2. GADIS PENGUNTIT


Damn! Bianca mengacak rambutnya seperti orang yang sedang stres berat. Cewek itu melotot memandangi angka-angka di hadapannya. Demi apa pun Bianca sangat membenci pelajaran yang satu ini, mau belajar sampai jungkir balik dia tetap nggak ngerti-ngerti. Aneh memang, walaupun Bianca sang juara kelas tapi cewek itu selalu mendapat nilai pas-pasan di mata pelajaran hitung-hitungan. Menurutnya Matematika itu seperti masalah dan masalah itu adalah satu hal yang ingin dihindari oleh setiap manusia.

“Arrhhgg...  kayaknya gue harus bongkar otak ke tukang servis.” Bianca mengacak rambutnya prustasi. Cewek itu turun dari kursi belajarnya dan berjalan ke arah balkon, berharap ia bisa mendapatkan pencerahan.

Bianca menatap ke arah rumah kosong di hadapannya cewek itu merasa ada kejanggalan. Sejak kapan lampu di sana menyala? Bukankah itu aneh? Hawa dingin malam membuat bulu kuduknya merinding. Mungkinkah itu sejenis setan?

“Aaaa... ” Bianca memekik histeris dengan apa yang dia lihat.
Siapa orang di balik tirai jendela rumah itu? Bianca ketakutan, tiba-tiba saja suasana berubah mencekam, ini benar-benar horor. Buru-buru ia masuk ke dalam kamar, mengunci pintu, menutup tirai dan bersembunyi di balik selimut. Untuk malam ini Bianca enggan tidur dengan mematikan lampu.

-000-000-

DEG-DEG-DEG.
Begitulah kira-kira bunyi jantungnya kini, seperti dentuman drum. Bianca memejamkan mata, cewek itu mulai berpikir bagaimana caranya ia berangkat ke sekolah tidak melewati rumah itu. masalahnya hanya ada satu jalan keluar, Bianca harus tetap melewati rumah hantu tersebut. Baiklah,  Bianca mempersiapkan mentalnya bila tiba-tiba saja nanti ia mati mendadak. Dan dalam  hitungan ketiga ia harus bisa lari sekencang-kencangnya.

Satu... dua... tiga... Dalam proses lari terbirit-biritnya, tiba-tiba saja... BRUK!  Bianca merasa tubuhnya menghantam sesuatu, ia mengetuk sesuatu di hadapannya. Ini seperti tubuh manusia. Cewek itu mendongak ke atas. Dan, DUG! Spontan Bianca didorong oleh cowok itu sampai pinggulnya mencium aspal. Kalau kalian ingin tahu rasanya, itu sakit sekali.

Kata serapah langsung keluar dari mulut cewek itu, walaupun ia bersalah karena telah menabrak, tetap saja Bianca tidak terima dirinya dinistakan. Cewek itu mengumpulkan tenaga dan bergegas bangkit berdiri, Bianca mengacungkan jari telunjuknya ke arah hidung cowok itu.

“Lo! cowok gila gak punya hati!” Bianca mengatai dengan penuh murka.

Zyedan melirik dengan muka sinis. Lagi-lagi ia harus bertemu manusia berjenis perempuan dan itu sangat memuakkan, “Dasar wanita penguntit.”

PENGUNTIT? Bianca mencerna baik-baik kata tersebut. Apa-apaan maksudnya? “Nguntit kakek lo bunting! Ini daerah rumah gue! Harusnya gue yang tanya, ngapain lo kesini? Emang ya, dari awal gue itu udah nebak kalau lo tuh gak normal!”.

Cih, Zyedan mendecih penuh olokkan. Dasar gak tau malu. Jelas-jelas dia adalah penguntit, cewek itu selalu mengikutinya dimanapun ia berada. Bahkan Zyedan masih ingat jelas wajah menjijikkan wanita yang mengganggu ketenangannya saat ia berada di puncak Mikrowafe.

“Kenapa saya  dilarang berada di rumah sendiri?!” Zyedan penat, terlalu banyak bicara membuat tenaganya terbuang percuma. Tak ada gunanya menjelaskan pada cewek idiot dihadapannya. Zyedan membalik badan dan berjalan acuh menyisakan seorang perempuan yang terdiam penuh kebingungan. ‘Jadi, setan penghuni rumah kosong itu adalah cowok gila itu? Tidak...’ Bianca terkejut bukan main.

Membayangkannya saja membuat ia kesakitan.  Dan sekarang ia harus melihat manusia badebah itu setiap hari? DAEBAK!

