Bagian 11 | Ryuga Lazuardi ✓
Sorry for typo
~ Happy reading ~
"Kesempatan hanya akan datang kepada seorang pemenang, bukan seorang pecundang"
~Twin's
Seorang laki-laki dengan seragam sekolah yang masih melekat pada tubuh tegapnya, memasuki sebuah ruangan yang sudah dia hapal setiap letaknya. Bahkan saking seringnya mengunjungi tempat ini, laki-laki itu bahkan dapat mengenal setiap staf kerja yang sering dia temui.
"Selamat malam, nyari Dokter Al, kan?" tebak seorang perawat yang dia ketahui bernama Sintia itu, merupakan perawat yang biasanya mendapatkan shift malam di rumah sakit tempat ayahnya bekerja.
Karena mood-nya sedang buruk, dia hanya menganggukkan kepalanya. Padahal biasanya dia akan gencar untuk menggoda mbak Sintia yang lebih tua lima tahun di atasnya.
Setelah mendapatkan persetujuan dari Sintia, akhirnya dia dapat menemukan ayahnya yang masih mengenakan seragam sneli sedang memejamkan matanya sambil bersandar pada kursi.
Pandangannya tertuju pada sebuah pigura yang menampilkan potret sebuah keluarga yang sedang tersenyum ke arah kamera dengan background langit senja yang menggambarkan sebuah keindahan yang sementara.
Tatapannya kosong meskipun netranya terfokuskan pada pigura yang ada di sebelah kirinya.
"Ayah ...."
Seorang pria paruh baya yang merasa ada seseorang yang memanggilnya, membuka matanya perlahan. Dia mengulas senyum saat matanya berpapasan dengan mata putra semata wayangnya.
Dia berdiri dari duduknya dan berjalan ke arah putranya. Dipeluknya singkat tubuh yang hampir setara dengannya itu. Lalu ditepuk singkat punggung putranya.
"Kenapa gak ganti pakaian dulu?" tanyanya selidik setelah melepaskan pelukan singkatnya. Celio melihat anaknya yang masih mengenakan seragam sekolah dengan mata memicingkan curiga.
Ryuga hanya membalasnya dengan gelengan kepala, Celio yang sudah hapal dengan tabiat putranya hanya menggelengkan kepala takjub. Pantas saja, dia mengendus harum parfum manly dari putranya itu.
"Lain kali kalo habis kencan, pulang dulu ke rumah. Minimal ganti baju dulu sebelum ke sini," nasihatnya.
Ryuga mendudukkan dirinya di sofa yang ada di ruangan Celio. "Ribet, Yah. Nanti keburu Ayah pulang dan kita gak jadi ke rumah Tante Ayu." Celio yang duduk di samping putranya, terbatuk kecil.
"Padahal ini udah jadwal yang kesekian kalinya. Gak ada acara penolakan lagi!" tegas Ryuga yang membuat Celio terkekeh kecil.
"Dasar anak kecil." Celio hendak memberikan pukulan ringan pada bahu Ryuga, tapi dengan tangkasnya, Ryuga menghindarinya.
"Eh, gini-gini juga pinter memikat hati perempuan ya," ujar Ryuga dengan bangga.
Celio kembali tertawa kecil melihat tingkah putranya. "Kamu emang gak pernah berubah, ya?"
"Tentu, masih tetep jadi keluarga Lazuardi yang membanggakan."
"Ya udah tunggu dulu, Ayah mau siap-siap dulu, nanti kamu di sana jangan repotin Tante Ayu ya?"
Ryuga mengacungkan jempolnya. Kali ini rencananya dengan Kiyo tidak boleh gagal lagi. Meskipun Celio kemungkinan akan mendapatkan panggilan mendadak dari rumah sakit, tapi Ryuga akan berusaha membuat ayahnya bisa meluangkan sedikit waktu untuk calon keluarga barunya.
Ryuga segera mengirimkan pesan pada Kiyo.
