6. Malam Pertama

Part 6 Malam Pertama

Reagan membaringkan tubuh Rachel di atas tempat tidur dengan lembut. Tanpa melepaskan pagutannya. Menindihkan tubuhnya di atas tubuh polos sang istri dengan lengan yang menekuk di samping kepala Rachel, mencegah berat tubuhnya ditahan sepenuhnya oleh tubuh Rachel yang lebih mungil. 

Napasnya sudah mulai memberat, tak berhenti menyesap rasa manis yang ditawarkan oleh bibir Rachel. Satu-satunya saat ia melepaskan pagutannya hanyalah ketika memberi jeda bagi wanita itu untuk mengambil napas, dan ia tak membuang kesempatan tersebut dengan mencumbu bagian lain dari tubuh Rachel yang begitu menggoda. Menggigit cekungan di leher Rachel yang lembut dan kenyal.

Ujung bibir Reagan tersenyum setiap kali kesiap terkejut lolos di antara celah bibir Rachel. untuk setiap sentuhan yang memberikan sensasi asing bagi tubuh wanita itu. Ya, melihat cara Rachel menerima semua sentuhan dan cumbuannya, sangat jelas bahwa semua ini adalah pengalaman pertama Rachel. Wanita itu begitu kewalahan mengikuti ritme ciumannya. Masih gelagapan menghadapi hasratnya yang sejak awal permainan berusaha ia tahan agar Rachel bisa mengikutinya dengan perlahan.

Ini bukan pertama kali bagi Reagan bercinta dengan seorang wanita. Dan tentu saja ia tahu setiap titik sensitif di tubuh wanita. Ia hanya perlu mempersiapkan tubuh Rachel untuknya. Siap untuk menampung gairah. Dan benihnya tentu saja.

Ciumannya bergerak ke bawah, merasakan tubuh Rachel yang mulai memanas. Erangan lembut yang tertangkap telinganya membuatnya semakin senang bermain-main dengan wanita itu. Perlahan menyeret sang istri tenggelam dalam pusaran gairahnya.

Dan setelah puas bermain-main di bawah sana, Reagan memposisikan tubuhnya di antara kedua kaki Rachel. Menyatukan tubuh mereka yang sudah terbakar gairah yang tak lagi mampu ia kendalikan.

Pekikan yang terdengar di antara napas beratnya membuat Reagan berhenti. Menangkap bibir Rachel dan memberikan ciuman lembut untuk mengalihkan keterkejutan sang istri. Perlahan tubuh Rachel kembali rileks. Reagan melanjutkan menyatukan tubuh mereka lebih dalam. Bergerak pelan di atas Rachel, pada awalnya. Ketika hasratnya sudah terbendung dan butuh diluapkan, ia menambah ritme gerakannya. Membuat Rachel juga kehilangan ritme bernapas. Pun begitu, kepasrahan sang istri memberinya kepuasan yang sempurna. Bersama-sama keduanya mencapai puncak kenikmatan.

Mata Rachel terpejam, jantungnya berdeguk dengan kencang. Terasa menyesakkan, tetapi puncak sensasi yang mengejutkan tersebut tak mampu ia tolak. Seolah membawa Rachel melayang ke atas awan-awan. Ke tempat yang tak pernah ia pijaki sebelum-sebelumnya.

Ketika erangan Reagan akhirnya mereda, tubuh pria itu berguling ke samping. Menjatuhkan wajah di helaian rambutnya yang lembab oleh keringat keduanya yang bercampur. Dengan napas panas yang masih terengah. Keduanya hanya terdiam, menunggu napas mereka kembali normal. 

“Tidurlah.” Reagan membalikkan tubuh Rachel dan melingkarkan lengan di pinggang wanita itu. Menempelkan punggung telanjang sang istri di dada dan menyelimuti tubuh keduanya. “Malam ini cukup sampai di sini,” bisiknya. Menghadiahkan kecupan di ujung pundak tengkuk Rachel.

Mata Rachel ikut terpejam. Ya, tubuhnya belum pernah selelah ini. Tapi setidaknya semua kelelahan itu sepadan kenikmatan dan kepuasan yang mereka dapatkan.

*** 

Rachel tahu, permainan panas mereka tadi malam akan menjadi permainan pertama mereka. Tetapi tidak untuk pertama kalinya. Esok paginya, sebelum keduanya pergi ke tempat mereka akan berbulan madu. Reagan mengulangnya lagi. Dua kali. Di atas ranjang dan kamar mandi, dan ia tahu tak bisa menolak keinginan pria itu.