-000-000-

BRAK! Bunyi hantaman keras membangunkan Bianca dari tidur siangnya. “Shit! Siapa yang udah berani bangunin macan tidur?” Cewek itu duduk dan meluruskan punggung. Kepalanya menengok ke samping kiri mencari sumber suara tersebut. Dan disitulah teronggok seorang manusia yang menyedihkan.

“Ada apa lagi kalian? Jangan bilang penyebabnya si cowok gila.”

“Aaa... huhuhuhu... hiks.” Difa menjerit dan menangis, mengingatnya saja menyakitkan.

“Difa baru aja ngalamin nasib yang sama kayak gue.” Lina memberi penjelasan, “Dia pikir dengan tampangnya yang bagusan dikit dari gue bisa dapetin Zyedan.”

Difa kembali histeris, omongan Zyedan itu tajam. Entah kenapa rasanya menusuk banget sampai ke akar-akarnya. Untuk kasus ini cowok itu telah keterlaluan. Dengan entengnya ia mencaci makanan yang di olah oleh Ibu Difa.

Masih dengan isakkan, Difa mencoba menguatkan diri untuk bercerita, “Tadi pagi itu gue minta Mama bikinin nasi goreng. Gue bilang sama Mama nasi gorengnya bakal di kasiin buat gebetan. Mama seneng dengernya, bahkan mama bikinnya dengan penuh cinta. Terus nyampe di sekolah gue kasiin nasi goreng itu. Lo tau Zyedan ngomong apa?”
Bianca geleng kepala.

“Dia bilang perutnya gak terima makanan sampah. Padahal udah gue jelasin itu Mama gue sengaja masakin buat dia. Zyedan ngelak  dan katanya bilang sama Mama kamu agar tidak mengajari putrinya dengan ajaran rusak, perempuan itu tidak diciptakan untuk mengejar.” Difa menangis lagi, jiwanya hancur.

Ternyata rasa sakit tidak selalu dengan fisik. Difa kini menyesal telah mengolok sahabatnya Lina tentang peristiwa penistaan. toh pada akhirnya nasib mereka berdua berakhir sama.

“GUE GAK TERIMA!” Bianca mendengus marah, bukankah itu kelewatan? Mau sampai kapan cowok laknat itu melukai hati perempuan?
“Gue bakal kasih perhitungan! Cowok itu harus dikasi pelajaran!” Bianca berkata  penuh percaya diri, ia bersumpah akan membayar rasa sakit kedua sahabatnya dengan kehancuran manusia bernama Zyedan.

“Lo mau apa? Lo kan gak bisa berantem!” Lina penasaran.

“Gue bakal hajar dia dengan cara elegan.” Bianca menyeringai.

Difa dan Lina menggeleng serentak tanda tidak mengerti. Adakah menghajar dengan cara elegan? Bagaimana caranya? Mungkinkah cewek itu diam-diam akan menyelipkan bom pada Zyedan?

“Gimana caranya?” Lina semakin penasaran.

Bianca merapatkan badan layaknya pemain sepak bola yang sedang berdiskusi. Cewek itu tersenyum licik, “Gue pastiin dalam waktu dua bulan gue bakal bikin Zyedan jinak sama gue.” Bianca tertawa konyol. Difa mengernyitkan dahi tanda masih belum mengerti. “Gue bakal bikin si cowok gila itu respek sama gue. Dengan cara itu dia bisa dikendalikan.” Ujar Bianca penuh keyakinan.

Pipi kedua sahabatnya menggembung menahan tawa. Mereka prihatin bagaimana bisa sahabatnya yang satu ini masih memelihara kebodohan. Bisakah ia berpikir? Jangankan menjinakkan Zyedan, mendekatinya saja lebih menyeramkan dari mendekati beruang hutan.

“Ok thanks, gue sedikit terhibur dengan keidiotan elo.”

“Gue serius!” Bianca berkata dengan penuh penekanan, cewek itu pantang di remehkan. Mulai detik ini ia akan membuktikan ucapannya.

-000-000-

Bianca mengendap-ngendap seperti maling, niatnya sih pengen masuk ke rumah Zyedan dan melakukan aksi modus. Tapi rasa ragu terus menggelayuti hati cewek itu membuat mentalnya sedikit ciut. “Bie, lo pasti bisa! demi kemerdekaan hati sahabat-sahabat lo!” Bianca memberi semangat pada diri sendiri. Dengan gemetar Bianca menekan bel.

Satu menit.

Dua menit.

Belum ada tanggapan, apakah manusia di dalamnya masih hidup? Bianca menekan sekali lagi dengan meloncat-loncat untuk menengok isi dalam rumah tersebut.

