Part 2
tekan tanda bintang sebelum membaca
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Dentuman musik terdengar memekakkan telinga, Klub malam itu sangat penuh dan sesak. Lantai dansa mereka penuh dengan muda mudi yang mabuk dan menari di bawah pengaruh alkohol dengan erotis. Ciuman, pelukan, dan segala bentuk sentuhan yang sopan bahkan kurangajar terlihat di sana.
Tidak ada yang peduli dengan pemandangan itu dan justru saling menikmati malam satu sama lain.
In Ha kini duduk di salah satu sudut meja yang dia pesan dengan banyak jenis minuman beralkohol di hadapannya. Rokok yang ada di sela jari tangannya kini bahkan tinggal separuh, tanda bahwa dia sudah menyesapnya sejak beberapa saat yang lalu.
"Nyonya memanggilmu masuk." Ujar salah satu pegawai klub yang juga anak buah ibunya.
In Ha mengikuti langkah pegawai itu dan masuk ke sebuah lorong yang berisi beberapa kamar VVIP. Khusus untuk tamu penting seperti yang akan dia temui malam ini.
Langkah kakinya terhenti sesaat begitu sampai di depan pintu khusus, gadis itu membenarkan bajunya yang agak kucal dan merapihkan make up nya sedikit.
"Nah, ini dia yang aku katakan padamu tadi. anakku, Kim In Ha. Dia yang akan melayanimu hari ini. Tuan Choi..." ujar Nyonya Kim dengan senyum lebar.
Sementara In Ha terbelalak kaget, bagaimana tidak?
Tuan Choi dalam bayangannya adalah lelaki paruh baya dengan keriput dan rambut yang tak lagi lengkap. Tapi ini?
Lelaki tinggi dengan tubuh atletis dan wajah rupawan seperti malaikat?
Tuan Choi pun segera menatap In Ha dengan pandangan lapar, dia siap memangsa In Ha malam ini. Setidaknya, itulah yang di rasakan oleh In Ha saat ini.
"Aku menyukainya, kita langsung saja. Bagaimana nona Kim?" tanya lelaki itu dan In Ha mengangguk mantap.
"Tentu saja, aku akan melakukan yang terbaik untukmu. Tuan..."
"Panggil aku, Daddy..." ujar Tuan Choi dan segera membawa In Ha keluar dari sana menuju ke ruangan lain yang sudah di siapkan sebelumnya.
-------------------------------------------------------0o0---------------------------------------------------------
--Yogyakarta, Indonesia--
Sebuah helikopter terbangg rendah dan bersiap mendarat di sebuah lapangan yang letaknya tak jauh dari pusat kota. Helikopter tersebut adalah milik Angkatan Udara Republik Indonesia yang membawa salah satu pejabat dari Badan Intelijen Nasional Republik Indonesia, yang bernama Sucipto.
"Selamat datang di Jogja pak." Sapa salah satu kru yang bersiap menyambut lelaki paruh baya itu begitu dirinya turun dari helikopter.
"Ya, terima kasih. Jadi semua sudah siap?" tanya Komandan Angkatan Udara berpangkat Letnan Jenderal itu.
"Siap! Sudah pak, mereka sudah menunggu bapak dan segera melakukan koordinasi begitu mendapat kabar kunjungan anda hari ini." Jawab lawan bicaranya.
"Mathius..." Letjend Sucipto membaca tanda pengenal yang terpasang di baju lelaki muda itu.
"Siap! Saya Komandan!" mathius menjawab dengan tegas.
"Ya sudah, ayo berangkat. Waktu saya tidak banyak tersisa."
------------------------------------------------------------0o0---------------------------------------------------
--Seoul, Korea Selatan--
Sebuah telepon berdering di salah satu ruangan pimpinan yang ada di Gedung Intelijen Korea Selatan malam itu, panggilan luar negeri yang memang di tunggu oleh sang pimpinan sejak siang tadi. dan juga merupakan salah satu kunci dari penyelidikan yang di lakukan oleh pihak Intelijen.
