Bad Boyfriend
Pernah berpikir untuk mempunyai pacar ganteng? Tapi ternyata dia playboy kelas kakap yang sudah lama berkecimpung dalam dunia mempermainkan hati wanita. Dunia memang halu sekali. Mempertemukanku dengan pria macam Yeonjun. Sosok cowok most wanted di sekolah, sekaligus pria yang mudah mematahkan hati wanita.
Jujur saja dia tampan sekali waktu itu. Aku bahkan lupa rasanya sakit jatuh terjerembab, benar kata anak sebelah kalau Yeonjun itu tampan. Bibir tipisnya, mata tajamnya yang menyorot pergerakanku, tingginya semampai, kulitnya bahkan lebih terang dari kulitku. Oh, Tuhan saat itu rasanya aku lupa caranya bernapas.
Seperti saat ini.
Tangan putihnya yang panjang juga indah itu meraih tanganku, mengangkat tubuhku yang mungil itu ke sisi koridor sekolah. Lutut berdarah yang mendera seakan terlupa kala ia berjongkok di depanku.
"Kita ke UKS, ya."
Ia memunggungiku, menanti tubuh kecilku mendekap punggung lebarnya yang indah itu. Mulutku sudah lupa bagaimana rasanya menolak sesuatu hingga dengan sadar atau tidak, dadaku melekat di punggungnya. Mengaitkan lengan pada leher jenjangnya.
"Kamu hobi jatuh, karena suka digendong sama aku, kan?" tanyanya. Menoleh pada wajahku yang sudah menyamai warna kepiting rebus itu. Ia tersenyum tipis, menaikkan tubuhku yang melorot itu, sepanjang koridor seperti terjadi slow motion. Berjalan lambat, hingga yang kurasa hanya detak jantungku yang tak normal berdetak tidak karuan.
Lagi-lagi aku deg-degan hanya karena pria sialan ini!
"Apa jantung seorang gadis selalu seperti itu?"
"Seperti itu apanya?" kepalaku memiring, menatap wajahnya dari samping. Ya Tuhan aku bahkan sampai sekarang masih belum sanggup mempercayai kalau ia adalah kekasihku, yang paling sialan!
"Seperti gadis yang ku gendong sekarang." Yeonjun menurunkan tubuhku, mendudukkan pada sisi kasur UKS yang empuk. Kakiku terjulur ke bawah. Ia mengambil obat merah juga plester luka. Bersamaan dengan tangannya yang menyentuh kulit kakiku, begitu pula sarafku bereaksi atas perlakuannya.
Aku tegang, ku rasa ini bukan kali pertama ia menyentuh kulitku. Bukankah ada yang lebih parah dari sekedar menyetuh kaki seorang gadis?
Yeonjun menyunggingkan senyum manisnya, ia menarik kursi, duduk di bawah menghadapiku yang menjuntaikan kaki.
"Sering-sering saja jatuh di depanku, biar ototku semakin besar karena menggendongmu." Aku terkekeh, ku rasa karena ini juga kita ditakdirkan bersama. Tangannya mengelus kepalaku, berdiri menarik diri dari hadapanku. Pria itu sudah cukup menyebalkan dengan main pergi begitu saja setelah membuat jantungku marathon sepanjang koridor. Dan sekarang?
Ya, dia memang pada dasarnya menyebalkan bukan?
Aku sebisa mungkin menurunkan kakiku yang masih ngilu itu. Lihat, rasa sakit itu datang di saat dia pergi. Dengan hati-hati aku melangkahkan kaki menuju pintu UKS yang terbuka itu. Samar-samar suara tawa terdengar. Suara tawa perempuan dengan pria yang mengerayangi indra pendengaranku itu membuat kakiku melangkah dengan lancar meski pincang.
Dari balik ruangan UKS itu ada satu koridor sepi menuju lab Ipa juga ruangan musik. Suara itu terdengar lagi, aku perlahan mendekati Lab Ipa yang sepi. Hingga sebuah pemandangan yang tak pernah terbesit dalam pikiranku membuat seluruh saraf di tubuhku lemas.
