MIHP - 5

Tertutupnya mataku selalu menghadirkan bayanganmu yang semu. Melihatmu berdiri di sampingku, tersenyum, dan memanggilku dengan suara indahmu seperti dulu. - Jeon Jungkook.

-

"Selamat datang Tuan Muda."

Barisan para maid berseragam hitam putih berjejer membentuk garis memanjang rapi. Memberikan sambutan selamat datang serempak, menggunakan segala kemampuan profesionalitas mereka sebaik mungkin di depan majikan.

Kepala pelayan, Madam Arleta, maju tiga langkah. Merunduk sebelum berkata sopan, "Tuan Muda, makan malam sudah siap. Apakah anda ingin makan di meja makan atau di dalam kamar seperti kemarin?"

"Antarkan ke dalam kamar."

Jungkook memberikan jas yang sudah kusut dan sedikit lusuh di bagian lengan kepada Arleta. Berlalu menuju kamar pribadinya di lantai dua.

Sepanjang kakinya mengambil deretan langkah, jemarinya sibuk membuka kancing kemeja satu persatu memperlihatkan bagian perut polosnya yang terbentuk kokoh berkulit kencang. Mampu menghantam libido para perempuan dalam sekali mata memandang.

Kelelahan tidak bisa dia tangani untuk hari ini. Tzuyu bilang tidak akan memaafkan dirinya begitu mudah, namun wanita itu berkata kemudian, bahwa dia akan memaafkan Jungkook untuk membuatnya lega dengan syarat tidak lagi mengganggu kehidupan Tzuyu dan putrinya.

Ini berarti Tzuyu hanya memaafkan dia secara lisan. Bukan secara suka rela. Pernyataan telah di maafkan tersebut tidak penting untuk dirinya.

Jungkook menginginkan sebuah pernyataan memaafkan dari Tzuyu secara suka rela, bukan di tekan karena keadaan.

Menutup mata sambil merebahkan tubuh di kursi dekat meja kerja, bibirnya sedikit terbuka. Mempermudahkan dirinya ingin bernafas kasar melalui celah di antara bibir merahnya.

Beranjak sejenak hanya untuk berganti pakaian, kemudian kembali duduk di kursi kerja. Ia membuka laptop, memeriksa e-mail yang masuk sejak sore.

Tatapannya terpaku pada salah satu e-mail, Wawancara Jeon's Florist 4 Desember 2029.

Selama empat hari ke depan dia mendapatkan waktu luang, artinya Jungkook bisa mempersiapkan segala rencana demi memperdekat hubungan yang terbentang sekat lebar di antara dirinya dan juga Tzuyu.

Dia ingin kembali memejamkan mata, namun rasa takut kembali menyerang hatinya. Dia tidak bisa bertahan terlalu lama bersama bayangan semu Tzuyu di dalam pikiran. Terlalu teramat menyiksa.

Menikmati bayangan semu memang menyenangkan, tidak ada batasan maupun kebencian. Dia bebas melihat wajah Tzuyu di dalam memorinya. Menghargai semua senyuman wanita itu, mencetak dengan teliti setiap jengkal senyum seindah malam aurora di kutub utara dalam memorinya.

Menyimpannya sebagai memori paling berharga dalam hidupnya.

"Aku akan membuat kita kembali dekat selama wawancara, hingga akhir, keinginanku untuk memiliki dirimu tumbuh semakin kuat. Tahukah kau tentang hal ini?" Jungkook berbicara pada figura— benda mati.

Belum lama tadi dia memutar badan, menghadap kebelakang dimana foto Tzuyu terpasang di sana. Figuranya begitu besar seperti ukuran untuk figura berisi foto keluarga.

Jungkook tidak ingin melewatkan senyum manis dari Chou Tzuyu sepulang kerja.

Tergenang bersama keindahan wajahnya mampu membuat Jungkook hilang akal. Terkadang nyaris melupakan kelembutan yang sudah dia janjikan kepada diri sendiri ketika ingin meraih wanitanya kembali, obsesinya selalu menginginkan Tzuyu kembali ke dalam pelukannya menggunakan cara apapun. Dengan cara keji sekalipun.

