Bagian 6 | Human Life ✓
Happy reading
~ Sorry for typo ~
"Banyak orang bahagia dengan caranya tersendiri, bahkan dengan cara yang paling sederhana."
~Twin's
Shana sudah mempersiapkan kesiapannya untuk melakukan latihan karate sejak sore hari. Jujur saja, Shana sedikit excited dengan latihannya kali ini. Karena dia akan benar-benar belajar bersama banyak orang, bukan hanya ditemani oleh Yusa-Mahasiswa tingkat akhir-merangkap sebagai pelatihnya selama dua tahun belakangan ini. Shana belajar banyak hal dari beliau. Privat.
"Widih, tumben jadi kelihatan cakep, Shan?"
Shana mendelik saat melihat Ziyad yang tampak rapi dengan tegi¹ yang melekat begitu pas, sehingga proporsi tubuh tegap Ziyad semakin tampak. Bahkan sabuk hitam dengan setrip satu berwarna keemasan menarik perhatian Shana. "Lo ... udah Dan-1²?" tanyanya karena terperangah saat melihat sabuk tersebut yang terlilit pada pinggang Ziyad-setengah percaya setengah lagi tidak-Karena dari kelihatannya, Ziyad seperti bukan berasal dari anak ekstrakurikuler bela diri.
"Gini-gini juga Ketua Osis itu harus jago bela diri, biar bisa jagain Ibu Negara nantinya, kan?" ucap Ziyad dengan diakhiri kekehan pelan.
"Dih, langsung narsis aja!"
"Yuk, buruan!" Ziyad dan Shana berlari kecil menuju tempat yang akan dijadikan sebagai tempat latihan mereka-lapangan indoor-yang kebetulan jadwalnya sedang kosong karena akan dipakai oleh ekstrakurikuler karate.
Sekitar dua puluh orang yang Shana lihat. Mereka adalah karateka dengan tingkatan sabuk yang berbeda. Bukan hal yang aneh pula jika mayoritas dari mereka adalah kaum laki-laki yang memiliki tubuh yang atletis. Namun bukan itu yang menjadi permasalahan bagi Shana, melainkan dia adalah satu-satunya perempuan di sini!
Oke, Shana mungkin tidak perlu sekalut itu, saat mengetahui permasalahan yang cukup membuatnya merasa canggung. Untung saja, Shana sudah memiliki tingkatan sabuk berwarna hitam polos, sehingga tidak membuatnya tampak harus lebih malu lagi.
Cukup tarik napas, lalu hembuskan secara perlahan. Ulangi sampai tujuh kali dan hasilnya tetep sama!
Shana masih merasa kikuk walaupun tetap berusaha fokus saat masuk ke dalam barisan, dengan Ziyad yang ada satu deret dengannya. Pemuda itu melengkungkan senyum sambil memberikan simbol 'oke' pada Shana melalui tangan kanannya.
Shana hanya menanggapinya dengan senyum canggung dan mengangguk seadanya.
Mereka mulai melakukan pemanasan seperti biasanya dan kehadiran Shana yang cukup mencolok di antara banyaknya laki-laki, tentu saja membuat kebanyakan dari mereka yang menggodanya habis-habisan.
"Hei, Nay! Tumben lo ke sini?" sapa seseorang yang berbadan bongsor itu kepada Shana.
Shana hanya menatapnya sekilas tanpa berniat menyapanya kembali. Dia cukup jengah, jika ada orang yang salah mengenalinya.
"Dia bukan Naya, lah! Lo gak bisa bedain apa?" tegur temannya saat pemanasan masih berlangsung, mereka berbisik pelan agar tidak menarik perhatian pelatih.
"Gue kira dia Naya! Mirip banget, gila!"
"Mirip sih iya, kelakuannya jauh beda. Lihat, tuh. Menurut gue, Naya lebih oke sih."
"Maaf Pak, itu mereka berdua dari tadi gak serius latihan, malah ngegosipin orang," tunjuk Shana pada kedua orang yang kini sedang melotot padanya.
Pelatih itu menggeram kesal. Dia sangat tidak suka jika ada murid yang tidak disiplin dalam latihannya. "Lari lagi lima keliling!" seru Dean, Pelatih karate yang baru bagi Shana.
Mereka yang kena tegur, memberikan tatapan sinis pada Shana yang tampak tidak acuh.
Kiyo yang ada di barisan paling belakang menoleh pada Ziyad yang melambaikan tangannya. Lalu, lirikannya berpapasan dengan manik coklat madu dalam durasi kurang dari tiga detik, karena Kiyo lebih dulu memalingkan muka dan kembali melakukan pemanasan.
