🌻16🌻
Lea terbangun satu jam sebelum kereta berangkat karena tepukan pelan Pandu di bahunya. Mereka segera keluar dari loket tiket, gadis itu meminta ijin untuk ke toilet dan membasuh mukanya sebentar. Pandu menyetujui dan meminta Lea untuk mencari tempat duduk di ruang tunggu sementara ia akan membeli cemilan.
Toilet di stasiun hanya punya dua bilik kecil kamar mandi, tidak ada wastafel. Lea masuk ke salah satu bilik yang terbuka, mengambil gayung dari ember yang tersedia dan menggunakan satu tangannya yang bebas untuk meraup air dan membilas mukanya.
Setelah menenangkan diri dan menarik napas, barulah ia keluar dari toilet, menuju ke ruang tunggu stasiun.
Kak Pandu belum datang, batinnya saat ia masuk dan mengedarkan pandangan. Saat duduk di kursi yang kosong, ia memandangi dua ambang pintu besar yang digunakan sebagai pintu masuk utama stasiun. Tiba-tiba saja, di sana ia melihat dirinya sendiri sedang berdiri dengan kedua pundak yang bergetar dan pandangan yang mondar-mandir tak fokus. Dalam secepat kilat, seorang lelaki di depannya merengkuh tubuhnya untuk mendekat, menutupi dirinya yang sedang menangis dan menenangkannya.
Muka Lea memerah.
Sial! Itu tadi malu-maluin banget!
Lea menunduk, perasaan malunya segera berubah dalam beberapa saat saja, berganti ke perasaan bersalah.
"Dor!" Lea berjengit saat merasakan sesuatu yang dingin tiba-tiba saja menyentuh pipi kirinya.
"T'rims," ujar Lea sambil meraih sekotak minuman teh dingin. Pandu juga nengangsurkan sebungkus kertas berisi roti bun.
Duh dibeliin roti juga, jadi makin nggak enak ….
"Jangan kebanyakan ngelamun," ujar Pandu sambil mengigit roti miliknya, "Inwi swetasiuwn wewas wangwunan Bwelanwa."
"Terus? Kalau ini bangunan bekas Belanda, banyak setannya gitu?"
Pandu tertawa, Lea mau tak mau ikut tersenyum karena humor rendahan yang dilontarkan lelaki itu.
"Maaf banget yah, udah bikin semuanya kerepotan begini. Gila, Lea teledor banget." Gadis itu memarahi dirinya sendiri.
"Iya, enggak apa-apa. Bikin kesalahan itu wajar, asal bisa dijadiin pelajaran juga." Pandu berhenti menggigit rotinya. Entah kenapa perkatannya yang baru ia lontarkan tadi kok justru terasa seperti mengingatkannya juga.
Tidak apa-apa bukan untuk melakukan kesalahan? Selama seseorang masih hidup, pasti ia banyak melakukan kesalahan, tapi, ia bisa menggunakannya sebagai bahan pembelajaran, untuk terus maju.
Betul, Pandu jadi merasa semakin sadar, kalau ia terlalu cepat untuk menyerah. Kalau ia terlalu cepat untuk mematuhi keraguannya, yang ia lakukan hanya harus berjalan maju, meski nanti lagi-lagi ia tersandung atau terperosok.
Lalu, omongan Lea saat mereka ada di kantin SMK dan menyantap sepiring batagor tiba-tiba saja hinggap di dalam kepalanya.
"...kita cuman harus siap babak belur aja."
"Nah, gantian Kakak yang bakalan kesambet." Lamunan Pandu buyar, ia tersenyum tipis dan kembali menyantap rotinya.
"Nanti aku kesambet noni atau tentara Belanda gitu, terus ngomongnya jadi kaya macem di Jurnalrisa," balas Pandu.
"Pengin banget kesurupan, ya?" Lea mengernyit, Pandu justru semakin tertawa terbahak-bahak.
"Sebentar, aku mau ngabarin di grup dulu," kata Pandu tepat saat suara bel dan suara seseorang terdengar lewat pengeras suara. Mengabari bahwa Kereta Api Dhoho jurusan Kediri-Surabaya segera tiba, dan penumpang yang akan menaiki kereta tersebut sudah dipersilakan untuk memasuki gerbang check in.
Pandu mengetik dengan cepat dan segera berdiri sambil merogoh tiket kereta yang ia simpan di dompet. Selembar ia berikan ke Lea, dan setelah melakukan inspeksi singkat terhadap barang bawaan mereka, mereka berdua pun memasuki antrean untuk melakukan check in.
Saat Lea membuka ponsel dan menyalakan koneksi internetnya, Hani dan Rina sudah membalas pesan Pandu di grup obrolan mereka. Teman-temannya itu bersyukur kalau Lea dan Pandu masih bisa dapat kereta.
Setelah memasuki gerbang check in dan tepat berdiri di peron, Lea mengetikkan permintaan maaf karena sudah teledor dan membuat mereka khawatir. Gadis itu juga mengabari bahwa mereka akan sampai di Surabaya mungkin sekitar waktu maghrib, antara pukul 5 sampai pukul 6 sore.
