Bab II - My Ex, My Fifth Datuk Maringgi, and what the novel is it?
Girls, bertemu dengan mantan, menurutku, itu tidak masalah. Jika kamu bermasalah, aku rasa kamu masih memiliki kenangan itu dengannya. Jangan munak, apalagi jika kamu masih berstatus tidak dengan siapa-siapa.
Integrated Circuit Power; perangkat terpenting pada ponsel. Flexi Cable; penghubung antara LCD dengan mesin ponsel, yang terjadi pada ponsel lipat atau clamshell. Driver LCD, IC Plus, dan lain-lain. Kerusakan ponsel mungkin terjadi karena beberapa perangkat keras di atas, atau dengan virus Engriks yang menyerang dari situs bokep.
How could i know that shitty information about telephone cellular?
Agaza Putra. Pria yang jadi tukang servis dadakan saat aku sedang kelabakan dengan ponselku yang mati tiba-tiba. Dia dengan wajah tenang menariknya dari tanganku. Nggak lebih dari dua puluh menit, Ia telah mengembalikan ponselku dalam keadaan menyala dengan kalimat datar yang tanpa beban, "Cuma kena IC power-nya. Lain kali kalau aku telepon jangan sambil nge-charge. Beli charger baru lagi saja."
Tapi, sembilan tahun lalu itu seakan bergerak lincah. Seakan menjadi cerita tanpa jeda, tanpa ada satupun commercial break yang mengiring acara TV. Dan saking lincahnya, aku semakin merasa bosan, kemudian aku memilih mematikan TV, menyudahi cerita. Tanpa sekalipun tahu, ada satu tokoh yang sedang bergerak maju.
Menyudahi ceritaku dengan Agaz adalah hal yang sejak dulu kuinginkan.
Karena aku berpikir jika para pemburu iklan saja tidak mau mengiringi acara TV tersebut, lalu mengapa aku harus tetap bertahan dari cerita kilat dan membosankan. Yang terjadi, iklan benar-benar memberi sponsor penuh kepada pemilik kehidupan yang bernama Agaz.
Saat ini, yang aku tahu, di jauh tingkat dari aku yang susah mati-matian buat lulus tes tulis, wawancara, hingga training, and hell no, pria yang sembilan tahun lalu tadi telah memiliki title dan kartu nama perusahaan teknologi terbesar, yang jadi perbincangan di salah satu majalah bisnis Forbes, bersanding dengan Chairul Tanjung, Sri Tahir, dan beberapa pengusaha yang lain.
How do i feel when my looser became so hot and succes??
Regret?
Never!
Seriously?
Aku mengangguk pada diriku sendiri.
So, why did you burst into tears before, Echa?
Because-
"Loe lagi kena cinta lama belum kelar, 'kan, ya, sama dia?" sahut Anya tersenyum menggodaku.
Pak Bos mengulum senyum. Kepala botaknya mangut-mangut.
Aku menepis asumsi nggak masuk akal mereka, sambil berkata, "Gue cuma lagi halangan. That's why I was doing baper di depan kalian semua. And for your informatin, guys, gua nggak terlalu suka makan ludah sendiri." elakku kalem dengan mengambil ponselku dari tas, bermaksud mengalihkan pembicaraan yang memancingku untuk berkata sebaliknya.
Kami bertiga masih berada di satu restoran yang sama, dengan dua orang-yang melihat kebodohanku jatuh dari kursi-masih tetap duduk di tempatnya dengan beberapa sisa-sisa makanan, dan beberapa orang yang mulai ramai berhilir masuk dan keluar dari restoran ini. Hujan di luar bahkan telah berbentuk arsiran halus. Dan juga, kami seharusnya telah memutuskan beranjak dari kursi jika teringat waktu istirahat kami tinggal 30 menit.
"Sebaper itu ya sampai you were crying a lot setelah melihat your hottest boyfriend?" tanya Anya tersenyum meledekku.
