Part 17 - The unknown plan

Maaf baru upload!

Aku sedang lelah...

Happy Reading 💋




🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷




"Kalau kau berani merusaknya, aku bersumpah aku akan menghampirimu sekarang juga!", kembali Joel menggeram dalam nada suara kesal untuk kesekian kalinya.

Petra sedang melakukan video call kepada Joel setelah memastikan Joan sudah terlelap setelah menikmati makan malam bersama tadi. Yang jelas, perasaan Petra sedang berbunga-bunga dengan ucapan Joan tadi saat memintanya untuk menjanjikan sesuatu yang klise namun berdampak hebat untuk degup jantung Petra sampai sekarang. Bagaimana tidak? Wanita itu secara tidak langsung menaruh perhatian lebih padanya dengan memiliki rasa cemas untuk apa yang dikerjakannya.

Apalagi tadi dia sudah meminta Joan untuk menjadi istrinya and... guess what? Wanita itu mengangguk sebagai jawaban dan mengatakan dia bersedia untuk menikah dengannya.

Yang jelas hari ini adalah hari yang paling membahagiakan dirinya. Penjelasan wanita itu mengenai ketakutannya lebih berpada kehilangan dirinya dan bukan takut pada dirinya. Makin bertambahlah rasa cintanya itu.

Dan karena Joel sudah sangat mengenal dirinya yang memiliki mood baik lewat dari raut wajahnya, kakak sialan dari wanitanya itu langsung berasumsi yang tidak-tidak padanya. Joel pikir kalau dia sudah menggauli adik perempuannya. Yang benar saja. Tuduhan orang brengsek itu benar-benar menyinggung reputasinya sebagai pria terhormat.

"Apa kau tidak lelah terus mengancamku seperti itu? Lagipula, adikmu sudah dewasa dan berhentilah untuk mengekangnya", celetuk Petra dengan nada malas.

"Aku serius, Petra!", desis Joel tajam.

Petra menyeringai sinis sambil menatap ekspresi kesal dari Joel lewat layar laptopnya.

"Sudahlah, El. Kita sama-sama tahu seperti apa diri kita. Jangan berkata konyol seolah kau tidak pernah merusak wanita sebelum menikahinya. Akuilah kalau kita sama-sama brengsek dan dengan dirimu yang seperti itu, bisa jadi apa yang pernah kau lakukan berbuah karma lewat keluargamu", ujar Petra enteng.

Joel mendengus kesal sambil menggebrak meja kerjanya. "Maksudmu kau berniat membalasku dengan meniduri adikku?!! Begitu?! Awas saja kalau kau berani melewati teritori tu...".

"Aku belum melakukan hal itu, okay?!!", sela Petra berang. Lama-lama emosinya terpancing juga melihat sikap mencak-mencak Joel yang membuatnya gerah. "Aku tidak akan memaksakan kehendak dan tidak akan menyentuhnya jika dia tidak mengijinkan. Yang jelas, dia sudah memberiku kesempatan dan membuka hatinya untukku. Jadi persiapkan dirimu untuk menerima anggota baru dalam keluargamu, kakak ipar! Karena dia sudah menerima diriku barusan untuk menikah denganku".

Joel meringis jijik menatapnya lalu membuang muka dengan ekspresi kesalnya yang kentara. Dia terlihat sedang mengetik sesuatu pada ponselnya lalu mengarahkan ponselnya kearah layar laptop.

"Apa kau kenal bajingan ini?", tanya Joel bertepatan dengan munculnya notifikasi file masuk dalam ponsel khususnya.

Ponsel khusus berwarna platinum itu adalah alat komunikasi yang hanya tersambung untuk Petra dan Joel saja. Sebagai Alfa dalam Eagle Eye, Joel memiliki fasilitas utama dalam alat komunikasinya yang terbilang lebih canggih diantara yang lainnya. Sedangkan Petra adalah Omega dalam organisasi itu, dia adalah partner atau wakil dari Joel dimana mereka berdua adalah duo jenius yang pintar dalam menerobos masuk ke dalam jaringan komputer sesulit apapun (hacker expert) dan ahli dalam menggunakan senjata api.

Kedua ponsel yang mereka gunakan didesain khusus oleh mereka sendiri sebagai alat komunikasi keduanya agar tidak ada yang bisa meretas pembicaraan atau mencari jejak mereka dalam berdiskusi soal kasus yang akan mereka tangani.

"Jeff Dawson. Dia adalah bekas direktur operasional dari perusahaan Barton. Apakah dia yang menjadi dalang dari penyerangan klub malamku?", tanya Petra.

