Part 12 - Unexpected Arrival of Bastard Dad
Petra terdiam sambil meneguk brandy dengan pelan. Pikirannya masih teringat dengan sosok Joan yang pergi meninggalkannya begitu saja begitu dia menurunkan wanita itu kembali ke mansion keluarganya setelah mendengar penjelasannya. Wanita itu menolak dirinya karena kejujurannya. Damn!
Selama ini Petra tidak memberitahukan rahasia hidupnya kepada wanita manapun. Apa yang dilakukannya hanya diketahui oleh kedua orangtuanya dan para sahabat ayahnya, juga Joel. Bahkan kedua saudaranya sendiri saja tidak tahu.
Joel mengatainya bodoh karena dengan mudahnya memberikan penjelasan dalam kurun waktu sesingkat itu. Namun Petra bukanlah Joel yang selalu mengulur waktu dan suka menunggu karena dia tidak ingin Joan mengetahui hal tentang dirinya dari mulut oranglain. Seperti Alena yang tahu tentang diri Joel dari orangtua dan mantan kekasihnya.. oh please! Akan lebih baik jika Petra yang menyampaikannya sendiri meskipun harus menerima kenyataan kalau Joan menolak dirinya yang tidak layak seperti ini.
Semua harusnya baik-baik saja kalau tidak ada orang suruhan dari anak Barton yang masih hidup untuk menguntitnya dan berniat meracuni makanan yang dipesan mereka. Orang suruhan itu bahkan tidak mau membuka mulutnya sehingga Petra menyuruh Darren untuk menembaknya di kepala. Karena itulah dia dengan cepat bisa menyusul kembali ke mansion tanpa perlu berlama-lama disitu meskipun Joel sudah mengeluarkan sumpah serapah padanya karena telah menghilangkan nyawa satu orang lagi. Padahal bukan dia yang menembak tapi Darren.
Dan sekarang? Dia masih setia berada di dalam penthouse-nya yang berada di Manhattan selama dua minggu berturut-turut. Dia bahkan tidak keluar dari situ sekembalinya dari Jakarta. Bahkan anak buahnya yang selalu ditugasinya mengawasi Joan dari kejauhan ditarik mundur meskipun dia enggan melakukan itu. Tapi janji adalah janji. Itu adalah kesepakatan bersama antara dirinya dengan Christian.
"Sir...", suara Darren terdengar membuyarkan pikiran Petra.
"Ada apa?", tanyanya dingin.
"Apa Anda akan tetap berada disini? Ada banyak hal yang harus Anda kerjakan dan selesaikan. Tuan besar akan segera menuju kesini", jawabnya lugas.
Petra mendengus dan mengusap keningnya kasar. Untuk apa ayahnya sampai harus datang mengunjunginya? Menyebalkan.
"Bilang padanya tidak usah repot-repot datang kesini. Aku tidak menerima tamu", tukasnya ketus.
"Hebat sekali kau sekarang! Seorang ayah datang mengunjungi anaknya yang bodoh bukanlah seorang tamu!", terdengar desisan sinis dari arah pintu masuk kamarnya dan Petra langsung mendesah malas.
Darren membungkuk hormat untuk mengundurkan diri bersama Tyreese, orang kepercayaan ayahnya dan meninggalkan Petra untuk berdua saja dengan pria paruh baya itu.
"Apa kau ingin seperti ini terus-terusan? Seorang pria dewasa yang sukses dan terkenal dengan keberaniannya dalam berbisnis, jebolan Eagle Eye yang ditakuti dan digilai para wanita harus mengasingkan diri di kamar layaknya anak remaja patah hati hanya karena ditolak oleh gadis muda yang baru lulus itu? Memalukan!", tukas Ashton dengan senyuman mengejek kearah anaknya.
"Silahkan ejek aku sepuasnya dan pergilah. Aku tidak ingin diganggu", balas Petra sambil mendengus lalu menandaskan sisa brandy yang ada digelasnya.
"Really? Seperti ini jalan yang kau ambil? Kau menyerah hanya karena kau ditolak? Begitu saja? Sungguh mengecewakan!", kembali Ashton mengejeknya dengan ekspresi datar diwajahnya.
"Aku memang tidak menerima penolakan tapi aku juga tidak mau memaksa. Lagipula aku menepati janjiku yang sudah kubuat dengan uncle Christian! Kalau saja aku tidak berjanji sudah pasti aku akan menculik wanita itu sekarang dan tidak akan kubiarkan dia pergi!", desis Petra sinis.
