Love you like crazy
Cast : Beomgyu x You
Katanya cinta tak memandang siapapun. Seperti tumbuhan liar. Dia bisa tumbuh di hati siapa saja, tak terkecuali hatiku, hatimu atau hatinya. Tinggal satu masalahnya, dia menerima apa yang kamu rasakan, atau mengabaikan rasa yang kamu pendam.
Seperti posisinya. Menyukaiku, tapi aku? Bahkan aku tidak tahu harus darimana aku memulai untuk menyukainya. Hanya dia yang merasakan hal itu. Dia. Pria yang setiap hari duduk di bangku dekat jendela bus, atau duduk dekat jendela di kelas. Yang katanya memiliki kelainan. Entahlah, aku tidak terlalu mengurusi hidupnya, meski kini posisinya nyaris berada di dalam relung hatiku.
Dia ibarat kacamata kecipratan air, buram dipandanganku. Ada tapi tidak jelas. Dia perhatian tapi aku tidak peka. Dia berharap tapi aku yang menghancurkan. Aku jahat? Jelas!
"Kamu tahu, katanya ayah Beomgyu masuk penjara gara-gara kasus pembunuhan." Aku yang asik mengaduk makananku mendongak menatap Yeri. Gadis dengan rambut cepol itu memajukan tubuhnya agar bisa berbisik padaku.
"Kenapa bisik-bisik?" suara berat itu menghentikan Yeri sesaat. Gadis itu menatap kehadiran pria itu dengan sorot ogah-ogahan. Ku lirik pria yang kini duduk dengan tenang di sebelahku. Kebiasaan pria itu setelah aku menerimanya.
"Aku ke sana, ya." Yeri membawa nampannya. Aku mendengus sebal, ku palingkan wajahku ke arah pria yang kini asik mengamatiku. Kebiasaannya juga. Entah apa manfaatnnya menatapku sebegitu jelinya.
"Kamu gak suka deket sama aku?" pertanyaan aneh itu terlontar dari bibir tipisnya yang kemerahan. Sorot matanya mendadak sendu, aku merasa bersalah.
Aku menggeleng. "Baiklah kalau begitu, pulang ini mau ke rumahku?"
"Buat apa?"
"Main."
"Hah?" Dia tersenyum manis. Ada lesung pipi cukup dalam di pipinya. Ku sentuh lubang kecil di pipinya. Beomgyu terkekeh lalu menarik telunjukku, mengarahkan ke dadanya. Aku ingin menarik lenganku, tapi pria itu menahannya.
"Ini hati. Kamu tau, kan?" ia bertanya.
"Lalu?"
"Hati manusia jika sudah terluka akan jadi apa?"
"Sakit hatilah." Beomgyu mengulum senyum cerah mendengar ucapanku. Senyum yang kata teman-temanku sangat manis, tapi mengandung makna. Beomgyu tipe pria pendiam, tidak terlalu banyak bergaul. Mungkin karena itu mereka menyebut Beomgyu memiliki kelainan.
"Kamu betul. Hatiku tengah terluka."
"Karena apa?" makanan di depanku tak tersentuh lagi ketika pembicaraan kami berdua semakin intim. Kebisingan kantin tak jadi penghalang ketika Beomgyu angkat bicara masalah ayahnya. Orang-orang yang semakin menjauhinya karena kasus pembunuhan itu. Beomgyu dengan mudah menumpahkan keluh kesahnya denganku. Tanpa melepaskan pegangan tangannya, pria itu mengangkat wajahnya memandang lurus ke arahku. Matanya tegas menyiratkan sebuah misteri. Kebencian.
"Hanya kamu yang aku miliki saat ini. Kamu mau jadi rumah tempatku kembali?" Aku mengedip beberapa kali, kata-katanya menembus relung hatiku. Kelereng abu-abunya yang bergulir menatapku semakin menyiratkan kepedihan hatinya.
