🍂| two wife :: XXIV
Play multimedia
Happy Reading 💜
Pernikahan Taehyung dan Tzuyu digelar di sebuah privat place khusus kalangan atas. Hanya ada keluarga dan beberapa teman dekat saja yang menghadirinya. Bahkan media pun tidak diperkenankan ada di sini. Taehyung ingin pernikahannya digelar secara kekeluargaan tanpa campur tangan media yang bisa saja melontarkan banyak pertanyaan yang akan mempengaruhi Tzuyu, yang kini telah sah menjadi istrinya.
Jangan dikira perjuangannya hanya sebatas meyakinkan Jungkook, Taehyung bahkan sampe berdebat dengan keluarganya yang awalnya sangat menentang pernikahannya ini. Jelas, selain menjadi aktor, Taehyung juga merupakan putra tunggal dan calon pewaris kekayaan keluarga Kim, mereka tentu ingin kalau Taehyung menikah dengan wanita yang lebih terpandang baik dari segi status maupun derajat. Apalagi ini bukan pernikahan pertama Tzuyu. Tentu, keluarga semakin tidak terima walaupun pada akhirnya, pernikahan ini tetap digelar.
"Jangan pikirkan soal mereka. Ini pernikahan kita, aku yakin, cepat atau lambat, mereka juga menerimanya." Taehyung selalu meyakinkannya disaat Tzuyu merasa putus asa dan takut. Lelaki itu benar-benar membuatnya merasa dilindungi.
"Kenapa kau begitu baik padaku? Padahal pernikahan kita sempat ditentang, dan ... kau juga tahu kalau aku sulit—atau mungkin tidak bisa memberimu keturunan." Taehyun tersenyum, seraya meraih tangannya lembut.
"Mungkin ini terdengar seperti bualan tapi ... sepertinya aku sudah jatuh hati padamu saat pertama kali aku melihatmu ada di pekarangan rumah Jungkook. Dan saat pertama kali kita bertemu, kau sama sekali tidak mengenalku padahal aku salah satu aktor paling terkenal." Taehyung terkekeh geli mengingat masa-masa itu. "Aku sudah menyerah saat tahu kalau kau akan menikah dengan Jungkook. Aku memutuskan untuk fokus pada karirku saja lalu kita tanpa sengaja kembali bertemu, hingga aku tahu kalau hubunganmu dengan Jungkook sedang tidak baik, aku jadi semakin yakin kalau pertemuan kita saat itu memang telah ditakdirkan."
Taehyung menatap Tzuyu dalam seraya mengulas senyum hangat. "Aku tidak peduli soal orang lain dan soal keturunan, aku juga sudah bilang kan sebelumnya kalau kita bisa mencoba program bayi tabung atau mengadopsinya saja. Karena menurutku, yang terpenting bukan darimana dia berasal, melainkan bagaimana cara kita merawatnya. Sosok anak adalah cerminan dari kedua orangtuanya."
Tzuyu tersenyum mengingat semua itu. Menggenggam tangan Taehyung semakin erat, pun ketika lelaki itu menoleh padanya dengan raut wajah bingung, Tzuyu mendekatkan wajahnya, berbisik lirih di rungunya.
"Saranghae, oppa."
"Kenapa wajahmu ditekuk seperti itu? Masih marah karena aku tidak mau menghadiri pernikahan Taehyung dengan Tzuyu?" sarkas Dahyun sinis. Mood-nya seharian ini buruk sekali. Ia sudah jarang mual, bisa dibilang, bayi dalam kandungannya ini tenang sekali. Dahyun sampai khawatir, takut ada masalah, tapi dokter mengatakan kalau kandungannya ini sangat sehat. Memang, calon anaknya ini benar-benar bisa diandalkan, tahu saja kalau ibunya ini sedang kesusahan juga merawat bayi besarnya ini.
"Ck, aku masih tidak mengerti, kenapa kau tidak mau datang ke sana padahal kita diundang. Lagipula, aku juga tidak akan mengacaukannya. Aku sudah melupakannya!"
Dahyun berdecak, mendudukkan dirinya di samping Jungkook seraya memukul bahunya sebal. "Ya! Apa yang akan dipikirkan oleh keluarga Taehyung nanti kalau mantan suami Tzuyu datang ke pernikahannya? Kau mau merusak nama baikmu sendiri?"