Aku mengalihkan tatapanku dari ponsel genggamku, menaruhnya di atas meja, melirik kedua orang yang juga tengah menatap wajahku. "Maaf ya, Anya sayang, aku masih belum punya laki." tangkisku cepat meralat asumsi Anya. "and for the answer, yes, aku baper karena halangan, bukan karena ngelihat Agaz sudah menggandeng truk tronton itu."
"Cem mana pulak ni cengkunek (omong kosong). Tak pernah kita cakap kau angek (cemburu) ke perempuan itu. Jangan kau tokohi (bohongi) pulak hati kau. Tau rasa kau nanti." timpal Pak Bos dengan kerutan kening yang mendalam, sesekali bibirnya ikut mengkerut dengan menatap risih wajahku. Bahasa Medannya selalu kental dengan nada yang selalu melengking tinggi, serupa dengan sifatnya yang gampang sekali tersulut emosi. Mulut tebalnya memperlihatkan dengan jelas sosok seperti apa pria yang duduk di depanku ini. Tidak dengan otak yang dia miliki karena otaknya membuat Aku dan Anya merasa beruntung memiliki majikan besar seperti dia.
"Itu hanya-" Aku kehabisan kata, belum bisa membuat kalimat untuk mengelak semua pemikiran dua orang ini.
Sebab, tidak murni pemikiran mereka salah. Maksudku, aku mengakui perasaan nggak enak tadi memang disebabkan oleh seseorang yang tadi aku tegur sapa, tetapi dia membalas dengan sindiran pedas dari bibirnya. Bibirnya yang merah, tipis di bagian atas dan tidak terlalu tebal di bagian bawah, dipadukan dengan rahang tegasnya, tulang pipi, dan dagu yang membelah samar, should be considered sexy.
What the hell were you thinking, hei??!!!!
Sekali lagi, Anya menyelamatkanku dari pikiranku yang suka merajalela, "Loe must hire psikolog deh, honey. Gue sama Pak Bos bingung, zaman 2018, masih ada cewek single sama munak kayak loe." Anya memberi saran, atau mungkin saran yang mengarah pada sindiran. Raut wajahnya dibuat-buat dramatis dengan gelengan kepala berulang kali.
"Kalian suggest me for looking someone to make me eat makanan basi?"
"Agaz itu makanan yang disimpan beberapa lama pun nggak bakal basi, honey. You have lied yourself, again, Echa." sanggah Anya kalem.
"I don't want to discuss about him, again, gays." jawabku tak kalah kalem darinya, menekankan kata 'again' begitu dalam kepada Anya.
Pak Bos terkekeh. Perutnya yang bulat ikut bergerak, lalu kepalanya yang bulat menggeleng-geleng pelan dengan senyum lebarnya. "Teruntuk perempuan cengkunek cem kau nih, awak mau cakap, hati-hati kau dalam berlagak dan bercakap. Masa lalu itu bahaya. Apalagi kalo Tuhan kau ikut campur."
Aku menyeringai tak percaya dengan kalimat yang baru saja pria tambun ini ucapkan.
Tanganku mengambil ponsel setelah mengibaskan tanganku untuk menjelaskan aku sama sekali tidak peduli dengan apa yang berhubungan dengan Agaz, termasuk saran yang nggak masuk akal dari pria tambun ini. Mataku memilih menatap feed instagram, lalu berganti ke salah satu pesan yang semenit lalu terkirim di ponselku.
"Iki kowe urip ta mati, di telepon ora tau jawab! Engko, jam 8, kowe isok ga isok teko ndek restoran. Lek ora teko, ta pites kowe, Echa. (Ini kamu hidup atau mati, di telepon nggak pernah jawab. Jam 8 haru datang ke restoran, kalau nggak, nanti kamu aku pites, Echa.) Mama serius! Kalau sampai ini gagal lagi, mama nggak segan bikin selametan buat ganti namamu! "
Aku menghela nafas berat melihat pesan dari Ibu. Helaan nafasku menarik dua orang di depanku, mengalihkan pandangannya dengan raut wajah penasaran.
"Loe kenapa?" tanya Anya, kemudian.
