1
Happy reading
.
Mei jangan di tanya lagi, yang pasti dia kahir di bulan Mei, bukan di bulan yang lain. Anak bungsu dari 3 bersaudara. Kedua orang tua Mei sangat penyayang dan juga islami. Terlahir dari keluarga dokter, semua anaknya juga ingin menjadi dokter seperti orang tuanya. Pak Yusuf Hidayat seorang dokter spesialis Jantung, istrinya bu Mariam Nurjanah seorang psikiater. Anak pertama mereka Febrian Hidayat seorang dokter spesialis bedah, menikah dengan Daniar Maysita seorang bidan saat bertugas di Solo, mereka mempunyai anak Junior Dhiaurrahman kelas 6 sd dan adiknya Dzaky Elfathan kelas 3 sd. Anak kedua mereka Juni Eryna mahasiswa semester 4 calon dokter juga. Dan yang terakhir adalah Mei Khalilah anak paling bungsu yang masih kelas 3 SMP.
Saat berkumpul, pasti mulai dari ayah, ibu, kakak dan kakak iparnya Mei selalu membahas tentang pekerjaan mereka, pasien mereka. Jadi hati Mei terpanggil untuk menjadi seorang dokter juga. Meskipun Mei masih kelas 3 SMP, tapi cita-cita dia menjadi dokter anak, karena Mei suka anak-anak.
Mei dan dua keponakannya itu hanya beda beberapa tahun saja, jadi wajar saja kalau mereka bertiga dekat. Lebih dekat seperti kakak adik daripada antara tante dan ponakan. Mei lebih aman curhat dengan Junior ponakannya dari pada dua kakaknya itu.
Karena jarak antara Yogyakarta dan Solo itu menempuh waktu sekitar 2-3 jam untuk bertemu, alhasil Mei cuma bisa bertelepon ria untuk curhat colongan dengan Junior, tapi khususnya kalau curhat dengan si Junior, Mei manggilnya baby karena dia masih kecil bagi Mei.
"Baby, tau nggak sih, aku di jauhin sama temen aku," Mei memulainya dengan tangisan.
"Kenapa bisa di jauhin sih Tan? Tante ada salah apa sama mereka?" Tanya Junior yang sudah khawatir kalau tante gaulnya itu menangis.
Ayahnya sudah berpesan untuk menjaga tantenya saat mereka bersama, tapi karena jarak kota mereka lumayan, jadinya hanya bisa bertelepon ria. Itupun yang sering telepon Mei duluan.
"Si Fardan bilang dia suka sama aku by, terus si Nina marah-marah sama aku, dia bilang aku udah ngerebut si Fardan dari dia."
"Tunggu dulu Tan, si Fardan yang mana sih? Aku lupa," kekehnya.
"Ck baby ih, itu lho sepupunya mas Septian temennya mbak Juni yang biasanya ke sini, inget nggak?"
"Oh ingat, si Fardan ini sering manggil tante kan? Hmm ... ah, Tante Mei iya?"
"Iyo. De'e ngomong seneng karo aku By, padahal aku ora seneng lo, aku ora gelem pacaran By."
"Yo wes seh Tan, ora usah di tanggepi. Santai wae" (ya udah Tan, nggak perlu di tanggapi. Santai aja)
"By, kapan kamu kesini? Sekolah sini yuk By, sama aku"
"Tan, ngomong sama Mama aja, aku juga pingin sekolah disana bareng Tante" rengek Junior.
"Besok ke sini kan? Aku ngomong deh nanti sama mbak Daniar. Besok udah liburan semester lho"
"Asyiiik. Tan udah dulu ya, aku mau main bola dulu. Da Tanteku sayang"
"Dada Babyku"
Sepi lagi saat Mei menutup telepon dari Junior. Sebentar lagi Mei lulus sekolah dan masuk SMA. Masa transisi dimana para remaja beranjak dewasa. Masa-masa dimana mereka mulai mengenal cinta.
Mei duduk di depan TV bersama ibu Mariam dan kakaknya Juni. Mei sadar kalau bunda dan ayahnya juga sibuk dengan pekerjaan mereka sebagai dokter.
Bunda bertugas dari jam 8:00 sampai pukul 12:00 siang, dan pulang untuk mengurus keluarga termasuk anak-anaknya. Ayah kerja mulai pukul 8:00 sampai 17:00 sore, itu bukan saat mereka mendapatkan telepon mendadak dari rumah sakit tentang pasien mereka.
"Kenapa di tekuk gitu mukanya dek?" Tanya bu Mariam saat Mei duduk di sebelahnya.
