|| Sebelas
_
_
Terjebak ||
Kara sudah duduk manis di dalam kelas sejak setengah jam yang lalu. Rindu yang datang 20 menit setelahnya, tersenyum puas dengan penampilan baru Kara.
"Na, kamu putihan deh. Pastels are suit on you. Enhanced your natural beauty."
Kara mengerutkan hidung, Dia tak suka dipuji. Enhanced natural beauty... kayak SPG produk komestik aja. Kara lalu menunduk melihat pakaiannya hari ini.
Pakaian terusannya bercorak bunga abstrak kombinasi warna abu tua, abu muda dan creme. Kerudungnya berawarna senada, lebar namun berkesan resmi karena bahannya yang menurut Rindu memang biasa dipakai untuk acara formal. Kara tak begitu hapal apa nama-nama bahannya, yang Kara tahu pakaian ini tak murah. Dari semua pakaian dan kerudung warna pastel yang Rindu pilih, hanya pakaian nuansa abu ini yang warnanya netral tak begitu cerah. Maka untuk hari ini Kara memutuskan memakainya.
"Oya Na, nanti Kamu harus fokus memperhatikan ya. Kalau berisik dikit aja atau kita bengong, Pak Anva bisa tahu loh," celoteh Rindu lagi. Dia tampaknya sangat bersemangat dengan Kara yang bisa mengikuti kelas ini.
Kara merespon dengan mengangguk malas. Dia tak begitu antusias mengikuti kelas ini. Mungkin karena kelas ini dia ikuti dengan usaha yang susah payah, membuat Kara tak begitu bersemangat, tak seperti mata kuliah lain. Atau Kara sudah terlanjur tak suka dengan dosennya. Dosen yang membuatnya kelepasan menangis dan dosen yang melihat sesuatu dari bungkusnya saja.
Pak Anva masuk, melirik sesaat pada Kara, yah okay mau pakai pakaian barupun sebal tetap saja sebal. Kara sadar diri, Dia menunduk .
Setelah sampai di mejanya, Pak Anva menyapu pandangan dari kanan ke kiri sepertinya ingin memastikan tidak boleh ada kursi yang kosong. Perhatian seluruh Mahasiswa segera terpusat padanya. Kemeja abu-abu lengan panjang yang dia kenakan digulung sampai ke siku. Sambil berjalan ke depan Pak Anva berkata, "silakan kumpulkan tugas minggu lalu."
Rindu terperanjat, sedikit berbisik pada Kara. "Kara, maaf aku kelupaan."
Kara tak paham, kedua alisnya diangkat. "Apa?"
Rindu akhirnya sedikit menggeser kursinya agar bisa menjangkau telinga Kara. "Maaf, harusnya Aku ngasi tau kalau ada tugas."
"Yang belum mengumpulkan tugas silakan angkat tangan."
O ow. Kara membeku. Apa lagi ini? Dengan mati rasa Kara mengangkat tangannya. Memaksakan senyum saat Pak Anva menatapnya tajam.
"Setelah makan siang temui saya di kantor jurusan." Pak Anva berkata tegas.
Habis sudah. Semoga Pak Anva tidak mengeluarkannya lagi dari kelas ini.
Selama perkuliahan Kara lebih banyak tertunduk. Rindu benar, Pak Anva dosen yang atraktif dalam memberi perkuliahan. Ilmu tentang laut ini jadi berkali-kali lipat lebih menarik karena Pak Anva membawakannya dengan detail-detail maklumat awal yang bikin penasaran. Beberapa kali Kara melihat Pak Anva mengarahkan pandangan pada Dirinya. Yah baiklah Kara masih harus diawasi seserius apa Dia mengikuti perkuliahan.
Kara serius, terbukti saat ini Dia sedang mencatat. Kalau Mahasiswa atau Mahasiswi lain sedang menatap Pak Anva dengan excited dan sesekali mereka tersenyum tapi Kara tidak. Kara lebih memilih menunduk dan mencatat penjelasan apapun yang keluar dari bibir Pak Anva.
"Kamu!"
Suasana kelas tiba-tiba hening. Semua mata mengarah pada Kara. Rindu segera menyenggol Kara, agar Kara menyadari jika Pak Anva menunjuk padanya. Kara mengerjap, menoleh ke kanan dan ke kiri.
"Iya Kamu Uka," tegas Pak Anva saat Kara mengkonfirmasi dengan menunjuk dirinya sendiri.
"Kamu sejak tadi bengong ya! Bisa Kamu sebutkan morfologi bawah laut yang saya jelaskan tadi."
Kara menegakkan punggung, menjawab dengan terbata." Mor... morfologi bawah laut ehm...." Kara membuka-buka catatannya dengan tangan sedikit basah. "Jadi morfologi bawah laut ada lima, yaitu Continental Shelf atau Paparan Benua, Continental Slope atau Lereng Benua, Continental Rise, Abyssal Plains atau Dataran Abisal, dan yang kelima Submarine Canyon atau Ngarai Bawah Laut." Kara menjawab mantap dan percaya diri setelah membaca catatannya, see Kara serius mengikuti perkuliahan ini Pak Anva.