Aku merosotkan bahuku lemas, menyandar di punggung kursi, "Nyokap tadi SMS." jawabku singkat dengan tangan bersusah payah meraih minuman Anya. Perempuan ini kemudian mendorong gelas minumannya, menyadari kibasan tanganku yang ingin meraih gelasnya. Aku mengambilnya lalu menyeruputnya, setelah itu kembali berkata,"Gue nanti ke kontrakan loe ya?"
Anya menganguk pelan sebagai jawaban. Bersamaan itu, aku mengembalikan gelasnya yang menyisakan tiga es batu.
"Terus kenapa Mamak kau sms, wajah kau sikit tak sor (suka)?" Pak Bos kali ini yang bertanya.
Aku menghela nafas begitu dalam lalu menyandarkan punggung di sandaran kursi dengan kedua bahu terkulai lemas,"I have to meet Datuk Maringgi."
"Ohhh." Anya hanya menjawab seperti ini, "Emang udah Datuk Maringgi ke berapa?"
Mataku menatap mereka berdua. Pak Bos mengikuti gelagat Anya yang tengah menanti jawabanku,"Lima. Datuk Maringgi yang kelima."
Pak Bos terkekeh pelan dengan kepala menggeleng beberapa kali, melirikku dengan tatapan meledek. "Maybe you must do Ruwatan, or hire psikolog."
Mataku memicing, mengerut begitu dalam mendengar saran yang tidak pantas disebut saran. "I'm truly choose Agaz for becoming my backup, Pak Bos."
Mereka berdua menatapku bergantian dengan raut wajah terkejut.
Pak Bos mencondongkan tubuhnya ke depan."If he does love you, ya, Echa." timpalnya dengan penekanan kata yang dibuat-buat.
"Dulu, dia itu suka sama gue." kilahku cepat.
Pak Bos berdecak lidah sambil berkata, "Dulu itu kan yang lalu. Sekarang? Ya beda sama yang lalu."
Anya menyendekapkan kedua tangannya, menatapku dengan wajah dibuat iba. Decakan lidah keluar dari bibir marunnya dan menggelengkan kepalanya dengan berkata, "Semoga saja loe dibantu sama Tuhan kalau sampai kehilangan Datuk Maringgi yang ini. Dan semoga, loe bener-bener bisa membuat your mantan wants to be your back up."
Senyumku mengembang kepada Anya, dan perempuan ini juga membalas senyumku. Aku mengerucutkan bibirku ke depan, memberi kecupan jauh kepadanya.
Anya membalasnya dengan kedua alis yang terangkat, lalu berkata, "I wish you will get your happiness, my honey."
Lalu Pak Bos mendecih kepadaku dengan bola mata besarnya yang berputar ke atas,"Depend on Tuhan, kali, ya, Cha? Tak pernah awak lihat cengkunek cem kau doa sungguh-sungguh ke Tuhan kau."
Aku memutar kedua bola mataku begitu jengah menanggapi kelakar Pak Bos yang selalu menyudutkanku di satu sisi. Dengan wajah kesal, aku beranjak dari single sofa dengan kalimat penegasan untuk mengakhiri perdebatan mengenai AGAZ. "For your information, I think I'm pretty success for dating tonight. So, I don't need agaz to be my backup."
***
"Nah gitu dong. Ibu seneng loh kamu mau dateng." bisik Ibu sembari mengusap punggungku.
Aku tersenyum samar menanggapi ucapan Ibu. Beralih melirik wanita lebih tua dari Ibuku yang sedang tersenyum ke arahku. Aku ikut terseyum menatapnya. Dia Sharita, wanita baya dengan umur sekitar 50 tahunan. Keriput tegasnya melingkup di wajahnya dengan semburat warna rona merah yang samar di kedua pipinya dan warna merah muda memoles di bibir tipisnya. Aku menyukai gaya berpakaian dan make up tipis yang terpoles sempurna di wajah perempuan baya ini. Dia wanita baya yang pertama kali membuat jatuh hati karena senyum yang selalu dia suguhkan untukku. Aku memanggilnya Nenek, dia yang menyuruhku, dan aku-entah kenapa-sangat menikmati panggilan itu.