Tapi dia takut hasilnya tidak akan bagus di ujung kisah mereka.

Yang penting saat ini Tzuyu harus bisa kembali kepadanya seperti sedia kala, seperti awal mereka bertemu dan mulai berhubungan sebagai kakak adik.

Deringan ponsel mengalihkan sesaat tatapan Jungkook, menjulurkan tangan menyambar ponsel mahalnya di dekat laptop. "Ya, halo?"

"Besok bisa bertemu? Aku sudah resmi membuka toko kue baru. Akan menyenangkan jika kau bisa datang ke sini."

"Tentu saja, aku akan datang di malam hari. Pagi sampai sore aku ada urusan sendiri." Jungkook berjalan ke balkon, menggeser kaca dan melangkah keluar. "Bukannya dulu kau takut untuk membuka toko?"

Wanita di seberang tersenyum renyah. Suaranya yang ringkih kembali terdengar mengalun, lembut, selembut angin sepoi malam ini.

"Itu karena dirimu. Kau bilang kue buatanku semuanya sangat enak, aku tahu kau tidak akan berbohong. Jadi tidak ada salahnya bukan kalau aku ingin membuka usaha kecil-kecilan?"

"Pemikiranmu malah bagus, aku akan selalu mendukung. Bila memerlukan sesuatu, jangan sungkan hubungi aku."

"Tanpa perlu kau beritahu pun, aku akan selalu merepotkan dirimu. Itu sudah menjadi hobiku, asal kau tahu, haha."

Bibir yang sedikit pucat tertawa sumbang. Suasana hatinya tidak terlalu bagus untuk tertawa. Wanita di seberang menyadari keganjalan dari tawa Jungkook.

"Memiliki suatu masalah?"

"Tidak. Tidurlah, aku harus mengurus kembali pekerjaanku."

Begitu sambungan terputus. Jungkook menumpukan siku di pembatas balkon. Membiarkan rambut hitam legamnya sedikit terangkat, tersingkap oleh gerakan angin.

Kepala pelayan telah meletakan piring berisi makanan untuk makan malam di meja kerja. Jungkook hanya bergumam sebagai tanda jawaban, membuat Madam Arleta tidak memiliki alasan lain untuk menetap di kamar Tuan Muda lebih lama lagi.

***

"Mama, apa kau baik-baik saja? Sally khawatir, wajah Mama sangat pucat." Ucap Sally. Tubuh kecilnya terduduk manis di atas kursi.

Di seberang meja Fero duduk sendirian, kepalanya di tutupi topi khas ulang tahun. Kue sudah di beri lilin, segalanya telah siap hanya tinggal menunggu Fero memanjatkan doa kemudian meniup lilin.

Tzuyu menjadi faktor penunda acara ulang tahun. Pikiran wanita itu masih terasa linglung ketika Mingyu ternyata mengikuti dirinya sampai sini. Beruntung Mingyu tidak memaksa masuk, jika tidak, maka Tzuyu tak akan bisa berbuat banyak untuk menahannya.

Dia tidak ingin Sally mengetahui informasi barang setitikpun mengenai masa lalu maupun ayah kandungnya. Sally harus tahu satu hal di dunia ini, anaknya tidak memiliki siapa-siapa kecuali Tzuyu sebagai Mama.

"Mom, look at me. Are you oke? Mama!"

"Uh," Tzuyu langsung tersadar mendengar pekikan khawatir itu. Menoleh dan menepuk pelan puncak kepala kecil anaknya, "Maaf, Mama memiliki banyak pekerjaan yang harus di pikirkan. Fero, ayo cepat panjatkan doa dan tiup lilinnya," ia mengalihkan topik, memusatkan atensi Sally berubah haluan menjadi terpusat ke bintang utama malam ini. Fero Kim Abimanggala.

Mata caramel Fero terlihat indah di pantuli bayangan lilin, bulu mata panjang lebat yang unik menutup perlahan. Membuat kontur wajahnya sangat halus dan tampan. Memberikan sebuah kesan layaknya keturunan bangsawan.

Visual ini berasal dari istri Roy, luar biasa.

Sally bahkan tidak bisa mengalihkan tatapan. Tersenyum riang melihat Fero tenggelam dalam keseriusan berdo'a.