Dan acara bulan madu yang sudah dirancang pria itu, sepenuhnya memang ditujukan untuk membuat dirinya hamil. Keduanya pergi berbulan madu di pulau pribadi, yang kata Reagan adalah peninggalan turun temurun dari keluarga pria itu. Untuk mendapatkan penerus keluarga Lee.

Sepanjang minggu itu, Rachel nyaris tak pernah berpakaian dengan rapi. Reagan menginginkan dan menidurinya kapan pun dan di mana pun ia berada. Tak ada pekerjaan ataupun orang yang akan menggangu keinginan pria itu menyentuhnya. Termasuk dirinya sendiri.

Hingga akhirnya Rachel merasa benar-benar lega karena hari ini keduanya akan kembali ke rutinitas harian. Meski Reagan mengatakan barang-barangnya sudah diurus mamanya, tetap saja Rachel memaksa untuk pulang lebih dulu dan menemui kedua orang tuanya sebelum menetap di rumah Reagan.

“Ada sedikit urusan yang harus kutangani. Nanti malam aku akan menjemputmu,” ucap Reagan. Mendaratkan satu ciuman di kening Rachel sebelum sang istri melangkah masuk ke dalam rumah. 

Rachel hanya memberikan satu anggukan dan seulas senyum untuk Reagan di hadapan kedua orang tuanya. Setelah Reagan berpamit pada mama dan papanya, barulah pria itu naik ke dalam mobil dan melaju menuju gerbang rumahnya.

“Mama senang melihatmu bahagia seperti ini.” Zahira Lee merangkum wajah sang putri dengan senyum lebar yang lembut. “Mama dan papa benar-benar lega.”

Rachel membalas senyum sang mama, pun dengan hatinya dipenuhi rasa bersalah. Tahu bahwa kebahagiaan yang terlihat sempurna baru saja, pada akhirnya akan berhenti saat pernikahannya dan Reagan berakhir. Keduanya masih belum  menentukan saat yang tepat, tetapi saat ini targetnya adalah hamil. Memberi keturunan untuk Reagan sebelum kembali membicarakan perceraian.

“Ayo masuk.” Zahira merangakul sang putri. “Mama sudah mengurus semua barang-barangmu. Tapi mungkin masih ada satu dua yang tertinggal.”

“Ya, Ma. Rachel akan memerikanya.”

*** 

Rachel membanting tubunhnya di tengah ranjang yang empuk. Menatap langit-langit kamar yang dirindukannya sepanjang mainggu ini dan akan dirindukannya kembali hingga waktu yang belum ditentukan. Menghela napas panjang dan rendahnya, Rachel meraih ponsel yang baru diaktifkan. Beberapa notifikasi panggilan thak terjawab dan pesan singkat yang muncul satu persatu. Dari Andara, dan tak ada satu pun dari Davian. Yang semakin memberi tumpukan kekecewaan di atas hatinya yang masih patah oleh pria itu. 

Kenangan-kenangan indah mereka berputar di benaknya. Semua dipenuhi cinta dan kebahagiaan yang seolah tak akan pernah berakhir. Hanya cinta keduanyalah yang mereka miliki. Untuk selamanya. Namun, semua itu hanyalah impian yang tak akan pernah menjadi kenyataan.

Sebelum kembali tenggelam dalam kehampaan yang lebih pekat, Rachel memiringkan tubuhnya. Melepaskan penat dan lelah setelah perjalanan panjang dalam tidur. Jam lima sore, mamanya muncul untuk membangunkannya. Dengan beberapa camilan.

“Dua hari yang lalu, Andara datang mengantar ini untukmu.” Zahira meletakkan kantung kecil berwarna merah muda di nakas.

Rachel menatap sekilas kantong tersebut, tak tertarik untuk membukanya.

Zahira mengerutkan alisnya terheran akan sikap sang putri yang tampak tidak antusias jika berhubungan dengan Andara. “Kenapa? Kalian bertengkar?”

Rachel menggeleng.

“Kau juga tidak mengundangnya ke acara pernikahan. Di hari terpenting di seumur hidupmu.”

Rachel tak langsung menjawab, menatap wajah sang mama yang masih diselimuti keheranan. Dan tak mungkin ia mengatakan pada mamanya kalau Andara dan Davian berselingkuh di belakangnya. “Kami baik-baik saja. Hanya terjadi sedikit kesalah pahaman,” jawabnya. Untuk pertama kalinya Rachel merasa menjadi seorang pembohong.

Zahira pun tak bertanya lebih. Memberikan anggukan singkat sembari merangkum sisi wajah sang putri. “Mama tahu pernikahanmu dan Reagan terjadi karena sebuah perjodohan. Papamu memang sedikit egois dengan memaksakan semua beban ini padamu. Tapi mama yakin, perlahan kalian akan saling menerima satu sama lain.”

