9. Ditinggalkan Seorang Diri
Part 9 Ditinggalkan Seorang Diri
Kesunyian seketika menyelimuti seluruh halaman belakang. Terutama Reagan dan Rachel yang duduk di samping kolam renang, pada kesuksesan sang adik untuk menarik perhatian semua orang.
“Ck, dia selalu saja berhasil membuat kejutan,” decak sepupu Reagan yang duduk di seberang meja. Reno, beranjak dari kursinya dan berjalan menghampiri Joshua. Merangkul sang sepupu dan membawa pria itu bergabung di meja. Duduk tepat di depan Rachel sehingga perhatian semua orang kembali pada kelompok obrolan masing-masing. “Kapan kau kembali ke negara ini?” tanyanya pada Joshua.
Joshua tertawa. Dengan tatapan yang mengarah pada Reagan, pria itu menjawab, “Kemarin malam?”
Kening Reno berkerut dengan nada tanya yang diselipkan oleh Joshua.
“Atau sebulan yang lalu?” Joshua memutar kepala, menatap sang sepupu. “Aku tak mungkin melewatkan pesta pernikahan kakak tercintaku, kan?”
Ujung mata Reno melirik ke arah Reagan. Merasakan ketegangan dari pria itu. Ya, bukan rahasia kalau hubungan kakak beradik yang rumit antara Reagan dan Joshua. Dan situasi tersebut semakin meruncing ketika umur Reagan sudah mencukupi untuk menjadi pewaris tahta. Menduduki kursi tertinggi perusahaan yang diwariskan papa Reagan pada pria itu. Sementara Joshua, yang terbukti sebagai anak h*ram dari sang ibu, membuat posisi sang adik melemah. Pun tak ada yang tahu tentang rahasia ini selain keluarga besar dari mendiang sang ibu.
“Seharusnya kau mengabariku, Josh.” Reno berusaha memecah ketegangan tersebut. “Aku bisa menjemputmu.”
“Dan kita akan menjadi bahan pemberitaan di antara para direksi?” Joshua mengatakannya dengan nada canda yang dibuat-buat.
Reno mendesah pelan dengan candaan yang sama sekali tak lucu tersebut.
“Tapi, cepat atau lambat aku memang harus membuat cemas semua orang, kan? Pewaris tahta lain yang disingkirkan dari perusahaan.”
Kali ini Reagan menggeram.
Joshua tertawa. “Well, kupikir itu hanya akan menjadi pemberitaan, Reagan. Kenapa kau secemas ini? Jika semua orang tahu kalau aku anak haram, pemberitaan itu akan lebih meriah lagi. Kenapa kau tak suka keributan semacam ini? Toh bukan kau yang akan dirugikan.”
“Ya, teruslah bersikap kekanakan seperti ini.” Reagan mengambil tangan Rachel, membawa sang istri berdiri dan meninggalkan meja untuk masuk ke dalam rumah. Tak banyak kerabat yang mengobrol di area dalam rumah.
Rachel sendiri yang masih dibuat terbengong dengan hubungan Reagan dan Joshua yang semakin rumit dan membingungkan ini, tak tahu harus mengatakan atau bersikap seperti terhadap pria itu.
“Sekarang kau sudah tahu, kebobrokan dalam keluargaku.” Ada nada tak suka yang terselip dalam kalimat Reagan tersebut. Juga amarah begitu pekat di kedua matanya yang sulit ia tahan. “Apakah sekarang kau merasa lebih beruntung dengan keluargamu? Yang meski menggunakanmu untuk mempertahankan perusahaan keluarga kalian, kau tetap memiliki kedua orang tua yang menyayangimu. Setidaknya tidak memberimu adik berengsek yang tak berhenti mengacaukan hidupmu.”
Rachel mengerjap terkejut dengan pernyataan Reagan tersebut. Menatap raut Reagan yang tampak campur aduk. “A-apa?”
“Apa kau menertawakanku?”
Kekesalan di hati Rachel kini mulai tampak di wajah wanita itu. Ia menyentakkan lengan Reagan yang masih memegang lengannya. “Kau berpikir aku menertawakanmu?”
Reagan tak menjawab. Mata pria itu malah memicing, mencoba mengelupas emosi di wajah Rachel yang sama sekali tak bisa ia pahami.