"Fero, cepat tiup lilin. Sally ingin makan kuenya." Sifat tidak sabaran memang sudah mendarah daging di dalam diri Sally semenjak dini. Apalagi lagi saat sudah bersangkutan mengenai makanan.

Tidak sabaran tentu saja di warisi dari sifat Jeon Jungkook. Tzuyu memang keras kepala, sangat susah sekali di bujuk, tapi setidaknya dia orang yang sabar.

Jeon Jungkook itu pemaksa, tidak ingin di bantah, tidak mentolerir sekecil kesalahan, dan tidak sabaran untuk mendapatkan sesuatu yang sebelumnya sudah sangat sekali dia inginkan.

Mungkin cuma satu sifat dari sekian banyak sifat di dalam susuan emosinal Sally yang mirip dengan Tzuyu.

Keras kepala akut.

Acara ulang tahun berjalan lancar. Sally bahagia bisa memakan banyak kue, Fero mengalah memakan sedikit, tidak sampai lima potong.

Semua dia berikan untuk Sally, melihat wajah gembil Sally merona mendapat banyak jatah kue memberikan kesenangan tersendiri untuk hati kecilnya.

***

Fero menarik ujung piyama Tzuyu, "Ma..."

Dengan mata kucingnya masih teratensi ke depan menatap layar laptop, Tzuyu berdehem sebagai sahutan, "Hm?"

"Papa tidak pulang malam ini?"

Tzuyu menoleh, merunduk melihat anak kecil tampan setinggi pinggangnya ketika dia sedang duduk di kursi. Tersenyum ringan, tangannya terjulur untuk mengusap kepala Fero.

"Kau merindukan Papa?"

"Ya, aku merindukannya."

"Pergilah tidur, besok Papa akan datang ke sini mengantarmu ke sekolah baru."

Mata kecil beriris coklat tua berbinar lucu, "Mama tidak berbohong?"

"Aku tidak akan berbohong kepada anak semanis dirimu." Kekehan terdengar keluar dari bibirnya. "Masuk ke kamar Sally dan tidur bersamanya, jangan pindahkan letak makanan yang sudah Mama susun atau Sally akan rewel ketika terbangun tidak menemukan camilan di tempat biasanya."

"Baik!"

Sebelum berlari, Fero menyempatkan menarik tangan Tzuyu hingga tubuh rampingnya merunduk. Bibir kecilnya memberikan ciuman penuh kasih di pipi kiri sosok wanita yang sudah seperti Mama kandungnya.

Meski belum lama bersama dengan Tzuyu, dia mampu merasakan kasih sayang tulusnya. Mungkin karena sedari kecil dia di urus langsung oleh wanita itu.

"Good night baby boy."

"Good night mom!"

Kaki kecilnya bergegas melesat ke kamar Sally. Membuka pintu pelan-pelan, tidak ingin membuat keributan yang bisa membangunkan kenyamanan tidur anak kecil di dalam ruangan.

Sally begitu cepat tertidur selepas memakan banyak sekali kue, nasi, dan beberapa camilan tambahan.

Mendengar bunyi notifikasi telefon masuk, Tzuyu menatap layar ponsel di samping laptop. Meraih benda pipih itu, dia menggeser ikon hijau lalu menempelkannya di telinga.

"Siapa?"

"Aku pikir Madam Yu masih mengingat suaraku."

Raut wajah Tzuyu berubah drastis, bola matanya berputar menahan jengah harus mendengar suara ini. "Ya, tentu aku masih ingat. Tuan Muda Alegra Wilson Brain bukan?"

"Haha, sudah aku duga kau akan selalu mengingat suaraku. Kau tidak bertanya darimana aku bisa mendapatkan nomer teleponmu?"

"Pertanyaan bodoh seperti itu akan terdengar seperti lelucon untuk hal sepele seperti ini. Tuan Muda Brain memiliki segalanya, bisa mendapatkan nomer ponselku dalam waktu singkat bukan hal luar biasa."

"Aku suka kecakapanmu. Waktu ini juga aku ingin bertanya, apa kau sudah memikirkan tawaranku?"

