[UN] BROKEN #25

Mendengar ceritanya, membuat Alfa mengerti. Dia sama berartinya hingga sekarang. Alfa memejamkan matanya. Separuh hatinya menyalahkan takdir yang tidak untuknya. Kenapa Tuhan mempertemukan lagi setelah Alea-nya memiliki kehidupan sendiri. Kenapa tidak dari dulu saja? Di saat masing-masing tidak memiliki siapapun.

"Pernah tidak kamu terfikirkan jika dia masih hidup?" tanya Alfa tiba-tiba.

Ia melihat Alea sedikit terkejut, tersenyum lemah lalu menggelengkan kepalanya.

"Tidak."

"Kenapa?" Alis Alfa terangkat sebelah.

"Kenapa harus? Lagipula kebakaran itu tidak menyisakan siapapun dari keluarganya. Mereka habis tak tersisa. Hanya lantai 1 dan 2 yang bisa selamat. Itu pun tidak semuanya."

"Alfa.., Alfa Mahenra K..," gumam Alfa mengeja namanya sendiri. Kneth. Dan aku membenci nama itu, Peri kecil.

"Kalau ternyata dia masih hidup, apa yang akan kau lakukan?" tanya Alfa tiba-tiba.

Alfa melirik wanita itu. Ia nampak sedang memikirkan sesuatu. Tapi tatapan matanya sendu menyimpan kerinduan dan kehilangan. Ada lubang di sana. Lubang miliknya yang tak pernah tersentuh. Ingin rasanya berteriak bahwa ia pun merindukannya. Lebih besar dan ia sudah menunggunya selama berpuluh tahun. Tubuh mungilnya selalu membuatnya berdebar.

"Alea..,"

"Aku tidak pernah bermimpi. Kalaupun dia memang masih hidup, Kukira Tuhan teramat menyayanginya. Aku tak tau apa yang harus kulakukan."

Alfa memejamkan matanya. Kenapa untuk bilang saja rasanya sangat sulit? Kenapa untuk jujur meluruskan apa yang terjadi saja lidahnya terasa berat? Tanpa sadar ia terus menatapi Alea. Hampir 15 menit ia berdiam di dalam mobil padahal sudah sampai di depan cafe seberang sekolah.

"Lihat aku," lirih Alfa pada akhirnya.

Mata itu bertemu. Alfa menyelami mata legam itu. Begitupun dengan Alea. Ia mengenali tatapan itu. Manic mata itu. Seketika Alea menegang. Matanya buram karena genangan air mata.

"Kamu..," desis Alea ragu.

"Alfa. Alfa Mahenra K..," ucap Alfa lirih.

"Alfa? Prince?"

Alfa mengangguk. Matanya masih saling bertatapan. Seakan bercerita tentang kerinduan.

"Bagaimana bisa? Prince...," Alea menggeleng tak percaya.

"Tapi ini benar aku, Alea, Peri kecil."

Peri kecil.., Ada rasa hangat ketika Alfa mengucapkan panggilan kecil itu.

"Peri kecil?"

"Masih tidak percaya?" tanya Alfa, menyipitkan matanya.

Alfa mengembuskan nafasnya ketika Alea menggeleng pelan. Ia berpikir sejenak sambil terus menatapi Alea-nya.

"Kamu ingat tidak? Ketika kamu bertanya pacaran itu apa? Lalu aku menjelaskannya. Tapi seperti biasa kamu tidak pernah puas dengan jawabanku. Dan tidak tau kenapa tiba-tiba aku bertanya 'memangnya kamu mau jadi pacarku?' Dan kamu..,"

"Aku mengerti!!!" jerit Alea menahan malu.

Sesaat keduanya tertawa, mengingat masa kecilnya. Lalu saling menatap kembali, tanpa ada yang bicara.

"Alea.."

"Alfa..,"

Entah siapa yang memulai, keduanya kini saling memeluk, melepaskan rindu bersama tangis yang hadir. Secepat ini, hanya dalam dua kali pertemuan, Alfa bisa kembali merasakan bahagia-nya dulu. Meski ia tau itu hanya sesaat. Tapi setidaknya ini awal yang baik. Sudah terlalu lama ia menderita. Hidup di dalam kebisuan. Sendiri menahan dendam pada keluarga Kneth dan keraguan atas masih adakah Alea untuknya?

