6
"Mereka yang terlalu dalam terluka disebabkan terlalu jauh meninggalkan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya"
Happy reading
.
.
.
.
.
.
Hari-hari Mei di sekolah seperti biasa saja, tak ada yang spesial. Khafi sedikit berbicara dengan Mei, bukan karena dia nggak suka dengan Mei, tetapi dia sangat grogi bila bertemu dengan Mei.
"Saya akan memberikan tugas kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 4 orang. Ibu yang akan mengaturnya agar adil. Meja sebelah kanan berkelompok dengan meja sebelah kiri. Minggu depan kumpulkan"
"Baik bu"
Mila merasa senang. Karena mereka satu kelompok dengan Khafi yang otaknya cerdas. Tak di pungkiri, banyak sekali yang ingin menjadi satu kelompok sama Khafi.
"Jadi kapan kita akan kerja kelompok?" Tanya Petra teman sebangku Khafi. Petra ini sahabat terbaik Khafi sejak SMP.
"Pulang sekolah gimana?" Mei nampak tak setuju dengan usul Mila, karena hari ini jadwal dia harus ke rumah sakit untuk terapi menghilangkan traumanya.
"Hari ini saya nggak bisa, saya harus ke rumah sakit, ada ..." Belum selesai bicara, Khafi sudah memotongnya.
"Saya juga nggak bisa. Besok saja pulang sekolah. Di rumah siapa?" Tanya Khafi dengan nada dingin seperti biasanya.
"Rumah kamu Mei?" Celetuk Petra. Petra diam-diam sering memperhatikan Mei. Petra ingin tahu tentang Mei lewat rumahnya.
"Jangan, tidak ada orang kalau waktu pulang sekolah. Saya tidak mau ada fitnah" jelas Mei dengan sopan. Membuat Petra kecewa.
"Rumah Khafi aja" celetuk Mila. Mila diam-diam mengagumi Khafi. Mila tertarik dengan kepribadian Khafi.
"Baiklah" Khafi menyetujuinya.
☘☘☘
Pulang sekolah seperti biasa Mei menemui bundanya di ruang kerjanya di salah satu rumah sakit. Khafi melihat Mei sedang berjalan menuju ruangan psikiater. Beragam pertanyaan muncul di dalam otak Khafi saat melihat Mei masuk ke dalam ruangan itu.
"Lho Khafi?" Sapa bu Mariam saat baru keluar dari ruangannya. Mei melihat kearah Khafi dan menunduk lagi. "Sedang apa disini?"
"Jenguk teman tante" sapa khafi ramah, berbeda saat dia dikelas "lho Mei? Kok bisa bersama tante?"
"Kamu kenal anak saya?" Mei menoleh kearah Khafi dan tersenyum kearah Khafi.
"Teman sekelas adek bun"
"Wah kebetulan sekali ya. Kamu sudah makan Khaf?"
"Belum tante" Khafi menjawab sambil melirik Mei dari ekor matanya.
"Yuk kita makan dulu di restoran depan sana, yuk dek,nanti ayah nyusul kok"
"Iya bun"
☘☘☘
Sore hari setelah sholat ashar, Mei membuka jendela kamarnya dan bersamaan dengan Khafi juga membuka jendela kamarnya. Mata mereka bertemu dan sama-sama menunduk dan tersenyum.
Khafi terlihat berbeda saat di rumah, dia lebih ramah, sedangkan di sekolah, dia lebih dingin. Jantung Mei berdesir saat melihat Khafi masih mengenakan baju kokohnya san peci di kepala, khas orang setelah selesai sholat.
"Jadi kamu beneran anaknya Tante Mariam?" Tanya Khafi penasaran. Mei hanya mengangguk. Mei tak banyak bicara seperti biasanya.
Mei masuk ke dalam kamarnya untuk menata buku pelajarannya di tas. Khafi merasa senang ternyata Mei adalah tetangganya yang selama ini selalu menutup jendela. Khafi duduk di kursi belajarnya, dia teringat pesan dari bu Mariam.
***
"Khaf, tante minta tolong sama kamu ya mumpung Mei lagi di toilet"
"Ada apa te?"
"Mei itu punya trauma, dia terkena anxiety disorder. Semacam gangguan kecemasan yang berlebihan. Dia juga fobia terhadap pisau. Kalau dia melihat pisau, gangguan paniknya akan muncul, dia akan menutup telinganya dan akan menangis, dan nafasnya akan tersengal-sengal dan bisa pingsan"
"Andaikan itu terjadi di sekolah, tolong kamu langsung telepon tante ya Khaf, bisa kan?"
