Epilog
Orang bilang hidup itu penuh drama. Hey, bukankah drama diinspirasi oleh pengalaman-pengalaman nyata?
Alea tertawa lirih. Ia mendekap tubuhnya sendiri mengingat hal-hal di luar dugaan yang menimpanya akhir-akhir ini. Siapa yang pernah menyangka? Masa lalu dari masing-masing itu kembali datang?
Tentang Renata, wanita katakanlah sedikit gila. Yang tak pernah menyerah untuk mendapatkan Kafka. Sekarang akhirnya menyerah. Tapi terpaksa menyerah. Karena beberapa kasus yang ia lakukan. Termasuk permalsuan hasil tes DNA. Kafka membuatnya merasakan bagaimana hidup di dalam sel tahanan.
Alea menatap taman belakang dari jendela dapur. Ia menghirup pelan udara pagi.
Cinta dan nafsu itu tipis batasnya.
Itu yang terjadi pada Renata. Ibu kandung Nick. Ah, anak itu sekarang jauh lebih lepas. Ia tidak segan lagi tertawa lepas. Bermanja dengannya seperti Abiel. Meski terkadang ia sedikit takut jika ada Kafka.
Kafka memang mengijinkan Nick tinggal bersamanya, membiarkan Nick menjadi bagian dari keluarganya. Tapi terkadang ia tidak bisa menutupi sifat kekanakannya yang memusuhi Nick karena anak itu jelas mengingatkannya pada wanita yang membuatnya ingin menjadi seorang pembunuh. Siapa lagi kalau bukan Renata?
Alea terkekeh. Ia mengembuskan nafasnya lalu meraih cangkir teh hangatnya, menyesapnya perlahan.
"Morning, Baby," sapa Kafka sambil memeluk Alea dari belakang. Tangannya mengusap perut rata Alea.
"Morning, My Man," balas Alea menyunggingkan senyumnya. Ia mendongakkan kepalanya, sedikit miring kemudian mengecup rahang pria itu dengan lembut, sedikit lama dari biasanya.
Matanya terpejam saat menghirup dalam-dalam wangi tubuh Kafka yang sudah rapi dengan setelan jasnya. Pria itu kini menyurukkan wajahnya pada ceruk leher Alea, mengendusi sepanjang lekuk leher itu.
"Kalau saja tidak ada urusan penting, aku sangat ingin berada di kamar bersamamu," lenguhnya tak senang.
"Masih banyak waktu. Pergilah, Alfa pasti sudah menunggumu," ucap Alea lembut. Tangannya terangkat mengusap wajah pria-nya.
Huhfft!
Alea terkekeh saat mendengar Kafka mengembuskan nafasnya, tak rela. Ia membalikkan badannya hingga menghadap Kafka. Kedua tangannya kini berjalan merangkum wajah Kafka. Membuat usapan-usapan lembut hingga pria yang di hadapannya memejamkan matanya, menikmati sentuhannya.
"Sudah hampir jam tujuh, Sayang," ucap Alea mengingatkan.
"Sebentar saja, Baby," bisiknya rendah.
Alea menggeleng kecil. Ia menarik wajah Kafka, menyambar bibir itu. Ia tertawa di antara ciumannya saat Kafka mengeluarkan seringaian kecilnya. Ia membiarkan Kafka mendorong tengkuknya hingga ciumannya begitu panas dan intens. Lumatan dan cecapan saling bergantian diiringi suara rendah erangan yang tertahan.
"Kaf..mmmh," erang Alea tertahan ketika ciuman itu semakin liar dan satu tangan Kafka berlari meremas bokong Alea, membuat tubuh mungilnya semakin merekat pada tubuh Kafka.
Tangannya mulai bergerak menelusup masuk dari karet celana Alea. Mengusap dan meremasnya. Kulitnya bersentuhan langsung sementara hasratnya kian menggebu.
"Kaf...ka,"
Clapp!!!
Pria itu menyudahi ciumannya seiring pasokan udara yang sudah sangat tipis. Dahinya bersatu. Keduanya sibuk mengatur nafasnya sambil saling menatap intim. Mata pria itu gelap dan berkabut, menggambarkan hasratnya yang menggebu ingin segera disalurkan.
"Pergilah. Jangan membuat orang menunggu lama," ucap Alea sambil merapikan kembali pakaian Kafka.
"Baiklah, Nyonya."
Alea mencebikkan bibirnya. Pria itu kembali mencuri ciumannya dengan cepat. Ia meringis saat Alea mendelik tajam.
"Jangan nakal! Semoga lancar, Sayangku."
"Terimakasih, Baby."
Alea tersenyum tulus. Hari ini Kafka bersama Alfa akan mengurusi masalah penggabungan perusahaan Alfa di bawah naungan Aditya Group.
Setelah perdebatan sengit di antara keduanya, bukan mengenai proposal penawaran merger tapi masalah pribadi -tentu saja tentang Alea, akhirnya Alfa menyetujui penggabungan itu. Sungguh tidak profesional bukan?
"Aku berangkat. Dan oya,.."
Alea tergagap. Ia segera menatap Kafka. Dilihatnya pria itu berdiri gelisah.
Ada apa lagi? Apa lagi yang ia inginkan? Alea menatap lekat-lekat pria itu. Kemarin hari, siang-siang Kafka merengek-rengek ingin dipeluk selama meeting bulanan dengan para manager. Sungguh memalukan!
