Part 16

"Asisten?"

*** (Name)'s pov ***

Akhirnya kami berdua sampai di...

"Café?" heranku melihat sebuah toko yang ada di depanku.

"Yup, café ini adalah tempat favoritku karena tempat ini cukup tenang."

"Cukup tenang?"

"Ya, dulu saat kau masih jadi pemimpin perusahaan, banyak wartawan yang mencariku untuk membuat jadwal temu denganmu. Karena aku adalah asistenmu, yang artinya aku tau semua jadwal dan free time milikmu. Kebanyakan mereka ingin kau tampil di acara tv terkenal, wawancara denganmu untuk masuk majalah atau koran, bahkan ada yang ingin kau jadi tamu di siaran radio." ucapnya.

Lalu kami berdua memasuki café tersebut.

"Yo." ucapnya dengan masih menggendongku membuka pintu.

Suasana café yang kami masuki ini sangat tenang, walaupun ada beberapa orang disini.

"Uah, suasanya membuatku tenang..." komentarku.

"Kan?" ucapnya menoleh padaku laku tersenyum lebar.

"Wah, hari ini ya?" aku menoleh ke sumber suara.

Perempuan yang seumuran dengan kami, tapi sepertinya dia pengidap penyakit albino.

Kulit putih pucat, iris berwarna merah berlian dan rambut berwarna putih.

"Lucia-chan, pesan seperti biasa ya?" ucapnya pada perempuan itu.

"Oke~ bagaimana denganmu, CEO-sama?"

Aku sedikit keget dengan panggilan yang perempuan berenama Lucia itu berikan padaku.

"Dia masih vakum lho, Lucia-chan."

"Ah, maafkan aku kalau begitu." ucap Lucia, "Jadi, apa pesananmu (Surname)-san?"

"A-ah, kurasa teh hangat dan kue coklat cukup." gumamku.

"Oke, segera datang~"

"Lucia-chan, kami memakai lantai dua, ya!"

"Silahkan~"

Lalu dia membawaku menaiki tangga yang berada di dekat kasir dan saat sampai di atas, aku melihat sebuah ruangan besar dengan sebuah meja kopi yang besar, 1 sisi dengan jendela kaca dimana pemandangan langit dan kota terlihat, serta 1 cermin sisi di sebelahnya.

"Keren..." pujiku melihat keadaan ruangannya.

"Selama 4 tahun ini, aku selalu kemari untuk sekedar minum kopi atau beristirahat dari padatnya kota."

"Pilihanmu bagus juga," ucapku saat dia meletakkanku di lantai, dekat meja kopi berada, "Suasananya begitu tenang dan panyak tumbuhan hijau disini."

"Tentu saja," ucapnya duduk di dekatku, "Dan tempat ini cukup tersembunyi jadi mungkin akan butuh waktu lama bagi polisi untuk menemukanmu."

"Jadi kau benar-benar ingin menculikku, eh?"

"Bisakah kau berhenti bersikap jahat padaku, (Name)?"

Aku hanya tertawa lalu menoleh ke arah jendela, dimana langit terlihat sangat penuh dengan awan.

"Aku penasaran kenapa Lucia-san bisa tau namaku dan aku sedikit terkejut saat dia memanggilku CEO-sama."

"Hahaha, Lucia-chan tau karena tiap kali aku berkunjung kemari, selalu bertepatan dengan jam break Lucia-chan. Jadi setelah membawakan pesananku, aku selalu mengajaknya berbicara berdua." ungkapnya, "Dan jujur saja aku pasti membicarakanmu, dan itu membuat Lucia-chan penasaran dengan sosokmu dan mulai mencari tau lewat internet..."

"Jadi itu sebabnya dia tau namaku..." gumamku.

"Dan semua biodatamu yang Lucia-chan dapat adalah saat kau menjadi pemimpin perusahaan," sambungnya.

"Jadi itu sebabnya dia memanggilku CEO-sama..." gumamku kalu sedikit tersenyum.