"Bisa tante. Tapi untuk mengatasinya sebelum Mei terkena serangan panik gimana te?"
"Cukup dekati dia di jarak yang paling dekat, tapi maaf ya Khaf, jangan di sentuh, karena kalian bukan mahramnya"
"Iya tante, saya mengerti"
"Tetap tenang dan dampingi orang tersebut selama serangan paniknya terjadi. Melawan serangan dapat membuatnya semakin memburuk.
Jika berada di keramaian, bawa ia ke tempat yang tenang.Jangan berasumsi mengenai apa yang ia butuhkan, misalnya "Butuh air? Obat? Mau duduk?". Tanyakan langsung, "Beri tahu saya apa yang kamu butuhkan."Jika ia memiliki obat untuk menangani serangan paniknya, segera tawarkan.Bicara padanya dalam kalimat-kalimat pendek dan sederhana.Hindari faktor gangguan apapun yang berkesan mengejutkan atau menyibukkan.Pandu dia untuk tetap fokus dengan memintanya untuk melakukan kegiatan sederhana berulang, misalnya mengangkat kedua tangan di atas kepala.Pandu ia untuk mengatur kembali pernapasannya, dengan mengajaknya bernapas pelan dalam hitungan 10 lambat-lambat"
"Saya mengerti tante, terimakasih atas ilmunya"
****
Khafi memandang Mei sekilas, perempuan secantik dia punya sisi lemah seperti itu. Khafi mengambil mushafnya di meja belajar.
يٰۤـاَيُّهَا النَّاسُ ضُرِبَ مَثَلٌ فَاسْتَمِعُوْا لَهٗ ۗ اِنَّ الَّذِيْنَ تَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ لَنْ يَّخْلُقُوْا ذُبَابًا وَّلَوِ اجْتَمَعُوْا لَهٗ ۗ وَاِنْ يَّسْلُبْهُمُ الذُّبَابُ شَيْـئًـا لَّا يَسْتَـنْـقِذُوْهُ مِنْهُ ۗ ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوْبُ
yaaa ayyuhan-naasu dhuriba masalun fastami'uu lah, innallaziina tad'uuna min duunillaahi lay yakhluquu zubaabaw wa lawijtama'uu lah, wa iy yaslub-humuz-zubaabu syai'al laa yastangqizuuhu min-h, dho'ufath-thoolibu wal-mathluub
Suara merdu Khafi mengalun saat dia mengaji, membuat Mei menghadap ke kamar Khafi. Suara yang setiap hari dia dengarkan. Suara Khafi yang menyejukkan hati dan pikiran. Mei terbuai mendengar suara merdu Khafi sehingga membuatnya menatap Khafi dengan intens, tapi akhirnya dia tersadar saat suara hapenya berbunyi.
"Astaghfirullah.. maafkan hamba ya Allah" Mei beranjak mengambil hapenya yang ada di ranjang.
Big baby video calling...
"Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam. Tanteeee adek kangeeeen" teriak Dzaky saat wajah Mei terlihat.
"Tante juga dek. Belajar yang rajin ya dek, bentar lagi UNAS"
"Iya tante. Besok nggak bisa ketemu tante, Papa nggak ngebolehin kesana. Papa ada jadwal operasi" rengek Dzaky
"Betul itu dek, kamu juga harus belajar, katanya mau jadi dokter kayak papa?" Mei memandang keluar jendela sekilas, Khafi sudah selesai membaca mushaf, dia sedang ngobrol dengan Petra. Mei langsung menutup jendelanya sebelum Petra melihatnya.
"Kenceng banget nutup jendelanya. Tetangga kamu aneh ya bro" Khafi hanya menggedikkan bahunya, Khafi tau pasti Mei tidak nyaman karena ada Petra disini.
"Alhamdulillah"
"Ada apa tan?"
"Gantian dek sini, aku juga kangen tante" Junior merebut hapenya kembali.
"Hai big baby, aduh kalian nih selalu berantem"
"Tante buka jendela ya tadi? Tumben?"
"Pingin aja, lagian tante udah kenal kok, dia temen tante"
Mereka bertiga ngobrol tentang ini itu, membuat Mei senang bisa ngobrol dengan mereka.
☘☘☘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top