Bagian 3 | The Defiant ✓
Sorry for typo
~ Happy reading ~
"Karena pada hakikatnya, hidup ini adalah pilihan setiap makhluk dengan resiko yang harus siap ditanggung."
~Twin's
Perkenalkan singkat mengenai nama dan alasannya untuk kembali sekolah meskipun baru saja homeschooling selama beberapa tahun terdengar klise bagi Shana sendiri, namun tidak bagi teman sekelasnya. Mereka heboh menanyakan ini-itu, terutama tentang Shana yang terlihat mirip dengan Naya masih sempat mereka ragukan.
Tentu saja mereka kembar, apakah mereka tidak bisa melihat itu dengan jelas dan mempertanyakan lagi?
Jengah. Itulah kata yang pantas untuk menggambarkan suasana hatinya. Shana hanya membalas pertanyaan yang terlontar padanya dengan senyum tipis—terlihat terpaksa—bagi orang peka atas kelakuannya.
Shana disuruh untuk duduk di barisan tengah. Shana mendengus kesal, pasalnya bagian tengah adalah tempat duduk yang paling dia hindari, karena letaknya yang mencolok dan gampang untuk dilirik dari berbagai sudut oleh teman-teman barunya. Apalagi jika yang berhubungan dengan Naya.
Shana merasa bersyukur karena tampaknya, dia akan duduk sendirian. Kursi yang berada di sampingnya kosong.
"Sudah-sudah, kalian bisa melanjutkan sesi perkenalan lebih jauhnya setelah bel istirahat berbunyi. Sekarang kalian fokus pada pembelajaran saya!" Bu Dewi melerai mereka yang terus saja memborbardir Shana dengan banyak pertanyaan.
Shana menghembuskan napas lega. Setidaknya kali ini, dia selamat dari pertanyaan yang memuakkannya.
Tapi sepertinya kelegaan itu hanya bersifat sementara, saat lelaki jangkung yang dia temui di lapangan indoor duduk di samping Shana.
Shana terperanjat, buru-buru dia menampilkan ekspresi datarnya. Shana berusaha mengabaikan pesona laki-laki itu yang membuat sebagian perempuan di kelasnya, memerhatikan interaksi laki-laki tersebut saat mengenalkan diri padanya.
"Nama gue, Ziyad Altair, temen gue biasa manggil gue Alta. Khusus buat lo panggil aja, Zi. Oke?" Ziyad mengedipkan sebelah matanya membuat Shana mengerjap atas kelinglungannya.
Astaga, punya dosa apa gue sampe bisa sekelas sama orang ini! Rutuk Shana dalam hati.
"Dih." Shana mendelik dan kembali fokus pada Bu Dewi yang sedang menerangkan pelajaran Sejarah Indonesia, menggantikan ketidakhadiran Ibu Sri. Katanya.
Saat sedang menyimak materi, ada secarik kertas yang terulur dihadapan Shana.
Nanti istirahat gue anter lo keliling sekolah. Anggap aja kaya tour dan sebagai salam perkenalan kita.
"Bukan ide yang buruk," pikir Shana.
Shana mengiyakan ajakan Ziyad dan berharap bahwa tidak ada hal buruk yang akan dia terima nantinya karena harus mengenal makhluk di sampingnya.
•×•×•×•
Bagi Shana hidup ini adalah pilihan. Kau ingin berbuat baik atau buruk sekalipun. Hidup ini adalah pilihan kalian. Dan Shana tidak ingin hidup yang repot-repot seperti kebanyakan orang, simple is so happy.
Untuk itu, mencampuri urusan orang lain bukanlah hal yang biasa Shana lakukan. Tapi anehnya, hanya karena dia melihat dengan mata kepalanya sendiri ada dua orang laki-laki yang sedang saling bertengkar dengan amarah yang enggan untuk mengalah, dua laki-laki itu terlihat berambisi untuk saling menjatuhkan lawannya masing-masing. Namun, tidak ada yang mau mengalah.
Saling pukul, saling mengumpat dan saling mengelak dari serangan lawan. Tidak ada yang menghentikan perkelahian ini. Bahkan saat ini, mereka sedang ramai menjadi tontonan banyak orang. Seakan-akan mereka semua tidak memperdulikan keadaan sekitar. Bahkan Ziyad saja terlihat anteng dengan pilus di tangannya. Sambil menonton perkelahian itu dengan duduk bersandar pada sebuah pilar.
"Lo gak ada niat buat bantuin mereka, gitu?" tanya Shana dengan kening yang mengernyit.
