BAB 1
April 2021
Suara ketukan pintu di malam hari membuat Mirna terbangun dari lamunannya di saat ia makan. Ia menunggu suaminya pulang sejak tadi, namun tidak ada. Di rumah yang besar dan ia hanya seorang diri saat ini, membuat ia kesal. Belum ada pembantu yang diperintahkan suaminya, Toni untuk dipekerjakan.
Mirna membuka pintu, ada sosok yang berdiri di balik pintu berwarna putih itu. Wajahnya melas, kulitnya sawo matang dan tidak memakai atasan. Sosok anak kecil yang sangat menyedihkan di mata Mirna.
"Kamu siapa namanya, Nak? Kok malam-malam ada di sini? Kok tidak bersama orangtua? Orangtua kamu di mana?"
"Orangtua saya .... Ortu saya ... saya tak punya orangtua. Saya hanya anak kecil yang tidak punya apa-apa. Saya hanya orang miskin! HUHUHU!" tangisnya kencang.
"Ya sudah ke sini, kamu masuk saja. jangan menangis. Ayo ke sini."
Anak kecil yang hanya memakai celama dalam itu lalu masuk ke dalam. Dengan iba, Mirna memberikan pakaian kepada si anak itu. Kadang-kadang keponakan Mirna dan Toni sering ke sini. Ada pakaian-pakaian keponakan Mirna yang ditinggal di rumah mereka.
Mirna meletakannya di sebuah lemari pakaian. Mirna mengambil salah satu pakaian lalu ia pakaikan kepada si anak itu. "Maaf ya, Tante pakaikan dulu. Oh ya, namamu siapa?"
"Namaku Remon."
"Wah! Nama yang keren sekali."
Remon menerima pakaian yang membuat wajahnya sumringah. Ada semacam tawa yang terpuaskan di wajah anak itu. Kerlingan nakal terlihat, apalagi melihat dua buat dada Mirna yang menyembul dari balik pakaian.
"Kamu mau makan apa?" tanya Mirna.
"Makan apa saja."
"Ya sudah, kamu makan ini saja ya. Ada ayam enak dicampur dengan tempe mendoan."
"Baik Tante."
Wajah Remon menggemaskan Mirna. Ada desiran hangat di balik dadanya. Entah mengapa ia ingin sekali menenggelamkan anak itu di antara payudaranya. Anak itu benar-benar menggemaskan baginya.
"Tante maaf aku nggak bisa minum susu dari botol, aku bisanya minum dari air susu ibu. Dan ibuku baru meninggal lima hari yang lalu. Aku diusir tetangga karena mukaku jelek dan kepalaku botak."
Mendengar perkataan Remon, Mirna makin kasihan, aneh sekali baginya. Anak seumuran dia tidak bisa minum susu dari gelas atau botol."
"Ya sudah, pokoknya. Malam ini atau sampai kapanpun kamu tinggal di sini. Tante dan suami tante akan mencari keluargamu. Oh ya, nama Tante, Mirna. Panggil Tante Mirna, atau kalau kamu mau, panggil saja mama. Di rumah ini tante adalah ibu kamu."
"Baik Tante."
Suara mobil terdengar, Mirna meminta diri, ia pun keluar dari rumah lalu menyambut suaminya yang baru pulang.
"Halo Mas, baru pulang?!"
"Iya nih, baru meeting sama si Juleha."
"Ooo. Juleha yang cantik itu kan ya? Yang masih muda."
"Kamu kenapa sih? Cemburu? Itu di dalam siapa? Berisik."
"Ada anak kecil tuh di dalam. Nggak tahu siapa. Kasihan Mas, udah nggak punya orangtrua. Ibunya baru meninggal."
"Ya ampun."
Toni, pria berjas hitam itu segera masuk ke dalam rumah, ia pun menyapa si anak yang sedang makan itu.
"Haai! Salam kenal, namaky Oom, Toni." Ucap Toni.
Toni adalah seorang pria yang ramah dengan anak-anak. Ia sangat dekat dengan anak-anak bahkan kalau ia sedang lelah, suatu kali ia permah menyempatkan dirinya sedang lelah untuk bermain dengan keponakannya.
"Halo Oom Toni!" balas Remon.
