Bagian 29 | Ziyad Altair ✓
Sorry for typo
~Happy reading~
"Kamu tidak akan tahu siapa orang yang benar-benar peduli padamu, hingga saat kamu berada dalam posisi terendah di kehidupanmu."
~Twin's
Ziyad sudah membaca empat permintaan yang tertulis pada kertas yang sewaktu itu terjatuh di rumah sakit tempat Naya di rawat. Dia mendesah pelan. Ternyata kehidupan kembar Shanaya bisa sepelik ini, sungguh ... dia tidak menyangka akan terjadi seperti ini.
Ziyad melirik pada Ryuga yang sudah terlelap. Pemuda itu memilih menginap di rumahnya, karena Celio yang mendapat tugas di rumah sakit selama beberapa minggu ke depan. "Gue jadi merasa player kaya lo, Ryu," gumamnya pelan.
Ziyad kembali memandangi langit-langit di kamarnya yang bernuansa dark navy dan ponselnya secara bergantian, menampilkan room chat-nya dengan seseorang. Dia menyunggingkan senyuman saat sebuah ide terlintas dibenaknya.
"Gue harap itu yang terbaik buat semuanya," lirih Ziyad sebelum memejamkan matanya dan beranjak ke alam mimpinya.
Ziyad merasa dia baru saja tidur kurang dari dua jam, sehingga saat Ryuga menyibakkan gorden, sinar matahari menyorot pada tubuhnya yang hanya terbalut oleh kaus oblong dan celana pendek.
Ryuga mengepak lengannya. "Bagun, oy! Kebo amat lo!"
Dengan sisa kesadaran yang belum sepenuhnya terkumpul, Ziyad memilih duduk dengan mata yang masih terpejam, berusaha menghilangkan rasa kantuknya.
Ryuga semakin jahil dengan membuka jendela kamarnya, membiarkan semburat sinar surya itu semakin menyilaukan pandangan Ziyad. Bahkan angin sejuk, turut serta membiarkan Ziyad merasakan suasana pagi dengan kurang nyaman.
Ziyad memaksakan diri untuk memicing ke arah Ryuga, yang sudah berpakaian rapi. Matanya terbelalak. "Loh? Mau kemana ko udah rapi jam segini?"
Ryuga mengukir sunggingan manis sambil menaikturunkan alisnya. "Gimana, gue udah ganteng, kan?"
Ziyad berakting dengan berpura-pura muntah. "Geli sumpah!"
"Dasar jomblo! Mana tahu, urusan yang muda," cibir Ryuga.
"Lebih baik jomblo, tapi setia," balas Ziyad tak kalah sengit.
"Setia? Percuma kalo lo tetep jomblo," kelakarnya.
"Tahi, emang!" umpat Ziyad. "Mau kenapa sih, Ryu?" lanjut Ziyad.
Dia sangat penasaran karena Ryuga hampir sama dengan Akio, yang notabene-nya sulit diajak keluar rumah jika sedang weekend seperti sekarang.
Ryuga menggulungkan kemejanya hingga ke siku. "Jemput Widia," ucapnya enteng. "Gue pinjem kunci mobil lo ya!" sambung Ryuga sambil berlalu dan mengambil kunci mobil yang menggantung di samping pintu.
Belum juga Ziyad mengizinkan Ryuga untuk mengendarai mobilnya, Ryuga sudah melenggang begitu saja. "Ck, padahal belum tentu juga gue izinin!"
Sekilas, rumah Ziyad memang terlihat sama dengan rumah Ryuga, sepi, tapi luas. Sehingga, kesamaan itulah yang membuat Ziyad dan Ryuga menjadi lebih dekat. Karena kesamaan nasib tersebut, membuat mereka tumbuh menjadi orang seperti ini.
Ziyad tidak melihat kedua orang tuanya di ruang makan, itu berarti orang tuanya sudah genap delapan bulan tidak pulang, apakah mereka akan menelantarkannya?
Entahlah ... Ziyad tidak tahu menahu soal ini. Lebih tepatnya, dia berusaha untuk bersikap bodoamat.
•×•×•×•
Naya menghabiskan waktu weekend dengan joging bersama Ziyad yang sudah menunggunya di persimpangan kompleknya. Naya mematut senyum saat melihat pantulan dirinya di cermin.
"Sip, cantik," puji Naya pada dirinya sendiri.
Setelah mendapatkan izin dari Nana dan Elvan, Naya langsung ke tempat janjian mereka yang terletak tidak jauh dari rumahnya.
Ziyad melihat Naya yang melambaikan tangan padanya, tersenyum simpul. "Hai," sapanya dengan kaku.
Naya membalas senyum Ziyad dengan senyum yang lebar. "Hai, juga," sahut Naya, riang.
"Gimana joging nya? Hum ... jadi?" tanya Naya untuk memastikan.
Ziyad menganggut. "Tentu."
Mereka pun melakukan pemanasan dan berlari kecil mengelilingi taman komplek yang ramai oleh banyak orang-orang yang melakukan aktivitas serupa.