Janji adalah janji. Dan bagi Petra, menepati janji adalah sebuah keharusan karena dia adalah seseorang yang menjunjung tinggi nilai kepercayaan lewat perkataan yang sudah terucap. Apalagi seorang Christian yang merupakan bajingan kelas kakap itu langsung memberikan ultimatumnya hari itu juga saat melihat ekspresi wajah Joan ketika mereka tiba di mansion. Sial! Christian benar-benar tidak memberi kesempatan untuk Petra walau hanya mendengar kabar tentang putrinya saja.
"Pantas saja kau bertambah bodoh dengan hanya berdiam diri meratapi nasib karena gagal mendapatkan seorang gadis muda. Apa kau tidak malu julukanmu selama ini? Ladykiller yang sanggup membuat semua wanita tergila-gila? Ckckck", celetuk Ashton sambil mengambil kursi dan duduk tepat dihadapan Petra sambil menyilangkan kakinya dengan santai.
"Apa maumu, pak tua? Kau tidak mungkin jauh-jauh kesini dari Spanyol hanya untuk mengejekku sementara istri cantikmu itu sedang menunggu di Chicago", ucap Petra dengan nada tidak suka.
Ashton terkekeh sambil mengusap dagunya menatap putra tertuanya dengan tatapan menilai. "Aku membutuhkan seorang yang baru untuk memimpin di departemen keuangan. Jadi, aku baru saja mendapat seseorang yang tepat untuk menempati posisi itu".
"Kau berniat mengganti Mr. Roger yang sudah membantumu selama dua dekade ini?", tanya Petra dengan alis berkerut heran.
Ashton mengangguk. "Aku mengangkat Roger menjadi CEO di Trinity Groups Holding.Inc milikku di Chicago. Aku sudah terlalu tua untuk mengelola banyak bisnisku sementara kau dengan kurang ajarnya malah sibuk bersaing denganku untuk membangun perusahaan yang serupa".
Alis Petra terangkat. "Kau mengambil orang baru untuk posisi direktur keuanganmu? Apa aku tidak salah dengar? Itu adalah posisi paling sensitif dan rentan jika kau tidak mengenal baik orang baru itu, lagipula untuk apa kau memberikan posisi CEO pada Mr. Roger yang kau tahu sendiri kalau dia lebih pantas menjadi CFO".
"Karena aku sudah lelah dan aku ingin pensiun. Lagipula anak laki-lakiku malah tidak ada yang berniat untuk melanjutkan perusahaanku sebagai pewaris. Kau dan Percy sama saja", keluh Ashton dengan mimik wajah datar.
Petra memutar bola matanya lalu menegakkan tubuhnya. "Dan apa hubungannya denganku tentang penggantian CFO yang kau sampaikan barusan? Aku tidak mau mengambil alih perusahaanmu. Berikan saja pada Patricia jika Percy tidak mau".
"Adik perempuanmu itu malah lebih memilih menjadi diplomat ketimbang menjalani bisnisku. Dia sedang berada di Israel sebagai perwakilan Amerika untuk membahas tentang bagian ujung dunia yang mengalami kelaparan dan semacamnya", balas Ashton sambil mengangkat bahunya.
"Lalu apa yang kau inginkan dariku?", lanjut Petra tanpa basa basi.
"Aku ingin kau melatih Roger sebagai CEO disana selama beberapa minggu. Kau tahu? Aku sudah lama tidak berlibur dan aku ingin pergi berlayar bersama ibumu selama yang kami inginkan", jawab Ashton santai.
"Bullshit! Kau tahu jelas kalau Roger sudah bisa menjalani perusahaan itu dengan baik. Dia tidak membutuhkan pelatihan!", sembur Petra langsung.
"Tapi CFO yang baru membutuhkan pelatihan dari Roger sehingga dia akan sangat kewalahan jika mengemban dua tugas berat sekaligus. Karena itu aku membutuhkan bantuanmu untuk mengcover apa yang tidak bisa dia lakukan, hitung-hitung balaslah budi pria tua ini dan jangan menjadi anak durhaka yang tidak tahu terima kasih", sahut Ashton dengan alis terangkat setengah.
"Apa bedanya dengan aku yang akhirnya mengisi posisi CEO di tempatmu? Memangnya kau pikir aku tidak mempunyai kesibukan dengan banyaknya usaha yang harus kujalankan?", balas Petra keras kepala.
"Buktinya kau masih bisa bersantai selama dua minggu tanpa melakukan apa-apa selain bertelanjang dada dengan jeans belel yang sudah kau pakai berulang kali dan meneguk brandy-mu. Aku juga yakin kalau kau belum mandi dan bercukur. Cih! Menjijikkan", kembali Ashton mengejeknya dengan seringain jijik diwajahnya.
Petra memutar bola matanya dengan malas lalu beranjak dari duduknya. "Fine! Aku akan membantumu tapi tidak janji. Sehabis ini aku ada urusan di Swiss, lalu lanjut ke London dan Paris. Mungkin dalam dua atau tiga minggu dari sekarang aku akan sangat sibuk. Setelah itu aku baru akan ketempatmu".
