8. Pesta Perayaan

Part 8 Pesta Perayaan 

Belum cukup satu malam Rachel berada di rumah Reagan, wanita itu sudah dibuat tak nyaman dengan keberadaan Joshua. Ketika pagi itu, Rachel semakin dibuat gerah dengan kemunculan Lania, kekasih Reagan yang tengah hamil entah berapa bulan di depan teras rumah. 

Barang-barang Lania baru saja diturunkan oleh para pelayan dari dalam mobil. Sementara Lania langsung menghambur ke arah Reagan, seolah Rachel adalah mahkluk tak kasat mata. “Aku senang akhirnya kau mengijinkan kami tinggal di sini. Setidaknya kita butuh kesempatan ini untuk memperbaiki semuanya, kan?”

“Joshua yang membawamu ke sini, Lania. Jangan salah paham.” Wajah Reagan yang datar terlihat semakin dingin. Melepaskan pegangan Lania di lengannya. Kemudian menggeser tubuhnya ke arah Rachel. Mengecup singkat bibir sang istri dan berbisik lembut. “Hubungi aku jika kau membutuhkan sesuatu. Buat dirimu nyaman.”

Rachel hanya mengangguk pelan. Sikap Reagan yang melembut padanya sejak semalam, mau tak mau membuat hatinya luruh. Pun saat ketegangan kembali menyelimuti meja makan pagi itu, Reagan berusaha mengendalikan emosi dengan baik menghadapi Joshua.

Reagan menuruni undakan dan masuk ke dalam mobil yang sudah disiapkan untuk pria itu. Meninggalkan halaman rumah.

Lania menelan kekecewaannya akan sikap dingin Reagan yang berbanding terbalik dengan perlakuan sang mantan kekasih pada wanita muda di hadapannya saat ini.

“Pernikahan kalian.” Lania menyilangkan kedua lengan di depan dada ketika mendekati Rachel yang hendak berbalik masuk ke dalam rumah. “Kau tahu pernikahan kalian terjadi karena perjodohan yang disepakati oleh Reagan dan papamu, kan?”

Rachel terdiam. Mengamati keangkuhan di wajah Lania. Sepertinya perjodohannya dan Reagan sudah tidak lagi menjadi rahasia bagi siapa pun.

“Selain itu, pernikahan kalian hanyalah cara Reagan untuk memprovokasiku atas kesalah pahaman yang terjadi di antara kami.”

Rachel mengangguk pelan. Memberikan seulas senyum tipis untuk penjelasan Lania yang tidak ia butuhkan. “Lalu?”

Kerutan membentuk di kedua alis Lania dengan respon Rachel yang terkesan tak peduli tentang siapa dirinya di hidup Reagan. Menguasai ekspresi wajahhnya dengan cepat, Lania kembali berkata dengan penuh percaya diri. “Itu artinya, apa pun yang kau miliki dalam hubungan kalian, tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan apa yang kumiliki dengannya.”

Rachel akhirnya mengangguk paham. “Ah, jadi kau mengatakan semua ini untuk memperjelas posisiku dan posisimu di sisi Reagan?”

Lania mengangguk.

“Ya, aku paham. Sebagai istrinya, aku harus memahami dan memaklumi hubungannya dengan kekasihnya. Hanya saja, sama seperti urusan pernikahan kami yang tidak seharusnya menjadi urusanmu, kupikir urusan kalian juga bukan urusanku, kan?”

Ekspresi di wajah Lania membeku. Tatapannya yang menajam berbanding terbalik dengan ketenangan yang ditunjukkan Rachel.

Rachel tersenyum tipis sekedar ramah tamah lalu melanjutkan masuk ke dalam rumah. Sempat berpapasan dengan Joshua yang baru saja keluar dari ruang tengah. Rachel melengos pergi menuju ke arah lift, mengabaikan senyum lebar dan kerlingan mata pria itu.

Joshua terkekeh, suara-suara dari arah teras yang masih terdengar membuatnya lekas keluar. Menghampiri Lania yang terlihat kesal. “Kau sudah menemui istri Reagan?”

Pertanyaan Joshua membuat kekesalan Lania bertambah. Tatapan wanita itu berubah sinis. “Kenapa kita harus tinggal di paviliun?”

“Kau ingin tinggal di kamar utama?” Salah satu alis Joshua terangkat. Mengejek harapan Lania yang terlalu besar. Lalu pria itu terkekeh dan berkata, “Aku tak memaksamu tinggal di sini, Lania. Apartemen atau paviliun, kau bebas memutuskan pilihanmu. Kita tak mungkin menggangu pengantin baru yang sedang panas-panasnya.”