"Halo, bagaimana?"
"Semua sudah sepakat Jenderal, pihak Indonesia akan segera mengirimkan agen terbaik mereka untuk misi kali ini."
"Bagus, segera lakukan persiapan yang lain."
"Siap laksanakan Jenderal!"
Telepon di tutup dan sang pimpinan nampak menghela nafas lega meskipun hanya sesaat, ada banyak hal di dalam benaknya yang tak lebihnya sebuah keinginan untuk menjawab segala teka – teki yang terjadi dari misi yang tengah di selidiki olehnya saat ini.
Sebuah kasus pembunuhan berantai yang memiliki pola unik dan ciri yang berbeda – beda namun saling terhubung satu sama lain.
Dimana salah satu korban pembunuhan tersebut, tak lain adalah keluarga dari Putra Sulungnya yang berada di Jepang. Yang membuatnya kehilangan Putra sulung kebanggaannya, menantu, serta kedua cucunya yang masih kecil dalam waktu sekejap.
Berkas di tangannya kini terlihat jejak air mata kembali, air mata sang Jenderal yang begitu terluka hatinya dengan dendam yang membara di dalam hatinya dan bertekad untuk membalas kematian orang – orang yang dia cintai.
"Aku pasti akan menemukanmu." Gumamnya sengit dan mendesis, sambil melihat ke arah sebuah foto siluet yang di yakini sebagai pembunuh sang putra.
----------------------------------------------------0o0-----------------------------------------------------------
"Ahhh...." Chanyeol menghela nafas panjang setelah meneguk satu gelas air putih dingin langsung dari dalam kulkas.
"Lelah?" tanya Sehun dan Chanyeol tertawa kecil.
"Kau jauh lebih lelah dari aku, Oh Sehun. Pekerjaanmu bisa jadi melebihi dari apa yang aku lakukan. Yang setiap hari hanya menandatangani berkas dan menyuruh smua anak buahku melakukan apapun juga." Ucap Chanyeol.
"Itu tugasku, tak perlu khawatir. Istirahatlah, besok pagi kau ada rapat penting dengan para pemegang saham." Ucap Sehun.
"Besok? Bukankah itu harusnya sudah di batalkan?"
"Mck, dengar tuan Chanyeol. Kau yang membuat ulah dengan seenaknya membeli perusahaan yang tengah di ambang kehancuran dengan harga yang tidak masuk akal, apa kau pikir setelah itu para pemegang saham akan diam saja?" tukas Sehun.
"Aku sudah jaminan pada mereka." Jawab Chanyeol menentang.
"Aku tahu, tapi bahkan jika kau memberikan nyawamu menjadi jaminannya sekalipun. Rapat itu akan tetap di laksanakan. Kau bisa memilih pergi dan membiarkan posisimu di lengserkan besok, atau tetap datang dan menjelaskan semuanya dengan tenang dan kepala dingin." Jelas Sehun.
Chanyeol hanya bisa mematung dan tak lama mengangguk kecil, "Oke, baiklah. Aku akan mengikuti ucapanmu. Tapi setelah itu brikan aku jatah untuk libur, otakku rasanya panas setiap kali kau memberikan setumpuk berkas itu." protes Chanyeol.
"Ya, tentu kau akan mendapatkan liburmu. Itu juga kalau kau tidak masuk neraka setelah rapat besok pagi." Tukas Sehun lagi dan segera pergi dari sana, mengabaikan Chanyeol yang mulai meneriaki dirinya dan memaki Sehun dengan kata – kata kasar khas dirinya.
"Dasar Oh Sehun brengsek!" gerutu Chanyeol sambil melangkahkan kakinya menuju kamar mandi, melepaskan setiap kain yang melekat di tubuhnya dan membiarkan tubuh polosnya di guyur air dingin dari ujung rambut hingga ujung kakinya.
---------------------------------------------------------0o0------------------------------------------------------
--Gudang Kosong, Seoul--
Richard menyulut rokok yang entah ke skian puluh batang dalam satu jam ini. Bibir tebalnya mengamit satu punting rokok yang baru saja di sulut beberapa detik yang lalu.