Menyebalkan! Sepertinya manusia itu beneran mati. Bianca menyipitkan mata dengan ide yang terbesit di pikirannya. Bolehkah? Tidakkah itu terlalu ekstrim? Masa bodoh! untuk sesaat Bianca ingin menyingkirkan akal sehatnya. Cewek itu memulai ancang-ancang untuk menaiki pagar. Nasib sial! Kenapa pagarnya harus setinggi ini? Memang apa istimewanya rumah tersebut? Bahkan maling sendiri pun enggan untuk memasukinya. Rumah ini terlalu kolot untuk barang-barang berharga.
Hap! Dengan napas terputus-putus akhirnya Bianca berhasil juga.

Buru-buru cewek itu berlari masuk ke dalam.
Krek! Bianca membuka knop pintu, untung saja tidak dikunci. Bianca berjalan perlahan memasuki ruangan. Rumah ini cukup besar untuk satu orang penghuni. Dan kini Bianca kebingungan akan keberadaan si cowok gila.

“Hello, somebody here?”

Tak ada jawaban, benarkah rumah ini sedang kosong? Bianca memeriksa lagi, cewek itu memasuki satu persatu ruangan. Bianca tersenyum penuh keyakinan saat berada di depan pintu kamar, karena lampu di dalam sana  menyala, itu pertanda  ada seseorang di dalamnya.

Baiklah, satu... dua... tiga..., “Halo Zye..., Aaaaaaaa... ” Bianca memekik tak percaya. Daebak! Barusan apa yang baru Bianca lihat? Ini akan merusak otak polosnya. Langsung saja Bianca berlari menjauh.

“Gila! Ini benar-benar memalukan!” batin Bianca mengeram kesal.

“Apa yang dilakukan wanita  mesum di dalam rumah seseorang?”
Bianca menoleh dengan wajah memerah. Semerah tomat. “So-sorry. Bukan maksud gue mau ngintipin elo. Habis dari tadi gue pencet bel gak direspon.”

Zyedan menaikkan sebelah alisnya. Isyarat bahwa omongan Bianca tak masuk logika. Kini Zyedan bertambah yakin bahwa cewek itu adalah penguntit. Tidak... tidak, selain itu dia juga mesum dan gila. Bagaimana bisa dia memasuki kamar seorang pria yang tengah berganti pakaian?

“Keluar!” Zyedan berteriak.

Bianca menggigit bibir bawahnya. Lengkap sudah, kali ini dirinya benar-benar hina. Karena sudah terlanjur malu ia tak ingin usahanya sia-sia. Misinya harus berhasil.

“Zye, sebenernya gue kesini itu mau nolong elo. Berhubungan lo murid baru. Pasti banyak banget kan ketinggalan materi. Lo beruntung karena sekelas sama cewek smart kayak gue.”

“Saya nggak butuh!”

Bianca menahan napas lalu membuangnya. Zyedan benar-benar telah membuat urat malunya putus.

“Nggak bisa! karena selaku wakil ketua kelas, gue bertanggung jawab akan anggotanya. Gue gak mau kelas kita memalukan cuma gara-gara amukan Bu Novita tentang kebodohan muridnya.

Zyedan memutar bola matanya kesal. Cowok itu langsung menyambar benda persegi di tangannya, “Sekarang kamu bisa pergi!” setelah mengambil buku catatan di tangan Bianca kini Zyedan mengusirnya dengan penuh penekanan.
Menyebalkan! omongan panjang kali lebarnya hanya di balas dengan gertakkan? Oh tidak! Bianca tidak terima.

“Tapi lo butuh penjelasan tentang materi itu.” Lagi-lagi Bianca membuat alasan.

Berapa lama Zyedan harus menahan rasa kesal ini? Gadis bodoh di depannya sangat menyebalkan. Zyedan melipat tangan dengan tatapan tidak butuh apa pun.
Baiklah, jika cara ini tidak berhasil Bianca masih punya cara yang lebih memalukan.

“Lo tetep gak mau? Ya udah. Tapi Zye sumpah gue haus! Bagi minum lo ya!” Bianca menyelonong masuk. Tapi sepertinya ada yang menahan tangannya, “Siapa yang mengizinkan kamu masuk?!”

Bianca membuang napasnya kesal. Kenapa rasanya melelahkan sekali berurusan dengan cowok bodoh yang satu ini?

“Gue sendiri! Gue gak bakal biarkan diri cantik ini mati sia-sia karena dehidrasi. Lepasin! Ini juga salah lo! Kenapa lo gak buka gerbangnya? Kalo lo buka kan gak bakal repot-repot bikin gue manjat kek kera.” Bianca memberontak. Cewek itu bersikukuh untuk tetap masuk.

“Hei! Perempuan bodoh! Mau apa kamu di rumah saya!”  Percuma menghardik karena hal itu tak akan mempan dengan Bianca.

