8. PERMINTAAN KE DUA


"Heh Bianca! Mending lo sono kerjain yang lain, urusan tenda biar gue sama bebeb Ojan yang ngerjain."

Demi apa cewek itu manggil Fauzan dengan Ojan? Itukan nama pemberian dari Bianca. Rese emang, dasar plagiat!

Karena harga diri Bianca tinggi dan mahal dia tentu tak mau seenaknya disuruh, "Apa lo Cabe! Berani merintah gue. Gue ceburin ke kali juga lu. Dasar parasit! Bisanya nyusahin. Hidup berguna dikit napa Cabe, makan tuh pacar!" Bianca kesal, dengan melihat wajahnya saja pengin nonjok, daripada emosinya meluap lebih baik ia pergi. Kelamaan dekat mereka bikin emosinya tidak stabil. Cewek itu melangkah lebar mencari tempat yang bisa bikin hatinya tenang. Sekarang ia ingin curhat dengan Lina dan Difa, tapi sepertinya mereka masih sangat sibuk.

-000-000-

"Uuuhhhhhgggg nyebelin!" Bianca berteriak di tengah lautan pepohonan, cewek itu melempar batu ke danau di hadapannya.

"Mati aja lo sampah! Bisanya ngerebut cowok orang dan sekarang mau ngehancurin gue lagi? Emang lo siapa? Dulu itu gue kasian sama lo, tapi dasar hati uler ternyata lo licik."


Bianca merana, cewek itu ingat betul bagaimana tadi Fauzan menatapnya, tatapan yang selalu membuatnya merasa hangat. Tanpa sadar Bianca menangis, ia rindu, ia ingin sekali mengulang moment indah itu lagi. Moment di mana saat mereka bahagia dan bercanda bersama. Oh tidak, betapa Bianca menginginkan itu lagi. buliran mutiara itu semakin deras mengalir, dadanya menggebu antara rasa sedih dan kesal bercampur menjadi satu.

"Ambil ini,"

"Lo? Ngapain di sini?" Bianca terkejut mengetahui siapa ternyata yang berbaik hati memberi sapu tangan.

Apakah ini suatu fatamorgana?


Zyedan tau bagaimana rasanya patah dan kalah, karena ia juga adalah korban dari cinta yang tidak bisa diperjuangkan. Merasa senasib membuat cowok itu ingin memberi empati.

"Cinta memang selalu mengerikan. Ia seperti api, siapa pun yang mendekatinya maka akan terbakar."


Kenapa mendengar Zyedan berbicara seperti itu rasanya aneh ya? Bianca pikir Zyedan hanyalah manusia biasa yang tak pernah mengenal cinta. Bianca menatap dengan wajah terharu, akhirnya ia dan Zyedan bisa bicara normal.

"Kenapa lo selalu bilang benci wanita, memangnya apa yang salah? Bukannya nyokap lo juga wanita?"

"Wanita seperti kalian itu terlalu banyak memberi kebahagiaan dan hingga akhirnya malah menyakitkan."


Walau kurang paham dengan maksud Zyedan namun Bianca mengerti bahwa Zyedan punya masa lalu kelam dengan perempuan dan sekarang kenapa Bianca mendadak merasa ingin menghapus kesedihan itu? Ingin sekali ia melihat senyum mengembang dari wajah kaku tersebut.

-000-000-

Sekarang itu lomba menjelajah, masing-masing harus mengelilingi hutan sesuai petunjuk arah dan temukan sesuatu yang berharga.

Semua kelihatan kompak, kecuali kelompok Bianca.


Emang susah ya sekelompok sama musuh, apa pun selalu jadi masalah. Lihat sekarang bukannya bahu-membahu Bianca dan Dwi malah berantem, mereka lebih ribut dari kera-kera di hutan.

"Gue kan udah bilang kalo tanda ini artinya bahaya!" Bianca protes.

"Sok tau lu! Punya pengalaman pramuka aja kagak!"

"Terserah, sono sok ambil aja bunganya sesuka elo, cabe keras kepala!" yang penting Bianca sudah memberi tahu, kalau orangnya keras begitu sih ya masa bodoh.