Joel menggeleng cepat. "Dia adalah suruhan dari Hans Barton, anak dari Frederick Barton yang berniat untuk melakukan teror bom di pertambangan milikmu beberapa waktu lalu di Dubai. Untungnya Brant menangkap adanya pergerakan mencurigakan disana sehingga bom bunuh diri yang melekat pada tubuh pria tua sialan itu belum sempat meledak. Bom itu sudah dijinakkan oleh Brant dan saat ini Jeff sudah ditaruh di penjara markas untuk dimintai keterangan".

"Aku yakin dia tidak akan membuka mulut", desis Petra geram.

"Bukan berarti kita tidak bisa memaksanya untuk membuka mulut. Saat ini dia sedang disiksa oleh Paul, pria tua gila yang menjadi tangan kanan ayahmu itu", ujar Joel sambil mengangkat bahunya setengah.

Petra terkekeh mengingat sosok pengawal pribadi ayahnya yang terkenal bengis itu. Sudah puluhan tahun dia mengabdi pada ayahnya dan pria tua itu seolah manusia baja yang tidak mengenal senja di usianya yang sudah tidak muda lagi. Tapi kepiawaiannya patut diacungi jempol.

"Hmmm... menarik", gumam Petra.

"Karena itu berhati-hatilah, Petra. Bajingan itu seolah sedang mempermainkan kita dan aku tidak akan tinggal diam karena dia sudah berani terang-terangan mengusik ketenanganku dengan menjadikan adikku sebagai salah satu targetnya", ujar Joel dingin.

Petra mengangguk mantap dengan sorot mata tajam membalas tatapan Joel yang tidak terbantahkan. "Aku akan membunuhnya dengan tanganku sendiri! Dan jika dia berani menyentuh Joana, akan kupastikan dia menyesal karena sudah membuatku marah".

Joel mendengus lalu mengusap keningnya dengan kasar. "Sepertinya orang itu sudah tahu siapa saja yang menjadi anggota Eagle Eye dan berniat melakukan teror sebagai ancamannya. Aku harap kau menjaga adikku dengan baik disana dan mengawasinya 24 jam".

"Tentu saja. Kau tidak usah kuatir. Istirahatlah, El. Kulihat kau cukup lelah dengan mata pandamu itu. Apakah kehidupan pernikahan dengan memiliki dua anak kembar membuatmu kewalahan?", ujar Petra dengan senyum mengejek.

"Kau tidak tahu saja kalau dua anak brengsek itu memonopoli Alena sampai wanita itu tidak mempunyai waktu untuk meladeniku!", gerutu Joel dengan ekspresi masam.

"Itu anakmu, El! Jangan berkata sembarangan. Siapa suruh burung brengsekmu tidak sabaran dalam merusak ibunya sampai kau harus kebobolan dua anak sekaligus?", kembali Petra mengejek dengan ekspresi geli.

"Sialan kau! Aku bersumpah kalau kau akan mengalami hal yang lebih parah dariku!", balas Joel ketus.

"Ah... terimakasih untuk restumu, kakak ipar. Tapi kau tenang saja. Aku tidak tega sampai harus membuat Joana kesayanganku itu kesakitan. Tentunya aku akan bermain aman jika aku bisa menyetubuhinya karena aku belum mau memiliki anak secepat itu", sahut Petra sambil mengangkat bahunya dengan acuh.

Joel terkekeh pelan dengan sorot mata penuh ejekan padanya. "Simpan rasa percaya dirimu itu, jerk! Kau tidak akan mendapatkan apa yang kau inginkan dari adikku secepat itu. Lagipula, aku bisa pastikan kalau kau tidak akan bisa menahan diri terhadapnya. Jadi... simpan baik-baik burung brengsekmu didalam sana! Pastikan kau mendapatkannya setelah sudah menikahinya. Aku serius dengan semua ancaman yang kukeluarkan tadi!".

Petra tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Joel barusan. Terkadang pria itu memang sangat suka melucu. Joel memang terkesan dingin dan culas tapi dibalik itu semua ada niat baik yang mendasar dari setiap apa yang diperbuatnya. Pria itu sangat konsisten dan Petra selalu senang menggodanya atau bersaing dengannya. Karena itulah mereka bisa bersahabat sampai sekarang.

"Baiklah. Aku mendengar setiap ocehanmu, El. Kembalilah ke istrimu yang cantik itu, sampaikan salamku pada mereka", ujar Petra akhirnya.

"Kau juga, Petra. Jangan lupa untuk pertemuan kita minggu depan", tukas Joel mengingatkan.

"Itu sudah pasti. Sampai ketemu".

Petra pun mematikan video call itu dan menutup laptopnya dengan cepat. Dia beranjak dari duduknya lalu melihat ke sekeliling ruang kerja rahasianya selama beberapa saat.

