|| Empat Belas
Embun ||
Ult li albi bissaraha
(I'm opening up my heart with honesty)
Hayya nab'idil karaha
(Let's avoid the hated and hatred)
Syakkiriina a' kulli ni'ma
(Let's remain thankful with what we have)
Ba' idiina anil fattana
(Let's avoid all lies and sins)
Lantunan nasyid dari Too Phat featuring Yasin terdengar lamat-lamat dari lantai dua Oceanost. Jika musik menyala Gondo pasti sudah mulai menjalankan tugasnya untuk mempersiapkan Resto sebaik mungkin, sebelum jam bukanya siang nanti. Gondo memang penggemar lagu rap. Di Oceanost hanya lagu-lagu religi yang boleh diperdengarkan. Lagu Alhamdulillah ini adalah pilihan tepat. Rap tapi Religi.
sujudku pun takkan memuaskan inginku
'tuk hanturkan sembah sedalam kalbu
adapun kusembahkan syukur padamu ya Allah
untuk nama,harta dan keluarga yang mencinta
dan perjalanan yang sejauh ini tertempa
alhamdulillah pilihan dan kesempatan
yang membuat hamba mengerti lebih baik makna diri
semua lebih berarti akan mudah dihayati
Alhamdulillah,Alhamdulillah,Alhamdulillah....
Puisi penutup nasyid yang dibacakan dengan renyah oleh Dian Sastro, selalu membawa Hide pada perenungan yang mendalam. Sudah sejauh ini, Hide bersabar dan bersyukur. Tak salah pilihannya, tercerahkan oleh makna hidup yang diemban Islam.
Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku Lillah. Lighoyrillah. Hanya untuk Alloh, tanpa sekutu yang lain.
Hide tersenyum dari balkon kamarnya. Lantai dua memang terbagi dua sayap, yang kiri untuk kantor Oceanost dan yang kanan untuk tempat tinggal Hide. Sayap kanan ini cukup luas, terdiri dari tiga kamar, ruang tengah, dan dapur.
Hide hanya memanfaatkan satu kamar. Kamar yang balkonnya berhadapan langsung dengan pohon Tebebuia. Pohon itu baru ditanam dua tahun lalu, pohon yang hanya dengan memandangnya saja sudah bisa mengobati rasa rindunya pada kampung halaman.
Kota ini berada di dataran rendah, tak cocok jika ditanami bunga sakura. Sebagai gantinya Hide menanam Tebebuia. Tanaman yang berasal dari Amerika Selatan ini memiliki bunga yang mirip bunga sakura. Hide menganggap bunga itu seakan-akan bunga Sakura.
Senyum Hide semakin mengembang saat melihat tetes embun dari tiap rumpun bunganya. Embun selalu memberi energi baru bagi Hide, hanya dengan begini Dia masih memiliki pengharapan tinggal di Indonesia.
Dilihatnya chat terakhir dengan seorang wanita, masih seperti tahun-tahun sebelumnya tanggapannya dingin. Mungkin Hide hanya perlu bersabar. Sesabar embun yang tak kapok muncul di pagi hari. Sekalipun ia tahu pasti ketika matahari sepenggalan jejaknya akan hilang sama sekali.
Hide hanya mengandalkan instingnya. Suatu saat Dia akan bertemu dengan embunnya. Hide muda memang keterlaluan, tak sengaja menyakiti hati seorang perempuan sedemikian rupa. Wajar jika usahanya selalu berujung pada penolakan demi penolakan.
"Hide." Ketukan pintu dan teriakan ini sudah pasti dari Ano.
"Masuk No, tak dikunci," teriak Hide pada Ano di balik pintu.
Ano masuk dengan pakaian yang sudah rapi. Gaya kasualnya tak menandakan Dia akan pergi ke kampus hari ini.
"Masih terlalu pagi No, Kamu mau ke mana?"Hide berbalik, membelakangi pagar pembatas balkon. Hide tersenyum pada Ano yang pagi ini terlihat segar. Lesung pipit di pipi kanan Hide tercetak manis melengkapi senyumnya.
Ano mendekat pada Hide sambil membenahi vest rajutnya. "Aku ngejar flight jam setengah delapan Hide. Ada proyek penelitian di Labuan Bajo."
"Sarapan dulu, ba'da shubuh tadi Aku sudah menyiapkan nasi goreng udang."
"Hide, lama-lama Aku tak butuh istri kalau kamu selalu rajin seperti ini."
"Jangan mulai lagi No. Sarapan itu kebutuhan ragawi." Hide menipiskan bibirnya.
"No no, Aku serius. Aku sudah membayangkan istriku pasti minder pada masakanmu."
"Cepat nikahi Dia. Aku dengan senang hati mengajarinya memasak."
Ano terdiam. Ekspresi Ano berubah menjadi tak terbaca oleh Hide. Ahh anak ini masih juga belum memantapkan hati.
"Kutunggu di bawah Hide. Lima menit. Jangan lama-lama, bunga sakura KW-mu itu bisa rontok kalau Kau pandangi terus." Ano akhirnya pamit undur. Tujuannya ke kamar Hide untuk mengajaknya sarapan bersama.
Hide mengulum senyum. Sifat Bossy Ano memang bikin betah.