Tanpa ragu aku mengiyakan. Tanpa ragu aku mengizinkan pria itu kian dalam masuk ke dalam alur hidupku.
Sesuai janji. Aku pulang bersama Beomgyu ke rumahnya. Sepi. Rumah sebesar apapun jika yang hidup hanya manusia sejenis Beomgyu, aku yakin hantu pun enggan masuk. Auranya dingin. Mencekam dan terlalu panas.
"Aku ambilkan air sebentar ya. Duduk saja dulu. "
Bukannya mengikuti suruhan Boemgyu, aku malah berjalan-jalan melihat isi rumahnya. Ada banyak perabotan mahal. Kamarnya banyak. Satu kamar yang menarik perhatianku, dari nama yang menggantung di depan kamarnya.
BEOMGYU'S ROOM
Ruangan Beomgyu. Menarik. Aku membukanya tanpa izin.
Hitungan ketiga, aku menutup kembali pintu itu. Dadaku bergemuruh. Mataku terbelalak kaget dengan kehadiran Beomgyu. Tanpa nampan air. Pria itu terdiam, lalu tersenyum ketika tahu aku membuka kamar itu tanpa seizinnya.
"Kamu udah lihat ya? Baguslah."
"Beomgyu. Jelaskan! Apa maksudnya?" Aku bergerak perlahan, menggeret kakiku yang lemas untuk menyisiri dinding sambil menatap Beomgyu. Pria tak melepaskan pandangannya pada langkah kakiku.
"Silakan lari." Suruhnya. Aku menghela napas panjang lalu lari menuju pintu keluar.
Brakkk!
Blaammm!
Pranggg!
Langkahku tercekat. Dadaku sesak ketika tahu semua pintu dan jendela mendadak menutup sendiri. Beomgyu mengangkat tubuhku secara paksa. Tatapannya tajam. Sorotnya tajam penuh kebencian padaku.
"Aku lupa bilang, rumah ini ada remote kontrolnya untuk mengatur semuanya . Kamu mulai duluan ya." Katanya dingin, dia membuka kamar itu lagi. Mendudukkanku pada sebuah kursi. Ku tampar wajahnya. Dia menatapku sekilas, lalu menarik wajahku dengan cara mengapit kedua pipiku dengan jari panjangnya itu.
"Aku bilang kita harus main dulu. Baru kamu bisa pulang." Dia memegang tanganku, mengikatnya.
"Pulangnya nanti ya, chagiya." Dia mengelus pipiku dengan telunjuknya yang dingin. Ia mendorong kursi beroda itu ke lantai yang ia beri tanda X, lalu menurunkan seutas tali yang telah ia siapkan. Aku terbelalak kaget. Di depanku ada satu etalase penuh dengan beragam jenis benda tajam, sampai sejenis chainsaw. Seperti yang kulihat ketika membuka pintu itu.
"Kamu duluan atau aku duluan? Tapi kalau aku duluan pulang, kamu gak bakalan bersamaku lagi. Kamu aja ya?" ucapnya lembut. Beomgyu mengecup keningku sebentar. Ku tepis bibirnya yang hendak mencium bibirku.
"Kamu menolak? Ini ciuman pertama kita." Ucapnya, lalu memegang kedua pipiku. Menciumku beberapa detik. Air mataku meleleh ketika ia mulai mengalungkan tali itu di leherku.
"Beomgyu apa yang kamu lakukan hah! Aku bisa mati!"
"Justru itu permainannnya, sayang ." Dia tersenyum, langkahnya perlahan mundur. Ku paksakan untuk melepas tali yang mengikat lenganku. Aku terkesiap ketika lantai bertanda itu menjatuhkan kursi yang kududuki. Leherku tercekik. Samar kudengar suara kekehan Beomgyu. Tubuhku mengejang ketika lilitan tali itu semakin mengurangi pasokan udara di paru-paruku. Kakiku menggelinjang hebat hingga sampai batas di mana aku merasakan pusing. Mataku basah dengan air mata.
