2. Bertemu Orang Baru

        Taehyung dan Jungkook berhasil keluar dari bandara dalam keadaan hidup—tanpa gigitan ataupun cakaran—walaupun beberapa kali sempat terhadang oleh mayat hidup yang memenuhi bandara. Keduanya tampak kepayahan, lelah, hingga napas mereka terputus-putus. Jungkook menarik Taehyung bersembunyi di balik mobil, keduanya langsung duduk di atas aspal untuk beristirahat sejenak. Sesekali Taehyung mengintip, memastikan keadaan mereka aman saat itu.

        Mereka berdua mengamati sekeliling, merasakan ada yang aneh dengan tempat itu. Taehyung keluar dari persembunyiannya, lantas berlari kecil menuju mobil satunya untuk bersembunyi. Setelah beberapa saat mengamati dia baru menyadari apa yang aneh dengan tempat ini. Rautnya berubah panik, lalu kemudian dia kembali ke tempat persembunyiannya lagi.

        “Ada apa?” tanya Jungkook, setelah melihat ekspresi temannya.

        “Tak ada seorang pun di sini. Maksudku, coba kau lihat. Di sini baru saja terjadi kecelakaan besar, lalu muncul pemakan manusia, tapi tak ada satu pun polisi maupun militer untuk mengamankan tempat ini”" tukas Taehyung.

        “Benarkah? Sebaiknya kuhubungi layanan darurat dulu.” Mengambil ponsel, beberapa saat kemudian pemuda itu mendecak kesal karena tidak mendapat sinyal untuk menelepon. “Kenapa disaat genting begini ponselku tidak bisa digunakan.”

        “Ponselku juga,” ucap Taehyung.

        “Pusat kota jauh dari sini. Kita harus pergi dan mencari pertolongan. Mungkin mereka masih bisa diselamatkan,” kata Jungkook kemudian. Ekspresinya berubah sedih mengingat nasib teman-temannya yang belum ditemukan.

        “Tidak, Jungkook, mereka sudah tiada.” Taehyung tertunduk saat mengucapkan tiga kata terakhirnya. “Semuanya sudah tiada.” Lalu air mata Taehyung jatuh.

        Memalingkan wajah, sambil mengulum bibirnya, Jungkook berusaha untuk tidak ikut menitikkan air mata. “Baiklah. Sebaiknya kita kembali ke Seoul sekarang.”

        Taehyung mengangguk pelan, mengusap air matanya dan berdiri. Mereka meninggalkan bandara Incheon dengan berjalan kaki lantaran pintu keluar disesaki mobil—hingga menutup jalan—yang sudah ditinggalkan oleh pemiliknya. Sepanjang jalan pemandang seperti itulah yang terlihat, mobil-mobil mewah yang ditinggalkan begitu saja. Mendekati salah satu mobil, Taehyung membuka pintunya, tampak mencari-cari sesuatu dalam mobil tersebut.

        “Aku menemukan sedikit air,” katanya sambil mengacungkan botol air mineral. Diteguknya sedikit, lantas membaginya dengan Jungkook. “Ini, makan.”

        Untuk sesaat Jungkook terdiam melihat kimbab yang disodorkan padanya.

        “Tadi aku membelinya dan sisanya kumasukkan ke saku jaket. Makanlah.”

        “Kita bagi dua,” ujar Jungkook.

        Taehyung menggelengkan kepalanya. “Aku sudah memakannya tadi. Makan saja, kurasa di antara kita, kau yang paling kelaparan.”

        Selesai makan, kedua pria itu tidak langsung melanjutkan perjalanan. Mereka memeriksa mobil lainnya, mencari air dan makanan untuk persediaan. Tidak banyak makanan yang bisa ditemukan, beberapa mobil yang mereka geledah hanya menemukan bungkusan permen. Jungkook menemukan sebungkus biskuit, tiga bungkus roti, dan empat botol air mineral. Sedangkan Taehyung hanya menemukan dua botol air mineral. Masing-masing dari mereka mengambil tas ransel yang sudah ditinggalkan, membuang isinya dan memasukkan perbekalan yang mereka temukan.

        “Ke mana perginya semua orang?” tanya Jungkook saat mereka melanjutkan perjalanan.

        Tiba-tiba Taehyung memberi isyarat untuk berhenti. Tampak sosok mayat hidup dengan keadaan mengerikan datang menghampiri. Menarik pedangnya, Taehyung berlari ke arah sosok itu dan langsung menebas kepala si mayat hidup.

        “Dari mana kau mendapatkan pedang itu?” tanya Jungkook sesaat kemudian.

        “Dari seseorang yang sudah tiada di bandara,” jawab Taehyung singkat.