Senyum Ashton mengembang. "Nah, itu baru putraku".
Petra mengangkat alisnya sambil menatap Ashton dengan tajam. "Apa kau merencanakan sesuatu, Dad? Jika aku tahu kau berniat macam-macam denganku, aku tidak akan segan-segan membuat perhitungan denganmu!".
"Jangan durhaka! Berani sekali kau menuduhku yang bukan-bukan. Lagipula bukan aku yang mempunyai rencana yang tidak terwujud disini. Aku hanya ingin meminta bantuan pada putraku agar dia bisa kembali berpikir dengan baik tanpa perlu meratapi nasibnya yang mengenaskan seperti sekarang", balas Ashton santai.
"Aku bukan menuduhmu. Hanya saja..."
"Hanya saja kau kelewat bodoh. Tidakkah kau sadar kalau kau hampir melupakan sesuatu dimana kau bisa mencari tahu kabarnya tanpa perlu mengirim anak buahmu untuk mengawasinya seperti yang sudah-sudah?", sela Ashton sambil melepas dasinya dengan gerakan cepat dan malas.
Petra mengerjap dan menatap Ashton tidak mengerti. "Apa maksudmu?".
"Joana. Sih gadis muda yang berhasil menaklukkan anak bajinganku. Kau tidak merasa meninggalkan sesuatu padanya?", celetuk Ashton kemudian.
"Maksudmu cincin tunangan yang kuberikan padanya?", cetus Petra langsung.
Ashton mengangguk. "Bukankah kau memasang penyadap dan pelacak pada salah satu berlian yang ada pada cincin itu?".
Petra tersenyum hambar dan menggeleng cepat. "Dia sudah melepasnya, Dad. Aku sudah mengeceknya dan memantau dari ponselku".
"Benarkah? Kupikir apa yang kau bilang sudah mengecek dan memantaunya itu adalah sekitar minggu lalu atau tiga hari yang lalu", timpal Ashton dengan seringaian lebarnya.
Deg! Melihat ekspresi ayahnya yang terlihat geli, Petra langsung meraih ponselnya dan memeriksa software khusus yang dia pasangkan untuk memantau lokasi dan interaksi dari alat pelacak sekaligus penyadap yang dia pasangkan pada cincin yang dia berikan pada Joan.
Jika cincin terpakai, maka program itu aktif. Jika cincin tidak terpakai, maka tidak ada respon. Tapi lihat apa yang terjadi sekarang? Sebuah titik merah yang berkedip terpampang jelas di layar ponselnya lengkap dengan tampilan Maps yang menunjukkan sebuah jalan. Hal itu spontan membuat senyum Petra mengembang.
"Dia sudah memakai cincinmu kembali sejak kemarin atau sekitar jam tujuh pagi. Dia baru saja pulang dari Seoul untuk berjalan-jalan bersama Nayla. Hubungan kedua sahabat itu mulai membaik dan sepertinya sudah tidak ada masalah", ucap Ashton lugas dengan nada santai.
"Darimana kau tahu semua ini, Dad?", tanya Petra kagum.
Selama dua minggu ini akhirnya dia bisa tersenyum, tatapannya masih terpaku pada layar ponsel yang menunjukkan posisi Joan yang sepertinya sedang berada di sebuah gedung. Dia yakin kalau wanita itu sedang menjalani pekerjaannya di perusahaan ayahnya lewat dari suara Joan yang terdengar samar dari penyadap yang diaktifkan Petra. Wanita itu seperti sedang membahas dokumen kepada seseorang.
"Aku tahu semua hal tentang dirimu, Petra. Meskipun kita jarang bertemu tapi aku tahu apa yang kaupikirkan, apa yang kaurencanakan dan apa yang kau alami. Dan sebenarnya aku kecewa dengan pencapaianmu yang gagal kali ini. Kau berhasil membangun kerajaan bisnis dan satu musuh pun tidak ada yang bisa menjangkaumu karena kau tak terkalahkan. Tapi Joana? Astaga! Secetek itukah kemampuanmu untuk memikat gadis muda seperti itu?".
"Dia bukan gadis sembarangan. Dia muda dan polos. Tapi cerdas. Dan dia sama sekali bukan wanita yang haus akan kekuasaan atau berapa banyak kekayaan yang kumiliki", bela Petra karena tidak senang dengan perkataan ayahnya barusan mengenai Joan. Seolah ayahnya itu meremehkan pilihannya tentang wanita masa depannya yang jatuh pada Joan.
"Dia hanya memiliki hati yang tidak bisa kau ambil itu", koreksi Ashton dengan kekehan gelinya yang menyebalkan.