"Beibh liat nih keren banget bunganya, pasti wangi." Dwi mencium kelopak bunga yang ia ambil, namun sedetik kemudian ia merasakan rasa perih yang hebat di hidungnya. Cewek itu teriak kesakitan.

"Ahhh... idung gue beb, sakit."

Bianca menatap sinis, "Jadi cewek manja banget, bikin jijik."

"Gue bantuin dia dulu, kalian duluan aja." ucap Fauzan. Ia dan Dwi kembali ke perkemahan buat obatin hidungnya cewek rempong. Sekarang cuma tinggal Zyedan dan Bianca yang ngelanjutin perlombaan. Ada untungnya juga itu cewek dapat musibah, jadi Bianca bisa modus berduaan.

Bianca dan Zyedan akhirnya menyusuri hutan. Mereka tidak berada dalam situasi keheningan. Sepanjang jalan Bianca terus mengoceh, seakan lupa bahwa ia punya masalah.

"Zye sini deh, itu lucu banget." Bianca menunjuk hewan yang berlari-lari di atas pohon.

"Itu hanya tupai." Zyedan menjawab dengan datar.

"Ih tapi keren tau, gue baru liat mereka secara langsung di alam bebas kayak gini, Zye coba tangkep deh."

Tangkap tupai? Gila! Itu mustahil, selain geraknya yang lincah hewan itu juga susah ditangkap. Apalagi mereka itu suka manjat di pohon yang tinggi.


Katanya pintar, tapi berpikir saja tidak bisa. Di mata Zyedan Bianca benar-benar cewek bodoh. Malas buang waktu, akhirnya Zyedan memilih berjalan meninggalkan Bianca di belakang.

"Zye tunggu ih, nanti gue tersesat dan tak tau arah jalan pulang, aku tanpamu butiran debu."

Itu anak kenapa ujungnya malah nyanyi? Zyedan kan jadi makin males.


"Cepat atau saya tinggal!"

"Iya bentar." Bianca berlari ke arah Zyedan dan tiba-tiba saja ia merasa kelelahan. Jalannya mendaki sih bikin betis bengkak.

"Astaga gue capek." tanpa mikir dulu Bianca langsung loncat ke punggung Zyedan. Mentang-mentang Zyedan kekar seenaknya bergelayutan kayak kera.

"TURUN!" Zyedan membentak.

"Gak mau, gue lelah."

"Saya bilang turun!"

"Please... anggap aja ini permintaan gue yang kedua."

Hah?! Lagi-lagi Bianca mengikatnya dengan perjanjian waktu itu, membuat Zyedan kesusahan.

Mungkin Zyedan lagi baik hati, jadi dia ngabulin permintaan Bianca. Dengan hati yang melonjak-lonjak Bianca senang bukan main. Bahkan ia merasa ada hujan bunga yang mengisi perjalanan mereka.


Masa bodoh ya mau menang apa enggak, menghabiskan waktu bersama Zyedan saja itu sudah sangat membahagiakan. Seperti pelangi yang mewarnai bumi, setiap warnanya memberikan keindahan dan kebahagiaan.

Semakin Bianca mengenal Zyedan semakin membuat penasaran. Kepribadian yang aneh itu membuat tarikan tertentu. Yang mengikat Bianca dalam jurang ke ingin tahuan.



-000-000-

Yang tadi itu masih lomba pertama, masih ada dua lomba lagi untuk hari esok, sungguh rasanya sangat melelahkan. Di tambah udara malam ini yang menusuk sendi-sendi, lengkap sudah membuat badan Bianca serasa lepas dari jiwanya.

Orang-orang sekitar menikmati suasana malam dengan api unggun, walau tidak beberapa orang, karena kebanyakan sudah masuk tenda untuk beristirahat.

Bianca merasa seperti ingin sesuatu. Sial diningrat! Kenapa harus di tempat seperti ini? Di mana Bianca harus membuang air kecil di alam liar begini? Aduh sumpah sekarang Bianca benar-benar merasa kebelet kuadrat. Mau minta temenin Dwi? Najis bin amit-amit. Difa dan Lina? Jarak telah memisahkannya dengan mereka. Bianca mikir dan terus mikir bagaimana caranya ia buang air. Dan seketika ia teringat ayahnya yang memberinya seorang Body guard.