Bianca mengacak-ngacak isi kulkas Zyedan. Menakjubkan! Tak ada apa pun di dalam kulkas tersebut. benarkah Zyedan jelmaan Suzana yang tak butuh makan dan minum?

“Zye, lo manusia kan? Kenapa kulkas lo kosong?”

“Saya tidak minum yang bersifat dingin”

Aah gila! Apakah Zyedan benar-benar pecinta biologi? Memang benar, air dingin dapat membekukan lemak dan merusak organ pencernaan. Tapi harusakah seulet ini?

Bianca melangkah lebar dengan kaki jenjangnya menuju dapur. Kali ini ia kembali dikagetkan. Tak ada apa pun di atas meja selain teko minuman?

Kini Bianca dalam posisi antara kasihan dan heran, “Zye! Gue pengen nanya? Bagaimana dengan makanan?”

“Delivery order.”

“What? Jadi selama ini lo makan makanan sampah? gue yakin lo gak kenal apa itu makanan nikmat. Alright, gue bakal nunjukkin apa itu keajaiban.” Bianca bergegas berlari keluar menuju rumahnya. mengambil sesuatu yang harus di perlihatkan.

-000-000-

Tengnong-tengnong-tengnong. Bianca menekan bel hingga ratusan kali. Cewek itu seperti memiliki kekuatan super untuk mengusik ketenangan Zyedan. Bianca harus berusaha lebih keras lagi agar bisa memasuki rumah hantu itu. Tak peduli dengan ketenangan Zyedan yang terusik, selagi cowok itu belum membuka pagarnya Bianca akan terus memencet belnya.

“Astaga saya lelah!” keluh Zyedan.
Siapa sih yang akan membiarkan kesalahan terulang? demi apa pun Zyedan tak ingin gadis mesum itu masuk lagi ke dalam rumahnya. Zyedan yakin cewek itu tak akan berhenti berisik sampai belnya rusak. Tidak masalah, selagi ia tak bertemu dengan gadis yang bernama Bianca,  Zyedan akan tetap pada pendiriannya. Cowok itu pun memeriksa semua pintu dan jendela, takut-takut Bianca akan kembali memanjat pagar. Aneh memang, bahkan cewek itu lebih berani dari maling untuk menyelinap masuk ke dalam rumahnya.

“Bodoh! Cowok Bodoh! Apa dia bakal menyia-nyiakan makanan lezat ini? Padahal gue udah capek-capek masak. Enggak! Makanan gue tidak boleh tersiakan. Bagaimanapun ini harus nyampe ke mulut Zyedan.”
Bianca berpikir keras, merepotkan sekali memang, tapi Bianca bukan tipe manusia yang bisa makan muntahnya sendiri, ia tak boleh menyerah.

Tring! Tiba-tiba ia merasa sebuah ide masuk ke dalam otaknya.
“HOOIII ZYEDAN! KELUAR!” Bianca berteriak dari atas rumahnya, di tambah dengan alat pengeras suara bernama toa, kini suara cemprengnya bertambah nyaring.
“ZYEDAN!”

Errrhhgggh. Zyedan mengerang kesakitan. Sekarang apa? cewek itu ingin merusak gendang telinganya?
Zyedan berjalan ke arah balkon memastikan apa yang sedang cewek gila itu lakukan.
Senyum Bianca merekah melihat kemunculan cowok menyebalkan itu. Apa ia bilang? Usahanya tidak akan sia-sia.

“ZYEDAN, GUE MASAKIN MAKANAN ENAK BUAT LO! KENAPA LO GAK BUKAIN PAGARNYA. LO TAU APA YANG LO LAKUIN ITU MATAHIN HATI GUE! LO BIKIN GUE PRUSTASI. LO NGERUSAK AKAL SEHAT GUE.

Zyedan memiringkan senyum, urusannya bagi dia apa? Dasar!  ini bukan hal penting sama sekali. Baru selangkah Zyedan ingin berniat kembali masuk ke dalam rumahnya, Bianca berteriak lagi.

“KALO LO GAK MAU NERIMA INI, GUE BAKAL LONCAT.” Bianca berkata Penuh ancaman.
Shit! Cewek gila! Emang dia siapa berani menekannya seperti ini?! Zyedan menyenderkan punggung ke dinding, memperhatikan Bianca yang selangkah demi selangkah maju. Saat tinggal satu langkah lagi, akhirnya Zyedan menyerah, ia tak ingin dituding sebagai tersangka jika cewek itu mati.

“BERHENTI! SAYA AKAN MENERIMA MAKANAN ITU.”

Yes! Berhasil... berhasil... horaayy!

JANGAN LUPA KOMEN DAN LIKE YA.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top