14. Harapan Kedua Orang Tua Rachel
Part 14 Harapan Kedua Orang Tua Rachel
Senyum tak pernah lepas dari wajah Rachel sepanjang ia meninggalkan café Davian karena harus pergi ke apartemen Andara dan menunggu Reagan menjemputnya. Karena tak mungkin membuat Reagan menjemputnya di café Davian, kan.
Reagan tentu saja merasa terusik dengan suasana hati Rachel yang tampak berbanding terbalik ketika ia meninggalkan wanita itu di depan restoran tadi pagi. Tetapi mengingat gedung apartemen tempat Rachel berada adalah tempat teman wanita itu tinggal, Reagan mengabaikan kemungkinan senyum Rachel ada hubungannya dengan Davian.
“Kau ingin makan apa? Atau di mana?” Pertanyaan Reagan mengalihkan perhatian Rachel yang tengah membalas pesan singkat di ponsel. Sekilas ia sempat melirik nama Andara di sana ketika ponsel tersebut tanpa sengaja menghadap ke arahnya.
Rachel menoleh dan menjawab. “Terserah.”
Jawaban singkat tersebut membuat Reagan menghentikan mobil di salah satu halaman restoran. Setelah perjalanan bulan madu mereka, Rachel memang tak pernah rewel ataupun cerewet soal makanan.
Keduanya makan dalam ketenangan. Tetapi ketika makan siang tersebut selesai, pembicaraan yang diungkit oleh Reagan membuat Rachel membeku. “Rumah sakit? Untuk?”
Reagan mengangguk. “Sejak pemeriksaan terakhir kali, kita berdua belum bicara dengan dokter untuk memulai program kehamilan, kan?”
Rachel menelan ludahnya. Setelah perjalanan bulan madu yang membuat Reagan bebas melakukan apa pun terhadap tubuhnya. Juga sepulang dari bulan madu beberapa hari yang lalu, dan ia tak menolak Reagan untuk menanamkan benih pria itu di rahminya. Kenapa hal itu masih perlu dibicarakan dengan dokter?
“Aku tak ingin membuang waktu. Jadi aku ingin kau secepatnya bisa mengandung anakku.”
Napas Rachel sempat tertahan dengan keinginan Reagan yang lagi-lagi tidak ditutupi basa-basi tersebut. Dan saat ia mempertimbangkan kembali keinginan pria itu, sepertinya apa yang dikatakan oleh Reagan ada benarnya. Semakin cepat ia memenuhi keinginan Reagan, maka keinginannya untuk segera bercerai dari pria itu juga akan semakin cepat.
Rachel pun memberikan satu anggukan, sebagai persetujuan. Yang membuat Reagan tersenyum puas.
***
Sepulang dari restoran, keduanya langsung ke rumah sakit. Dan karena keduanya sama-sama subur, dokter mengatakan tak ada masalah bagi Rachel untuk segera mengandung.
Keduanya melangkah keluar dari ruangan dokter bersama-sama. Wajah Reagan yang tampak semringah tak luput dari pengamatan Rachel. Ya, pria itu pasti senang. Jika kemungkinan dirinya hamil bisa lebih cepat. Yang menambah kepuasan Reagan untuk memprovokasi Joshua dan Lania.
Rachel hanya perlu bertahan di tengah ketegangan antara Reagan dan Joshua. Hubungan persaudaraan yang begitu rumit tersebut.
Reagan memutuskan langsung pulang. Saat keduanya masih di dalam mobil, ponsel Reagan tiba-tiba berdering.
Rachel sengaja membuang wajah, untuk menghindari mendengarkan pembicaraan yang bukan urusannya. Akan tetapi, sapaan Reagan ketika menjawab panggilan tersebut membuatnya kembali menoleh.
“Ya, Ma?”
Alis Rachel saling menyatu. Mama Reagan sudah meninggal. Sudah jelas sapaan tersebut ditujukan untuk mamanya. Dan sejak kapan Reagan memiliki nomor mamanya.
Reagan menoleh, menatap Rachel yang masih terbengong. “Bersama Rachel. Kami baru saja makan siang bersama dan langsung ke rumah sakit. Seperti yang mama sarankan.”
Mata Rachel membeliak, terkejut.
“Ya, kami akan berusaha sebaik mungkin untuk segera memberi mama momongan.”
