Bagian 34 | Rencana si Kembar ShaNaya ✓
Sorry for typo
~Happy reading~
"Jika dunia ini tidak adil, maka aku akan terus berdiri sendiri!"
—Shanaya
Shana tidak bodoh untuk tidak paham maksud sebenarnya dari perkataan Nana. Dia paham betul. Untuk itu, Shana tersenyum tipis, walaupun hatinya mencelos. "Maaf, Ma. Shana gak bisa," tolaknya.
Nana mengerutkan keningnya, menatap Shana dengan tidak suka. "Kenapa gak bisa? Kamu mau rebut lagi kebahagiaan Naya, gitu?" protes Nana.
Dia kembali menatap Shana dengan tatapan memelas. "Ini juga demi kebaikan Naya lho, Shan," bujuk Nana sekali lagi.
"Sayang, udah ya, jangan maksa Shana," peringat Elvan.
Atensi Nana berpindah pada sang suami. "Mas, Naya pernah cerita ke Nana kalo dia suka sama Ziyad, apa salahnya sih, bantu Naya, Mas? Siapa tahu dengan begitu, dia kembali, kan? Ayolah, Mas," bujuk Nana.
Ada yang mencubit hatinya secara tidak sadar. Shana menengadah kepala, menahan cairan bening agar tidak jatuh mengenai pipinya. Ibunya sangat mencintai Naya, hingga tidak bisa kah ibunya menanyakan perihal perasaan Shana dulu?
Minimal perasaan tentang memberikannya jarak antara Shana dan kedua orang tuanya.
Terkadang Shana tidak pernah tahu apakah Nana benar-benar mencintainya ataupun tidak. Karena sekilas, Shana dapat melihat binar mata itu begitu tulus mencintainya, tapi selanjutnya binar mata itu hilang.
Shana ingin mengadu kepada Nana, layaknya teman-teman yang selalu berkeluh-kesah kepada ibunya. Dia juga ingin menjadi anak yang selalu membuat ibunya tersenyum.
Tapi mengapa bisa sesulit ini? Mengapa dia harus berkorban dulu untuk mendapatkan haknya sebagai anak?
"Shana menolak, bukan karena hal yang dituduhkan oleh Mama, tapi Shana gak bisa memaksakan kehendak orang lain," jelas Shana hati-hati. "Jika Ziyad aja gak mau, bagaimana cara Shana membujuknya coba?" Shana melihat Nana melotot padanya. Tapi Shana tidak peduli.
Shana melanjutkan perkataannya. "Lagian dari dulu juga Shana tidak diajarkan untuk membujuk seseorang, kan? Shana hanya diajarkan cara patuh untuk perintah yang sebenernya tidak Shana mengerti. Shana permisi dulu ya," pamitnya.
Dia sudah tidak peduli dengan ibunya yang meneriaki namanya berulang kali ataupun ayahnya yang mencoba membujuknya. Kini Shana perlu menenangkan pikirannya. Dia sangat mumet dengan drama ini, dia butuh pelampiasan!
•×•×•×•
Naya terdiam sambil melihat langit-langit kamarnya. Ini bukan di rumah orang tuanya, melainkan di rumah kakek-neneknya dan dia meminta pada mereka untuk menyembunyikan kedatangannya pada Nana ataupun Elvan.
Dia hanya ingin sendiri.
Tangannya masih memegang gawai yang menampilkan hasil tes CD-4 yang ternyata mengalami penurunan. Walaupun Dokter Al mengatakan bahwa nilai 500 masih aman, tetap saja dia mengalami penurunan. Padahal Naya sudah rutin mengikuti terapi retrovial.
"Ah, biarkan saja. Kali ini aku hanya akan bolos sekali," gumamnya sambil melemparkan gawainya ke sisi lain kasurnya. Dia berguling ke kanan untuk meraih guling dan mendekapnya.
Cairan asin berwana bening kembali keluar tanpa bisa Naya cegah. Ingin sekali Naya berhenti memakan obat-obatan yang menunjang hidupnya. Toh hidupnya pun tak akan lama, mengkonsumsi obat hanya memperlambat berkembangbiakan virus, bukan sepenuhnya membunuh virus. Karena penyakitnya ini belum menemukan obat penyembuhnya.
Naya menghela napas sebentar. Dia mendengar suara Shana yang ada di bawah. Sontak dia berlari ke bawah dan menemui Shana yang mematung melihatnya ada di sini. Naya melebarkan senyumnya seiring langkahnya yang mendekat ke arah Shana.
"Hai," sapanya.
Orang dia sapa malah mengerjap matanya lucu. "Ah, hai," ujar Shana dengan kikuk.