Jungkook memalingkan wajahnya. Raut wajahnya masih belum berubah. Bibir ditekuk, kening berkerut dengan manik mengerling malas. "Iya deh, yang maha benar."
"Aigoo ... Sebenarnya siapa yang hamil di sini? Kau bahkan lebih menyebalkan dari gadis yang sedang datang bulan." Dahyun menggeser duduknya, menjadi diujung sofa. Memilih untuk menyaksikan televisi yang bahkan tidak ia tahu tengah menayangkan apa.
Jungkook menoleh padanya. Pikirannya berkecamuk, pun akhirnya dengan ragu, ia mulai angkat bicara lagi. "Ya, kau tidak menginginkan sesuatu untuk dimakan? Sepertinya enak kalau kita beli sesuatu yang segar. Aku tiba-tiba ingin es semangka. Kau tahu? Semangka besar yang dibagi dua lalu diisi es dan susu—"
"Ya, kau sedang mengidam?"
Jungkook berkedip polos, lalu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Mana mungkin? Aku hanya ingin saja, memangnya kau tidak mau?"
Dahyun menatap Jungkook tak habis pikir. "Wah, kenapa genrenya tiba-tiba berubah jadi romantic comedy? Pantas saja aku tidak merasakan apa-apa akhir-akhir ini, rupanya malah kau yang mengidam. Kenapa tidak sekalian saja mual dan muntahnya juga kau rasakan?"
"Yaampun Sayang, aku menginginkan itu bukan karena mengidam. Ya karena ingin saja, memangnya kau tidak mau jalan-jalan ke luar? Kita bisa cari udara segar sembari beli semangka—"
"Sana beli sendiri! Aku sedang malas keluar. Tubuhku pegal sekali." Mungkin karena perutnya semakin membesar juga, jadi Dahyun cepat lelah dan pegal-pegal walaupun tidak melakukan aktivitas berat.
"Mau aku pijat?"
Dahyun meliriknya sinis—tidak tahu kenapa, bawaannya emang sebal saja tiap melihat Jungkook. "Tidak jadi beli semangka?"
Jungkook malah menyengir. "Aku sudah menyuruh bawahanku untuk membelikannya." Dahyun jadi semakin yakin, kalau lelaki itu memang tengah mengidam.
Dahyun membaringkan tubuhnya di sofa, kakinya sudah ada dipangkuan Jungkook, dipijatnya perlahan bak seorang pemijat profesional. Harus Dahyun akui, pijatannya emang enak sekali.
"Aku sudah bilang kok ke Tzuyu kalau kita tidak bisa datang dan kalau kau mau, kita juga bisa makan bersama mereka setelah mereka pulang bulan madu," ujar Dahyun. Well, Dahyun memang sempat membencinya tapi keadaannya sudah berubah sekarang. Sudah tidak perlu ada lagi yang diperdebatkan, toh mereka juga sudah sama-sama dewasa dan kini sudah menemukan kebahagiaan dan jalannya masing-masing.
Jungkook mengulas senyum tipis, lega sekali mendengarnya. "Baiklah, aku senang mendengarnya. Bukan apa-apa, aku hanya tidak mau kalau hubungan kita dengan mereka merenggang. Biar bagaimana pun, kita bisa sampai ditahap ini juga karena mereka. Aku tidak mau menambah musuh."
"Musuh?"
"Iya. Aku sudah lelah terus bersaing dengan Wonwoo. Walaupun ya, sudah bisa dipastikan kalau warisan itu jadi milikku setelah anak kita lahir, tapi tetap saja rasanya tidak tenang."
Dahyun memandang Jungkook dengan pandangan yang sulit diartikan. Perkataan Jungkook barusan membuatnya jadi kembali memikirkan soal wanita tua itu.
"Ya, menurutmu, apa mungkin perkataan wanita tua itu memang sudah direncanakan dari awal? Maksudku ... bisa jadi itu bukan ramalan, tapi memang sebuah rencana yang sudah disusun sedemikian rupa oleh orang yang membencimu." Perkataan Dahyun membuat pergerakan Jungkook terhenti. Lelaki itu menoleh padanya, memandangnya bingung sementara Dahyun melanjutkan.
"Ini hanya asumsiku saja sih, soalnya seseorang bisa melakukan apa saja untuk membalaskan dendam."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top