______________________________
Kiyo Bagaskara 🎥 📞
Bokap gue setuju.
Tunggu di rumah aja.
______________________________
•×•×•×•
"Gimana keadaan lo? Udah mendingan, kan?" ujar Ryuga yang kini sedang berada di kamar Naya.
Karena kedua orang tua mereka sudah saling kenal, Celio merupakan sahabat karib Elvan sewaktu masa kuliah dulu. Sehingga tidak mempersulit Ryuga untuk bertemu dengan Naya.
Berbeda dengan ketiga sahabatnya yang memilih menjenguk Naya dengan ramai-ramai bersama teman sekelas Naya, Ryuga memilih mengunjungi Naya terlebih dahulu, karena ada beberapa hal yang harus dia pastikan.
Netra Ryuga secara diam-diam menyelidik ke arah kamar Naya yang tidak pernah berubah sejak dulu.
Jadi mereka masih belum akur? Batin Ryuga bertanya-tanya, saat tidak mendapati tanda-tanda keberadaan Shana di kamar Naya.
Naya hanya mengangguk lemah. "Kaya yang kamu lihat," ucap Naya dengan suara seraknya.
Ryuga memerhatikan wajah Naya yang terlihat lebih baik daripada tempo lalu, saat dia pertama kali menjenguk Naya. "Bentar lagi mereka bakalan datang, gue cabut dulu, ya? Nanti gue ke sini lagi sama mereka, tapi jangan heran sama sikap gue. Bersikap biasa aja, oke?" pesan Ryuga saat akan meninggalkan kamar Naya.
Naya hanya tersenyum tipis dan mengiyakan pesan dari Ryuga. Pikirannya masih belum bisa menerka apa yang sebenarnya Ryuga lakukan.
Selalu saja bersikap merahasiakan untuk memberitahukan kepada sahabat-sahabat laki-laki itu, bahwa mereka adalah sahabat sejak kecil.
Baru lah ketika Ryuga keluar dari kamar Naya, dia melihat kamar di sebelah Naya-yang Ryuga ketahui merupakan kamar Shana-pintunya sedikit terbuka.
Karena penasaran, dia mengendap-ngendap mendekati pintu kamar Shana. Keningnya berkerut saat dia mendengar suara tangis dari arah kamar Shana. Dengan keraguan serta rasa penasaran yang tinggi, Ryuga mendorong pintu kamar Shana hingga terbuka sempurna.
Shana yang dikejutkan oleh suara decitan pintu yang terbuka, buru-buru mengusap kasar jejak tangisnya. Matanya terbelalak saat melihat Ryuga yang bergeming di ambang pintu dan menatapnya dengan pandangan yang tidak bisa Shana terjemahkan maksudnya.
"LO!"
•×•×•×•
Kamar Naya sudah ramai oleh orang-orang yang Naya kenali. Tak heran, selain terkenal oleh keramahtamahan, Naya juga mempunyai circle pertemanan yang luas. Kedatangan mereka yang datang bergiliran dapat sedikit menghalau rasa bosan karena sudah hampir sebulan tidak sekolah.
Tawa serta senda gurau yang Naya terima dari teman-temannya mampu membuat Naya tersenyum bahagia, meskipun dia sudah tidak nyaman berlama-lama diam di rumah.
"Eh, Nay. Btw, Shana kemana? Dia gak jagain lo?" Pertanyaan dari Akio membuat wajah Naya mendadak jadi murung.
Ziyad melotot padanya, memberikan isyarat pada Akio untuk tidak mengucapkan pertanyaan itu.
"Apa?" tanya Akio dengan polos.
Ziyad menepuk keningnya sendiri, emang pada dasarnya Akio ini tidak peka. Pantas saja jika hubungannya dengan perempuan lainnya menjadi singkat.
Naya melirik Akio sekilas, lalu bergantian menatap teman-temannya yang sepertinya sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Naya memaksakan diri untuk mematut senyum canggung. "Shana, ada kok. Dia cuma gak akan ke sini kalo kalian masih ada di sini," ucap Naya dengan berbisik.