Ya kali, tadi dia habis-habisan mendengar Nana yang menangis sesenggukan dan saat dia pulang, dia malah menemukan orang yang membuat ibunya menangis.
"Ngapain lo di sini?" tanyanya dengan nada sinis.
Naya yang paham akan ketidaksukaan Shana, mengerucutkan bibirnya. "Gak baik loh, Shan, ngusir Adik sendiri," ujar Naya dengan sebal.
Shana mendengkus, memilih melewati Naya dan masuk ke kamarnya.
Naya mengekori Shana yang masuk ke kamar bernuansa biru langit tersebut. Barang-barang yang Shana susun rata-rata berbentuk geometri dan di simpan secara vertikal. Naya dibuat takjub berkali-kali, meskipun dia sudah sering melihat kamar Shana.
"Kamar kamu bagus banget, gak heran kalo kamu sering banget ngurung di sini," ujar Naya.
Shana duduk di tepi ranjang dan Naya kembali mengikuti Shana dengan duduk di samping perempuan kembarannya itu.
"Kenapa lo milih kabur, Nay?" tanya Shana to the point.
Naya mengetuk jarinya di dagu, berpikir bagaimana cara dia menjelaskan ini semua, tanpa harus menyinggung masalah penyakitnya. Karena hanya Shana yang memang sengaja tidak beritahukan oleh Naya tentang penyakitnya. Kedua orang tua mereka maupun kakek-neneknya sendiri juga memilih untuk merahasiakan ini demi Shana dan Naya.
"Mungkin karena bosan?"
"Jawaban lo meragukan gitu."
"Oh, ya? Perasaan gak deh," ucap Naya.
"Udah lah, lupain. By the way, hubungan lo sama Ziyad, gimana?" tanya Shana tiba-tiba. Dia melepaskan jam tangan yang tadi dia pakai dan menyimpannya di atas nakas.
Terjadi hening beberapa saat, hingga Shana menoleh pada Naya yang mematut bibirnya melengkung ke bawah. "Gak berhasil?"
Naya hanya menggeleng pelan. Dia merentangkan tangannya dan membiarkan tubuhnya terlentang di atas kasur Shana yang bermotif seprai salah satu anime. Naya kurang tahu tokoh anime apa yang di maksud Shana, yang pasti, dia punya warna rambut kuning dengan ikat kepala pada dahinya. Shana bilang, dia adalah tokoh utama di anime-nya.
"Shan, kali-kali kita piknik sekeluarga, yuk!" ujar Naya tiba-tiba membuat Shana memekik kaget. Naya malah tertawa melihat tingkah Shana.
Shana mencibir pelan. Dia ikut merebahkan tubuhnya di samping Naya, tanpa menoleh pada Naya untuk menjawab. "Tumben banget, tapi kalo itu mau lo, Papa sama Mama pasti kabulin, deh."
Naya terkekeh pelan walaupun dalam hati tersenyum miris. Karena mereka mau membuatku bahagia, walaupun untuk sementara. Batin Naya.
"Haha, biasa lah, spesialnya jadi anak bungsu," gurau Naya.
Shana menoleh pada Naya yang tampak asik menggambar di udara, membentuk berbagai macam huruf ataupun gambar. "Lo tentuin aja, sebelum kita sibuk sama ujian kenaikan kelas," putus Shana.
Naya melihat ke arah Shana, lalu tersenyum sumringah. "Serius, Shan? Lo mau ikut, kan?"
Shana hanya mengangguk. Naya pun memekik senang, dia memeluk Shana sekilas dan mengecup pipinya. Shana meronta-ronta dan protes atas tingkah Naya yang menurutnya sangat kekanak-kanakan. "Nay, ih! Udah!"
Naya pun tertawa karena berhasil membuat Shana kesal. "Ya habis, aku terlalu senang. Kamu selalu sulit buat di ajak quality time bareng keluarga. Pasti ada aja alasan kamu buat gak ikutan," ucap Naya dengan sebal.
Kini giliran Shana yang terkekeh. "Hm, mungkin kali-kali gue harus coba." Dan memenuhi semua permintaan lo dalam kertas itu. Lanjut Shana dalam hati.
"Pokoknya aku jamin kamu bakalan bahagia di acara nanti!" ujar Naya dengan semangat empat lima. Shana hanya tersenyum tipis meyakinkan diri bahwa pilihannya tidak salah.
~tbc~
©220420 tanialsyifa
[Selesai revisi tanggal 15 Juli 2020]
Note : Thank's for reading~
Nulis dengan kecepatan supeeeeer🤣 maklum kalo acak-acak ya, nanti di revisi kok :3
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top