Rachel seketika membuang wajahnya ke arah depan. Momongan?
Apakah mamanya juga mengharapkan momongan dari pernikahan mereka?
Setelah percakapan hangat dan sedikit tertawa oleh candaan antara mertua dan menantu, Reagan mengakhiri panggilan tersebut dengan senyum yang lebih semringah.
“Sejak kapan kau berhubungan dengan mamaku?” Rachel tidak menunggu Reagan untuk mempertanyakan kedekatan yang bahkan tidak diketahuinya antara mamanya dan Reagan.
Reagan terkekeh geli dengan pertanyaan sang istri. “Sejak kapan?”
“Kalian terdengar begitu akrab satu sama lain. Seperti …”
“Saling mengenal sejak lama?” Reagan melanjutkan. “Ya, memang kami mengenal sejak lama.”
Lagi, jawaban Reagan benar-benar mengejutkan Rachel. “Sebelum pernikahan?”
Reagan mengangguk. Menatap dengan heran akan ketidak tahuan Rachel. “Apakah mamamu tak pernah bercerita tentangku?”
Rachel tak langsung menjawab. Beberapa kali, mama maupun papanya memang pernah mengatakan akan memperkenalkannya dengan salah satu anak dari teman mereka. Rachel pun berkali-kali menolak dengan berbagai macam alasan. Hingga akhirnya ia tahu tak bisa menyembunyikan hubungannya dengan Davian dan berterus terang.
Papanya saat itu tidak merestui hubungan mereka setelah menyelidiki latar belakang Davian. Mengatakan padanya untuk mengakhiri hubungan tersebut. Rachel tak mengatakan apa pun. Tetapi ia diam-diam tetap berhubungan dengan Davian. Ia pun tak berani mengatakan hal tersebut pada Davian. Hingga akhirnya ia tak bisa menyembunyikan hubungan tersebut, papanya melarang Davian menemuinya dan akan segera menikahkannya dengan orang pilihan sang papa.
“Mamamu dan papaku berteman. Dari mamaku aku tahu lebih banyak tentang kedua orang tuaku.” Reagan kembali terdiam. Tatapan matanya mendadak berubah sendu.
Rachel tahu ke mana pembicaraan tersebut mengarah. Jadi mamanya juga tahu tentang Joshua?
“Minggu depan kita akan berkunjung ke rumah orang tuamu,” ucap Reagan tiba-tiba. Mengalihkan pembicaraan.
Rachel tak mengatakan apa pun lagi. Ia masih terkejut dengan informasi ini dibandingkan rencana kunjungan tersebut.
***
Dan Rachel baru menyadari kedekatan Reagan dengan mamanya tidak sesederhana itu. Saat keduanya berkunjung ke rumah orang tuanya. Reagan lebih banyak mengobrol dengan mamanya ketimbang dengan papanya.
Terutama ketika obrolan mulai merambat tentang momongan.
“Ya, kalian masih muda. Jadi tak ada salahnya memiliki berapa banyak anak yang kalian inginkan. Jangan seperti mama. Kami hanya memiliki Rachel. Setelah kalian menikah. Ya, seperti inilah keadaan rumah. Sunyi. Itulah sebabnya mama sering pergi ke kantor untuk makan dan ke mana pun papamu pergi untuk pertemuan.”
Rachel nyaris tersedak potongan apel di tenggorokannya. Keempatnya sedang duduk di halaman belakang. Menunggu papanya pulang sembari meja makan disiapkan. Dan sejak tadi, obrolan Reagan dan mamanyalah yang lebih mendominasi.
“Mama tak sabar ingin segera menimang cucu,” tambah mamanya lagi. Menepuk lembut pundak Rachel. “Kau hanya perlu hamil dan melahirkannya. Sisanya mama yang akan mengurus.”
“Maa?” Rachel meletakkan garpu yang masih ada di tangannya. “Mama tak perlu merasa kesepian. Rachel akan sering berkunjung ke rumah,” lanjutnya mengalihkan pembicaraan sekaligus melebur harapan sang mama yang tak sanggup ia kabulkan.
Dan tepat pada saat itu, ponsel Rachel berdering. Wajahnya memucat melihat nama Davian di sana. Ia pun segera mengambil benda pipih tersebut dari dalam tasnya. “Rachel pergi sebentar,” pamitnya beranjak dari kursi.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top