Part 10 - Pertemuan Tak Terduga
"Jika Tuhan menghendaki dua orang manusia bertemu, maka tidak ada manusia lain di dunia ini yang bisa menghalangi pertemuan mereka"
(Kim Hyunwoo, KNight's member)
***
Seoul, 2016
Nuha POV
"Di Bandung kamu suka jalan-jalan seperti ini?" tanya eonni padaku menggunakan bahasa Korea.
Hari ini adalah hari ketiga aku berada di Seoul. Karena tidak banyak membawa pakaian akhirnya eonni mengajakku berbelanja sementara abang mengajak kedua anakku bermain ke taman hiburan.
"Kadang-kadang. Lebih seringnya bersama Noah dan Nara," jawabku sembari menyesuaikan langkah kaki eonni yang anggun. "Dan yang di beli juga baju mereka."
"Menyenangkan sekali membeli baju anak-anak," sahut eonni. "Nuha, bolehkan aku menganggap Noah dan Nara seperti anakku sendiri?"
Mataku membulat. Otakku masih tidak percaya dengan apa yang baru saja kudengar. Ya Allaah... Dengan mudahnya eonni menerima kami dalam kehidupannya. Jika aku berada di posisinya tentu belum mudah menerima seseorang yang meskipun adik ipar suami dan baru saja bertemu setelah satu tahun berumah tangga. "Noah dan Nara juga senang memiliki eomeoni seperti eonni."
Kami pun beberapa kali keluar masuk dari satu toko ke toko yang lain. Toko pakaian, toko perlengkapan musim dingin, toko buku mencari beberapa referensi untuk persiapan aku kuliah dan juga toko kosmetik.
Aku jadi ingat ketika aku, Julia, Shanum dan Ovi membicarakan mengenai kota Seoul 7 tahun yang lalu. Kami membayangkan berlibur ke Seoul, berbelanja di Myeongdong dan bertemu dengan idola kami, KNight. Kalau diingat lagi lucu juga masa-masa itu.
"Ada apa? Apa ada yang lucu?" tanya eonni yang rupanya menyadari senyum geli yang baru saja ku tunjukkan.
"Tidak. Aku hanya geli saja melihat belanjaan kita banyak," jawabku yang mententeng 6 tas kertas ukuran besar. "Aku jadi tidak enak pada abang Rasyid."
"Tidak apa-apa. Kamu senang bukan?" tanya eonni yang juga membawa 6 tas. "Oia, kita makan dulu. Ada restoran halal di dekat sini. Punya temanku."
Kami menyusuri jalanan di Myeongdong sambil berbincang mengenai kehidupan di Korea, kebiasaan masyarakatnya hingga makanan tradisional mereka. Tanpa sengaja kami berpapasan dengan kerumunan orang yang mengeluarkan ponsel mereka diiringi sorak sorai serta tepuk tangan.
"Sepertinya sedang ada syuting," celetuk eonni ketika melihat kerumunan di dekat mereka. "Biasanya artis terkenal kalau sampai berjejalan seperti ini."
"Eonni suka berkumpul seperti mereka?"
"Dulu? Iya. Malah pernah di tawari beberapa agensi untuk jadi artis mereka," jawab eonni diiringi tawa renyahnya. "Tapi kehidupan artis di Korea itu tidak mudah, jadi aku memilih menolaknya."
"Abang beruntung sekali mendapatkan eonni," pujiku tulus.
"Aku yang beruntung mendapatkan suami penyayang dan juga menghargaiku seperti dia," jawab eonni. "Semoga suatu saat kamu mendapatkan juga, Nuha. Aamiin."
"Aamiin"
Kami bergegas melewati kerumunan dengan sedikit berdesak-desakkan. Mataku hanya fokus melihat celah yang ada di hadapanku agar bisa segera keluar dari kerumunan ini.
Tiba-tiba ada yang menabrak bahuku hingga membuat salah satu tas yang ku pegang terlepas. Beberapa buah buku berhamburan keluar. Aku menghembuskan napas lalu memunguti satu per satu buku yang tercecer.
Mataku sekilas menatap sebuah tangan yang juga mengambil buku-buku yang berserakkan. Sepertinya dia orang yang tidak sengaja menabrakku, atau justru aku yang menabraknya?. "Maaf. Aku tidak melihat," ujarku dengan bahasa Korea sembari menundukkan kepala.