Ryuga ada di sana. Mengamati Naya dari kejauhan, walaupun terpaut beberapa meter, tapi Ryuga dapat mendengar samar-samar jawaban yang keluar dari mulut Naya. Dia mengepalkan tangannya saat hal itu sesuai dengan prediksinya.
Kiyo yang sendari tadi diam, memilih untuk mendekati ranjang Naya. Kebetulan sekali, mereka semua hendak pulang karena hari mulai gelap.
"Lekas sembuh ya, Nay!"
"Jangan lupa sembuh, bentar lagi ada kompetisi tari, lho Nay!"
"Di tunggu kabar sembuhnya."
Banyak lagi ucapan akan kesembuhan yang Naya dapatkan dari teman sejawatnya, Naya merasa terharu. Dia kira, tidak akan banyak orang yang peduli padanya, namun ternyata dia salah besar. Banyak orang-orang yang begitu peduli dan sayang padanya.
Kiyo masih mengatupkan bibirnya, bahkan sampai dia hendak pamit keluar pun, tak ada sepatah katapun yang terucap.
Kiyo hanya akan mengatakan hal yang dia rasa cukup penting.
Ziyad yang cukup peka dengan tingkah sahabatnya itu, menyikut lengan Kiyo. Hal itu membuat Kiyo meringis dan menatap Ziyad dengan heran.
"Ngomong tuh!" serunya.
Kiyo hanya mendengkus kasar, tapi tetap melakukannya. Dia menatap lurus pada manik Naya yang terlihat sayu itu. "Get well soon."
Ziyad memberikan sebuah parcel buah-buahan pada Naya yang disimpannya di samping nakas. "Di makan buahnya, jangan cangkangnya aja," kelakarnya membuat Naya tertawa kecil. "Lekas sembuh juga," sambung Ziyad yang disertai senyum manis yang membuat Naya ikut tersenyum.
Lalu ada Akio yang mengedipkan sebelah matanya pada Naya. Dia terkekeh pelan sekaligus geli melihat tingkah Akio. Naya tahu, bahwa itu adalah salah satu tabiat dari seorang playboy untuk menjerat mangsanya.
Tapi not for me, ungkap Naya dalam hati.
"Mata kamu kelilipan ya?" Naya berusaha mengikuti alur permainan dari Akio.
"Iya, kelilipan karena lihat bidadari lagi sakit." Senyum menyeringai terpatri pada wajah kecoklatan milik Akio Aozora.
Naya tertawa kecil hingga membuat matanya menyipit. "Bisa aja, sih!"
Tatapan Akio yang awalnya jenaka, langsung berubah menjadi serius, saat tatapannya bertemu dengan mata Naya yang masih menyipit hanya karena gurauan darinya.
Naya berdeham untuk menghilangkan rasa gugupnya karena ditatap intens seperti itu oleh Akio. Terlebih lagi, masih ada sahabat laki-laki itu yang kemungkinan memerhatikan interaksi mereka.
Naya menyelinapkan rambutnya ke belakang telinga. "Kenapa, ya?"
Akio menjulurkan tangannya dan menepuk pelan kepala Naya. "Jangan sakit dan cepet kembali sembuh lagi."
Lalu Akio kembali menyimpan tangannya di saku celana. Dia berjalan meninggalkan kamar Naya, setelah melihat semburat merah pada pipi Naya yang membuat hatinya ikut senang.
Ryuga adalah orang yang terakhir keluar dari kamar Naya, dia menatap Naya sebentar. Saat Naya menatap balik padanya dengan wajah yang memerah, Ryuga tersenyum tipis.
Setidaknya dia yakin, bahwa Naya akan selalu baik-baik saja, meskipun bukan karena Ryuga yang membuat Naya baik-baik saja.
~tbc~
©170320 tanialsyifa
[Selesai revisi tanggal 12 Juli 2020]
Note : Thank's for reading~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top