Rachel mendesah kasar. “Ya, aku tak akan heran dengan prasangka buruk yang tumbuh di pikiranmu tentangku. Hanya saja, kau lupa kalau urusan pribadimu –termasuk keluargamu- sama sekali bukan urusanku, Reagan. Kenapa kau harus peduli? Apalagi menertawakan hal yang sama sekali bukan urusanku?”
Mata Reagan berkedip, beberapa kali. Sekali kata-kata Rachel berhasil mengena tepat di dadanya.
Keduanya saling pandang untuk sepuluh detik yang penuh. Ketika dering ponsel di saku jas Reagan terdengar. Reagan merogoh saku jasnya. Menjawab panggilan tersebuh hanya untuk menghentikan ketegangan di antara mereka. Tetapi informasi yang ditangkap telinganya seketika membuat wajahnya membeku.
“L-lania?” Kepanikan menyelimuti wajah Reagan. “Apa yang terjadi?”
Rachel hanya membeku, ketika Reagan tanpa berpikir dua kali meninggalkannya dan berlari menuju pintu utama. Menghilang dari pandangannya seolah dirinya bukanlah orang yang penting.
Ya, tapi memang dirinya bukan orang penting di hidup pria itu. Apalagi di hati pria itu. Pernikahan mereka hanyalah kedok. Untuk memberikan pria itu pewaris yang sah, -dan sekarang ia tahu kenapa Reagan begitu menginginkan pewaris yang sah. Yang dilahirkan dari dalam pernikahan-. Sekaligus untuk memprovokasi Lania, yang telah mengkhianati pria itu.
Setelah Reagan merasa cukup memberi hukuman pada Lania dan memaafkan wanita itu. Dan ia memberikan keturunan untuk pria itu. Maka semua tujuan Reagan terpenuhi. Pria itu akan menceraikannya dan kembali pada sang kekasih.
Rachel menghela napas panjang, membaca akhir dari hubungan pernikahan mereka. Setidaknya semuanya akan adil untuk mereka berdua.
“Apakah dia meninggalkanmu karena Lania?” Joshua muncul dari arah belakang Rachel. Salah satu tangan pria itu memegang gelas berisi sampanye dan tangan lainnya masuk ke dalam saku. Berjalan menghampiri Rachel yang memutar tubuh menghadapnya. “Ya, cintanya selalu lebih besar dibandingkan kemarahannya pada wanita itu.”
“Dan kenapa aku harus peduli tentang itu?” Rachel berjalan ke samping. Berniat kembali bergabung ke pesta, tapi menyadari tak ada siapa pun yang benar-benar ia kenal. Sepertinya lebih baik ia pulang. Toh Reagan juga tak peduli dengan niat kakek pria itu yang membuat pesta keluarga ini untuk mereka. Dan ia tak ingin mempermalukan dirinya sendiri dengan tetap berada di sini, sementara suaminya sibuk mencemaskan wanita lain. Dan Rachel yakin, semua orang di keluarga ini mengenal Lania.
Joshua menangkap pergelangan tangan Rachel. “Kau mau pulang?”
Rachel menyentakkan tangan Joshua. Berjalan menuju pintu utama. Mengedarkan pandangan ke sekeliling halaman dan sepertinya ia harus berjalan kaki untuk mendapatkan taksi. Mengingat ada jalan raya yang tak jauh dari rumah ini. Akan ke mana? Ia bisa memikirkan nanti. Reagan meninggalkannya sendirian di tempat asing ini.
“Ck, Reagan memang bodoh. Meninggalkan istrinya sendirian.” Joshua kembali muncul di samping Rachel. “Kau butuh tumpangan?” Joshua menggantung kunci mobil di depan wajahnya. “Pestanya membosankan tanpamu.”
Rachel melengos, menuruni undakan dan berjalan menuju gerbang. Joshua tak menyerah, pria itu membuntuti Rachel, yang semakin mempercepat langkahnya. Membuatnya benar-benar kesal.
“Apa yang sebenarnya kau inginkan, hah?” tanyanya dengan dongkol. Memutar tubuh menghadap Joshua.
Joshua tersenyum penuh arti dengan pertanyaan yang ditunggu-tunggunya tersebut. Berjalan mendekat dan sebelum Rachel membaca apa yang akan ia lakukan, ia sudah berhasil mendorong tubuh Rachel ke belakang hingga punggung wanita itu membentur tembok di samping gerbang. Menghimpit tubuh wanita itu dengan tubuh besarnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top