Rachel lagi-lagi hanya memberikan sebuah anggukan untuk harapan teramat besar sang mama. Pandangannya bergerak mengambil piring berisi camilan, menghindari tatapan sang mama. Tapi rupanya sang mama tak berhenti sampai di sana. Yang terus menceritakan tentang keluarga Reagan. Sejak kecil, Reagan sudah ditinggalkan kedua orang tua dalam sebuah kecelakaan tragis. Di hari pernikahan, keluarga Reagan memang merupakan keluarga besar. Pria itu memiliki paman dan tante yang begitu banyak, yang tak bisa Rachel hafal dengan baik. Tapi Rachel tak pernah tahu kalau ternyata Reagan juga memiliki seorang adik laki-laki.

“Adik?”

Zahira mengangguk. “Tak ada yang perna melihatnya. Sejak kedua orang tua mereka meninggal, adiknya tinggal di luar negeri.”

Rachel tak bertanya lagi. Sepertinya ia pun tak perlu tahu lebih banyak tentang keluarga Reagan. Dan tepat jam enam sore, Reagan datang untuk menjemput Rachel. Sepanjang sisa perjalanan, keduanya tak saling bicara. Selain karena tak ada topik pembicaraan di antara mereka selain urusan ranjang, keduanya memang sengaja menjaga jarak dan batasan.

Hingga kecepatan mobil mulai berkurang dan memasuki area rumah dengan jalanan lebar yang sisi kanan dan kirinya dipagari pohon tinggi. Menuju halaman berbentuk lingkaran dengan air mancur di bagian tengahnya.

Rachel sama sekali tak terkejut dengan kemegahan bangunan empat lantai yang ada di depannya. Keluargan Lee memang terkenal sebagai orang paling berpengaruh dengan perusahaan induk yang memiliki cabang terbanyak di seluruh negeri ini.

Reagan turun lebih dulu, menyusul Rachel yang menatap pelayan-pelayan dengan seragam biru muda berjajar menyambut kedatangan keduanya. Reagan mengambil tangan Rachel, membawa wanita itu menaiki undakan.

“Tuan.” Pelayan yang menghampiri Reagan dan Rachel di tengah ruang tamu menghentikan langkah keduanya.

Reagan menatap pelayan tersebut, memberikan isyarat untuk bicara. Tetapi pelayan itu menatap Rachel dan merasa ragu untuk bicara. Tetapi setelah Reagan kembali memberinya satu anggukan, pelayan itu pun tak punya pilihan selain patuh.

“Sudah seminggu nyonya Lania datang berkunjung.”

Wajah Reagan seketika membeku, menatap sang pelayan.

“Setiap hari untuk bicara dengan tuan.” Pelayan itu berhenti sejenak. “Saya sudah berusaha menjelaskan pada beliau kalau Anda tidak akan pulang hingga hari ini, tapi beliau tetap bersikeras menunggu.”

“Hanya itu?” Pertanyaan Reagan diselimuti keacuhan. 

Pelayan itu menggeleng, dengan keraguan yang lebih pekat di kedua matanya. 

“Tuan Joshua baru saja datang.”

Kali ini informasi tersebut berhasil membuat wajah Reagan menegang. Hingga Rachel ikut menoleh karena pegangan pria itu di tangannya yang menguat.

“Beliau memerintah beberapa pelayan untuk membersihkan paviliun. Karena akan membawa nyonya Lania tinggal di sana.”

Rachel ikut membeku mendengar informasi tersebut. Joshua Lee? Lania? Benaknya mulai merangkai semua kepingan-kepingan informasi dan apa yang ia saksikan secara langsung. Apakah itu artinya adik dan kekasih Reagan berselingkuh? Dan anak yang dikandung oleh Lania adalah keponakan Reagan?

“Siapa yang mengijinkannya?” desis Reagan tajam, dengan bibir yang menipis keras.

“Aku.” Suara seseorang muncul dari dalam rumah. Yang seketika menciptakan ketegangan yang begitu pekat di tengah udara di antara mereka.

Napas Rachel tertahan, melihat sosok yang memiliki tinggi tak lebih dari tinggi Reagan. Dengan wajah yang nyaris mirip dengan Reagan melangkah menghampiri keduanya. Ini pertama kalinya Rachel melihat pria itu, tetapi ia sangat yakin pria itu adalah Joshua Lee. Adik Reagan.

***

Di Karyakarsa udah sampe part 44, ya. Yang ga sabar nunggu next partnya bisa langsung ke sana.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top