"Ini pesanan kalian~" kami menoleh ke arah tangga dimana Lucia sedang membawa segelas teh dan kopi, serta sepotong kue coklat.

*** Nijimura's pov ***

Kami langsung memberitahukan orang-orang yang mengenal (Name) termasuk Akashi.

"Apa (Name) sudah ditemukan??"

'Seperti dugaan, yang paling panik dan takut adalah Akashi.' pikirku melihat Akashi yang baru saja sampai.

Dia sudah memegang handphone hitam miliknya, menelpon polisi pribadi.

'Kau begitu mengkhawatirkan (Name), tapi kenapa kau menjaga jarak dengannya? Sebesar apa kau merasa bersalah atas kecelakaan (Name)?'

Aku menoleh ke belakang, dan melihat Haruno-san begitu paniknya, mungkin berani kukatakan lebih panik dari Akashi.

"Cari (Name) di tiap sudut kota! Gunakan semua jalur yang ada! Udara, darat, air bahkan bawah tanah!" ucap Haruno-san menelpon di handphone miliknya.

"Kau tidak terlihat panik, nanodayo." aku menoleh sebelah kananku, Midorima.

"Kau..." aku berhenti saat melihat tangannya yang gemetaran, "...juga mencemaskan (Name), huh?"

"Ti-tidak, nanodayo!"

"Bagaimana denganmu, Shuuzo-san?"

"Kuroko!? Sejak kapan!?"

"Dari tadi," jawab Kuroko datar, "Bukan begitu, Mayuzumi-san?"

"Mhm,"

Kami semua hanya bisa kaget saat melihat mereka berdua.

"Jadi, kenapa kau tidak terlihat begitu panik, Shuuzo-san?"

Aku hanya mengangkat kedua bahuku, "Percaya atau tidak, aku merasa (Name) sedang aman walaupun aku tidak tau dimana dia sekarang."

*** (Name)'s pov ***

Aku meminum tehku dengan perlahan.

"Kenapa kau ingin polisi lama menemukanku?"

"Karena kau harus melihat semua barang ini."

"Barang?" heranku.

Lalu dia berdiri dan mendekati tangga.

"Lucia-chan~ kau simpan dimana barang titipanku?"

"Di gudang~"

"Ah, terima kasih!"

Lalu dia berjalan menuju pintu yang berada dekat dengan tangga dan memasuki ruangan tersebut.

Tak lama kemudian, dia keluar dengan membawa sebuah kotak berwarna merah dengan pita putih.

"...apa itu?" heranku.

Dia hanya membawa kotak itu dan meletakkanya di atas meja kopi.

"Bukalah," ucapnya.

Aku perlahan membuka kotak itu dan...

"Album foto?"

*** Nijimura's pov ***

Aku melihat Aomine dan Murasakibara baru sampai di taman tempat (Name) terakhir terlihat.

Sekarang taman yang sepi berubah menjadi tempat yang penuh dengan polisi pribadi, baik dari keluarga Akashi atau keluarga (Surname).

"Dai-chan, darimana saja!?" ucap Momoi panik.

"Kami berdua habis dari apartemen (Nickname)-chin." ucap Murasakibara memakan maibou.

"Menggunakan kunci Akashi, ngomong-ngomong." sambung Aomine.

"Eh? Apa dia ada disana?" tanya Haruno-san gelagapan.

Mereka berdua menggeleng, membuat Haruno-san dan Akashi menghela napas kecewa.

"Tapi," ucap Aomine menarik perhatian kami semua.

"Semua album foto yang berada di kamar Aka-chin hilang." tutup Murasakibara.

Baru kali ini aku merasa sangat gelisah. Seperti  merasa bahwa (Name) dalam bahaya.

*** (Name)'s pov ***

"Album apa ini?" heranku.

"Album tentang dirimu sejak SMP." ucapnya.

"Darimana kau mendapatkannya?"