Braakkkk!
Aku mengerjap. Ku tatap sosok Beomgyu. Tali yang mengikat leherku masih bertengger manis. Beomgyu bergerak perlahan hendak menyentuhku. Namun ku tepis. Dia menciumku secara paksa, lagi.
Uhukkk!
"Kamu menikmatinya?"
"Kamu gila!" Beomgyu menaikkan sebelah alisnya. Lalu tertawa renyah seolah ini lucu, wajahku sudah pucat pasi, kuberanikan berdiri dan lari dari kamar sialan itu. Tali yang masih terikat ikut terbawa. Kenop pintu kugerakkan secara paksa, tapi pintu itu terkunci. Aku berbalik saat pelukan hangat Boemgyu merengkuh tubuhku yang bergetar hebat. Ia mendekatkan bibirnya ke telingaku. Aku meringis merasakan satu sayatan kecil di lenganku.
"Kamu suka?" ku gigit bibir bawahku sekencang mungkin, saat sayatan kedua mulai merobek kulit lenganku. Beomgyu melepas pelukannya. Aku terduduk, darah merembes. Jatuh ke lantai.
Ku dongakkan kepalaku menatap Beomgyu yang diam. Mulutnya senantiasa tersenyum padaku.
"Bagian terbaiknya," dia mendekat, aku melempar apa saja yang bisa ku raih. Namun nihil. Beomgyu ikut duduk, dengan pisau lipat di tangannya.
Plakkk
Aku memegang pipiku. Panas. "Kamu tahu aku mencintaimu lebih dari apapun. Tapi kenapa, hanya aku yang merasakan itu? Kenapa kamu tidak pernah mengerti hah!"
Aku tergugu, "Argghhhh!"
Pisau itu menancap manis di kakiku. Ia merobek kulitku. "Sadar atau tidak kamu tidak kesakitan seperti kekasihku yang lain."
Aku membulatkan mataku, jadi semua ini? Dia sudah pernah melakukan ini pada kekasihnya. Apa mereka berakhir mati? Oh Tuhan nyawaku terancam. Plakkk. Kali ini ia memukulku lagi. Tanpa ampun menjambak rambutku hingga kepalaku terdongak ke belakang.
"Tapi kamu, aku tidak bisa membiarkan kamu pergi."
Cup. Satu kecupan mendarat manis di leherku. Tak berselang lama berubah jadi gigitan hingga aku harus mengerang, mendorong-dorong kepalanya. Darah mengalir mengikuti lekuk leherku. Pria ini psikopat!
Aku terdiam saat perlahan ia menggendong tubuhku, menuju kamar mandi. Aku berontak. Namun sia-sia saat kurasakan perih di sekujur tubuhku merambat naik hingga kepalaku pusing. Ini bukan air biasa. Beomgyu menambahkan garam. Perih. Rasanya semua luka yang ia ciptakan mengoyak tubuhku. Aku meraung kesakitan, dan pria itu malah tertawa bahagia.
"Kamu akan tetap jadi rumahku kembali. Jadi tetap hidup sayang." Kalimat terakhir yang aku dengar saat kesadaranku hilang. Pria biadab! Tega-teganya dia begini padaku. Aku yakin, bukan ayahnya yang membunuh. Tapi kekasih sialanku ini.
***
Sesuai pesanan. Tapi aku gak tahu apa ini sesuai kehendak atau tidak. Aku sudah berusaha sebisa mungkin menangguhkan wajah polos Beomgyu dan nyari2 muka songongnya...Tapi tetep aja mukanya yang polos itu yang muncul.😂😂
Semoga kalian terhibur ya, setidaknya. Hehe
See you kapan2...
Yang mau request bisa chat aku.
Wa : 087885882686
Lagi butuh ide😂
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top