Pak Anva menghela napas sesaat. Kesalkah? Ah Kara tak mau ambil pusing.
"Selesai perkuliahan jangan lupa temui saya!"
»
"Saya masih menguji keseriusan kamu mengikuti perkuliahan saya," ucap Pak Anva tegas tanpa basa-basi.
"Saya serius Pak," cicit Kara. Kara benar-benar tak berani berkata tegas dengan dosen yang satu ini.
Kara dan Rindu berdiri di depan meja Pak Anva . Hufft bahkan Pak Anva tak perlu merasa repot-repot harus menawari keduanya duduk.
"Lalu tugasnya, kenapa tidak kamu kerjakan?"
"Saya tidak tahu Pak."
"Kan bisa nanya, nanya sama Rindu juga bisa."
Kara tak berani mendebat, di hadapan dosen macam Pak Anva ini posisi Kara akan selalu salah. Pak Anva lalu mengeluarkan sebuah buku tebal.
"Buat resume dari buku ini, serahkan pada Saya dua hari lagi."
Kara dan Rindu saling menoleh dan membeliakkan mata.
"Se... semuanya Pak?"
Pak Anva mengangguk kecil dan catat... sejak tadi wajahnya tak ada ramah-ramahnya.
Kara mengambil bukunya, membacanya sekilas dan sempurna... bukunya dalam bahasa Inggris pula. Tak berlama-lama Kara dan Rindu pamit. Sepanjang perjalanan Kara hanya merutuki tugas ini dalam hati. Buku setebal ini dan hanya dua hari. Haiihh.
»
From Mita
Mbak, dinner yuk. Aku pengin nanya-nanya tentang dunia perkuliahan nihh.
Begitulah bunyi sms dari Mita, Dia adalah adik perempuan Reyfand. Kara tak kuasa menolak. Dengan Mita Kara sedikit dekat. Lebih tepatnya mita yang dengan semangat mendekati Kara. Dia pengin punya Kakak perempuan katanya. Mita dan Reyfand bertolak belakang 180 derajat. Mita anak SMA yg ceria dan ramah.
Dan karena sms inilah Kara akhirnya berada di sini, di kursi belakang mobil Reyfand. Tadi Kara gamang antara memenuhi undangan Mita atau tidak. Kalau boleh memilih Dia akan memilih tetap berada di kamarnya mengerjakan tugas dari Pak Anva. Tapi menolakpun tak enak, Mita tulus ingin berteman dengan Kara.
"Mas Rey, nanti ada POM bensin mampir dulu yaa. Aku kebelet," pinta Mita. Mita yang duduk di samping Rey memang agak sedikit gelisah.
Setelah melewati lampu merah, BMW hitam Rey berbelok memasuki POM bensin. Mita segera melesat ke luar, anak ABG itu benar-benar beser sepertinya. Dan Alhamdulillah Rey juga ikut turun. Jadi Kara tidak harus terjebak satu mobil dan berkholwat dengan Rey.
Lima belas menit berlalu, untuk mengisi waktu Kara membaca ulang chat dengan Rindu. Memastikan tidak ada tugas kuliah yang terlewat. Suara debam pintu mobil membuat Kara mendongak. Rey sudah duduk di kursi pengemudi dan mobil perlahan melaju mengarah ke jalan besar. Tapi tunggu, Kara baru tersadar sesuatu.
"Mita mana, kita mau kemana?" tanya Kara panik.
"Oh, tadi ada temennya nelpon ngajakin ketemuan. Karena berlawanan arah jadi Mita naik Taxi tadi." Rey menjawab santai. Melalui spion dalam, Rey mengawasi Kara yang kini panik.
Ini sudah kholwat namanya Kara. Berada di mobil pribadi Rey tanpa mahrom. "Rey aku mau turun sekarang."
"Kara, Kita mau makan malam kan. Kita pulang setelah makan malam, okay."
"Rey! Sudah puluhan kali Aku bilang...."
"Kholwat?" potong Rey segera. "Ck, bosan Aku Kara. Itu terus alasan Kamu."
Kara menghirup napas dalam-dalam. Dia duduk dalam gelisah. Melihat bagaimana keras kepalanya Rey, tak mungkin Rey mau menghentikan mobilnya. Kara berencana, segera setelah mobil berhenti Kara akan kabur. Selang 20 menit kemudian mobil berbelok ke sebuah halaman luas, sepertinya sudah sampai ke Resto yang dituju. Rey menjalankan mobilnya perlahan, mencari spot untuk parkir di bagian belakang Resto, karena parkir bagian depan sudah penuh.
"Kita akan makan di Restaurant Jepang. Kamu pasti suka sama suasananya. Ocean banget." Senyum Rey mengembang, Dia melepas seat belt-nya dengan santai.
Kara membuang mukanya. Dalam hati dia waspada, segera setelah pintu terbuka Dia berencana akan berlari sekencang mungkin, Dia tak peduli ocehan Rey.