Kemudian dia menempelkan jarinya ke mesin sidik jari dimana tembok yang ada di hadapannya membelah membentuk sebuah pintu keluar untuknya. Saat dia sudah keluar dari situ, tembok itu menutup kembali berganti rak buku besar yang tersusun rapi yang ada di belakangnya.

Dia pun segera melangkah keluar dari ruangan kosong itu dan membuka sebuah pintu kecil yang menghubungkannya pada lorong panjang menuju lantai teratas penthouse-nya. Dia menuruni anak tangga dengan cepat untuk menuju ke kamar pribadinya tapi sebelum itu, dia mampir ke kamar Joan untuk mengecek wanita itu. Hmmmm...

Wanita itu tidur dengan lelapnya dalam wajah yang penuh damai. Petra spontan tersenyum melihatnya sambil mengusap pucuk rambutnya dengan penuh sayang dan membetulkan selimutnya. Dia mencium kening wanita itu singkat lalu beranjak keluar dari kamar itu.

Sebelum sempat menggapai pintu, Petra menekan sebuah tombol kecil yang ada di belakang saklar lampunya dan seketika itu juga, ada sinar laser merah menyebar di sekeliling kamar itu. Hal itu dia lakukan agar mengetahui pergerakan asing yang tidak diinginkannya.

Penthouse yang dimilikinya memiliki sistim keamanan tertinggi meskipun ada banyak anak buahnya berjaga-jaga di sekelilingnya. Tapi tetap saja, Petra membutuhkan sistim keamanan yang bisa menyapu setiap sudut tempat tinggalnya agar dia bisa mengawasi semua hal yang terjadi tanpa terlewat sedetik pun.

Dia keluar dari kamar Joan lalu berjalan ke kamarnya yang bersebelahan dengan kamar itu. Untuk sementara seperti ini dulu, sambil Petra menunggu beberapa hari lagi agar wanita kesayangannya itu bisa tidur bersama dengannya supaya dia tidak perlu merasa waswas seperti sekarang meskipun hanya terhalang oleh tembok saja.

Dia akan pastikan tidak ada tembok penghalang lain yang menghambat hubungan ini. Dan sudah pasti hal yang terutama adalah kebahagiaan dan keamanan wanita itu meskipun masih membutuhkan waktu untuk membuatnya mengerti.

Ponselnya berbunyi saat dia baru saja masuk ke dalam kamar pribadinya. Dia segera merogoh ponsel itu dari saku celananya dan melihat siapa yang menelepon. Petra langsung mendesah malas sambil memutar bola matanya dan mengangkat telepon itu tanpa minat.

"Ada apa?", tanya Petra ketus tanpa basa basi.

"Oh... lihat sih bajingan yang sedang kasmaran ini, ckckck! Untungnya aku tahu kau berada jauh di Chicago sana untuk reuni dengan wanita impian, coba kalau kau ada di Seoul. Aku pastikan aku akan menembakmu juga selain orang brengsek yang sudah mencoba menyerang keluargaku barusan", jawab Ashley dengan suara sinis.

Petra mengangkat alisnya dengan ekspresi kaget. "Apa maksudmu? Siapa yang menyerangmu? Apa kalian baik-baik saja? Karena Hyun sedang ada di Ontario untuk menyelesaikan urusan lain disana".

"Sepertinya ada yang berniat untuk menyerang organisasi kita dengan para anggota Eagle Eye sebagai arahannya. Thanks to you karena pekerjaanmu yang setengah-setengah itu sampai menyisakan seorang bajingan yang masih berkeliaran! Barusan aku sudah menghabisi para oknum yang berniat untuk menembak mertuaku dan diriku yang sedang berjalan keluar dari restoran", ucap Ashley dengan dingin.

"Lalu bagaimana keadaan kalian disana?", tanya Petra cemas.

"Kami baik-baik saja. Mertuaku hanya shocked dan sekarang sedang beristirahat. Untungnya ketiga anakku tidak kubawa keluar mansion hari ini", jawab Ashley.

"Apakah Hyun sudah tahu?".

"Tentu saja dia sudah tahu dan akan membuat perhitungan denganmu!", tukas Ashley langsung dan dia terdengar seperti menghela nafas. "Look, Petra! Aku yakin kau merasakan kalau orang ini bukan orang sembarangan. Selain membalas perlakuanmu pada ayahnya, aku pikir kalau dia mempunyai niat untuk menjatuhkan Eagle Eye".

