[UN] BROKEN#30
Sekalipun pria itu tidak pernah membiarkan genggaman itu terlepas. Di dalam taksi pun ia duduk merapat seakan tempat itu sempit. Ia berubah sangat menyebalkan!! Dia memasang tatapan garang seperti predator yang siap memangsa pada siapapun yang menatap Alea. Sungguh menyebalkan bukan?
Alea mendengus. Ia tak bisa berbuat banyak selain membiarkan Kafka menggenggam erat tangannya menuju ke depan supermarket dimana Mbak Tanti dan Pak Han menunggunya bersama Abiel dan Aaron yang sibuk bermain di trolly. Sementara Abiel terlihat sibuk merangkai lego yang ia beli bersama Nick. Nick? Anak itu terlihat sangat menikmati kebersamaannya dengan Abiel.
"Mommy! Mom datang!" seru Abiel girang.
"Iya! Aku bisa merasakan harumnya!" timpal Nick.
"Heem, mom wangi," tambah Abiel.
Alea terkekeh geli mendengar celotehan anak-anak itu menyambut kedatangannya. Ia lantas mengeluarkan dirinya dengan susah payah dari kurungan Kafka.
"Baby,"
"Apa? Aku hanya menghampiri mereka," balas Alea, mendelik kesal.
Alea mendekat, menghampiri dua bocah itu lalu menyeruak di antara keduanya. Meraih duanya dalam setiap sisinya. Ia membungkuk sedikit, menarik dua bocah itu semakin menempel padanya.
"Apa kabar lil' boys?" bisik Alea yang disambut dengan cekikikan dari dua bocah itu.
"I waiting on you, Mom," ucap Abiel.
"I miss you, Tante Lea," sahut Nick tanpa ragu.
"Owh, bisakah kalian memberiku satu ciuman?" Alea mengerlingkan matanya.
"Tentu!!" jawab keduanya bersamaan.
"Ehem?" Alea memejamkan matanya menunggu dua pria kecil itu memberikan satu ciuman untuknya.
Cup!!!
Alea memekik tertahan kemudian tertawa saat kedua bocah itu mencium pipinya pada setiap sisinya. Ia membuka matanya. Tampak wajah-wajah dengan rona bahagia sangat menggemaskan di mata Alea. Ia menegakkan tubuhnya, merangkul keduanya lalu mengecupi dua kepala itu. Ia merasakan dua pasang tangan mungil memeluknya. Tak lama ia mendengar rengekan baby Aaron dari trolly belanjaan. Kedua tangannya terulur ke atas mengharap Alea mengangkatnya dan bergabung bersama kakaknya.
"Hey, baby. Apa? Merindukan mom ya?" goda Alea menjulurkan tangannya kemudian mengangkatnya dalam gendongannya. Tak lupa ia mengecupi pipi Aaron yang kemudian berbuah tawa celoteh dari bayi itu.
"Mommy," panggil Abiel mendongakkan kepalanya.
"Apa?"
"Mom janji mau membelikan Abiel burger," ucap Abiel mengingatkan.
"Ah, ya. Ayo kita beli burger. Dimakan di rumah ya?"
"Yes, Mommy. Sama Kakak Nick?"
Alea mengangguk. Ia mendengar teriakan yes! dari Abiel. Dalam sedetik Abiel sudah menarik Nick untuk berlari menuju ke restoran yang berada tepat di samping supermarket itu. Sementara Alea berjalan mengikuti kemana arah dua bocah itu berlari.
"Baby,"
Suara Kafka menghentikan langkahnya. Ia menemukan sepasang mata menatap tajam padanya dengan rahang mengeras. Kafka benci diabaikan dan ditinggalkan. Kali ini ia melakukan keduanya bersamaan.
"Sebentar, Kaf. Tunggu saja di mobil," ucap Alea berusaha mengabaikan kekesalan Kafka.
"Aku bilang tidak, Babe!" Nadanya rendah memperingatkan.
"Aku hanya akan membelikan burger untuk mereka, tidak lebih!" tegas Alea.