"Aku akan mengambilnya kembali", sahut Petra langsung. Merasa tidak terima dengan ejekan yang dilayangkan ayahnya terus-terusan.
"Oh yah? Aku tidak yakin. Kau saja tidak sadar kalau Joana memakai kembali cincin itu sejak kemarin kalau aku tidak kesini menyampaikannya padamu", balas Ashton dengan ekspresi kemenangan di wajahnya.
"Tidak usah repot-repot, kau bisa meneleponku tanpa harus memberikan kunjungan dadakan seperti ini", cetus Petra sambil mendesis.
"Oh... kau tahu kalau aku bukan tipe yang suka menelepon jika ada masalah penting seperti ini. Terlebih lagi jika ada tontonan menarik yang bisa kulihat sekarang. Tampang bodohmu yang tersenyum senang sambil memegang ponselmu itu perlu kupublikasikan sepertinya", ujar Ashton sambil tertawa renyah.
"Stop it, Dad. Aku hanya tidak menyangka kalau dia akan memakai cincinku kembali. Apa maksudnya dia seperti ini? Dia bahkan memintaku untuk jangan mendekatinya setelah mendengar penjelasanku waktu itu", ucap Petra sambil mengusap pelipisnya.
Sorot mata kecewa, raut wajah yang menegang dengan ekspresi ketakutan yang diberikan Joan waktu itu membuat semangat Petra untuk mendapatkan Joan meredup. Dia tidak ingin menyakiti wanita itu, tapi dia juga tidak bisa berbohong. Dia hanya ingin memberikan penjelasan kepada Joan supaya dia diterima apa adanya oleh wanita itu. Seperti itu.
"Kebodohanmu itu semakin bertambah. Tidakkah kau bisa memikirkan hal sederhana saja sekarang dengan mendapati sesuatu yang membingungkan ini? Setidaknya ada dua hal yang bisa kau ambil dari kejadian ini", tukas Ashton sambil memutar bola matanya.
"Jangan terus mengataiku bodoh, Dad. Jika aku memang bodoh itu berarti kau yang sebagai ayah tidak becus dalam mendidikku", celetuk Petra dengan suara ketus.
"Bukan aku yang tidak becus dalam mendidikmu, kau saja yang kurang mengambil hikmah dari pengalaman hidup orangtuamu sendiri", balas Ashton tidak mau kalah.
"Fine!!! Kau menang! Dua hal apa yang kau maksud tadi?", desis Petra geram.
Ashton tertawa geli melihat ekspresi kesal Petra. Dia menegakkan tubuhnya sambil menatap Petra tajam. "Alasan Joana memakai kembali cincin darimu? Pertama, dia mungkin sudah mencintaimu makanya dia memakai cincin pemberianmu. Kedua, bisa jadi dia tahu kau menaruh sesuatu pada cincin itu setelah mengetahui siapa dirimu dan.. dia berharap kau bisa menemukannya".
Petra mengerjap dan terdiam. Dua hal yang disebut ayahnya tadi terdengar masuk akal meskipun masih diragukan kebenarannya. Selama dua minggu ini dia berusaha mencari cara untuk mendekati Joan tanpa diketahui Christian ataupun Joel dan tidak ada satu hal pun yang didapatinya.
Sekarang? Mendadak ide brilian itu muncul dan senyuman Petra kembali mengembang. Kali ini senyumannya melebar dengan gigi berderet rapi yang terlihat.
"Kulihat kau sudah mendapat pencerahan", ucap Ashton sambil menilai ekspresi mencurigakan dari anaknya.
"Aku berat mengakui kalau kau adalah penolongku. Thanks, Dad. Aku tahu apa yang harus kulakukan sekarang", tukas Petra sambil beranjak menghampiri Ashton tapi pria paruh baya itu buru-buru beranjak dari kursinya dan berusaha menjauhkan diri darinya.
"Jangan dekat-dekat! Kau bau!", seru Ashton dengan mata melotot galak.
Petra tidak menggubris dan tetap menubrukkan dirinya pada sosok tegap ayahnya yang langsung membeku saat dia memeluk dengan erat ayahnya.
"Dasar anak durhaka!!! Aku tidak suka kau memelukku dalam keadaanmu yang seperti keluar dari air genangan! Enyah kau!", teriak Ashton geram sambil memberontak untuk melepaskan diri dari pelukan erat Petra.
"Aku rindu padamu, Dad!", seru Petra sambil tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi meringis Ashton yang sepertinya tidak suka dengan aroma tubuhnya yang memang sudah semingguan ini belum menyentuh air.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Biar kata belum mandi, rasanya aku rela kalau babang Petra yang peluk aku 🤣
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Ini kasih muka Bang Pet yang udah bisa senyum dan akhirnya dia tahu bagaimana memakai baju dengan benar 😂
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top