"Kamu Echa?" tanya Nenek.
Aku mengangguk dengan masih memamerkan senyum.
"Cantik. Cocok sama cucu saya."
Aku menggaruk tengkukku yang tiba-tiba gatal karena mendengar ucapan Nenek barusan. Bagaimana nggak cantik jika teringat ketidakrelaan Anya meminjamkan sepatu Luis Vuitton terbarunya kepadaku, dan satu gaun yang dia beli puluhan juta. Dengan wajah memelas, dia berkata "Jaga baik-baik ya. Elo tahu kan, gue harus jual bagian bawah dulu buat bisa beli ini." Aku tergelak keras mendengar perkataannya yang seperti ini.
"Mas Putra masih lama, Nek?" tanyaku cukup jengkel setelah menunggu kedatangan Datuk Maringgi yang telah membuatku menunggu selama 15 menit lebih.
Dia tersenyum, "Kamu sudah tahu wajah cucu saya?" Dia berbalik bertanya.
Aku menjawabnya dengan gelengan pelan.
Wanita tua itu menggeser layar HP-nya. Tangannya telah terulur kearahku. Aku mengambil Hpnya, dan nampak lelaki dengan senyum manisnya sedang tertawa, memamerkan kedua sudut lesung pipi.
Bunyi pintu terbuka tiba-tiba. Aku mengalihkan tatapanku dari ponsel Nenek. Tubuh tegap itu berjalan melewatiku, "Sorry, Nek. Kantor Putra hectic banget hari ini."
Dia mencondongkan tubuhnya, mencium kedua pipi Nenek. Pria itu bukan datuk Maringgi yang seharusnya ada dalam kisahku.
Aku menelan ludahku dengan susah payah.
"Jangan diulangin lagi!" hardik Nenek melirikku setalah mentap Agaz.
Pria ini sejak tadi selalu masuk dalam obrolanku dengan Anya dan Pak Bos. Dan sekarang, apa harus masuk kembali dalam kisahku dengan menjelma sebagai Datuk Maringgi?
"Saya minta maaf-" Dia berbalik dengan menyungging senyum, lalu dia menggantungkan ucapannya, "Echa Revallina ini, yang mau di jodo-" Kalimat itu keluar dari mulutnya, menggantung kembali. Senyumnya telah berubah dengan keterkejutan yang luar biasa.
Tidak memedulikan mata Ibu yang telah membulat semburna dengan rahang yang merosot ke bawah, atau Nenek yang tengah mengerutkan keningnya, aku menyahutnya dengan senyum kecut setelah mendengar kalimatnya, "Tadi bilang nggak kenal, sekarang udah cepat banget tahu namaku, ya, Gaz? Kamu tadi browsing di mana, sampai lengkap banget manggilnya."
###
Rek, maap,ya? Saya bingung naruh NB alias trjmhan bahasa Medan ini di mana. Syukur syukur kelen paham. Kelen, klo ada ide sikit, atau opini sikit, tante, atau kares ini mau dengerin. I mean i like to read your opinion and your comments. Btw saya ngepans sma bahasa Medan....
Sama orngnya uga
Eaaak
Tapi, klo hri weekdays ini,tante atau kares ini rada sok sibuk. Hape aku yg ram 1,5 giga sih yg tepatnya sok ngambek klo smua applikasi nyala. Saya online via web walau ada applikasi wkwk.
Apa seh ruwatan itu? Si pelak, anggota wwg tanya nih.
Ruwatan itu, ritual rek, buat diri sendiri yg katanya dia sejak lahir hdupnya sial. Banyak macam ruwatan, pkoknya ini ritual, buat ngusir kesialan, trus dtengin keberuntungan.
Nah, kelen psti benci kan ortu kelen pada ruwat kelen?
So does Echa.
It's too old fashion to do ruwatan, so Echa ga bakal mau. Begitu.
###
Bismillaah, hari kedua ODOC, moga lolos deh semua anak suju 4
Saya cuma mnta doanya, buat lulus ini, plus, doain juga, biar cpet ganti status di KTP.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top