"Biar aku saja. Kamu yang tunggu di mobil."
"Lebih baik kamu membantu Pak Han memindahkan belanjaan ke mobil. Itu akan lebih efektif."
"Baby!!"
Alea berdecak. Ia terus melangkah menyusul Abiel dan Nick yang sudah sampai di restoran itu. Ia kemudian memesan dua burger. Sambil menunggu ia mengamati sekeliling restoran itu.
"Tante..,"
Mendengar suara Nick, Alea menoleh. Wajah itu kini berubah sendu.
"Nick, are you okay?" tanya Alea.
"Setelah ini Tante mau pulang ya?"
Alea mengangguk, "Kenapa?"
"Yah, Nick tidak ada temannya di sini. Nick sendirian menunggu ayah sampai pulang."
Eh? Alea mengerjabkan matanya. Kalimat Nick membuatnya meringis. Kuku-kuku panjang dewi batinnya sekarang menggores-gores hatinya. Nyeri.
Ia ingat cerita Alfa. Anak ini bukan anak kandung Alfa. Dan sampai sekarang dia tidak tau masalah ini. Alea menatapnya lembut. Tangannya terulur untuk mengusap puncak kepala Nick.
"Kalau begitu Tante akan menemanimu sampai ayah selesai. Bagaimana?" tanya Alea.
"Benarkah?"
"Iya. Kita akan menunggu di sini. Bersama adik Abiel dan.."
"Adik Aaron. Nick senang sekali, Tante," ucapnya tulus.
"Hehem? Kalau begitu jangan cemberut lagi ya?"
Nick mengangguk senang. Senyum lebarnya tercipta. Alea kemudian memesan dua porsi es krim untuk dua bocah itu sambil menunggu Alfa selesai meeting. Matanya terus mengamati dua bocah yang nampak asyik memakan es krim sambil sesekali bertukar rasa, saling mencicip.
"Tante, burgernya Nick makan sekarang saja ya?"
"Iya, boleh. Tapi cuci tangan dulu. Nick mau pesan minum apa?"
"Nick mau milkshake, Tan."
"Mommy, Abiel juga!"
"Iya," ucap Alea. Dalam sekejab dua anak itu sudah berlarian menuju ke wastafel yang terletak agak ke belakang.
Alea tak lepas mengamatinya. Setiap gerakan Nick yang sangat sabar membantu Abiel mencuci tangan di wastafel lalu mengeringkannya di handdryer. Senyumnya tercipta. Nick adalah sosok kakak yang baik. Seketika Alea tertawa sendiri karena tiba-tiba ia membayangkan Nick menjadi kakak untuk Abiel. Ia kemudian dikejutkan oleh dering ponsel miliknya. Kafka! Tanpa sadar ia menghela nafasnya.
"Ya, Kaf?"
"Kenapa lama sekali kalau hanya membeli burger?" ucapnya ketus. Alea langsung tanggap. Kafka pasti membayangkan hal yang tidak-tidak.
"Abiel ingin makan di sini. Kau bisa pulang duluan."
"Aku tunggu 15 menit lagi. Kalau tidak, aku akan masuk menyeretmu pulang!"
"Kaf,"
"Kau mengerti maksudku!"
Alea menghempaskan tubuhnya ke sandaran kursi sambil menatap dua bocah yang kini mulai memakan burgernya. Tak lama beberapa orang keluar dari private room saling berjabat tangan. Ia melihat seorang pria HOT tersenyum dan berjalan ke arahnya. Andai saja Tuhan menuliskan takdirnya untuk pria itu.. Alea menggeleng perlahan. Ia sudah cukup bahagia dengan Kafka. Meski pria itu sekarang berubah labil.
"Hey, maaf membuatmu lama menunggu, Peri kecil."
"Tidak apa. Bagaimana meetingmu?"
"Sedikit bermasalah karena CEO-nya berhalangan hadir. Tapi.. semua masih baik-baik saja."