"Perketat keamanan, Ash! Aku yakin Joel dan Noel sudah tahu apa yang terjadi sekarang. Aku juga yakin ayahku dan para ayah sudah tahu. Sudah saatnya kita bekerja untuk membereskan orang itu dan mencari tahu siapa yang membantunya selama ini", tukas Petra tegas dan nada tajam.

"Aku kesal kalau harus turun lapangan lagi! Tidakkah kau tahu kalau kehidupanku sudah disibuki oleh tiga anak keturunan Kim dan Mananta yang membuatku gila?!", keluh Ashley kesal.

Petra terkekeh geli. Hyun sudah pasti gila karena menginginkan Ashley melahirkan anak-anak dalam jumlah yang tidak diketahuinya. Wanita itu pasti belum tahu kalau cita-cita Hyun yang terpendam adalah memiliki selusin anak untuk bisa menemani masa tuanya. Bahkan ketiga anak yang dimiliki mereka hanya terpaut setahun saja dan wanita itu sampai mengerang kesal lewat tindakan Hyun yang begitu dominan.

"Serahkan saja ketiga anakmu kepada orangtuamu. Mereka akan dengan senang hati menjaganya. Para ayah sudah tidak mau turun tangan karena lebih memilih berkuda, sayang. Kini saatnya kita yang bertindak dengan para adik lainnya", celetuk Petra santai.

"Tidak usah mengejekku. Pikirkan saja rencana licik apa lagi yang harus kau lakukan! Pertemuan minggu depan dimajukan menjadi tiga hari dari sekarang! Aku tidak mau menunda terlalu lama karena keadaan mulai kacau", ujar Ashley tegas.

Petra terdiam sebentar lalu mengangguk saja. "Baiklah, Ash. Aku akan mengatur dengan Joel dari sini untuk pertemuan kita. Ini memang sudah tidak bisa didiamkan. Kita harus memiliki rencana".

"Oh... ternyata kau belum memiliki rencana. Apakah sebagian otakmu itu sudah terbutakan oleh cinta sampai melupakan tugas sebagai seorang Omega? Sungguh sangat kasihan sekali", ejek Ashley kemudian.

"Aku hanya tidak ingin menjadi manusia bertangan dingin seperti dulu, Ash. Aku pikir dengan menghabisi Barton adalah tugas terakhirku dan aku berniat untuk hengkang saja dari dunia hitam ini. Tapi ternyata.. kenyataan berbicara lain", ujar Petra jujur.

Tidak ada sahutan atau respon yang diberikan Ashley karena wanita itu terdiam beberapa saat sampai akhirnya dia menghela nafas lelah. "Aku tidak percaya kalau pria bajingan sepertimu harus kalah oleh seorang gadis muda yang naif dan tak berpengalaman. Kalau begitu aku harus akui kalau ada yang lebih hebat darimu karena sudah mengalahkanmu sampai sebegitunya".

"Bahkan aku tidak peduli jika ada yang ingin bersaing denganku soal menang kalah dalam sebuah pertarungan. Asalkan jangan ada yang mengambil milikku".

"Ckckckk... sangat tipikal laki-laki yang sedang gila cinta sekali. Survey membuktikan ketika pria sudah bertemu dengan wanita pilihan, maka jumlah populasi pria bobrok dan bodoh semakin banyak saja".

Wanita bermulut pedas itu kembali melancarkan aksinya dalam mengejek dan menghinanya habis-habisan. Biasanya Petra akan dengan semangat meladeninya, tapi kali ini tidak. Dia membiarkan saja Ashley mengoceh sepuasnya selama beberapa saat lalu memutuskan teleponnya.

Dia yakin kalau dia akan melewati semua ini dengan baik, seperti yang sudah-sudah. Karena dia sudah meyakinkan dirinya untuk menyelesaikan urusan seperti ini untuk yang terakhir kalinya dan tidak akan mau lagi melanjutkan pekerjaan berbahaya ini.

Seperti ketakutan Joan yang takut akan kehilangan dirinya jika dia sedang bertugas, seperti itulah dia tidak menginginkan dirinya memberikan kesedihan yang terdalam untuk wanitanya itu. Dia akan menjalankan misinya dan menyelesaikannya sampai akhir. Tentu saja akhir dari cerita pertarungan itu adalah kemenangan yang selalu ada di pihaknya.

Karena Petra menyukai akhir kisah yang bahagia. Bukan kesedihan yang menyesakkan.




🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷




Good night, genks!

Aku beneran sibuk sampe nggak sempetin untuk upload cepet karena...
Baru sempet 😥

Babang Ashton akan aku up besok.

Next part kita berbaper ria 😛


Ini aku kasih kalian hawa panas supaya ada yang bisa kalian kipasin 😅😅😅








P.S.
Teaser untuk next part :



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top