Gadis yang berdiri di depan pria itu mencengkram kuat kerah pria itu. Membuat jarak keduanya tak terbatas. Merapat bersama hangatnya tubuh masing-masing. Mulutku menahan isak, sudah resiko bukan jika mempunyai kekasih playboy.
Siap patah hati kapan saja.
Yah, aku menyadari hal ini akan terjadi setelah hubungan kami menjalani umur 3 bulan. Dan, argh, aku ingin menangis rasanya. Sialnya, kakiku yang pincang itu menyenggol bak sampah di dekat kaca tempatku memergoki pria terkasihku tengah bercumbu di ruangan sepi. Di depan mataku.
Suara bedebuk itu membuat keduanya berhenti, aku menutup mulut. Menyeret kakiku yang sakit.
Ku rasa hatiku lebih sakit dari luka sialan ini.
Dengan tertatih menahan sakit yang mendera, semuanya terasa kabur. Air mata itu tumpah tanpa kusadari. Bercucuran hanya karena aksi sialan Yeonjun. Bukankah dia memang sialan, kenapa juga harus di terima waktu itu? Siapa yang bodoh? Aku? Mungkin!
Yeonjun keluar ruangan, memanggil namaku. Aku terus menjauh, dan menghilang memasuki toilet. Baru beberapa menit yang lalu ia membuat anganku melayang, sekarang membuat sayapku patah tak bersisa. Aku terduduk lemas di lantai, menutup wajah.
Buat apa menangisinya, jika memang itu sudah terjadi berulang kali! Aku bukan satu wanita yang mampu membuatnya bertahan dari kebiasaan buruk itu! Ingat itu!
Tapi siapa yang bisa menyangkal jika patah hati itu adalah sebuah kenyataan terpahit dalam sebuah hubungan, dan pengkhianatan adalah senjata terkejam yang pernah menyakiti manusia sepanjang kehidupan ini.
Suara berat Yeonjun membelah pikiranku yang rancu. Menyambung kembali benang merah yang kusut itu dengan perkataan manisnya. Aku terjatuh lagi karenanya.
Pembual!
"Aku tahu kau di dalam."
Aku tak menyahut, membiarkan Yeonjun berkata sendiri. Kakiku menjulur, aku lelah untuk berdebat dengannya. Sudah cukup hatiku yang luka ini, sisanya aku pasrah. Kepalaku menyender pada pintu, meringkuk pada akhirnya, menahan tangis karena ucapan pria itu kembali membuatku jatuh cinta lagi padanya.
"Semua salahku, aku tahu."
Lalu? Kau mau apa Yeonjun?
Aku tak tahu apa yang pria itu lakukan, namun dari suaranya yang berbisik ia sepertinya ia ikut bersender di depan pintu. Membelakangi pintu lebih tepatnya. Ia terkekeh selanjutnya, suara beratnya perlahan berbisik manja dari balik pintu. Ya, aku jatuh cinta lagi karenanya.
"Maaf, aku membuatmu sakit."
"Sudah yang keberapa, Yeonjun?" Suara helaan napasnya terdengar, bersama dengan gedoran kecil yang menyentak kepalaku.
"Aku pikir kau masih yang pertama," kekehnya, membuat senyumku mengembang. Sudah bisa di pastikan jika luka itu berpuraa-pura sembuh sekarang. Dan hal ini? Jangan ditanyakan lagi, aku sudah lelah dengan pengkhianatannya, dan karena itu juga aku mampu bertahan.
Dasar gadis bodoh!
"Kau cemburu?" Aku otomatis menggedor pintu, berdiri perlahan dan membuka pintu spontan. Kepala Yeonjun yang menyandar otomatis jatuh ke lantai, ia meringis. Aku melotot padanya, namun sepersekian detik kemudian dia tersenyum lebar menatapku, bukan!
Bukan padaku, tapi sesuatu yang lain.