"Apartemenmu, duh!"

"Dimana, dan bagaimana kau bisa masuk?" heranku, "Aku curiga kau benar-benar ingin menculikku sampai bisa memasuki apartemenku dengan mudah."

"Jahat sekali (Name)."

"Tapi kau bisa masuk apartemenku?" heranku.

"Karena kau menyuruhku untuk punya kunci duplikat, takut-takut kau lupa berkas rapat dan tak mempunyai waktu untuk mengambilnya di apartemenmu." ucapnya lalu memberikan kunci apartemenku.

"...huh?"

"Ini terakhir kalinya aku memakai kunci apartemenmu." ucapnya, "Walaupun nanti kau akan menjadi CEO di perusahaanmu, tapi aku yakin kau akan menjadi CEO yang tidak ceroboh seperti dulu." ucapnya tersenyum

"Ah, terima kasih..." ucapku sedikit canggung, tidak tau harus merespon apa.

Dia hanya tersenyum lalu meminum kopinya.

"Lalu, kenapa tidak membawa album ini dengan cara yang normal?" heranku, "Tidak harus sampai menculikku kan?"

"Kalau secara normal, mungkin kau tidak akan pernah bisa melihat album ini." ucapnya.

"Eh? Kenapa?" heranku.

"Percayalag, hampir semua orang yang kau kenal itu menyembunyikan banyak kenyataan darimu."

(Deg!)

"Termasuk Shuuzo?"

"Ya, termasuk Shuuzo, tunanganmu."

Ah...

"Lalu, kenapa kau memberitahu semua kebenarannya padaku?"

Dia hanya tersenyum, "Aku ingin berterima kasih atas semua kebaikanmu selama ini dengan menolongmu, itu saja."

"Kalau begitu... akan kubuka." ucapku mengambil album yang berada di paling atas.

*** Nijimura's pov ***

"Hilang?" ucap Akashi mendekati mereka berdua.

"Mhm, begitulah." jawab Aomine.

"Apa kalian sudah memeriksa seluruh bagian apartemen?" tanya Akashi lagi.

"Sudah, dan hasilnya nihil." jawab Murasakibara.

"Tapi bukankah kita harus mengkhawatirkan keadaan (Name)cchi, bukan yang lain-ssu?" tanya Kise.

"Benar, khawatirkan masalah album itu nanti saja." gumam Akashi kembali menelpon seseorang.

'Tapi... kenapa aku sangat mengkhawatirkan masalah album mereka yang hilang? Kenapa... feeling-ku memberikan gambaran yang buruk mengenai ini?'

"Apa kau baik-baik saja, nanodayo?" tanya Midorima menyadarkanku.

"Eh?" heranku menoleh ke Midorima lalu menggeleng, "Aku baik-baik saja, kok!" sambungku tersenyum.

Midorima hanya mengangguk lalu melihat jam tangannya.

"Sudah 3 jam semenjak kehilangan (Name), eh?"

*** (Name)'s pov ***

Aku hanya bisa menahan tangisku setelah melihat semua album yang berjumlah 6 tersebut.

"Dari reaksimu itu, aku yakin kau sudah mengambil keputusan tentang calon pasanganmu, huh?"

"Kenapa?" gumamku menutup wajahku dengan kedua tanganku, "Kenapa Sei mau menghilang dari kehidupanku hanya karena aku kecelakaan?"

Telapak tanganku sekarang sudah basah oleh air mataku.

"Harusnya dia tau kalau aku tidak akan menyalahkannya atas kejadian itu..." gumamku, "Dan Shuuzo, harusnya dia memberitahuku semua ini... Dia sama seperti yang lain..."

Lalu aku merasa sebuah tangan menepuk pundakku.

"Kau sudah memilih pilihanmu, sekarang beritahukan kepada ayahmu tentang keputusanmu itu."

Ucapannya membuatku berhenti menangis, lalu aku mengambil tisu yang berada di atas meja dan membersihkan wajahku.