Ziyad menelan beberapa butir pilusnya dan menjawab tak acuh, "biarin mereka selesain apa yang perlu mereka selesaikan."
Shana berdecak. Hatinya tidak bisa diajak kompromi karena terus membisikan bahwa Shana harus membantunya. Dia terkadang kesal dengan sikapnya yang satu ini.
Tanpa pikir panjang, Shana menerobos kerumunan yang sedang melihat pertengkaran laki-laki yang sedang beradu jotos tersebut.
Ziyad meneriaki namanya begitu nyaring. "Shana!" Namun Shana abaikan.
Kini, kerumunan itu saling bertukar pandang saat Shana menangkis salah satu serangan dari laki-laki yang memiliki perawakan lebih tinggi dan ukuran bahunya lebih lebar daripada Shana.
Shana terlihat seperti adik kecil yang sedang menantang kakaknya sendiri.
"MINGGIR LO!" Teriakan itu berdengung di telinga Shana.
Shana menggeleng dan menyiapkan kuda-kuda terbaik sebagai pertahanan atas serangan yang akan dilakukan oleh lawannya. Sementara laki-laki yang awalnya berada di belakang Shana, sudah menghilang.
Lha, jadi seriusan gue yang harus ngelawan orang gila ini? Jerit Shana dalam hati.
Laki-laki yang ada dihadapannya berdecih. Dia menatap tidak suka pada Shana. "Nyali lo boleh juga, tapi gue pikir, gak perlu mengotori tangan gue buat ngejatuhin lo." Senyumnya yang menyeringai membuat Shana dongkol. Karena dia paling tidak suka direndahkan hanya karena gender nya!
Tanpa ba-bi-bu Shana langsung meninju pipi laki-laki itu dan berhasil membuat sudut bibirnya sobek. Shana tertawa dalam hati. Saat laki-laki tersebut hendak menyerang bagian perut, Shana menangkisnya dengan cepat dan membalaskannya dengan meninju perut laki-laki tersebut menggunakan kakinya.
Suara pekikan dari kerumunan terus menggema. Di tengah tandingnya dengan laki-laki tersebut, laki-laki itu mengerang kesakitan pada bagian perutnya. "Shit!" umpatnya.
Laki-laki itu mencoba berdiri dengan tegap, meskipun pukulan yang diberikan oleh Shana lumayan membuatnya kelimpungan untuk mengelak, tapi harga dirinya sebagai laki-laki dipertaruhkan di sini. Untuk itu, seperti ada sebuah ide yang mencocol dalam otak minimnya. "Pukulan lo, boleh juga."
Shana tersenyum miring saat laki-laki itu mengakui kemampuannya.
"Tapi hal kecil kaya gini, gak pantas untuk diakui oleh Kiyo Bagaskara. Karena yang namanya perempuan, tetap lemah di antara laki-laki," ucap Kiyo dengan sombongnya.
Shana mendesis kesal. Dia menggertakkan giginya. "Lo!" cekamnya.
"Jangan pernah hina perempuan, hanya karena kita beda gender bukan berarti gue lebih lemah dari lo!" Napas Shana naik-turun karena menahan emosi. Buku-buku tangannya memutih karena terlalu mengepalkan erat tangannya.
Seperti mendapatkan sebuah peringatan. Shana tersadar bahwa ucapannya mungkin akan berakibat fatal bagi kehidupannya di SMA.
Bodoh! Harusnya gue gak terprovokasi! Poor untuknnya. Shana terus menggerutu dalam hati.
Laki-laki yang bernama Kiyo itu kini semakin memamerkan senyum miringnya pada Shana. Tangannya terlipat di depan dadanya. "Lo harus ikut dalam kompetisi di ekskul Karate SMA Kejora atau harga diri lo sebagai karateka¹ patut dipertanyakan, gimana?" tantang Kiyo.
Dia tahu, jika Shana adalah seorang karateka terlihat dari caranya menyerang Kiyo barusan.
Shana memaki dirinya sendiri. Berniat untuk menyelamatkan orang lain dari pertengkaran, malah membuat dia terperosok dalam kesalahannya sendiri.
Seperti peribahasa keluar dari lubang buaya, masuk sarang harimau. Sungguh hari yang melelahkan.
Lelah karena semakin banyak mengenal manusia, semakin banyak energi yang harus dikeluarkan. Seperti emosi contohnya.
Shana mengembuskan napas cukup keras. "Oke, gue terima tantangan lo." Ucapan Shana seolah menjadi penutup acara kali ini. Banyak tepuk tangan bahkan siulan menggoda padanya. Tak lupa, cibiran pun Shana terima.