«»
Seperti biasa Kara sudah duduk manis di kelas semenjak kelas masih kosong. Hari ini adalah kelas Pak Anva, Kara tak mau cari perkara dengan terlambat. Sepuluh menit kemudian kelas berangsur penuh, seluruh mahasiswa sudah menduduki kursi masing-masing.
Tepat pukul sepuluh belum ada tanda-tanda Pak Anva datang. Hamid PJ kelas ini masuk dengan selembar kertas.
"Pak Anva tidak masuk hari ini, Dia ada penelitian ke luar kota. Tapi Pak Anva berpesan hari ini seluruh Mahasiswa tak meninggalkan kelas, ada tugas kelompok."
Huuu... seluruh Mahasiswa bersorak. Sepertinya senang, namun diikuti kesal karena ada larangan meninggalkan kelas.
"Tugasnya nanti kerjakan di kertas kalkir. Hari ini bersama kelompok masing tentukan wilayahnya dulu. Saya bacakan kelompok-kelompoknya ya."
Setelah Hamid membaca nama-nama mahasiswa per kelompok. Tiap mahasiswa berkelompok tiga-tiga sesuai dengan kelompok yang sudah dibagi oleh Pak Anva. Lalu Hamid menuliskan item tugasnya di papan tulis, disesuaikan dengan pembagian kelompoknya.
Suasana kelas mendadak riuh karena tiap mahasiswa sudah duduk sesuai kelompoknya dan tiap kelompok sudah mulai berdiskusi. Ada yang ganjil, Kara menengok ke kanan dan ke kiri. Semua sudah memiliki kelompok termasuk Rindu, tapi kenapa hanya dirinya yang belum dapat kelompok.
Dipanggilnya Rindu yang tampaknya sudah bergabung dengan anggota kelompoknya. Rindu duduk membelakangi Kara. Dia duduk hanya terpaut jarak dua kursi dari Kara.
"Rind, denger namaku disebut ga tadi?"
"Nggak," ucap Rindu dengan kening berkerut.
"Kok aneh. Aku nanya ke Hamid dulu." Kara segera beranjak menghampiri Hamid.
Hamid adalah penanggung jawab mata kuliah ini. Dia mahasiswa yang aktif, mungkin karena itu Pak Anva menunjuknya sebagai penanggung jawab kelas.
"Mid, tolong cek lagi daftar kelompoknya tadi, aku ada di kelompok mana?"
Hamid tak banyak bicara, segera membaca ulang kertas pembagian kelompok tersebut. Hamid lalu menggeleng. "Namamu ga ada Kara."
"Yakin? Kok bisa?"
"Tar ku-sms Pak Anva dulu ya."
Hamid memang memiliki no kontak Pak Anva. Hanya mahasiswa yang berkepentingan yang memiliki nomor Pak Anva. Sepertinya jawaban dari Pak Anva akan lama, Kara memutuskan kembali ke kursinya.
"Gimana Na?" tanya Rindu.
"Lagi ditanya dulu Rind." Kara mengangkat bahu. Daripada lama menunggu Kara memutuskan mendengar nasyid dari smartphone-nya. "Rind, Aku pinjam headset-mu ya?"
"Ambil aja di tas Kana." Rindu menunjuk pada tasnya yang tergeletak di kursi dekat Kara. Kara segera membukanya. Untuk urusan membuka tas, Kara dan Rindu memang sudah terbiasa. Persahabatan tiga tahun yang membuat mereka saling percaya.
Kara memilah satu per satu barang di dalam tas Rindu, gulungan headset ternyata tersimpan di dalam kantong kecil di dalam tas. Segera dirogohnya kantong itu. Ada yang turut menyembul dari kantong kecil yang menempel di tas itu. Kara sedikit menariknya dan terpekur saat menyadari benda familiar yang menyembul itu. Rindu... ternyata Dia. Kara menggeleng ragu, lalu cepat-cepat Dia rapikan benda itu dan menutup tas Rindu segera.
"Kara, Pak Anva udah jawab nih," ucap Hamid yang kini berdiri di depan Kara.
Kara agak terperangah karena tidak menyadari kedatangan Hamid. "Oh ya, terus gimana katanya? Kok aku nggak ada dalam kelompok. Aku kan sudah terdaftar resmi di kelas Pak Anva." Kara agak melupakan temuannya di tas Rindu. Kembali fokus pada tugas mata kuliah ini.
"Kata Pak Anva Dia lupa."
Uhh, manis sekali. Lupa katanya.
"Trus jadinya aku boleh gabung sama kelompok manapun dong ya." Nada bertanya Kara masih datar, ditekannya kuat-kuat kekesalannya di ujung lidah.
Lupa? Enteng sekali alasannya.
"Kamu sendirian aja katanya. Karena yang lain sudah pas pembagian kelompok dan pembagian tugasnya." Hamid lalu kembali ke kursinya.
Sendirian?
Dosen ini. Belum sadar juga kalau Aku ini calon Kakak iparnya, masih saja mempersulit. Ck.
Bersambung.
««»»
Ada sudut pandang Hide sebagai pembuka.
Trima kasih, masih setia mengikuti.
Enjoy nasyid dari Too Phat dan Yasin feat. Mbak Dian Sastro di mulmed.
-Pena Laut-
««»»
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top