        Alis Jungkook berkerut. “Aku baru tahu jika seseorang diperbolehkan membawa senjata tajam ke dalam bandara.”

        “Sekarang itu tidak penting lagi,” ucap Taehyung cepat, lantas menyarungkan kembali pedangnya. “Akan memakan waktu yang lama untuk tiba di Seoul jika kita berjalan kaki.”

        “Lalu? Di antara kita berdua tidak ada yang bisa mengendarai mobil.”

        “Dan aku tidak mengharap tumpangan, mengingat situasi sekarang.” Dengan ekspresi masam, Taehyung melangkahkan kakinya.

        Matahari beranjak terbenam saat Taehyung dan Jungkook memutuskan mencari tempat untuk bermalam. Salah satu rumah yang sudah ditinggalkan penghuninya menjadi tempat berlindung Taehyung dan Jungkook, mereka menyusuri rumah tersebut untuk memastikan keamannya, kemudian Taehyung mengunci tiap pintu ketika langit sudah gelap.

        Keduanya langsung membersihkan diri, mengambil pakaian bersih milik pemilik rumah, lalu setelah itu berbaring untuk melepas penat.

        “Sejak tadi aku bertanya-tanya,” ujar Jungkook, membuka pembicaraan. “Sepanjang jalan tadi, aku tidak melihat seorang pun. Mereka pasti pergi ke suatu tempat. Ya, kan?”

        Taehyung menoleh pada Jungkook. Tampaknya pria itu tengah memikirkan perkataan temannya. “Jika tempat yang kau maksud seperti pusat pengungsian, maka kita juga harus pergi ke sana. Tapi kita tidak tahu di mana tempat itu, Jungkook.”

        “Ya, kau benar. Kita tidak bisa pergi begitu saja tanpa tahu di mana pusat pengungsian itu berada. Kita memerlukan persediaan dan mereka pasti banyak sekali di luar sana.”

        “Kita juga tidak bisa terus tinggal di sini.” Mendadak Taehyung duduk tegak di atas tempat tidur. Rautnya berubah sedih. “Aku memikirkan keluargaku, entah mereka selamat atau tidak. Komunikasi juga terputus. Bahkan telepon rumah pun tidak bisa digunakan.”

        “Apakah kau berencana mencari mereka, Hyung?”

        “Bagaimana denganmu?” Taehyung balik bertanya.

        Jungkook tertunduk dan terdiam. “Aku akan pergi ke Busan saat keadaan sudah memungkinkan,” katanya kemudian.

        “Aku juga akan pergi begitu keadaan membaik.”

        Jungkook mengangguk-angguk. “Kau sudah punya rencana untuk besok?”

        Taehyung menggeleng. “Mungkin kau punya ide.”

        “Mm, bagaima kalau besok kita pergi mencari persedian. Tadi kulihat di dapur ada sedikit beras—hanya cukup untuk kita makan malam ini—lima butir telur, dan beberapa macam bumbu masakan. Setelah mengumpulkan persediaan, besok lusa kita melanjutkan perjalanan.”

        “Baiklah, aku setuju.”

        “Kuharap kau kelaparan sekarang karena aku akan memasak nasi goreng untuk kita berdua.”

        Mengangguk sambil tersenyum, Taehyung mengikuti Jungkook ke dapur. Sementara Jungkook memasak nasi goreng, Taehyung merebus air untuk mereka minum.

***

        Matahari baru saja terbit ketika Taehyung dan Jungkook meninggalkan rumah untuk mencari persediaan. Kedua pria itu harus menjarah tiap rumah untuk mencari makanan. Taehyung merasa aneh ketika dia memasuki rumah orang lain tanpa izin, hal itu seperti bertentangan dengan hatinya. Tetapi dia tidak bisa berhenti, dia berusaha bertahan hidup saat ini, walaupun ada kontradiksi di sana.

        Rumah kedua yang mereka masuki, keadaannya terlihat aman, atau paling tidak begitulah yang dipikir oleh Taehyung. Dia mengawasi, sementara Jungkook mencari makanan. Rumah itu berlantai dua, perabotannya berantakan, sepertinya sudah ada orang lain yang masuk ke rumah ini sebelum Taehyung dan Jungkook. Mereka tidak menemukan apa pun di sana, semua persediaan di rumah itu tampaknya sudah diambil orang lain.

        “Kita tinggalkan tempat ini,” tukas Taehyung.

        “Lantai atas belum kita periksa.”

        “Lakukan dengan cepat setelah itu kita pergi..”