Alea melihat senyum di wajah pria itu mengembang tak pernah surut. Ia pria malang yang berusaha tetap berdiri untuk menemukan kekasih hatinya. Tapi sayang, yang dicintainya kini sudah menjadi milik orang lain. Alea tersenyum kecut. Ia segera berpamitan dengan alasan Aaron tertidur dan segera butuh tempat untuk berbaring.
"Hati-hati, peri kecil."
"Ya. Terimakasih. Kau juga, Prince."
"Tante Lea, terimakasih untuk hari ini."
"Sama-sama. Sampai jumpa nanti, Nick sayang."
Alea bergegas keluar sambil menggandeng Abiel dan menggendong Aaron yang terkulai, terlelap tidur. Ia sempat tergagap ketika mendapati Kafka di depan pintu restoran menatapnya tajam.
"Kau bertemu dengannya lagi!" bisiknya rendah.
"Jangan memulai. Aku lelah, Kaf. Kalau kau ingin melanjutkannya, nanti kalau sudah sampai di rumah. Dan usahakan jangan sampai anak-anakku mendengar amarahmu."
Kafka diam mendahului langkahnya, menutup pintu mobil bagian depan dengan sedikit kesal. Alea menggelengkan kepalanya.
***
"Ayah..,"
"Apa, Nick?" tanya Alfa melirik Nick sambil mengemudikan mobilnya.
"Kalau saja Tante Lea yang menjadi bunda Nick mungkin tidak akan seperti ini. Kita tidak akan sendirian," ucapnya.
Alfa terdiam. Ia menelan ludahnya susah payah. Bagaimana bisa Nick berpikir sampai sejauh ini.
"Nick kan punya bunda Renata," ujar Alfa mengingatkan.
"Bisa tidak Nick menukarnya?"
Alfa terkekeh. Pertanyaan lucu yang malah membuatnya tersenyum miris. Dua pria beda generasi yang memiliki nasib sama. Tangan Alfa terulur untuk mengusap puncak kepala Nick.
"Kita pasti akan bahagia, Nick. Tenanglah."
"Bagaimana ayah bisa yakin?"
Ya, kau benar, Nick. Bagaimana aku bisa yakin? Sementara lebih dari separuh hidupku kuhabiskan hanya dengan penderitaan? Tapi kilasan indah masa lalu telah menguatkanku, Nick.
"Bisa saja. Buktinya Tuhan mempertemukan kamu dengan Tante Lea. Artinya, ada saja cara Tuhan membuatmu bahagia. Kenapa kita harus meragukannya? Paham?"
"Sedikit," ucap Nick meringis.
"Kelak kau akan memahaminya, Boy."
"Ayah.."
"Apa lagi?"
Alfa mengangkat alisnya sebelah ketika Nick menatapnya lekat-lekat.
"Kenapa aku tidak memiliki mata biru ayah? Ayah matanya bagus. Punyaku hitam."
Alfa tercekat. Terang saja kau bukan anakku. Kau anak sepupuku dengan ibumu, gumam Alfa dalam hati.
"Ayah..,"
"Ya. Karena..." Alfa terdiam. Ia tidak tau harus menjawab apa.
"Nick suka mata biru ayah."
"Oya?"
Nick mengangguk.
"Jangan berkecil hati. Kau memiliki mata bundamu. Tapi kau tetap tampan," ucap Alfa menghibur.
"Benarkah?" Mata Nick kini berbinar-binar. Alfa menjawabnya dengan anggukan kepala.
"Apa Nick tampan seperti ayah?"
Alfa tertawa, "Ya. Kau kan anak ayah."
"Ayah, I love you so much. Abiel sering mengatakan itu pada Tante Lea."
"Ya. Kau bisa mengatakannya padaku."
Alfa tersenyum tipis. Ia membiarkan Nick terus bercerita tentang Abiel dan Alea. Sampai kemudian anak itu menyerah pada kantuknya.
Tidurlah, Nick. Semoga Tuhan mengirimkan bidadarinya untukmu. Seperti aku yang terus bermimpi. Tapi setidaknya itu bisa menjadi sebuah kekuatan untuk kita, gumam Alfa dalam hati.
***
Tbc...
27 Sept 2015
S Andi
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top