Remon tertawa, wajahnya sumringah, matanya berbinar-binar. Ia seperti menemukan keluarga baru yang mau menerimanya. Keluarga yang yang ia yakini bisa menjadi harapan untuk ia bernaung.
***
Beberapa jam kemudian, Remon mengantuk, ia menguap. Seperti anak sendiri, Mirna langsung dengan gesit membawa anak itu ke dalam kamar tidurnya. Toni yang melihat istrinya membawa seorang anak, merasa canggung. Baru kali ini ada anak kecil menetap di sini. Memang keponakannya sering menginap di sini, namun wajah Remon mengejutkan, berbeda dengan keponakannya, itu yang membuat ia pangling.
Mirna mengelus-elus kepala Remon agar ia cepat tertidur. Wajah Remon seperti bayi mungil terlihat menggemaskan di saat Mirna menyelimuti Remon. Ketika Remon terlelap, Mirna secara pelan-pelan menanyakan keadaan perusahaan mereka.
Mereka berdua adalah suami istri yang mempunyai usaha penerbitan. Mirna and Toni Publishing. Mereka sangat giat dalam bekerja hingga usaha keras mereka terwujud. Mereka berdua mempunyai rumah besar yang mereka tempati saat ini.
"Gimana kerjaan?"
"Ya, begitu, naskah-naskah baru pada masuk semua. Rasanya seru sih membaca naskah-naskah saat ini."
"Keadaan finansial penerbitan kita oke-oke aja kan?"
"Tenang, sudah ada Juleha yang ngurus. Dia bidang finansial."
"Terus si Kuna?"
"Oh Kuna, dia mah sibuk ngedit-ngedit aja. Dia kan editor."
"Kapan-kapan ajak Remon ke kantor penerbitan, siapa tahu dia suka dengan pekerjaan kita. Anak-anak seperti Remon dari matanya cocok jadi sastrawan."
"Sok tahu, kamu. Kapan-kapan aku ajak dia."
"Sudah yuk, kita tidur."
Mirna mematikan lampu, hingga panggi menjelang. Toni bangun lalu masuk ke dalam kamr mandi untuk melaksanakan ibadah. Air wudhu membasahi kulit Toni, rasana dingin dan segar. Setelah berwudhu, ia membangunkan Mirna yang masih tertidur, namun Mirna tidak bangun-bangun.
Toni pun shalat Subuh sendirian, suara-suara dan gelombang panas terdengar di atas. Ada suara geruduk-geruduk yang membuat ia harus berusaha khusyu ketika ia sedang shalat. Suara doa ia kencangkan ketika membaca surah dari kitab suci.
Ia pun melakukan ruku, seperti ada suara orang tertawa di samping kanan dan kirinya. Merinding rasanya. Ada setan-setan yang mencoba mengganggunya ia ketika sedang shalat. Suara-suara dan gelombang panas tak henti-hentinya menyerangnya, mengganggu konsentasinya hingga ia selesai melaksanakan shalat.
Selesai shalat ia berdoa, ia tidak merasakan apa-apa. Tidak ada yang aneh. Namun rasanya, tidak memungkinkan kalau ini sebuah hal yang normal. Pasti ada yang mengganggunya. Ia sejenak menengok ke belakang, usai ia berdoa. Ia melihat wajah Remon yang halus. Ia berpikir, apakah anak ini ada yang tidak suka? Apakah orangtunya disantet hingga ia menjadi yatim-piatu. Sekelumit pertanyaan berada di kepalanya. Rasanya ada hal-hal yang mengganjal di kepalanya. Ia bertekad mencari siapa tahu anak itu bila sempat.
Di dalam kotak rahasianya di ruang kerja, ada rajah yang ia suka pakai untuk menangkal makhluk halus. Selama ini tidak ada apa-apa. Tidak ada serangan dahsyat yang masuk ke dalam ke rumahnya. Serangan ini sangat berani. Sampai ke rumahnya dan mengganggu ibadahnya. Kejadian ini harus membuat ia waspada. Untuk sementara ia tidak akan menceritakannya kepada Mirna, agar istrinya tidak takut. Toni bangkit lalu melepas sarung dan merapikan sajadahnya. Ia bersiap untuk mandi.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top