"Nanti Kamu jangan coba-coba kabur dengan pura-pura ke toilet yaa."
Kara menutup matanya sesaat, menahan kesal karena seperti dijebak makan malam berdua saja dengan Rey.
"Yaa Allah, Yaa Rabb, Nastaghfiruka, ini bukan kesengajaan." Kara membatin.
Rey turun, memutar hendak membuka pintu mobil Kara. Tak menyia-nyiakan kesempatan, Kara segera turun dan melesat lari.
"Kara! S****n," umpat Rey, Dengan langkah lebarnya dia mengejar Kara.
Kara kurang beruntung, Rey yang bisa menyusul Kara segera memegang pergelangan tangan Kara. Menarik Kara tanpa perasaan.
"Rey lepas! Aku ga mau!" Terseok-seok Kara diseret oleh Rey, pergelangan tangannya agak perih karena dicengkeram dan ditarik.
Rey menghentikan langkahnya. Matanya melotot, menatap Kara garang. "Sudah Kubilang jangan coba-coba kabur. Kita pulang setelah makan."
"Rey, Aku ga mau." Kara berontak mencoba melepaskan diri. Parkiran Resto agak sepi di bagian belakang. Kara berharap ada yang melihat dan menolongnya. "Rey, Kamu jadi laki-laki pengecut ya. Memaksaku dengan cara seperti ini."
PLAK
Rey nenampar pipi Kara dengan tangan kanannya yang bebas. Kara terhuyung, genggaman tangan Rey terlepas. Namun pusing segera mendera, pipinya memanas seperti hilang rasa. Tak perlu ditanya bagaimana tenaga laki-laki seperti Rey. Kakinya melemas mungkin karena efek shock. Kini Kara terduduk dan terisak tanpa tenaga.
"Suka atau tidak suka. Kamu akan menikah denganku. Dan saat itu terjadi Aku pastikan Kamu bisa menjaga mulutmu." Rey menghampiri Kara kembali, tangannya sudah terayun kembali entah mau apa. Namun ayunan tangannya tak sampai ke tubuh Kara, karena ada seorang laki-laki yang memegangi tangannya lalu membalik tubuhnya dan memberi bogem pada pipinya.
"Jangan ikut campur!" bentak Rey pada laki-laki itu.
"Kalau sudah pakai fisik, maka Aku pasti ikut campur."
Rey membuang darah dari sudut bibirnya dan meludah ke samping. Tangannya Dia kepalkan bersiap membalas. Namun karena lawannya tampak lebih terlatih, tangan yang siap mengayun berhasil ditangkis. Bogem kedua mendarat kembali, kali ini di pipi satunya.
Kara semakin lemas dalam duduknya. Dia tak berani menyaksikan dengan siapa Rey berkelahi. Teriakan Rey semakin memacu denyut jantung Kara. Pikirannya kalut, kekhawatirannya akhirnya terbukti. Rey nekat, memaksanya berbuat maksiat.
Pergumulan dua orang ini ternyata menarik perhatian pegawai Resto, dari arah belakang Resto beberapa pegawai segera berlari menghampiri.
Merasa tersudut Rey memutuskan pergi, dengan pandangan kesal dia sempat melirik pada Kara.
"Pak, anda tidak apa-apa?" tanya salah satu pegawai resto, laki-laki itu mengatur napasnya dan mengangguk. Yang menjadi perhatian Dia berikutnya adalah kondisi gadis yang dipukul tadi.
"Ukara kamu ga apa-apa?"
Kara yang terduduk sudah mereda isakannya, menyadari namanya dipanggil dia mendongak dan sedikit terkejut.
Pak Anva, kebetulan sekali. Alhamdulillah.
Kara menoleh ke kanan dan ke kiri mencari keberadaan Reyfand, ternyata sudah tidak ada. Dengan tertatih Kara bangkit, walau agak terhuyung
"Kamu beneran ga apa-apa?"
Kara tersenyum kikuk. "Tidak apa-apa Pak, saya permisi dulu."
"Tunggu...,"cegah Pak Anva lalu dia berbicara pada salah satu pegawai resto. "Panggilkan Aini, suruh Dia menemani gadis itu sampai naik Taxi."
"Kamu tunggu Aini, khawatir laki-laki itu datang lagi."
Kara mengangguk tak membantah. Dia berjalan ke pelataran dan duduk di situ. Menatap punggung Pak Anva yang berjalan menjauh.
Pak Anva... kebetulan yang patut disyukuri.
Bersambung
««»»
Sudah tahu ya, kholwat itu apa? Yapp... berdua-duaan di tempat sepi. Termasuk dalam mobil pribadi, tanpa mahrom maka akan jatuh pada kholwat.
Terima kasih yang sudah follow saya. Yang memasukkan ke reading list, yang vote, yang follow, dan yang comment.
Hope ya'll like it.
Covernya baru.. uhhuii.
-Pena Laut-
««»»
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top