"Unbelievable...," desis Alea melepaskan pelukannya.

"Tapi ini kenyataannya, Peri kecil."

"Bisa kau ceritakan bagaimana kau biss selamat dari kebakaran itu?"

"Yakin mau mendengar ceritaku?"

Alea nampak berpikir sejenak, "sedikit."

Alfa mendengus. Alea masih saja hobi membuatnya gemas. Ia melihat wanita itu terkikik tertahan.

"Okay, ceritakan, Prince," ucap Alea akhirnya. Ia memiringkan tubuhnya hingga berhadapan dengan Alfa. Melupakan cafe yang ada di hadapannya.

"Geraldyn Kneth. Seorang pria asing, anak pengusaha sukses furniture. Menghamili ibuku tanpa pernah mau bertanggung jawab. Sampai kemudian Panji Mahenra mau menolong ibuku. Laki-laki itu sahabat ibuku. Aku menyebutnya ayah. Memang seharusnya, kau tau kan dia menyayangiku seperti anaknya sendiri?

Kerajaan Kneth membutuhkan penerus. Mereka melacak keberadaan ibuku, mencari tau tentang anak yang bajingan itu telantarkan. Mereka mendapatkanku..."

"Kebakaran itu..,"

"Mereka sengaja melakukannya, Al. Mereka mengambil paksa aku. Saat itu ayah berteriak menyuruhku lari, Papamu menungguku tapi aku tidak bisa melakukannya. Aku tak ingin sesuatu terjadi pada kedua orang tuaku. Pada akhirnya apa yang kutakutkan terjadi. Mereka membunuh ayah ibuku di depan mataku kemudian setelah itu melumpuhkanku. Ketika tersadar, aku sudah berada di istana sialan itu. Beberapa hari kemudian aku mendengar berita kebakaran itu. Aku yakin kebakaran itu untuk menyamarkan pembunuhan yang terjadi."

"Lalu kau hidup untuknya?"

Alfa mengangguk. Tatapannya berubah kelam. Ada kesakitan di sana.

"Apa aku salah kalau aku membalasnya? Aku menghancurkan rumah tangganya. Menghancurkan reputasinya sampai kemudian mati karena stres dan bunuh diri."

"Bagaimana bisa?"

"Menyuruh orang untuk menggauli istrinya bukan hal yang sulit bukan? Licik harus dibalas dengan licik. Nyawa juga harus dibayar dengan nyawa."

Sejenak Alfa terdiam. Ia mengembuskan nafasnya perlahan.

"Jangan takut. Aku tidak akan tega menyakiti peri kecilku," ujarnya ketika menyadari gerakan gelisah dari Alea.

"Kneth yang mengajariku untuk bersikap demikian. Pada akhirnya tiba pada sebuah perjodohan. Seorang penerus harus memiliki pendamping. Aku dipersiapkan untuk menikah dengan seorang wanita dari keluarga licik. Mereka menginginkan harta.

Tapi tidak semudah itu. Aku belajar bertahun-tahun untuk menjadi kuat. Seorang sepupu keturunan Kneth sudah mengincar wanita itu. Dia menidurinya semalam sebelum pernikahan itu berlangsung. Kakek tau dan marah..."

"Ehem, lalu kau jadi menikah dengannya?" potong Alea.

"Undangan sudah disebar bukan? Tempat dan semuanya sudah siap. Lalu apa yang bisa kulakukan selain menjalaninya? Aku menikah, Alea. Tapi sekalipun aku tidak pernah menyentuhnya. Bahkan hingga saat ini. Sepupuku yang diam-diam menggaulinya. Aku tau semuanya dan aku diamkan. Kenapa? Pada akhirnya mereka akan mati dengan sendirinya. Sepupuku mati dalam sebuah kecelakaan.

Itu disengaja. Dia terlibat perebutan tender besar dengan seorang mafia. Entahlah."

"Jadi Nick bukan anakmu?"