Zyedan? Seriuskah Bianca ingin meminta tolong pada cowok itu?


Tak butuh logika untuk saat ini, Bianca langsung menghambur keluar dan menghampiri tenda tetangga. Syukurlah tak harus teriak kayak hansip untuk manggil karena Zyedan sudah berada di luar.

Bianca merapat ke arah Zyedan, "Zye, bantuin gue." ujar Bianca dengan napas terburu-buru dan kaki goyang-goyang ala orang kebelet. Zyedan mengernyitkan dahi tanda tak mengerti. "Temenin gue pipis pleaseeee, gue kebelet." ucap Bianca dengan wajah memohon, jika Zyedan tak mau maka terpaksa ia harus mengeluarkan falsafah ayahnya.

"Wanita memang menyusahkan!"

Zyedan berkata tanpa penolakan. Sepertinya ia tahu bahwa Bianca akan mengeluarkan ancaman lagi, ia tak ingin berisik jadi terpaksa cowok itu menuruti.

Sedikit bahagia sih karena minta tolongnya enggak sesusah yang Bianca bayangkan. Ditemani Zyedan, Bianca lari terbirit-birit ke arah toilet yang sudah tersedia di sana.



Setelah sampai di depan kamar mandi umum Bianca langsung menghambur ke dalam melepas sesuatu yang mengikat kebebasannya.


Dan ahhhhh, rasanya plong sekali, lagi-lagi Bianca merasakan beban-bebannya terangkat.

"Lama banget sih! Kamu nggak lihat nyamuk-nyamuk itu menghabisi tubuh saya?!"

Perasaan Bianca bukan buang air besar, kenapa Zyedan bilang lama? Mungkinkah karena air yang ia keluarkan begitu banyak karena terlalu di tahan? sudahlah lupakan.

"Sorry, ya udah yuk!"

Baru saja beberapa langkah mereka berjalan, ada hawa-hawa aneh yang menyeramkan. Angin tiba-tiba berubah kencang membuat suasananya makin mencekam. Dibalik semak-semak itu daun-daun bergoyang. Seriuskah setan itu ada? Please jangan muncul sekarang, Bianca masih mau hidup tenang. Gerakan daun itu semakin kencang, Bianca bergidik ketakutan. Bahkan kini cewek itu mencekal erat lengan Zyedan.

"Zye itu apa sih?"

"Mungkin sejenis hantu." jawab Zyedan sekenanya dan kembali melanjutkan langkah. Bianca merapat dan beberapa detik kemudian, "Aaaaaaa," cewek itu berteriak histeris saat sesuatu yang mengganggu itu keluar dari persembunyian. Spontan Bianca memeluk erat tubuh Zyedan, cewek itu bersembunyi di balik punggung kekar Zyedan.

Zyedan memutar mata kesal, "Kenapa takut sih? Itukan hanya anjing peliharaan yang sering patroli di sini."

"Gue takut. Gue gak mau liat. Bawa gue pergi dari sini please!"

Dengan gerakan tiba-tiba Zyedan meraih tubuh Bianca, cowok itu menggendongnya di punggung. Dan Seketika mereka saling merasakan desiran aneh, ada getar-getar yang mereka tidak mengerti maknanya. Lumrah saja, perempuan dan laki-laki berada sedekat ini, tak mungkin tidak merasakan apa pun.

Bianca keheranan, tangannya masih erat melingkari leher cowok itu. "Kenapa tiba-tiba Zyedan bisa jadi sebaik ini? Apa karena Bianca yang terlalu mengemaskan sampai-sampai pertahanan dia runtuh?

"Makasih," ujar Bianca sedikit malu saat Zyedan menurunkannya di depan tenda. Sebenarnya bukan apa-apa. Hanya saja tingkah Bianca membuat cowok itu ingin melindunginya. Apa pun itu, Zyedan selalu merasakan sosok Sasha saat bersama Bianca, hal itu membuatnya menara-menara kerinduannya bangkit dan ingin bersama lebih lama. Satu hal yang dimiliki Bianca yang selalu mengingatkan kenangan itu. Ya, sepasang lensa coklat yang indah.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top