Di tempatnya, Shana tersenyum miring saat melihat orang yang menantangnya kemarin-kemarin ada di satu ruangan dengannya. Itu kembali membuat Shana merasa sedih dan senang secara bersamaan.
Sedih karena waktunya akan terbuang-buang sia-sia karena intensitas pertemuannya akan jauh lebih banyak dan pastinya hal itu akan berpengaruh juga pada emosinya yang selalu meledak-ledak saat menghadapi Kiyo.
Dan perasaan senang, karena akhirnya ada tempat yang legal baginya untuk memberikan pelajaran pada orang seperti Kiyo.
"Bakalan gue bikin diri lo menyesal nantinya!" batin Shana.
•×•×•×•
"Shan! Kak Shana!" teriak Naya yang berlarian dari ujung koridor menuju Shana yang berjalan berlawanan arah dengan langkah Naya.
Shana mencibir dalam hati. Pasti selalu seperti ini, saat banyak murid yang lainnya menunggu jemputannya masing-masing, Naya dengan alibinya berusaha mengajak Shana keluar dari zona amannya.
Napas Naya tersenggal-senggal ketika sudah sampai di samping Shana. Dia mengulurkan lengannya, berharap bahwa Shana mengerti yang Naya maksud.
Tapi Shana tidak menanggapinya. "Apa?" Suara Shana yang meninggi membuat nyali Naya menciut.
Namun, jika bukan sekarang, kapan lagi, bukan?
"Hari ini, pulang bareng ya? Kakak gak kenapa-napa, kan? Soalnya Pak Maman lagi gak bisa jemput."
Naya memang membuat sopir keluarganya, Pak Maman. Untuk tidak menjemputnya, karena dia hendak membujuk Shana agar mau pulang bersamanya.
Shana mendengkus, lalu berjalan berlalu saja. Meninggalkan Naya yang menatap nanar punggung Shana yang kian menjauh.
"Huftt, semangat Nay! Lo pasti bisa!" Naya kembali menyamakan langkahnya dengan langkah Shana yang lebar dan terlihat terburu-buru.
Shana menghentikan langkahnya dengan tiba-tiba, Naya yang tidak tahu, menjadikannya menabrak sebuah pilar di depannya.
"Aw ..." rintih Naya sambil mengusap keningnya.
Shana menoleh ke belakang, masih dengan tatapan datarnya pada Naya. "Mau lo, apaan sih, Nay?" tanya Shana karena kesal dengan tingkah Naya yang terus saja seperti menguntit dirinya dan Shana sangat geram karena itu.
Naya menghembuskan napasnya. Lalu menatap mata Shana dengan serius, namun tegas. "Papa sama Mama terus nanyain lo, Kak." Akhirnya kalimat itu terlontar mulus dari mulutnya. Dalam hati, Naya meminta maaf karena telah berbohong.
Mama, Papa sama Kak Shana, maafin Naya yang sudah bohongin kalian ya, ini juga demi kita semua.
Saat Naya melafalkan kata lo-gue, berarti tandanya dia mulai tidak bisa mengendalikan emosinya.
"Hm, nanti gue ke sana." Shana melenggang pergi, namun lengannya ditahan oleh Naya.
"Jangan banyak alasan, Kak! Plis ... demi mereka," ucap Naya dengan bibir yang mulai bergetar, berusaha menahan isak tangis yang siap keluar.
Shana kembali menatap Naya dengan raut tidak suka. "Dan perlu lo ingat, kita gak sedekat itu untuk saling sapa," ujarnya menegaskan hubungan mereka yang renggang.
Shana menghempaskan dengan kasar lengan Naya yang mencekalnya.
"Tanpa lo ingetin, gue udah tahu mana yang harus gue lakuin, setop untuk ikut campur!" tegas Shana lagi.
Naya menghela napasnya. Rasa lemas pada tubuhnya tidak sebanding dengan rasa kecewa atas perlakuan Shana padanya. Namun, dia mengerti alasan mengapa Shana bersikap seperti itu padanya, karena itu, Naya sangat ingin Shana kembali seperti dulu.
Menjadi saudara, sahabat, bahkan menjadi rumah kedua bagi Naya. Dan semoga saja, Shana dapat menerimanya kembali, dengan senang hati.
~tbc~
©030320 tanialsyifa
[Selesai revisi tanggal 20 Juli 2020]
Note :
(1) Tegi : Pakaian khas untuk anggota bela diri karate.
(2) Sabuk hitam Dan -1 : Tingkatan di karate.
Note : Thank's for reading~
Salam literasi,
Bye~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top