"Yakkkk ... Yeonjun..." Ia bergegas duduk dan berdiri. Tangannya mengacungkan peace padaku.
"Aku tak sengaja melihatnya, sumpah." Senyum malu-malunya membuatku gemas dan berujung mencubit lengannya.
Detik itu juga patah hatiku selesai. Yeonjun adalah pria blangsatan yang membuat otakku tak akan sinkron dengan hati. Menolak, namun nyatanya aku membutuhkannya.
"Kau belum menjawab pertanyaanku."
"Apa?" Tubuh tinggi Yeonjun perlahan mendekat, membuang jarak antara kami berdua. Kaki panjangnya melangkah, selangkah demi selangkah yang membuat jantungku ingin meloncat dari sarangnya.
"Kau cemburu pada Yera?" Tanyanya, aku meraba dinding terakhir yang menjadi pemberhentian langkahku serta langkah Yeonjun. Tubuhnya merapat, napasnya kian nyata menerpa wajahku, satu tangannya menopang di sisi wajahku.
"Kau, pacarku." Balasku membuat senyumnya mengembang, detik berikutnya adalah terpaan hangat di daun telingaku.
"Manis sekali, aku suka. Tapi kau salah paham, sayang."
Mata sipit Yeonjun semakin menyipit, aku mendongak. Mencari kebenaran dari ucapannya.
"Mau tau apa yang aku lakukan dengan Yera tadi?" tawarnya lagi-lagi membuat bola mataku ingin kabur.
Ciuman? Astaga...
Perlahan napas hangat Yeonjun menerpa, wajahnya semakin dekat. Terus menerus hingga tersisa beberapa centi dari jarak kami. Pasokan oksigenku menipis, seiring tatapan tajamnya menghujam seluruh sendi tubuhku, tangannya yang lain meraba telapak tanganku. Menggenggam perlahan jari-jari kecilku.
Aku memejamkan mata, siap dengan apa yang akan pria itu lakukan.
1 detik
2 detik
3 detik
Hingga 10 detik berlalu, aku tak merasakan apapun. Pelan ku buka mataku, yang kudapati senyum Yeonjun mengembang manis menatapku. Aku mendengus sebal.
Berani sekali kau berharap seperti itu.
Yeonjun menjauhkan tubuhnya, lalu meniup wajahku perlahan. Tangannya masih menggenggam tanganku. Tautan jarinya semakin kuat.
"Aku hanya meniup debu di mata Yera, dia kelilipan. Kau mungkin tak percaya karena aku seorang playboy, kan? Tapi, kau bisa tanyakan itu pada Yera." Detik berikutnya aku lupa. Semua terasa tiba-tiba, suasana hening.
Aku tak tahu apa yang Yeonjun rencanakan setelah menyakiti hatiku, dan ... dan... seseorang tolong aku. Ini terlalu manis hanya dalam hitungan detik yang lewat bersama dengan bunyi lonceng pertanda kelas masuk.
Yeonjun melepasku, mengacak rambutku.
"Kau pacarku, bukan? Tolong jangan salah paham, aku serius. Kau orang yang saat ini masih jadi prioritasku." Dia berlalu. Pergi begitu saja. Seperti tadi.
Aku menangkup wajahku, memanas. Dan... aku bahkan tak bisa berkata apa-apa lagi setelah hangatnya bibir Yeonjun menyapaku. Manis. Ah, aku tak mau berujung mesum di toilet. Namun kaca sialan itu menangkap ekspresi bodohku. Lalu si bodoh ini dengan polos berkaca sembari menyentuh bibirnya yang baru saja seperti kehilangan keperawanannya.
Setelah ini, tidurku tak akan senyenyak sebelumnya. Yeonjun kau harus tanggung jawab!
Hulaaaa selamat pagi....
Lagi demen banget sama ini anak.
Untuk cerita kali ini gak aku bagi kayak Soobin...mungkin karena agak pendekan jdi aku satuin aja😂😂😂
Yang berkunjung terima kasih banyak. Kasih saran serta kritiknya ya...
See you pay-pay....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top