"Tuan Muda Brain tidak perlu repot-repot mencoba menjadikan aku milikmu, banyak gadis suci di luaran sana yang bisa kau pilih. Lalu mengapa membuang usaha yang hasilnya sudah jelas sia-sia demi diriku?"

"Karena aku tertarik kepadamu."

"Tuan Muda Brain, kita adalah kolega, anda investor Gala Club, aku mohon jangan paksa aku melupakan identitasmu."

"Kau sungguh galak. Baiklah, aku akan berhenti mengganggumu, good night darling."

Tidak membalas ucapan selamat malam menggelikan Alegra, Tzuyu meletakan ponselnya ke atas meja— setengah membanting.

Hidupnya tidak akan tenang mulai esok sampai kedepannya. Dia harus menghadapi empat pria sekaligus. Mulai dari pria Jeon, Kim, Roy, dan terakhir Alegra.

Sudahlah. Tidak ada gunanya meratapi masalah hidup yang tidak berusai. Lebih bermanfaat lagi jika dirinya kembali fokus bekerja.

***

Langit pagi tidak terlihat bagus hari ini. Awan kelabu pekat menyebar luas menyembunyikan mentari pagi. Menghalangi cahaya dalam bertugas menyinari para manusia bumi di pagi hari.

Roy dan Tzuyu kembali melajukan mobil setelah dua anak mereka masuk ke dalam gerbang sekolah. Melanjutkan perjalanan menuju Perusahaan Jeon's. Di dalam mobil, Tzuyu terdiam cukup lama dan tidak memberikan tanda akan mulai berbicara satu atau tiga patah kata saja agar keheningan tidak lagi menguasai.

"Kau bisa pulang, biar aku yang datang sendirian. Bagaimana?" Roy bertanya perhatian.

Tzuyu menghela penat, menjawab, "Tidak perlu. Fokuslah mengemudi, jangan terlalu sering menoleh kepadaku. Lihatlah ke depan."

Senyum menawan sedikit malu terbit di wajah tampan Roy. Dia merindukan kecantikan di sampingnya. Kecantikan yang bisa membuat dia tidak bisa menahan diri menoleh berkali-kali, rasanya, melihat sampai puluhan kalipun tidak akan memberikan kepuasan teruntuk hatinya.

Roy tidak pernah bisa merasakan kecukupan menyangkut tentang Tzuyu.

"Aku merindukanmu. Kedepannya kita akan jarang memiliki waktu berdua. Aku ingin memuaskan hati dan mataku, menyimpan setiap sudut kecantikan di wajahmu ke dalam relung dadaku," ujarnya lagi, membuat keheningan tidak lagi membungkus suasana di dalam mobil.

Kata-kata manis dari mulut orang seperti Roy mampu menghadirkan tawa kecil pada Tzuyu. Menoleh dan menepuk bahu Roy, mata kucingnya menyipit terhimpit oleh tekanan bibirnya yang tersenyum lebar, "Aku baru tahu kau pandai berkata manis."

"Wajahmu seperti dorongan kepandaian yang meracuni otakku, membuatku mampu merangkai serentetan kalimat manis hanya dengan menatap sekali saja pada wajahmu."

"Kau mulai lagi. Berhenti, aku menjadi geli."

"Tidak, aku akan berhenti setelah melihat pipimu bersemu."

Jarak dari sekolah Sally ke perusahaan Jeon's cukup lama. Setidaknya memakan 45 menit dalam perjalanan. Itupun kalau senggang. Sungguh, hari sangat sial, jalanan begitu macet. Padat oleh mobil dari masyarakat lain.

Klakson terdengar saling sahut-menyahut membuat kesatuan kebisingan, menghantam kepala dengan kepeningan.

Lampu bertukar warna menjadi hijau, ini sudah pergantian lampu yang ke tiga kali. Roy masih belum mendapatkan kesempatan keluar dari kemacetan.

Tzuyu merunduk, melihat jarum jam di arloji mini berwarna silver melingkar di pergelangan rampingnya. "Tersisa sepuluh menit sebelum rapat di mulai. Kita harus cepat."

Deringan ponsel hadir. Tzuyu merogoh tas.