Alfa menggeleng. Sudah jelas bukan Nick adalah anak sepupu Alfa. Alfa-nya masih melajang hingga saat ini. Pria gembulnya sekarang menjadi pria tak tersentuh karena hidup sudah mendidiknya demikian.

"Dia tidak memiliki siapapun. Jadi, mau tak mau aku harus mengakuinya. Ibunya tidak pernah memperhatikannya. Dia sibuk mengejar mantan pacarnya."

Alfa mengangkat bahu. Entah kenapa ia sekarang menjadi lega seakan beban yang ia tanggung selama ini menguap begitu saja setelah bercerita dengan peri kecil-nya.

Tak lama ia melihat seorang anak kecil nampak sedih berdiri sendirian.

"Abiel mencarimu," ucap Alfa.

***

Alea tergagap mendengar ucapan Alfa. Ia langsung menoleh. Benar saja. Ia kemudian turun menghampiri jagoan kecilnya.

"Mommy!!" serunya terdengar lega, menghambur memeluknya.

"Mencari mom?" tanya Alea mengecup pipi Abiel.

"Ehem," ucapnya mengangguk.

"Ayo, pulang," ajak Alea.

"Al! Mau kuantar?"

Alea terdiam mendengar tawaran Alfa. Sementara Abiel menatap Alfa penuh tanya.

"Ayah Nick?" serunya ketika sudah menyadari siapa yang berada di dalam mobil.

"Iya, kau benar, Son. Ayo lekas naik, aku akan mengantar kalian pulang."

"Baik, Om!" seru Abiel.

Alea tak pernah menyangka Abiel akan menerimanya begitu saja. Ia bahkan dengan serunya bercerita selama perjalanan pulang.

"Sudah sampai. Om, terimakasih banyak ya?" ucap Abiel.

"Alfa, terimakasih," ucap Alea tersenyum tipis.

"Sama-sama. Aku senang kau masih mengingatku," lirih Alfa.

Sekali lagi Alea mengembangkan senyum tipisnya. Melambaikan tangannya sebentar kemudian masuk begitu mobil Alfa sudah berlalu. Tangannya menggandeng Abiel memasuki rumahnya.

"Ganti bajumu, letakkan di tempatnya ya?"

"Yes, Mommy," seru Abiel sedikit berlari menaiki anak tangga menuju ke kamarnya.

Alea bergegas menuju ke kamarnya.

"Siapa dia?!"

Alea tersentak kaget mendengar suara bernada marah. Ia membalikkan badannya. Ada Kafka dengan rahang ketatnya melangkah dari Balkon.

"Hah?" Alea menatapnya bingung.

"Aku bertanya siapa dia?!!" sentak Kafka mendekat hingga menyisakan jarak satu jengkal.

"Dia hanya mengantar pulang. Memangnya kenapa?"

"Kenapa harus laki-laki? Kau bisa menelpon Pak Han! Kau bisa memintaku untuk menjemputmu. Aku tidak suka kamu jalan dengan pria lain siapapun itu!!"

"Kaf!"

"Kamu tidak tau rasanya! Aku menunggumu sejak tadi! Aku menelponmu tapi kamu lupa dengan ponselmu! Apa dia sangat menarik?!!" ucapnya bernada tinggi.

Nafasnya memburu karena emosi bercampur cemburu. Alea terdiam. Ia menyentuh wajah Kafka yang masih mengeras, mengusapnya dengan sangat lembut berkali-kali.

"Aku cemburu. Aku benci melihat kamu lebih tertarik pada pria lain," desisnya melemah seiring lembutnya sentuhan Alea.

"Maaf," ucap Alea, menjatuhkan dirinya dipelukan Kafka.

"Tidak boleh ada yang lain. Hanya ada aku di hatimu. Mengerti?"

"Aku tau, My Man."

Alea membiarkan Kafka memeluknya, mengecupi puncak kepalanya lalu membenamkan wajahnya di ceruk leher Alea untuk beberapa saat lamanya.

***

Tbc..

sorry kalau makin gaje makin rumit dan yaahhh.. yg nulisnya jga lagi rumit soalnya xixizixi

happy reading

19 Sept 2015

S Andi

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: