🌻8🌻
Pandu sudah paham, tidak kaget, tapi hanya mengeluarkan napasnya yang berat saja semalam setelah mendengar penjelasan singkat dari Rina. Entah sudah keberapa kalinya ia mengalami perubahan-perubahan sistem pendidikan.
Jadi, pada dasarnya, sekarang SBMPTN hanyalah untuk menamai periode pendaftaran para calon mahasiswa-mahasiswi baru, untuk tes-nya sendiri diberi nama UTBK yang terdiri dari dua jenis tes dan dua periode gelombang, dua jenis tes tersebut adalah Tes Potensi Skolastik dan Tes Potensi Akademik.
Pandu sebenarnya sempat dibikin repot karena: 1) entahlah apa itu tes skolastik, yang katanya mengacu pada SAT (Scholastic Aptitude Test) yang berlaku di Amerika Serikat, 2) Tes Potensi Akademik yang akan diselenggarakan sekarang pada dasarnya dulu disebut sebagai Tes Kompetensi Dasar.
Ia hanya fokus pada pengistilahan itu saja, dan satu hal, munculnya soal-soal bertaraf HOTS atau High Order Thinking Skill yang Pandu khawatir akan sulit menemukan contoh soalnya dan mungkin, pemahaman dan tingkat kesulitan soalnya akan berbeda jauh dari apa yang sudah diterbitkan oleh soal-soal latihan.
Meski begitu, hari ini adalah hari pertamanya di kelompok belajar. Ia sudah ijin untuk pulang malam, mungkin sampai rumah sekitar pukul 8 malam karena ia baru akan mulai belajar sekitar pukul setengah lima sore, tepat 30 menit setelah jam pulang kantor selesai.
"Siap belajar?" tanya Lea setelah menunggu Pandu mencatat absensinya dengan sidik jari.
"Kudu disiapin sekarang," ujar Pandu, "soalnya waktunya mepet."
"Kuncinya jangan stres dulu kayanya, tetap tenang dan terus belajar walaupun kemarin sistem sama soalnya ada yang beda."
Pandu dan Lea kembali berboncengan–masih diiringi siul-siulan dan godaan dari orang-orang kantor yang juga akan menuju ke rumah mereka masing-masing. Untung saja, Pandu dan Lea sama-sama ahli dalam tidak menghiraukan orang lain.
Tempat belajar mereka sejujurnya cukup dekat dari kantor, dan ini kali pertama mereka belajar tatap muka sebelum dulu mereka seringnya menggunakan telepon video (hanya tatap muka seminggu dua kali atau kalau ada kesempatan di sekolah). Kata Rani, biar ada suasana baru, dan kebetulan ada Pandu juga, harapannya mereka bisa lebih saling membantu dan paham dalam mempelajari materinya.
Sesuai arahan Lea, Pandu memasuki tempat parkir (yang aslinya hanya menggunakan bahu jalan) yang diteduhi dengan pohon rimbun di samping kiri. Sambil melepas helmnya, Pandu mengamati tempat belajarnya hari itu.
Sebuah kafe yang menjual berbagai olahan minuman kopi, dengan bangunan utama sebesar 4x4 meter persegi dan terdiri dari dua lantai. Di sebelahnya ada area minum semi-indoor yang dikelilingi dinding berwarna putih dan abu-abu semen yang diekspos.
"Yuk!" ujar Lea. Pandu mengekor dari belakang.
Bangunan utama itu lantai satunya digunakan sebagai tempat pesan dan dapur untuk barista, sementara para pengunjung akan menikmati kopi di area semi-indoor tersebut, yang diteduhi dengan atap kaca bening dan sebagiannya lagi ditutupi oleh kisi-kisi kayu, fungsinya agar pengunjung yang ada di bawahnya tidak merasa kepanasan dengan sinar matahari langsung, sementara bagian yang tidak ditutup dengan kisi-kisi kayu mempersilakan pengunjung untuk ngopi santai sambil melihat langit–kalau malam pasti bagus dan banyak yang mencari tempat duduk di sana.
Lea dan Pandu berbelok ke bagian belakang bangunan utama yang ternyata terdapat lorong berdinding kaca sepanjang tiga meter yang menghubungkan bangunan utama dengan bangunan tambahan di belakangnya, ada toilet umum unisex di lantai satu (yang pintunya mengarah ke luar dibatasi oleh dinding penyekat dari anyaman kawat dan tanaman rambat) serta ruang istirahat pegawai di lantai dua. Di sana juga ada tangga spiral yang mengarah ke lantai dua.
Mereka berdua menaiki tangga tersebut dan masuk ke satu-satunya ruangan yang tersedia. Ternyata di dalamnya sudah ada dua gadis yang memulai duluan, tepat saat Lea dan Pandu masuk, mereka saling menyapa.
Gadis yang mengenakan kerudung mengenalkan dirinya sebagai Hani. Sementara di sebelahnya ada gadis berambut pendek sebahu dengan jepitan bunga yang mengenalkan dirinya sebagai Rina.
Pandu tersenyum dan mengangguk, sementara Lea duduk di sebelahnya, sibuk mengucir rambut panjangnya.
"Maaf ya, Kak, belajarnya harus di kafe begini," ujar Hani.
"Nggak masalah, toh, kita ada di ruangan tersendiri."
"Untung Kakaknya Hani ngebolehin kita pakai ruangan ini." Lea menimpali.
"Oh, ini kafe punya Kakaknya Hani? Pandu terkesima. Ia tahu kalau kafe ini sebenarnya baru saja buka mungkin setahun belakangan ini, tapi Pandu tidak pernah mampir karena rasa cintanya dengan teh boba mengalahkan olahan minuman kopi.
"Iyap, Kak!" Hani terkekeh.
"Ini langsung kita mulai aja apa gimana?" Rina bertanya. "Jujur, aku deg-degan, enam bulan lagi, loh."
"Kata temenku yang anak SMA sih, jangan deg-degan, udah jalanin aja," balas Lea.
"Ya susah, tapi. Udah manusiawi aja ngerasa deg-degan begini." Hani masuk ke obrolan.
"Btw, ini Kak Pandu ngikut kita dulu aja kali, ya, kan gabungnya telat, sementara kita udah nggak ada waktu buat mulai dari awal." Hani kembali mengalihkan jalannya pembicaraan.
"Eh tapi, nggak apa-apa sih kalau Kak Pandu langsung ikut belajar TPA." Rina berujar sambil meraih pensilnya. "Kan toh, katamu tadi, soal yang tes skolastik nggak dapet, kan, Han?"
Hani mengangguk. "Iya, jadi emang khusus hari ini sampai ke tiga hari sebelum hari H, kita kayanya cuma bisa belajar TPA, kita bisa maksimalin di situ kabar baiknya, kabar buruknya kita nggak tahu acuan tes skolastik itu gimana."
"Oke," kata Lea manggut-manggut. "Kalau soal HOTS-nya?"
"Aku udah nemu beberapa … kayanya cuman tiga, besok atau lusa udah bisa kubagiin ke kalian." Hani menjawab pertanyaan Lea dengan tegas.
Diam-diam, Pandu kagum dengan kerja kelompok Hani-Rina-Lea.
"Ya udah, yuk mulai." Pandu mengembalikan topik ke pembelajaran.
Hani memimpin doa, Rina menyentuh jidat, lalu turun ke dada kiri dan kanan berurutan serta mengeratkan kedua tangan sambil menunduk, Lea menunduk dan menengadahkan tangannya sama seperti Hani. Pandu ikut berdoa dengan tata cara yang sama seperti Hani dan Lea, meski begitu, dia sebenarnya adalah seorang agnostik-teis.
"Selesai," ujar Hani.
"Oh sebelum mulai," Rina memotong acara belajar bersama, "Kak Pandu belum nyebutin targetnya mau masuk jurusan apa dan lagi belajar soal yang mana, saintek atau soshum?"
"Oh, aku rencananya kalau nggak Arsitektur yah Perencanaan Wilayah dan Kota. Jadi otomatis aku belajarnya saintek, kita semua di sini belajarnya saintek semua, 'kan?"
"Oh, aku lupa bilang," kali ini giliran Lea yang menimpali, "di sini yang belajar saintek kebetulan kita berdua aja, Kak, karena jurusan kita kebetulan sama. Nah, Rina sama Hani ini Soshum, Rina targetnya di Desain Interior, Hani targetnya Bahasa Jepang."
"Oh, begitu." Pandu mengangguk-anggukkan kepalanya. " Berarti, Lea, kamu pinter di hitungan?"
Lea tersenyum. "Iya, tapi kudu tetep dibantu diskusi, nah kebetulan Rina juga pinter soal hitungan, biasanya kita saling bantu. Tapi kalau di IPA-nya, aku nggak terlalu bisa."
"Oke, aku fisika-kimia bisa bantu buat rumus-rumusnya kayanya, apalagi biologi, kalau soalnya hapalan aku bisa bantu banget," ujar Pandu.
"Nah, kalau kita masih belajar TPA yang dulu sebelum revisi ini, kan itu kaya tes IQ waktu kita SMP dulu, 'kan?" Lea memastikan ingatannya dan semua mengangguk mengiyakan, "Itu kan ada Bahasa Indonesia sama Bahasa Inggris, dua mapel ini justri Hani yang paling pinter dan bisa membantu."
"Sayang tesnya ganti tes skolastik yang kita nggak tahu kaya gimana," ujar Hani.
"Dah, yuk, mulai! Kak Pandu, kita kerjain paket soal yang sama aja, kalau nggak ngerti bisa liat materi-materinya dulu di depan, jangan pernah lihat pembahasannya dulu ya!" Lea menegaskan peraturan sebelum acara belajar bersama dimulai.
"Oke!" ujar mereka semua, serempak.
Hari pertama belajar bersama pun dimulai.
*
Halo hai! Kayanya udah dua bab aku ga sempet bertegur sapa alias nambahin note karena lagi keburu-buru wkwkwk. Gimana kabar? Yang sedang PSBB lagi, tetep semangat ya, bantu kita bareng-bareng buat cepat menyelesaikan pandemi!
Btw, pergantian sistem SBMPTN ini aku sesuaiin sama apa yang kuinget waktu aku mau ikutan SBMPTN tahun 2019, waktu itu ribet banget karena pas nyari contoh soal SAT semuanya yang muncul bahasa inggris //menangis// sementara kalau nyari tes skolastik pake bahasa Indonesia ya dulu kan belum ada jadi serba terbatas. Pas udah dijalani baru keliatan bentuknya.
Btw juga aku mau shout out ke kelompok belajarku dulu ada PuccaPucca648 yang rela bagiin akun Zenius dan sekarang dapet almet kuning(!) sama ada kangcilok juga yang bikin kelompok belajar jadi semakin seru wkwk, dan kita bertiga ini kebetulan domisilinya jauh-jauh, jadi semua diskusi via group chat.
Terakhir, aku sempat nyebutin kalau Pandu itu agnostik-teis, ada yang tau nggak itu gimana?:)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top