"Apa Joe?"

"Wawancara calon karyawan inti di induk perusahaan Jeon's Florist maju pada tanggal 3 Desember. Aku sudah mengirim e-mail jam 3 pagi, tapi belum mendapatkan balasan. Aku takut pesanku tenggelam dan kau tidak tahu. E-mailmu itu selalu banyak di tiap harinya."

"Kenapa di majukan? Bukankah kesepakatan telah di ambil?"

"Entahlah, aku juga tidak memiliki informasi mengenai hal ini."

"Ya, terima kasih sudah menelfon aku. E-mailmu memang belumku baca, aku sangat malas menggulir banyak sekali e-mail di laptop dan ponselku."

"Sudah kuduga, kau tidak akan mau mengecek e-mail satu persatu. Aku heran, darimana kau mendapatkan kesuksesan ini padahal kau sangat ceroboh?"

"Jadilah cantik."

Melalui speaker ponsel, dumelan kemarahan Joe terdengar nyaring dan memekakan telinga, "Sialan! Kau sangat percaya diri, tunggu nanti sore. Aku akan memukulmu di tempat Paman Smith."

Bersemangat membuat Joe kesal, Tzuyu membalas menggunakan nada bahagia seakan menunggu pukulan dari sahabatnya, "Aku menunggu pukulanmu."

Sambungan terputus.

"Joe marah-marah?" Roy kembali bersuara, hatinya merasa lega karena mendapatkan kesempatan keluar dari kemacetan setelah lampu bergulir menjadi hijau di kali ke-empat.

"Iya, tapi bukan hal serius. Dia memang suka marah-marah dan mudah tersinggung. Kau juga pasti sudah mengenalnya."

"Waktu wawancara kalian akan bertemu di tempat kerja, jauhi Joe di sana. Dia sangat cerewet ketika bertemu denganmu dan suka melalaikan pekerjaan setelah mendapat kesenangan dalam membahas suatu topik."

"Aku juga tahu. Tapi mustahil bisa menjauh dari anak itu selagi kita satu tempat."

"Inilah alasan aku tidak menerima Joe untuk membantumu meng-handle cabang club."

***

Roy menutup pintu mobil, menghampiri Tzuyu yang sudah menggunakan masker hitam, menutupi setengah bagian dari wajahnya. Meski begitu, alis dan matanya sudah bisa menjadi alasan kuat bahwa di balik masker tersimpan wajah menawan.

"Ayo, kita terlambat."

"Lain kali kita harus mengambil jalur lain."

"Oke, terserah padamu."

Keduanya berjalan berdampingan, dua pengawal berseragam hitam formal membukakan jalan bagi tamu penting perusahaan. Membungkukan badan saat Roy dan Tzuyu melewati mereka.

Di lantai 1, banyak karyawan pria menatap Tzuyu minat. Tidak berkedip barang sekali pun karena tidak ingin kehilangan kesempatan melihat sosok Madam Yu.

Tubuh langsing ideal tinggi, setiap lekuknya sangat proposional. Rambut hitam panjang lurus sedikit mengembang tergerai memanjang sebatas pinggang. Mata lebar di isi kornea sedikit coklat, dan sepasang alis tipis lembut.

Tidak perlu membuka masker. Para kaum adam sudah memiliki khayalan sendiri mengenai wajah di balik masker hitam tipis tersebut.

Wanita di resepsionis mengantarkan mereka berdua ke lantai 20, letak ruangan rapat berlangsung.

Di setiap satu takapan langkah kaki, Tzuyu termenung dan tenggelam dalam pemikirannya. Dia harus bertemu pria Jeon lagi. Tuhan sepertinya sangat ini membuat dia tersiksa di kapit oleh masa lalunya.

"Silahkan masuk, Mr. Roy dan Madam Yu."

Dari ujung lorong berlawanan arah, siluet familiar— sudah sangat Tzuyu hafal di luar kepala mulai muncul dari balik dinding. Tampang rupawannya seperti biasa selalu memberikan aksen memikat tanpa sedikit celah pun— sampai minus tidak bisa masuk di dalamnya.