        Taehyung naik lebih dulu, wajahnya tampak tegang dan sikapnya tampak sangat waspada. Sebelah tangannya menggenggam gagang pedang yang di sampirkan di punggung. Memberi isyarat pada Jungkook, lalu pria itu pun naik. Baru hendak menaiki anak tangga terbawah, tiba-tiba kaki Jungkook ditarik hingga membuatnya terjatuh, dahinya terbentur anak tangga hingga Jungkook tidak bisa melawan.

        Taehyung berpikir dia sudah terlambat untuk menyelamatkan Jungkook, hingga terdengar suara tembakan, sosok yang hendak menggigit Jungkook terkapar di lantai dengan kepala tertembus timah panas.

        Orang itu masuk sambil menodongkan senjata pada Jungkook dan Taehyung. Tatapannya tajam, raut wajahnya tampak keras. Dia memperhatikan kedua pemuda yang ditemuinya, kemudian menyarungkan kembali senjatanya ke sarung senjata.

        “Apakah kau tergigit?” tanyanya pada Jungkook.

        “Ti-tidak,” jawab Jungkook terbata.

        “Kau memiliki senjata?” tanya Taehyung.

        Orang itu menatap Taehyung. “Ya, aku seorang polisi. Namaku Choi Siwon.”

        “Aku Kim Taehyung.” Taehyung menjabat tangan Siwon. “Dan ini temanku, Jeon Jungkook.”

        “Kau yakin luka itu bukan akibat gigitan?”

        “Ini bukan gigitan, dahiku terbentur,” beritahu Jungkook. “Apa yang terjadi jika aku tergigit?”

        Siwon terdiam sejenak. “Terinfeksi. Kau akan berubah menjadi zombi. Aku pernah melihatnya.”

        “Zombi?” Ulang Taehyung.

        “Ya. Mereka itu zombi dan jumlahnya sangat banyak, seperti wabah. Dan yang paling mengerikan, mereka memakan manusia.”

        “Kami sudah melihat bagaimana mereka makan,” kata Taehyung, ngeri ketika mengingat kejadian kemarin di bandara.

        “Apa yang membuat mereka jadi seperti itu?” tanya Jungkook.

        “Entahlah. Tiba-tiba keadaannya menjadi kacau, kepanikan di mana-mana saat zombi semakin banyak. Pemerintah tidak bisa menangani bencana ini, bahkan militer pun tak bisa. Mereka angkat tangan."

        “Bagaimana dengan orang-orang yang selamat? Pasti ada pusat pengungsian, kan?” tanya Taehyung.

        “Aku tidak tahu ke mana perginya orang-orang yang tidak terinfeksi. Tidak ada pemberitahuan mengenai pusat pengungsian seperti yang kau ucapkan.”

        “Ya Tuhan,” gumam Taehyung sambil mengusap wajahnya.

        “Sepertinya kalian tidak tahu apa yang terjadi saat ini?” Kini giliran Siwon yang bertanya.

        “Kami baru kembali ke Korea. Selama dua hari kami di Taiwan mengadakan konser di Taiwan. Kemarin kami tiba di Korea dan tak berapa lama kemudian terjadi kecelakaan di bandara Incheon. Ledakan besar menewaskan kelima temanku yang lain, lalu muncul zombi di sana,” beritahu Taehyung.

        “Kau sendirian, Hyung?” tanya Jungkook pada Siwon.

        “Tidak. Aku bersama istri dan anak-anakku. Kami sedang mencari persediaan di sekitar sini lalu aku mendengar suara gaduh dari rumah ini. Kalian pemilik rumah?”

        “Tidak. Aku dan Taehyung Hyung juga sedang mencari persediaan, sama sepertimu. Kami berencana untuk pergi ke Seoul dan besok kami akan berangkat.”

        “Keluargaku juga akan pergi ke sana. Ikutlah bersama kami.”

        Taehyung dan Jungkook saling pandang, lalu Taehyung menerima ajakan tersebut.

        “Kita akan pergi besok pagi. Kita harus menemui istriku sekarang, dia akan membantu mengobati lukamu, Jungkook.”

        “Istrimu seorang dokter?” tanya Jungkook.

        “Dia lebih hebat dari itu,” kata Siwon sambil tersenyum.

Dua bersaudara, Taehyung dan Jungkook harus berhadapan dengan orang-orang yang tidak mereka kenal, bahkan salah satu dari orang-orang itu membunuh Taehyung di malam yang naas itu. Kenyataan pahit harus diterima Jungkook karena apa yang menimpa Taehyung ternyata berkaitan dengan masa lalu Suga. Rahasia apa yang disembunyikan oleh Suga hingga merenggut nyawa temannya sendiri?

- 310818 -

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top