“Reagan tak mungkin meniduri istrinya. Pernikahan mereka hanya untuk memprovokasiku dan sekarang aku menyadari kesalahanku. Menyadari bahwa cinta Reagan lebih dalam dari yang kupikirkan.”

Joshua terkekeh, lebih keras. “Kau yakin?”

Wajah Lania memucat oleh keraguan dengan tantangan nyata di kedua mata Joshua. Joshua selalu berhasil membuatnya tak berkutik. Mempermainkan dirinya hingga ia harus kehilangan kepercayaan Reagan.

“Sejujurnya, Rachel terlihat lebih cantik dan menarik dibandingkan dirimu untuk ditiduri, Lania. Dan semakin aku melihatnya, ada keinginan lain yang membuatku tertarik untuk merebutnya dari Reagan.”

Kepucatan di wajah Lania semakin tak tertahankan. Dengan kemarahan yang mulai menyelimuti kedua matanya.

Joshua tertawa keras dengan kecemburuan Lania. “Ck, jangan berlebihan, Lania. Jika dipikir-pikir. Bukankah ini bagus untuk kita berdua. Kau bisa kembali pada Reagan setelah anak kita lahir,” ucapnya kemudian berjalan melewati Lania. Menuruni undakan dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celana. Bersenandung sembari berjalan menuju carport. Mengabaikan Lania yang semakin diselimuti emosi.

***

Menjelang sore hari, dibantu beberapa asisten rumah tangga Reagan, Rachel baru selesai menata sebagian barang-barangnya di tempat yang sudah disediakan oleh Reagan. Ia sengaja tak menata semuanya, mengingat pernikahan mereka memiliki waktu yang terbatas meski masih belum keduanya bicarakan.

Reagan datang ketika ia baru saja mandi. Muncul dengan membawa gantungan jas yang dibungkus plastik dan gaun malam berwarna putih. 

“Kebetulan kau sudah selesai mandi. Bersiaplah. Kita akan langsung pergi.” Reagan meletakkan kedua pakaian tersebut di ujung tempat tidur.

“Ke mana?”

“Kakekku mengadakan pesta perayaan untuk kepulangan kita.” Reagan melepaskan jas kerja dan dasinya. Memberikan seulas senyum yang tak sampai di mata. “Kakekku selalu mencari alasan untuk membuat pesta. Dan kali ini aku tak bisa menolaknya.”

Rachel pun tak bisa menolak undangan tersebut, kan.

*** 

Pesta kali ini hanya diadakan khusus untuk kerabat dekat. Dengan alasan agar Rachel mengenal keluarga Reagan lebih dekat. William Adhitama, ayah dari mama Reagan adalah pria tua dengan penampilan sepuluh tahun lebih muda. Menyambut kedatangan keduanya dengan kedua lengan terbuka. Begitu pun dengan seluruh anggota keluarga.

Kesemuanya bergantian menyapa Reagan dan Rachel, yang tampil sebagai pasangan pengantin baru yang sedang berbahagia di hadapan semua orang.

Pada awalnya, pesta berlangsung dengan penuh canda tawa dan obrolan ringan. Menyebar di setiap sudut rumah William Adhitama yang tak lebih luas dari rumah Reagan.

Rachel pun mulai mengenal sepupu-sepupu dekat maupun jauh Reagan. Beberapa lebih tua dan seumuran dengannya, tapi lebih banyak yang lebih muda darinya. Keluarga ibu Reagan memang memiliki saudara yang cukup banyak. Tujuh bersaudara. Berbanding terbalik dengan papa Reagan yang seorang anak tungg dari keluarga konglomerat. 

Hingga di tengah kehangatan dan kebahagiaan yang menyelimuti, suara botol yang pecah berhasil menarik perhatian semua orang yang ada di halaman belakang.

Semua mata terarah pada sosok yang berdiri di teras halaman belakang. Berdiri dengan sempoyongan dan wajah yang memerah oleh pengaruh alkohol. Pria itu tertawa terlalu keras, melebarkan kedua lengannya dan berkata, “Kenapa kalian semua terkejut? Bukankah ini pesta keluarga?”

Rachel menoleh ke samping dengan waspada. Merasakan tubuh Reagan yang menegang dengan kedatangan Joshua. Dan semakin dibuat pucat dengan kalimat lanjutan sang adik.

“Apakah aku tak berhak berada di sini karena aku anak haram dari ibuku?”






Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top