat tidak percaya kalau dirimu yang ingin segera menikah. Tapi demi melancarkan rencanaku, aku tetap menikahimu", ucap Petra tanpa beban.

Joan mengerjap pelan lalu menangkup dadanya karena rasa nyeri yang tiba-tiba berdenyut. Dia masih menghibur dirinya sendiri untuk lebih baik mendengar kejujuran yang menyakitkan daripada kebohongan yang menyenangkan. Seperti sekarang.

"Maafkan aku, Joana. Kau adalah wanita yang baik, sungguh. Pengalaman pertamamu begitu buruk sampai harus bersama bajingan sepertiku. Aku juga sangat menyesal karena membiarkan Jared menggapaimu lebih dulu dan melakukan tindakan kasar padamu sampai kau kesakitan seperti ini. Meskipun aku sudah menghajarnya habis-habisan, tetap tidak akan bisa mengembalikan rasa sakit yang sudah kau alami", ujar Petra dengan mimik wajah sungguh-sungguh.

Joan menggelengkan kepalanya seolah memberikan respon bahwa dia tidak apa-apa dan dia akan merasa lebih baik sekarang. Dia tahu kalau pertolongannya sebentar lagi akan datang. Kakaknya pasti tidak akan tinggal diam dan dia yakin akan ada yang menjemputnya.

Meskipun saat ini yang dia rasakan adalah bagaimana caranya dia bisa meninggalkan pria yang terlihat tidak bahagia namun kesepian itu? Bagaimanapun juga dia adalah suaminya meskipun pernikahan yang dilakukan hanya sebatas keinginannya untuk menjalankan rencananya.

"Tapi perlu kuingatkan sekali lagi kalau aku tidak akan melepaskanmu begitu saja. Kau sudah menjadi milikku dan kau tidak kuperkenankan untuk melarikan diri sampai kapanpun. Sampai aku bisa menumbangkan semua orang sombong itu, baru setelah itu akan kupikirkan langkah selanjutnya dan mau dibawa kemana hubungan kita setelahnya", tukas Petra dengan penuh penekanan.

Joan hanya tersenyum miris lalu memberanikan diri untuk mengarahkan tangannya kepada kepala Petra. Pria itu tidak menolak sentuhannya saat Joan mengusap kepalanya dengan lembut dan sangat hati-hati, dia bisa melihat Petra memejamkan matanya seolah menikmati usapan pada kepalanya. Terlihat sekali kalau pria itu sangat suka disentuh olehnya.

Setelah mengusap kepalanya, Joan pun beringsut untuk mendekati Petra lalu menuliskan sesuatu pada memo dan mengarahkannya pada Petra agar pria itu bisa membacanya.

Memo itu tertulis : 'Aku sudah berjanji pada Tuhan untuk menemanimu sampai maut memisahkan. Karena itu aku tidak akan kemana-mana dan akan tetap bersamamu apapun yang terjadi'

Petra tertegun membaca tulisannya lalu mendongak untuk menatapnya tanpa mampu berkata apa-apa padanya. Joan hanya menarik nafasnya dan melumat bibirnya seolah menahan kesedihannya lewat mata yang mulai berkaca-kaca. Dia sudah memutuskan. Yeah. Dia yakin keputusannya tidak akan salah dan sudah memantapkan diri untuk tetap menjalani niatnya sedari awal.

"Aku sudah menyakitimu dan mengecewakanmu, Joana. Aku tidak bercanda soal dirimu yang buka tipeku dan tidak pernah merasa benar-benar untuk mencintaimu. Semua yang sudah kulakukan hanyalah semu dan aku terlalu larut dalam peranku untuk mendapatkanmu. Karena aku tahu kalau aku diawasi oleh Joel dan ayahku lewat semua hal yang kau ketahui. Penyadap atau pelacak atau orang-orang kepercayaannya yang ada di sekelilingku. Semua itu kulakukan sebatas pencitraan dan...".

Ucapan Petra terhenti saat Joan tiba-tiba memeluknya dan disitu air mata Joan mengalir begitu saja dari balik bahunya. Dia bahkan sampai menggigit bibir bawahnya untuk menahan isakannya karena dia tahu kalau hal seperti ini memang akan terjadi padanya. Hanya saja mendengarkan hal ini secara langsung terasa begitu menyesakkan dadanya sampai-sampai dia tidak tahu apa yang harus diperbuatnya selain memeluk pria yang sudah melukai hatinya begitu dalam.

"Joana..."

Joan menunduk untuk menenggelamkan kepalanya pada bahu Petra dimana dia merasakan kedua tangan Petra yang kokoh melingkari pinggangnya lalu mengusap punggungnya dengan lembut dalam gerakan naik turun yang beraturan.

"Maafkan aku", ucap Petra dengan suara yang terdalam. "Aku terlalu keras untuk kau runtuhkan karena aku tidak bisa menilai sebuah ketulusan atau kebaikan dari setiap sikap baik yang diberikan oranglain padaku, termasuk keluargaku sendiri. Aku terlalu bajingan untukmu dan aku janji kalau aku akan mencoba mencari jalan keluar terbaik untuk kita kedepannya. Yang pasti... kita tidak ditakdirkan untuk bersama karena kita berbeda, Joana".

Nyatanya, ucapan Petra barusan semakin melukainya dan membuatnya tidak bisa menahan airmata yang semakin mendesak keluar dengan begitu derasnya. Isakannya begitu dalam dan tanpa suara, hanya buruan nafasnya yang semakin memberat dalam setiap tarikannya. Pria itu pun terdiam seolah memberikannya waktu untuk menangis dalam suasana yang begitu tenang dan sunyi di dalam kamar itu.

Sampai akhirnya kejadian yang tidak terduga terjadi begitu saja dimana Petra langsung mengumpat kasar dan menarik Joan untuk segera bertiarap ke sudut kamar karena...PRANGGGG!!!

Jendela kamar itu tiba-tiba pecah karena adanya sambitan keras dari luar. Dan sambitan itu berupa batu besar yang diikat dengan dua buah granat disitu. Tidak butuh waktu berapa lama untuk kedua granat itu meledak begitu saja saat Joan merasa tubuhnya dilindungi oleh tubuh besar Petra untuk menghindarinya dari ledakan itu.



🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷



Aku menulis part ini dengan hancur hati dan berbeban berat.

Kesetiaan itu mahal harganya.

Dan apa yang dialami Joan, aku pernah alamin.

Saat aku diperlakukan bak ratu selama itu dan dalam semalam kenyataan seolah meruntuhkan semua kepercayaan, keyakinan dan kesetiaan aku.

Endingnya? Happy sih.
Karena kami tidak bersatu dan memiliki jalan hidup masing-masing.
Persis kayak yang Petra bilang.

Sebab setelah melepas dirinya dengan berat hati, aku mendapatkan yang jauh lebih baik darinya.

Tapi dalam cerita ini aku janji nggak akan ada pihak ketiga karena seperti yang tadi Joan bilang kalau dia akan tetap bersama Petra sampai maut memisahkan.

Good night, fellas.



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top