Joging memang bukan kegiatan yang melelehkan bagi Naya, tapi tetap saja jika melakukannya dalam durasi yang lama, Naya akan merasa seperti kehilangan pasokan udara. Dia bahkan belum genap menjalankan lari kecil selama tiga puluh menit, tapi napasnya sudah tidak beraturan.
Ziyad yang mengerti dengan kondisi Naya, memilih mengajak perempuan tersebut untuk duduk menepi. "Udah gak apa-apa, lagian joging juga bisa dilakukan kapan-kapan," ujarnya kepada Naya yang terus melafalkan permintaan maafnya.
Naya merasa malu sekaligus bersalah kepada Ziyad, karena dirinya juga Ziyad tidak maksimal melakukan joging. "Sori, ya. Gara-gara aku, kamu kerepotan gini," lirih Naya seraya menundukkan kepalanya.
"Ck, udah jangan dibahas, gak kenapa-napa kali," sahut Ziyad berusaha mencairkan suasana, tapi tiba-tiba dering diponselnya membuat Ziyad mengangkat panggilan tersebut.
"Halo, kenapa, Shan?" sapa Ziyad.
Dia tidak sadar bahwa Naya memerhatikannya secara intens.
"Lo bener-bener ngajak Adek gue joging, Zi?!" pekik Shana. Dia terdengar khawatir dengan keadaan adiknya itu.
Tanpa sadar, Ziyad mengangguk. "Iya, emang kenapa gitu, Shan? Tenang aja, dia baik-baik aja kok, kalo itu yang lo khawatirin."
Terdengar suara dengkusan kasar dari Shana. "Gue gak khawatir ya, cuma mau mastiin aja Adek gue gak lo buntingin," elaknya.
Ziyad tertawa kecil. "Gue gak sebejat itu kali, Shana. Habisan kalo gue ajak lo, malah lo tolak, kan?" tebaknya.
"Apaan sih, gue sibuk! Gak penting harus berurusan sama lo!"
Ziyad tergelak. "Terserah lo aja. Eh, Shan, cek chat gue napa, gak baik nganggurin orang baik kaya gue, nanti kena ajab," guraunya.
Ziyad tahu, bahwa sekarang Shana mungkin sedang merotasikan matanya sambil mencebikan bibirnya. Itu sudah menjadi hubit Shana yang sudah Ziyad hapal.
"Ck, ribet! Udahlah, jaga Adek gue, ya! Awas kalo sampai ada yang lecet sedikit pun, tanggung jawab lo!"
"Gue mau tanggung jawab kok," canda Ziyad.
Shana memekik di seberang telepon. "Apa lo bilang?!"
"Tapi kalo lo mau jadi tanggung jawab gue," kelakarnya.
"Bodoamat Ziyad! Bodoamat!"
Bip.
Telepon itu diputuskan sepihak oleh Shana. Ziyad memandangi teleponnya dengan perasaan geli. Dia belum juga sadar dengan kehadiran Naya yang ada di dekatnya. Naya mendengarkan setiap pembicaraan Ziyad dan Shana yang—tidak sengaja—di loudspeaker oleh Ziyad karena suara bising di sekitarnya.
Saat menoleh ke belakang, Ziyad terkejut menemukan Naya dengan keadaan hidungnya mengeluarkan cairan merah. Naya menatap ke arah Ziyad, seolah-olah meminta sebuah pertolongan.
Namun yang Ziyad lakukan, semakin membuat Naya merasa sakit hati. Karena laki-laki itu hanya diam mematung melihat ke arahnya.
Apakah dia jijik sama gue ya? tebak Naya.
Naya juga sempat melihat wajah tegang dari Ziyad, saat Naya menyentuh tangannya yang dingin. Laki-laki itu membalas tatapan matanya dengan horor, lalu pergi meninggalkannya begitu saja.
Berada sendirian di tengah taman komplek, bukanlah pilihan yang bagus. Apalagi dengan keadaan seperti sekarang. Naya menatap asing ke sekeliling dengan tatapan kosong. Senyum getir masih menghiasi wajahnya yang sudah pucat.
Naya menyeka hidungnya, sambil sesekali dia mendongak ke atas untuk menghalau jatuhnya lebih banyak cairan kental berwarna merah kental tersebut.
Sementara itu, Ziyad yang memilih meninggalkan Naya, terus melihat tangannya yang tidak berhenti bergetar. Bahkan keringat dingin mulai bermunculan pada kening dan telapak tangannya. Dia mencengkeram erat kemudi mobil, berharap dapat mengurangi rasa sesak.
Namun saat ingatannya kembali tertuju pada Naya, Ziyad merasakan kepalanya menjadi pening dan sesak pada rongga dadanya kian bertambah. Dia meraih ponselnya dengan sisa tenaga yang tersisa.
"Halo? Tolong ke komplek perumahan Naya. Cari Naya ya!" tuturnya dengan napas tak beraturan.
Orang diseberang telepon mengernyit heran pada suara Ziyad yang tak biasanya. "Kenapa gak sama lo aja?" tanyanya balik.
Ziyad berdecap kesal, tubuhnya hampir diambang batas. "Bacot! Cepetan! Gue kambuh!"
~tbc~
©170420 tanialsyifa
[Selesai revisi tanggal 15 Juli 2020]
Note : Thank's for reading~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top