"Aku juga minta maaf. Aku tidak melihatmu lewat," jawabnya sembari mengulurkan buku yang sudah terkumpul di tangannya. "Ini semua buku milikmu?"
Aku mengangguk dan menerima buku tanpa menatap wajahnya. "Iya. Terima kasih."
"Sepertinya aku pernah melihatmu. Apa kita pernah bertemu sebelumnya?"
Spontan aku mendongkakkan wajah mendengar pertanyaan yang keluar dari mulutnya. Seketika aku merasa orang-orang di sekitarku menghentikan aktivitasnya. Seperti detak waktu yang mendadak berhenti menyisakan aku dan lelaki itu.
Dia berbadan tegap dengan tinggi 180 cm, berambut hitam, bermata cokelat terang serta mengenakan seragam polisi Korea berwarna biru tua. Senyumnya yang manis serta suara bariton yang dalam mampu menyihir setiap wanita. Dialah Kim Hyunwoo, salah satu personil KNight yang pernah berpapasan denganku di Malaysia 6 tahun lalu.
Aku masih terdiam membisu sementara Hyunwoo memandangiku dengan intens. Aku tersadar setelah ia berkata, "Mungkin kalian mirip. Hati-hati jalan. Stay save!"
Kim Hyunwoo berlalu dan bergabung kembali dengan beberapa anggota kepolisian Korea yang lain. Mataku mengikuti punggung Hyunwoo sudah berada jauh dari jangkauanku. Aku berusaha mengenali orang-orang yang satu panggung dengan Hyunwoo. Ada Do Haejoon yang juga member KNight dan salah satu personel boyband Best Man In Town, Min Changsoo. Apa mereka sedang menjalani wajib militer?
"Nuha, kamu tidak apa-apa?" tanya eonnie mengejutkanku. Ia memandang kerumunan. "Ah .... Ada Changsoo, Haejoon dan Hyunwoo rupanya. Pantas ramai. Dulu aku ngefans dengan BMIT. Sekarang Changsoo, Haejoon dan Hyunwoo sedang menjalani wajib militer jadi petugas kepolisian. Oia, tadi kamu aku lihat kamu menabrak seseorang, siapa?"
Aku terdiam.
"Kenapa? Wajahmu sampai memerah begitu?"
Ya Allaah... Eonni malah menggodaku lagi. Aku kan jadi malu. "Nanti saja aku cerita. Ayo, aku sudah lapar."
Aku bergegas menjauhi kerumununan secepat mungkin.
"Nuha .... Kamu menabrak siapa?"
Nuha POV End
👑👑👑
Hyunwoo berjalan menghampiri Do Haejoon yang sedang duduk menunggu gilirannya untuk berbicara di atas panggung. Hari ini adalah kampanye keselamatan yang di lakukan oleh kepolisian Seoul.
"Kamu habis dari mana?" tanya Haejoon. "Lama sekali."
Hyunwoo tersenyum sekilas. Pikirannya melayang pada kejadian 6 tahun yang lalu di bandara internasional Kuala Lumpur. Kala itu, ia tidak sengaja bertabrakkan dengan seorang gadis muda. Wajahnya mirip dengan wanita muda yang baru saja ia tabrak beberapa menit lalu. Mungkinkah mereka orang yang sama?
"Ada apa denganmu?" tanya Haejoon tiba-tiba. "Apa ada sesuatu yang terjadi?"
Hyunwoo mengangkat bahunya. "Entahlah. Menurutmu, apakah mungkin kita bisa bertemu dengan orang di masa lalu?"
"Hah?"
"Aku pernah bertemu seseorang beberapa tahun yang lalu dan tanpa sengaja bertemu lagi," lanjut Hyunwoo. "Tapi, aku belum yakin kalau itu dia. Penampilannya berbeda."
Haejoon mengangkat kedua alisnya. "Berbeda bagaimana?"
"6 tahun yang lalu dia tidak mengenakan kerudung. Rambutnya di kuncir dan berwarna hitam," jawab Hyunwoo.
"Kamu suka sama dia?" tanya Haejoon sambil menepuk bahu Hyunwoo. "Kapan kamu bertemu dengannya?"
"Eh? Itu ....."
"Kamu baru bertemu dengannya?"
Hyunwoo tampak terkejut dengan pertanyaan Haejoon yang tak ia duga sebelumnya. Telinganya memerah menandakan kalau ia malu.
"Benar bukan? Kapan? Barusan?"
