PROLOG
"Nyebelin banget! Pokoknya besok gue harus bisa ngajak dia jalan berdua!" Kulempar tas kuliah ke atas meja, lalu menjatuhkan diri di lembutnya kasur bercorak Princess Belle.
Semua ini gara-gara Belle dan Mama! Kalau saja dulu Mama nggak membacakan cerita Beauty and the Beast, pasti kisah cintaku nggak bakal semengenaskan ini.
Apaan yang happily ever after? Dengar, ya, buat kalian semua, jangan sekali-kali membacakan cerita konyol macam putri-putrian itu ke anak-anak. Omong kosong semua, nggak ada yang jadi nyata. Serius, semua benar-benar cuma ada di buku cerita.
Tahu nggak, sih, cuma gara-gara nama kami mirip—for your information, namaku Bella—Mama sering banget bacain buku Beauty and the Beast. Sampai-sampai aku hafal di luar kepala bagaimana alur cinta mereka. Bahkan menancap sampai sekarang.
Tahu 'kan pembuka setiap cerita princess? Pada jaman dahulu kala, hiduplah seorang putri cantik dan pangeran tampan bla bla bla .... Hingga mereka bahagia bersama selama-lamanya. Yang diakhiri ciuman manis dan pernikahan megah.
Anak gadis mana yang nggak terpesona sama kisah cinta Belle coba? Ketemu pangeran yang dikutuk jadi monster, dikurung di kastil yang super mewah, dikelilingi hal-hal ajaib yang nggak bakal kita temui di kehidupan nyata. So amazing! Daya khayal anak lima tahun jadi membumbung tinggi, 'kan?
Bayangin saja, kita jadi perempuan satu-satunya dan yang pertama di hidup si monster. Menjadi orang yang bakal menyelamatkan hidup sang lakon pria, membuatku merasa seperti menjadi iron man. Garis bawahi kata-kata 'satu-satunya' dan 'pertama', itu artinya apa pun yang cowok itu lakukan bareng si cewek adalah pertama kali dan nggak ada orang lain. Siapa yang nggak mau dijadikan orang teristimewa begitu coba.
Belum lagi adegan waktu mereka dansa bareng, dengan baju kuning super duper cantik, diiringi musik yang merdu. Ditambah perhatian dari si monster—yang mulai cinta—sama si putri cantik. Duh, meleleh-leleh. Aku juga mau punya kisah cinta macam itu. Pasti bahagia banget jadi cewek yang sangat dicintai pasangannya.
Sudah begitu, ending ceritanya pun bikin merinding disko. Si monster yang diserang warga desa pun tumbang tak berdaya. Hingga akhirnya pernyataan cinta si putri mengubah segalanya. Si monster buruk rupa kembali menjadi pangeran gagah nan tampan.
Kata Mama, itu yang dinamakan cinta sejati. Kasih sayang tulus yang bisa mengubah kutukan penyihir terhadap monster buruk rupa.
Dulu, waktu masih kecil, aku pernah tanya ke Mama, apa arti cinta sejati itu.
Tahu nggak bagaimana jawaban Mama? Dia bilang begini dong, "Cinta sejati itu seseorang yang bisa menerima semua kekurangan pasangannya, selalu memberi dukungan satu sama lain, dan selalu ada walau pasangannya baru susah, Sayang."
Dan dengan polosnya aku menganggap pasangan Mbok Siti dan Pak No—asisten rumah tangga dan supirku—masuk ke dalam definisi cinta sejati.
Waktu itu aku mengira bahwa orang susah, ya, cuma karena materi saja. Harap maklum, namanya juga pemikiran anak-anak. Aku tentu mencari contoh yang terdekat. Bahkan waktu itu aku pikir mama sama papaku bukan cinta sejati, karena mereka nggak hidup susah, pun tampang mereka jauh dari kata buruk.
Lagi-lagi untuk masalah tampang, aku mengambil contoh konkret terdekat, siapa lagi kalau bukan the one and only Mbok Siti sama Pak No. Aku nggak ada maksud menghina, serius, tapi memang Pak No itu nggak ganteng. Njomplang banget kalau dibandingkan sama Mbok Siti, tapi mereka bahagia tuh. Persis si Belle yang masih aja cinta sama monster buruk rupa. Dan mereka bahagia.
Dari dua teori yang aku baca dan dua fakta di lapangan itulah, aku berpikir bahwa semua yang ada dalam dongeng bakal menjadi kenyataan indah jika terjadi dalam hidupku. Hingga akhirnya ... booom!!! Aku terjebak dalam kisah cinta si Cantik dan si Buruk Rupa. Namun, sayangnya aku nggak juga menemukan kata bahagia.
* * *
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top