"Pengiriman barang kita seharusnya sudah sampai, tapi kenapa belum ada kabar sedikitpun dari anak buah kita di lapangan?" tanya Xiumin.
"Apa ada masalah?" tanya Richard.
"Tidak, seharusnya tidak ada masalah lagi. Kita sudah menggelontorkan banyak uang untuk pihak keamanan dan mereka menjamin bahwa semuanya akan tertutup rapat serta rapih tanpa bekas." Jelas lekaki kecil itu lagi.
"Tunggu saja kalau begitu." Lelaki dengan rahang wajah yang tegas itu terdengar sangat cemas dan suara yang rendah juga menambah kesan garang pada dirinya.
"Oh ya, sudah lama kita tidak berpesta. Bagaimana jika setelah pengiriman barang hari ini selesai, kita memesan para wanita dari nyonya Kim dan berpesta sampai puas?" Lay yang sedari tadi tampak fokus di depan layar laptopnya kini beralih menatap rekannya yang lain.
Xiumin mau saja, dia juga sudah haus dengan belaian wanita. Apalagi wanita yang di miliki nyonya Kim terkenal sangat cantik dan menggoda, juga begitu professional jika untuk urusan minum bersama. Tapi dia tak bisa memutuskan sendiri, dia harus bertanya pada sang boss besar yang kini terlihat belum mengalihkan fokusnya dari layar ponselnya sejak beberapa jam yang lalu, guna memantau barang yang di kirim dari dataran Amerika itu secara illegal.
"Jadi bagaimana, Boss?" tanya Lay sekali lagi dan menatap ke arah Richard.
"Pesan saja, tapi aku sedang malas hari ini. Jadi pesanlah untuk kalian sendiri saja." Jawab Richard yang mengundang keterkejutan dari kedua anak buahnya.
"Kau yakin?" tanya Xiumin.
Richard mengangguk, dia memang sedang tak berselera untuk menyentuh wanita dalam bentuk dan rupa apapun untuk saat ini. Dan entah sampai kapan. Lelaki itu masih terbayang dengan seorang gadis yang beberapa waktu lalu di tiduri olehnya, Jung In Ha?
"Tumben sekali kau tidak tertarik dengan wanita milik nyonya Kim?" tanya Lay.
"Aku tertarik, tapi bukan untuk menyentuhnya." Jawab Richard.
"Kau masih ingat wanita itu? aku dengar dia sudah menjadi anak angkat nyonya Kim." Ucap Xiumin dan membuat mata Richard terbelalak kaget.
"Anak angkat nyonya Kim?! Sejak kapan?"
"Sudah cukup lama, terakhir kali aku bertemu dengannya dia masih jadi gadis biasa. Tapi sekarang dia sudah jadi gadis hedon yang cantik, auranya sangat berbeda. Itu kata salah satu anak buah kita yang tak sengaja melihatnya di klub milik Nyonya Kim tak lama ini."
Richard termenung, gadis Hedon? Gadis lugu dan mengatakan dirinya di kutuk itu sekarang menjadi Jalang yang sesungguhnya? Entah kenapa, perasaan Richard seperti di banting ke bawah dengan kasar dan terasa sedikit hancur mendengarnya.
Karena dia tahu, dirinyalah orang yang pertama kali menyentuh dan menghancurkan mahkota berharga gadis itu.
Ada rasa tidak rela saat Richard tahu gadis itu sudah di sentuh oleh lelaki lain dengan begitu mudahnya dan berubah seperti ini. Tapi lamunan itu buyar, saat sebuah panggilan terdengar.
"Misi Sukses! Barang sudah sampai dengan selamat."
Ketiganya kini menghela nafas panjang dan Lay dengan cepat menekan keyboard di laptonya sebelum berteriak kegirangan.
"Kita PESTA!!!!"
------------------------------------------------------------0o0---------------------------------------------------
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top