"Ada-ada aja, cobaan sehari sebelum ujian dimulai." Lea meregangkan tubuhnya, Pandu tidak membalas apapun selain tersenyum tipis.
*
Pandu dan Lea sampai dengan selamat, di gerbang kedatangan Stasiun Surabaya Gubeng. Hani dan Rina segera menghambur, memeluk Lea dan menangis sambil terus mengucap syukur.
Hani dan Rina telah melihat lokasi ujian mereka, bahkan Rina juga sudah memastikan lokasi ujian Pandu dan Lea. Setelah makan malam di restoran stasiun (yang mereka sesali karena harganya bikin dompet mereka langsung mendadak menipis), mereka bersama-sama lagi menuju ke kampus tempat Rina, Pandu, dan Lea akan melaksanakan ujian, Hani juga menemani mereka menuju ke ITS.
Rina dan Lea melaksanakan ujian di gedung Desain Interior lantai 3, di ruangan yang berbeda. Sementara Pandu melaksanakan ujian di gedung Fakultas Arsitektur yang kebetulan letaknya saling depan-belakang, cukup dekat.
Setelah memastikan tempat ujian mereka masing-masing, mereka saling menyemangati diri dan berdoa untuk yang terbaik, mulai dari sana mereka berpisah menuju ke tempat kos mereka masing-masing.
*
Hari H ujian. Pagi itu setelah diantar oleh temannya yang kebetulan memang sudah lama tinggal di Surabaya, Pandu bergegas menuju ke kamar mandi terdekat dan muntah.
Entah kenapa, ia gugup sekali sampai tiba-tiba merasa mual dan tidak bisa menahannya lagi.
Di dalam kamar mandi, ia menghirup napas panjang dan mengembuskannya, berulang-ulang sampai perasaan mualnya hilang, meskipun rasa tidak tenangnya masih ada, walaupun sudah berkurang.
Mulai hari ini, sudah tidak ada jalan untuk kembali. Apapun yang terjadi setelahnya, entah itu gagal atau lolos, itu akan dia tanggung dan ia jalani. Mungkin, dia akan menemui jalur putar balik lain di ujung jalan ini, mungkin jalannya bagus, mungkin juga jalannya rusak dan dia masih harus berjalan di jalur tersebut.
Atau mungkin, sama seperti yang dikatakan Lea, bahwa perjalanannya bukan hanya terdiri dari satu bidang jalan yang hanya berisi dua jalur putar balik. Bahwa sebenarnya ia hanya terus berjalan maju, melewati simpangan demi simpangan yang kondisi jalannya tidak dapat ia lihat, yang ujungnya hanya bertemu dengan simpangan lain lagi.
Satu tarikan dan embusan napas lagi.
"Oke." Pandu berujar.
Ia keluar dari toilet menuju ke lorong tempat para peserta tes berkumpul. Sambil menunggu kelas dibuka–yaitu sebentar lagi–ia menyiapkan beberapa keperluan tes, yakni, ijazah dan kartu peserta. Tepat saat dari belakang tubuhnya muncul dua sosok pengawas ujian, yang satu adalah seorang perempuan paruh baya yang mungkin seumuran ibunya, dengan badan gempal dan rambut sedikit lebih panjang daripada bahunya. Satunya lagi adalah seorang pria yang lebih muda dan mengenakan kacamata berbingkai kotak.
"Selamat pagi, Anak-anak," ujar perempuan itu.
"Pagi!"
"Perkenalkan, saya adalah pengawas UTBK Saintek Kloter 1, ujian yang akan dilaksanakan oleh kalian hari ini. Di sebelah saya ada teknisi yang akan mengurusi jika ada masalah dengan perangkat yang kami gunakan."
Pandu dan seluruh peserta menyimak setiap tutur kata perempuan itu.
"Sebelun masuk, saya akan membacakan tata tertibnya. Satu, silakan lepas sepatu dan taruh di rak yang tersedia di luar," ia menunjuk rak sepatu di sebelah pintu berdaun dua, "dua, hanya bawa keperluan tes tanpa membawa kertas kosong untuk coretan dan alat tulis lain. Kertas kosong dan alat tulis akan disediakan dari kami, sampai sini paham?"
Semua mengangguk, sebagiannya lagi menjawab dengan "iya".
"Tiga, dilarang membawa ponsel, kalkulator, jam tangan, dan alat-alat lain yang tidak diperlukan dalam tes. Jadi, harap dilepas jam tangan bagi yang memakai, yang membawa ponsel harus dimatikan atau dalam keadaan silent, lalu dimasukkan ke dalam tas."
Arahan berlangsung sampai bunyi bel lewat pengeras suara terdengar.
"Baik, ruangan akan saya buka, dan, saya ucapkan selamat dan semoga sukses dalam mengerjakan ujian kalian hari ini!"
Pandu menarik satu napas panjang lagi dan masuk ke dalam ruangan tes. Kali ini, benar-benar sudah tidak ada jalan untuk kembali, dan apapun yang ia hadapi ke depannya nanti, akan ia selesaikan setepat mungkin.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top