"Kau benar," ucapku menarik napas panjang, "Tak kusangka kau adalah asistenku setelah aku mengingatmu." komentarku kemudian.

"Hei, aku juga dari dulu sampai sekarang selalu penasaran kenapa kau mau memperkerjakanku sebagai asistenmu." sahutnya.

"Kau mau tau?" tanyaku.

Dia hanya mengangguk.

"Tentu saja karena kau adalah orang yang baik, walaupun penampilanmu itu seperti penjahat--"

"Hoi."

"Dan walaupun setelah semua yang kau lakukan dulu, aku pasti tidak akan ragu untuk memintamu untuk menjadi asistenku!" jawabku lalu tersenyum mantap.

"Kau ini benar-benar aneh." komentarnya.

"Tapi kau banyak berterima kasih padaku, kan?"

"Ya-ya," ucapnya mengacak rambutku, "Percuma melawan atasan yang keras kepala."

Aku langsung tersenyum mendengar jawabannya. Lalu aku berdiri.

"Aku akan memberitahu mereka sekarang." ucapku penuh tekad.

"Oh, sudah mau pergi?" tanyanya menoleh ke arahku.

"Yup, aku sudah bertekad. Dan aku pasti akan mengatakannya!" sahutku, "Bagaimana kau akan mengembalikan semua album foto ini ke apartemenku?"

"Ah," sepertinya baru ia pikirkan sekarang, "Apa kau keberatan jika kau mengambilnya disini?"

"...eh?"

"Ya, mana mungkin aku meminjam kuncimu lagi setelah aku mengembalikannya."

"Mhm, baiklah. Aku akan mengambilnya disini setelah situasi 'sedikit' membaik dan meletakkannya kembali ke tempatnya dulu." ucapku lalu berjalan mendekati tangga.

Dan sesuatu langsung mendarat di atas kepalaku, dan saat kulihat ternyata sebuah jaket. Aku menoleh ke sumber datangnya jaket ini.

"Berilah kejutan pada mereka semua, (Name)."

Aku hanya mengangguk lalu memakai jaket yang sudah berada di kepalaku, dan menuruni tangga tapi terhenti saat aku mengingat sesuatu.

"Oh iya," ucapku menoleh ke arahnya, "Terima kasih karena telah memulihkan ingatanku menjadi 100%"

"Sama-sama, aku hanya ingin membalas sedikit dari semua kebaikanmu selama ini, itu saja."

Aku lalu menghadap ke depan dan melambaikan tanganku.

"Kalau begitu, aku pergi dulu." ucapku laku sedikit tersenyum, "Haizaki-kun."

***

Whiii~ siapa yang menyangka kalau asisten kalian adalah si berandalan Haizaki? 😨

Disini Haizaki ini udah tobat :v //dihajar Haizaki

Dan rambutnya itu udah kembali kaya dia SMP dulu, berwarna abu-abu~ 😄

Waktu kulihat komentar kalian...

KENAPA MEREKA BISA MENEBAKNYA DENGAN MUDAH!? 😨

APA BEGITU JELASNYA KALAU DIA ITU SI HAIZAKI!? 😫

*author nangis di pojokan* *lupakan saja, dia sedang lebay*

Selamat buat Stoicaldamsel, Akasuna_Chintya dan Ayano71 karena menebak dengan benar!

Dan untuk Feby_Voc, makasih udah buatku tertawa dengan jawabanmu 😂, berani beda itu mantap!

((Maaf kalo ga mau di tag, bilang aja kalo ngeganggu maka akan kuhapus 😅. Sebenarnya kumerasa senang karena kalian setia dengan bukuku yang lemot ini 😆))

Apa pendapat kalian dengan chapter ini?

Chapter selanjutnya adalah pemilihan antara Akashi dan Nijimura! Siapa yang akan terpilih?

Kritik dan saran yang membangun akan sangat diterima~

-Rain

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top