Kemudian malam-malam ia minta ditemani mencari asinan yang ujung-ujungnya ia marah karena tidak berhasil menemukan penjual asinan. Lagipula hanya orang konyol saja yang jualan asinan malam-malam. Di puncak pun, yang pusatnya asinan juga pasti tutup. Pada akhirnya pria itu berakhir tidur memeluk Alea seperti bayi di dalam mobil. Ia tidak mau turun masuk ke rumah. Dan itu sukses membuat Alea merasakan pegal-pegal di sekujur tubuhnya saat bangun pagi hari.
Kafka juga akan mudah marah kalau Alea lebih memilih menghabiskan waktu bersama anak-anaknya. Ia akan menekuk mukanya seharian di kamar dan mogok makan. Ia baru akan mereda ketika Alea mentransfer makanan atau minuman yang diinginkannya dari mulutnya. Ini apalagi? Oh, my!! Dokter pribadinya bilang ini semua karena pengaruh kehamilan Alea dengan kata lain yang mengidam di sini adalah Kafka bukan Alea.
"Apa? Kamu mau apa?" tanya Alea menatap Kafka.
"Tidak tau. Tiba-tiba aku sangat ingin makan coklat yang di dalamnya ada selai blueberry-nya."
Alea mendelik. "Apa?!!"
"Iya. Please, Baby. Kamu carikan ya? Pokoknya aku mau kamu yang mencarikan dan nanti di antar ke kantor."
"No!!!" tolak Alea mentah-mentah.
"Baby...,"
"Tidak, Kafka! Kamu bisa meminta tolong orang-orangmu untuk mencarikan. Lagipula hari ini aku harus menjemput Abiel dan mengambilkan rapor Nick."
"Tapi aku mau coklat itu. Sangat," ucapnya merengek.
"Minta tolong yang lain kan bisa."
"Tapi aku maunya kamu."
"Rasanya sama saja. Tidak ada bedanya."
"Tentu saja berbeda! Aku mau memakannya dari mulutmu."
"Jangan memulai!"
"Atau aku tidak mau berangkat ke kantor," ancamnya.
Alea mengembuskan nafasnya singkat. Pria itu kembali merajuk. Dengan setengah hati ia meng-iyakan. Sementara otaknya buntu, kemana ia harus mencari coklat isi selai blueberry. Memangnya seperti cake? Sangat mudah untuk mendapatkannya. Dilihatnya pria itu berubah berseri. Ia melangkah pergi sambil bersiul.
"Mom, nanti jadi kan ambil rapor Nick?" tanya seorang anak sambil melangkah mendekat. Wajahnya menatapnya penuh harap.
"Dan aku akan ikut!" seru seseorang lagi sambil menenteng tas-nya. Sudah dipastikan itu Abiel. Ia terkadang bersifat bossy seperti Kafka tapi ini mungkin lebih parah. Kebanyakan Nick yang mengalah di saat ego Abiel yang sok dewasa itu muncul.
"Abiel," ucap Alea mengingatkan.
"Abiel juga mau melihat teman-teman Kak Nick," ucapnya melipat tangannya di dadanya.
"Tidak apa-apa Mom. Nick senang kalau Abiel mau ikut."
"Mom dengar kan?" ucapnya memainkan alisnya.
Alea mengembuskan nafasnya. "Okay, bilang sama Pak Han untuk bersiap-siap ya? Dan Abiel, jangan keras kepala. Itu tidak baik. Kasian Kak Nick selalu mengalah padamu."
"Mom masih ingat kan saat ada teman Kak Nick yang membully Kak Nick?"
Oh, Astaga!! Alea mendesah. Sikap Abiel semata-mata hanya tak ingin Nick diremehkan teman-temannya.
"Okay. Lain kali tidak boleh. Mengerti?"
"Yess, Mommy," sahutnya enggan disertai gerakan bola matanya yang memutar.
Alea terkekeh, mengusap dua puncak kepala dengan penuh kasih.
Dua pria kecil itu kini beranjak ke meja makan, menunggu sarapan yang akan disiapkan oleh Alea. Tak lama kemudian Mbak Tanti datang bersama Aaron yang sedikit menangis mencari mommy-nya.
"Morning, Buddy," sapa Alea mengecup pipi Aaron kemudian meletakkan dua piring berisi nasi goreng di hadapan Abiel dan Nick.
Tangannya kemudian terulur mengambil alih pria kecil yang tengah semangat-semangatnya belajar berjalan.
"Semuanya akan indah pada waktunya, Al," ucap Mbak Tanti dengan senyum merekahnya.
"Aku mengerti sekarang. Terimakasih mbak, untuk tidak pernah lelah menasehatiku," sahut Alea.
"Sama-sama. Mbak bahagia kalau melihat kamu dan Bapak tetap seperti ini."
"Oya, mbak. Nanti barang-barang kiriman Renata yang aku kumpulin di lemari itu tolong di bakar saja ya, Mbak. Bisa? Kalau tidak sibuk tapi," ucap Alea begitu mengingat barang-barang kecil dari Renata dulu untuk merebut perhatian Kafka.
"Siap, laksanakan, Nyonya," ucap Mbak Tanti mengundang tawa geli dari Alea.
***
ga yakin begini epilog nyaa.. jiahahahah.. ya udah lah.. maafkan ketidaksempurnaan diriku dalam membuat story ini..
terimakasih banyak untuk kalian semuaaa..
10 Oktober 2015
S Andi
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top