"Haejoon, aku masih belum yakin kalau itu dia," ujar Hyunwoo. "Dia tampak berbeda."
"6 tahun berlalu, mana mungkin dia masih sama. Orang Korea?"
Hyunwoo menggeleng. "Rusia. Tapi aku belum yakin kalau itu dia. Lagipula kami hanya bertemu sesaat tanpa berkenalan lebih lanjut."
"Kamu ingat apa yang kamu katakan padaku ketika adikku hilang?" tanya Haejoon. "Jika Tuhan menghendaki dua orang manusia bertemu, maka tidak ada manusia lain di dunia ini yang bisa menghalangi pertemuan mereka. Begitu juga sebaliknya. Kamu ingat?"
Hyunwoo terkekeh. "Pernyataan itu kembali lagi padaku."
"Kalau memang kalian di takdirkan untuk bertemu, kalian pasti akan bertemu. Kalau pun tidak, kamu pasti akan di pertemukan dengan wanita yang jauh lebih baik darinya," ujar Haejoon. "Kamu pria yang baik pasti akan mendapatkan wanita yang baik pula."
👑👑👑
Keesokkan harinya di tengah suhu udara dingin Seoul, Rasyid menjemput Nuha yang baru mengantar kedua anaknya di Ewha Kindergaten. Tadi pagi Nuha pergi bersama Minyoung karena Rasyid belum selesai dengan pekerjaannya di rumah sakit.
"Di Ewha ini semua muridnya wanita. Jangan heran kalau nanti banyak yang meneriakiku ketika aku datang," ujar Rasyid sambil mengemudikan mobil SUV-nya menuju Universitas Ewha.
Nuha melirik sinis Rasyid.
"Lha kenapa? Emang abangmu ini ga bisa bersaing dengan oppa-oppa idol itu?"
"Iya degh. Terserah abang"
"Puji aku dikit gtu Nuha," bujuk Rasyid sembari memelas.
"Sorry lah ya ....."
Benar, banyak wanita yang mencuri pandang melihat Rasyid ketika mereka berjalan di lingkungan universitas Ewha.
"Benarkan kataku," celetuk Rasyid sembari tersenyum penuh kemenangan.
Nuha menghela napasnya. "Centil dikit aku telepon eonni nih."
Nuha dan Rasyid berkeliling kampus, bertanya letak fakultas pascasarjana Psikologi hingga akhirnya bertemu dengan salah seorang calon mahasiswi pascasarjana Psikologi.
"Aku Azizah Hwang Bora. Panggil saja Zizah atau Zizi," ujar Zizi yang berwajah putih bulat oval dengan mata sipit serta hidung yang mungil. Jilbabnya berwarna cerah melilit di kepala hingga dadanya.
"Aku Nuha Zein. Biasa di panggil Nuha," ujar Nuha dalam bahasa Korea. "Ini kakakku, Rasyid Zein."
"Salam," sapa Zizi pada Rasyid sambil menangkupkan kedua tangannya di dada. "Bahasa Koreamu sangat bagus, belajar dimana?"
"Kursus di Indonesia."
"Kamu orang Indonesia?" tanya Zizi.
Nuha mengangguk.
"Aku kira bukan orang Asia," ujar Zizi sambil tertawa sopan. "Aku senang memiliki teman satu fakultas. For your information, mahasiswa di sini masih memandang aneh Muslimah berhijab seperti kita."
"Apa hanya kita saja yang berhijab di sini?" tanya Nuha.
"Kalau yang beragama Islam lumayan banyak. Tapi yang berhijab mungkin hanya kita bertiga," jawab Zizi. "Aku, kamu dan Naura."
"Naura satu fakultas juga dengan kita?"
"Tidak. Dia di fakultas Seni. Mualaf berkebangsaan Korea sepertiku," jawab Zizi. "Aku kenal dia ketika ada kajian di Masjid Sentral Seoul, daerah Itaewon. Kapan-kapan kita jalan bareng ya."
Nuha pun mengangguk. Dalam hati ia banyak bersyukur dengan memuji nama Allaah yang Maha Pengasih. Begitu banyak kemudahan yang ia dapatkan setelah dengan sabar menghadapi segala kesulitan hidup. Saat ini, Nuha menerima dengan ikhlas segala apa yang Allaah berikan padanya dan mengharap masa depannya seindah rencana Tuhannya.
***
To be continued
Minggu, 15 maret 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top