Sutas senyum pria di lorong itu tidak luput dari pengamatan Tzuyu, ia melepas masker hitamnya. Memandang Jungkook acuh lalu masuk ke dalam ruangan menyusul Roy.

Kursi khusus telah di persiapkan di sisi kiri meja persegi panjang bening transparan, perusahaan Jeon's memang tidak pernah pelit berurusan mengenai mengeluarkan modal demi membangun kemewahan di tempat kerja.

"Mr. Jeon!"

Semua anggota rapat berdiri dari duduknya. Merunduk memberikan salam hormat dan menyapa kedatangan Jeon Jungkook ke dalam ruangan rapat.

Semuanya kembali duduk seusai Jungkook duduk di kursi kepemimpinan.

Roy menoleh ke samping, mencondongkan wajahnya ke depan, berdekatan di dekat telinga Tzuyu. Berbisik rendah, "Beruntung kita tidak terlambat."

Tzuyu membalas menggunakan senyuman, menggenggam lengan kanan Roy di atas paha terlapisi celana hitam berbahan pria itu.

Pergerakan keduanya tentu saja masuk ke dalam penglihatan Jungkook. Di tatapnya pria yang dulu mengaku sebagai suami Tzuyu. Pria dermawan dan sosok penting bagi Tzuyu.

Dia tidak boleh marah melihat kedekatan mereka. Bagaimanapun juga, tanpa ada Roy di sisi Tzuyu, Jungkook tidak akan pernah tau dan tidak ingin pernah membayangkan bagaimana jalan hidup Tzuyu ke depannya dengan kondisi mengandung di usia muda.

"Rapat di mulai." Himbauan dari pemimpin menggerakan semua anggota bersikap profesional. Mulai membahas kerja sama antara perusahaan Jeon's dan Gala Club's.

Kesepakatan telah di ambil. Kedua belah pihak berencana mencoba menyebarkan lebih banyak anak cabang Gala Clubbing dan membawa tema baru dalam setiap anak cabang di masa depan. Pihak Gala sangat di untungkan dalam kerja sama ini.

"Tzuyu."

"Ya?" Tzuyu memutar arah, berbalik kemudian berhenti di tempat, menatap Jungkook yang baru saja memanggil dirinya. Rapat telah selesai, Roy juga sedang menelfon kolega penting lain dari Gala Club's.

"Ijinkan aku meraih permintaan maafmu dengan usahaku dan kesungguhan cintaku."

"Maaf, aku tidak bisa." Tzuyu sudah bersiap berbalik pergi.

Jungkook menarik lengannya, menjelaskan ulang keinginan hatinya sedari lama, "Aku ingin pernyataan maafmu yang tulus. Kau bilang sangat sulit untuk memaafkan diriku, kemudian kau berkata akan memafkan diriku untuk membuatku lega. Tapi apa gunanya? Pernyataan maaf yang kau berikan kemarin tidak bisa membuat hatiku lega maupun tenang."

"Lantas apa yang Kakak inginkan?" Tzuyu terlalu jengah, kesal merasakan cekalan hangat di pergelangan tangannya.

"Berikan aku kesempatan. Aku mohon."

"Tidak. Aku tidak ingin Sally mengetahui masa laluku. Dan mengetahui kebejatan dari ayah kandungnya."

"Itu memang benar, tapi aku sudah berubah Tzuyu. Aku sungguh ingin memiliki dirimu dan putri kita."

Tzuyu menghempas tangan Jungkook, menatap sengit pria di depannya, "Terserah!" Pekiknya kesal sambil lalu.

Jungkook tersenyum. Menatap intens punggung Tzuyu yang perlahan menjauh. Kata terserah berarti memberikan dia kesempatan berusaha mendapatkan maaf dari wanita tercinta.

Persetujuan sudah di dapatkan. Tersisa melakukan pendekatan dan penaklukan.






🐰🦊🐰🦊
maaf sekali aku baru update. smoga masih tetap suka sama jalan ceritanya. Dan mian kalau masih ada yang kurang. aku masih belum terlalu mahir menuai harsa ke dalam bentuk aksara:))))

Link group Tzukook ada di bio akun aku 📍di bagian paling bawah.

Borahaeeee 💜💜💜💜

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top