"Baby lagi sibuk bun, makanya udah di tutup aja teleponnya"
"Kamu manggilnya masih sama ya dek, untung dia belum remaja, kalau udah remaja pasti risih dek" Mei memikirkan kata-kata Juni tentang panggilannya ke keponakan kesayangannya itu.
"Bun, si baby boleh sekolah disini nggak sih?"
"Tanya sama mas Febri aja, dia orang tua Jun. Apa kamu aja yang sekolah ke solo?"
"Boleh nih bun?" Tanya Mei antusias.
"Tanya ayah aja dek" bahu Mei rasanya merosot. Gimana cara bicara sama Ayah.
"Dek, besok jangan lupa ikut mbak joging di taman ya" yang cuma di tanggapin gumaman oleh Mei.
☘☘☘☘
Pagi harinya Mei menemani Juni kakaknya untuk joging di taman, Juni janjian dengan teman SMAnya yang rumah mereka berdekatan dengan rumahnya.
"Dek, jangan pisah sama mbak ya, kamu terus sama mbak. Mbak takut sama Septian"
"Iya mbak, tenang aja. Aku sama mbak terus kok" Mei menenangkan hati Juni.
Setelah selesai joging, teman-teman Juni berjalan-jalan sendiri. Sedangkan Mei dan Juni milih duduk di dekat taman.
Septian menyeret Juni yang sedang duduk dengan Mei. Juni berjalan terseok-seok untuk mengimbangi jalan Septian. Mei nggak terima kalau kakaknya di tarik gitu aja oleh Septian.
Juni ini orangnya lemah lembut, berbeda dengan Mei, Mei lebih tomboy daripada Juni. Tapi sifat mereka hampir sama. Meskipun lahir di keluarga yang islami, tapi Mei belum menggunakan hijab seperti kakak dan bundanya, bagi Mei memakai hijab masih gerah. Masih di biarkan saja oleh bundanya, karena kalau di paksakan nanti nggak bagus untuk kedepannya.
"Septian, lepasin mbak Juni" Mei mendorong tubuh Septian. Septian tidak terima dengan sikap Mei seperti itu, akhirnya Septian membalas mendorong Mei sampai jatuh dan kepala Mei terbentuk trotoar, sehingga kepala Mei berdarah. Juni tak terima dengan perilaku Septian yang kasar kepada adiknya.
"Mei.. Keterlaluan kamu Sep, mau kamu apa bawa aku kesini?"
☘☘☘☘
Junior dan keluarganya sudah datang di rumah Mei. Junior mencari-cari Mei tapi tidak ada. Akhirnya Junior memutuskan untuk mencari Mei dan Juni ke taman bersama Dzaky. Disana mereka berdua melihat ambulan dan beberapa polisi membawa Juni dan Mei.
"Itu tante dek, kamu pulang ke rumah Eyang, bilang ke Mama kalau tante di bawa ambulan. Mas mau kesana"
"Iya mas" Dzaky berlari pulang ke rumah eyangnya.
Junior mendekati polisi yang berada di dekat ambulan. "Tante" teriak Junior saat berada di dekat ambulan.
"Dek, kamu sedang apa disini?" Tanya seorang polisi yang bertugas mengamankan.
"Itu tante saya pak, mau di bawa kemana? Tante saya kenapa?" Junior sudah menangis melihat kedua tantenya di bawa ke ambulan.
"Rumah kamu dimana? Ayo bapak antar ke rumah kamu untuk bertemu orang tua kamu" Junior pulang ke rumah pak Yusuf bersama polisi yang menanyainya tadi.
"Jun, kamu kenapa? Ada apa ya pak?" Tanya Febrian sopan ke Polisi yang mengantarkan Junior.
"Tante Mei dan tante Juni tadi di bawa ambulan Pa" Junior menangis di pelukan Ayahnya.
"Apa benar pak adik-adik saya di bawa ambulan?"
"Ada dua orang perempuan dan satu laki-laki kita bawa ke rumah sakit. Yang dua bersimpah darah dan perempuan yang satunya pingsan dan ada darah dikepalanya"
"Apa seperti ini pak wajahnya?" Pak Yusuf membawa foto anak-anak perempuannya.
"Betul pak itu mereka, sekarang ada di rumah sakit"
"Ayo cepat yah kita kesana"
Pak Yusuf beserta keluarga bergegas pergi ke rumah sakit. Mereka menbuntuti mobil ambulan yang membawa Juni dan Mei.
☘☘☘☘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top