Lengan Shana ditarik oleh Ziyad, sehingga membuat Shana terjungkal ke belakang. "Apaan sih!" ucap Shana dengan sewot dan menepis lengan yang mencekal pergelangan tangannya.
Ziyad tengah menatapnya dengan raut frustasi. "Lo, itu kenapa suka banget buat masalah sih!" Ziyad mengucapkannya dengan suara yang serak.
Shana hanya mengedikkan bahu dan berniat meninggalkan Ziyad. Tapi sepertinya Ziyad tak pernah memberikan Shana kebebasan setelah mengenal cowok yang satu ini.
"Baiklah. Sekarang lo itu adalah tanggung jawab gue," tegas Ziyad dengan nada yang tidak terbantahkan.
"Terserah!"
Shana hanya bisa mendumel dalam hati saat Ziyad mulai menarik-narik tangannya dan menuntun Shana untuk melakukan tour yang telah Ziyad janjikan.
"Kali ini, jangan bersikap aneh-aneh!" tegur Ziyad, saat melihat Shana yang berjalan tak acuh di depannya.
Shana acap kali berdecap, dia melirik sekilas pada Ziyad yang rupanya sangat ceriwis dari perkiraannya. "Berisik!"
Kali ini, harus Ziyad akui. Bahwasanya berurusan dengan perempuan seperti Shana, ternyata jauh memusingkan daripada membantu hubungan Kiyo dengan friendzone-nya ataupun hubungan sahabatnya yang terkenal kerap sekali mempermainkan perasaan perempuan.
Sebagai Ketua OSIS yang baik, Ziyad harus memberikan contoh yang baik, bukan? Tapi bagaimana jadinya jika orang yang akan dia arahkan itu, sebebal Shana?!
"Heh! Cukup! Lo gak bisa luapin emosi lo ke tumbuhan!" protes Ziyad.
Shana yang awalnya mencabik-cabik dedaunan yang ada di sekitar taman, merotasikan matanya karena teguran dari Ziyad sama sekali tidak meredakan emosinya.
"Ck! Bacot!"
Ziyad menarik lengan Shana, dia menghela napasnya saat melihat wajah masam dari Shana untuknya.
"Gue tahu, samsak yang pantas untuk meredakan emosi lo," ujar Ziyad tiba-tiba.
Setidaknya kalimat itu membuat Shana lebih diam dan menunggu samsak yang Ziyad maksudkan. Rupaya laki-laki itu membawanya ke lantai paling atas—dari lapangan indoor—terdapat sebuah roof top.
Kening Shana mengerut heran. "Ngapain ke sini?"
Sejemang kemudian, Ziyad tidak terlihat oleh Shana. Semilir angin menggerakkan rambutnya yang terikat. Hampir saja Shana terbuai oleh sentuhan sang angin saat suara Ziyad menginterupsinya untuk segera menoleh.
Shana tercengang, sedangkan Ziyad reflek melemparkannya sebuah kain tipis yang biasa dililitkan pada punggung tangan, sebagai pengganti sarung tinju.
Ziyad menunjukkan dirinya dengan bangga. "Jangan lukai makhluk yang tidak bersalah, lo bisa luapin kekesalan lo ke gue."
Ziyad mulai memasang kuda-kuda untuk sebuah penyerangan seperti dalam teknik penyerangan yang Shana pelajari di karate.
"Siapa takut!" tantang Shana membuat seringai pada wajah Ziyad terlihat.
Untuk ukuran perempuan baru, dia termasuk pemberani.
~tbc~
©040220 tanialsyifa
[Selesai revisi tanggal 20 Juli 2020]
Note :
(1) Karateka : panggilan untuk murid/orang yang menjadi anggota bela diri karate.
Ziyad Altair : Ziyad (Arab) : lebih
Altair (Inggris) : 1) Nama bintang yang bercahaya terang, 2) Elang yang terbang.
Jadi Ziyad Altair adalah Laki-laki yang dapat mencerahkan kemuraman orang lain dengan sinarnya serta dapat terbang lebih tinggi untuk menjelajah dunia.
Kiyo Bagaskara : Kiyo (Jepang) : anak laki-laki utama
Bagaskara : Matahari/menuju matahari
Jadi Kiyo Bagaskara adalah anak laki-laki yang penting/utama yang memiliki semangat seperti matahari.
•×•×•×•
Thank's for reading~
Salam Twin's,
Bye~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top